Pradipa PR Kuliah2017 AntropNegara.2
Pradipa PR Kuliah2017 AntropNegara.2
Ulasan
Proses terbentuknya Negara-Bangsa
Pembayangan waktu yang kosong dan homogen ini, berikutnya, hanya dimungkinkan
oleh keberadaan kapitalisme cetak (print capitalism), yaitu adanya kemampuan
industri percetakan modern untuk mendistribusikan media cetak seperti buku dan
koran. Media cetak memungkinkan orang-orang untuk membayangkan dirinya berada
dalam ruang dan waktu yang sama: seorang Fulan di suatu taman kota dapat
membayangkan kecelakaan yang menimpa Fulani di suatu desa yang jauh dari
tempatnya tinggal, karena cerita tentang kecelakaan itu dimuat di koran nasional. Dia
membayangkan bahwa dirinya dan diri Fulani, sama-sama bagian dari komunitas
nasional yang tercakup dalam ruang yang sama. Dengan dirinya mengetahui apa yang
terjadi pada Fulani lewat kabar yang dicetak secara cepat tersebut, Fulan bisa
mengetahui informasi secara langsung di hari yang sama dan membayangkan dirinya
sebagai sesama anggota suatu komunitas nasionalsama-sama warga negara. Bukan
hanya itu, kapitalisme cetak juga memungkinkan informasi yang dimediasi lewat
bahasa yang sama. Tulis Anderson,
Bahasa adalah pokok penting dalam tesis Anderson tentang nasionalisme. Pada bab
empat Anderson membahas tentang para creole pioneers, yaitu orang-orang berbahasa
campuran (creole) yang pernah dijajah oleh Eropa dan memiliki semangat untuk
membentuk negara dalam semangat itu, yakni suatu negara creole, yang dibentuk
dan dipimpin oleh orang-orang yang memiliki bahasa dan leluhur yang sama dengan
orang-orang yang mereka lawan. (Anderson, 2006:48) Anderson mengambil contoh
Amerika Serikat, Brazil, dan bekas jajahan Spanyol. Menurut Anderson, para
komunitas creole ini mampu mengembangkan konsep nasionalismemembayangkan
diri mereka sebagai negara-bangsajauh sebelum sebagian besar Eropa bisa
melakukannya. Anderson menyebutkan bahwa ada peran besar ide-ide Pencerahan
dan perubahan ekonomi dalam memungkinkan orang-orang creole mengembangkan
ide tentang nasionalisme vis-a-vis konteks penguasaan kekaisaran. Tapi, yang paling
Pradipa P Rasidi // 1606942722
Negara, Masyarakat, Pasar: Perspektif Antropologi
3
Semester Gasal 2017
Maka, seperti halnya ziarah ke Mekah, arus orang yang berputar di wilayah-wilayah
koloni, yang menggunakan bahasa dan kesejarahan yang sama, memungkinkan
negara-negara creole untuk mengimajinasikan diri mereka ke dalam suatu bangsa
yang samamemungkinkan nasionalisme. Anderson memaparkan bagaimana proses
ini terjadi di Amerika Selatan (jajahan Spanyol), Amerika Serikat, Afrika, dan Asia.
Dia menyeleksi data-data biografis dan publikasi sepanjang abad ke-18 hingga ke-20
yang memungkinkan imajinasi tentang bangsa.
Dari pemaparan singkat ini dapat dipahami beberapa hal. Pertama, ide Anderson
tentang nasionalismedan juntrungannya, nation-stateadalah ide yang bermazhab
sangat modernis. Anderson mensyaratkan keberadaan kapitalisme cetak sebagai
Pradipa P Rasidi // 1606942722
Negara, Masyarakat, Pasar: Perspektif Antropologi
4
Semester Gasal 2017
faktor yang memungkinkan adanya ide tentang nasionalisme. Tanpa kapitalisme cetak,
sebuah ruang dan waktu yang terkompresi dan hampa (homogenous empty time) tidak
mungkin bisa terbayang. Tanpa kapitalisme cetak, Fulan yang tinggal di kota tak bisa
membayangkan dirinya berada dalam satu keanggotaan komunitas yang sama dengan
Fulani yang tinggal di ujung desa. Karena, dalam tesis Anderson, hanya media cetak
yang bisa memungkinkan hal itu. Selain keberadaan kapitalisme cetak, Anderson juga
beberapa kali menyebutkan pentingnya Abad Pencerahan dalam menyebarluaskan
ide-ide tentang determinasi dan otonomi politik bagi khalayak luas dalam membentuk
gerakan politik yang mendasarkan dirinya pada imajinasi tentang bangsa. Tentunya,
penyebarluasan ide-ide ini hanya mungkin difasilitasi oleh keberadaan kapitalisme
cetak.
P embahasan Kelly dan Kaplan (2001) adalah kritik langsung akan tesis
Anderson tentang nasionalisme. Kelly dan Kaplan membukanya dengan
pernyataan yang berani: cara pikir teoretikus nasionalisme seperti Anderson yang
melihat nasionalisme sebagai produk modernitas dan menautkannya ke hasil
pemikiran abad Pencerahan, adalah suatu cara pikir yang mengabaikan cara
imperialisme menuliskan sejarah. Kelly dan Kaplan berpendapat bahwa nasionalisme
adalah produk pasca-Perang Dunia II. Nation-state baru lahir di tahun 1945.
Kelly dan Kaplan juga menyoroti bagaimana istilah nation-state tidak muncul dalam
kosakata Bahasa Inggris hingga tahun 1918 di Oxford English Dictionary. Di abad
ke-19, orang-orang Eropa tidak mengenal istilah nation-state. Mereka mengenal
konsep-konsep yang bertautanmodern state, people qua state, dan nationalstaattapi
bukan nation-state sebagaimana dimaknai di abad ke-20. Yang ada di bayangan orang
Eropa saat itu, termasuk Max Weber, adalah negara yang berkompetisi dan saling
menguasai satu sama lain di tengah kondisi anarkinya dunia. Konsep negara modern
ini juga bersinggungan dengan asumsi ras a la Darwin yang berkompetisi satu sama
lain sebagai survival of the fittest. Apa yang dipaparkan oleh Kelly dan Kaplan
sepintas mengingatkan pada konteks perkembangan disiplin antropologi pada abad
yang sama: ketika Darwinisme masuk ke dalam cara pikir ilmu sosial dalam
memandang dunia, orang Eropa memandang Eropa sebagai suatu bentuk paling
mutakhir peradaban yang harus diikuti oleh orang-orang non-Eropa melalui
pencerahan yang hanya dimungkinkan oleh kolonialisme (Stocking, 1968).
Dengan demikian, ide tentang nation-state di abad ke-19 dan ide tentang kolonialisme
Eropa adalah ide yang saling bertautan.
Kritik Kelly dan Kaplan terhadap ide Anderson tentang nasionalisme, berpijak dari
kemungkinan cara pikir Anderson melanggengkan cara pikir kolonial. Bangsa dalam
negara-bangsa (nation-state) Anderson, menurut Kelly dan Kaplan, tidak lain adalah
suatu fase. Karena pengimajinasian nation-state membutuhkan keberadaan
kapitalisme cetak, yang asalnya berkembang dari kebutuhan negara-negara Eropa dan
kemudian Revolusi Industri. Menurut Kelly dan Kaplan, ini tidak jauh berbeda
dengan asumsi teori modernisasi: bahwa negara non-Eropa harus mengikuti jejak
langkah negara Eropa untuk bisa menjadi modern. Bahwa satu perubahan di Eropa
lah yang dapat menyebabkan perubahanseperti kemunculan nation-statedi luar
Eropa. Ini terjadi lantaran, menurut Kelly dan Kaplan, Anderson menggunakan
Pradipa P Rasidi // 1606942722
Negara, Masyarakat, Pasar: Perspektif Antropologi
6
Semester Gasal 2017
Dari cara pandang ini, Kelly dan Kaplan menyitir Weber dalam melihat satu hal
penting yang memungkinkan kemunculan nation-state, yaitu adanya rutinisasi.
Rutinisasi, seperti yang terjadi dalam rutinisasi pasar, memungkinkan kemunculan
suatu apparatus hukum yang merancang dan menegakkan hukum kontrak. (Weber,
dalam Kelly dan Kaplan, 2001:424) Rutinisasi inilah yang terjadi pasca-Perang Dunia
II. Kelly dan Kaplan membahas bagaimana proyek dekolonisasi yang terjadi
pasca-Perang Dunia di antara wilayah-wilayah bekas jajahan, rupanya disertai juga
dengan politik luar negeri yang agresif dari Amerika Serikat. Dua institusi keuangan
internasional segera terbentuk: IMF dan ITO. Departemen Keuangan Amerika Serikat
segera membentuk kebijakan pembebasan tarif. Gerak cepat Amerika Serikat ini,
papar Kelly dan Kaplan, terjadi dalam konteks jatuhnya empat tatanan kekaisaran:
yang dirancang oleh Inggris ... proyek ras Jerman dan Jepang dan, akhirnya, sistem
Soviet yang membayangkan diri mereka sebagai pasca-kapitalis. (Kelly dan Kaplan,
2001:429). Inggris kehabisan uang karena Perang Dunia II dan harus menghadapi
Pradipa P Rasidi // 1606942722
Negara, Masyarakat, Pasar: Perspektif Antropologi
7
Semester Gasal 2017
gerakan anti-kolonial dari wilayah jajahan. Jerman dan Jepang kalah perang.
Sementara Soviet, menurut Kelly dan Kaplan, tidak mampu menjadi kekuatan yang
dibayangkannya. Sebut Kelly dan Kaplan, di antara kejatuhan empat kekaisaran itu
bangkitlah satu tatanan yang barutatanan kelima, yaitu Amerika Serikat.
Sudah saatnya untuk melihat dekolonisasi lebih dari akhir suatu hal, dan
pascakolonial sebagai suatu ruang yang tidak cuma ada di luar sesuatu.
Dekolonisasi jugalah suatu pembebanan akan sesuatu, [yaitu] suatu
rekonfigurasi hierarki sipil lokal ke dalam rencana global dan baru akan
tatanan politik. Dan tanpa melupakan bahwa elemen-elemen lokal itu pada
akhirnya akan bertautan dalam nation-state bekas wilayah koloni, kami ingin
menggarisbawahi bahwa [fenomena ini] adalah rencana Amerika. Bukan
suatu hal yang paradoks bila kita bilang bahwa Amerika Serikat, meski
merupakan penjajah lintas-samudera yang tak signifikan, adalah pemimpin
dunia dalam dekolonisasi. ... Amerika Serikat sejak awal ingin menunjukkan
dirinya sebagai republik di tengah dunia yang penuh dengan kekaisaran,
khawatir dikuasai pihak asing, menyerupai Republik Romawi yang tidak
stabil walau di saat yang sama tetap menjadi agresif, bahkan predatoris,
dengan cara mereka sendiri. ... Seiring waktu, AS merancang rencana
alternatif yang jelas, menggabungkan perampasan lahan di masa manifest
destiny di tanah sendiri dan tuntutan untuk kebijakan open door di tempat lain.
Kecenderungan Amerika untuk menguasai wilayah ketimbang memiliki
koloni kelihatan jelas bahkan sebelum aneksasi Hawaii di tahun 1898.
Bahkan dalam beberapa pengecualian tertentu, suatu upaya coba-coba Partai
Republik dalam menyicipi salt water imperialism, yakni mengklaim Filipina,
Kuba, dan Puerto Rico setelah mencari masalah dengan Spanyol, pada
juntrungannya menunjukkan suatu strategi yang sangat Amerika. ... Logika
militer predatoris dari penguasaan itu tak bisa kita lihat dengan jelas jika
hanya dibandingkan sebagai imperialisme barat biasa. Bukan kebetulan
bahwa Amerika Serikat, ketika ingin menguasai sesuatu, justru mengambil
gugusan pulau-pulau geostrategis tetapi tak pernah mencoba menguasai
wilayah yang besar, mahal, dan padat penduduk, seperti Cina atau bahkan
Meksiko. (Kelly dan Kaplan, 2001:427-428)
Kelly dan Kaplan menyitir kebijakan pemikir militer Amerika Serikat, A. T. Mahan,
yang sering menjadi rujukan sebagai pemikir kekuatan militer di laut modern paling
pertama dalam studi Hubungan Internasional. Sebut Kelly dan Kaplan, Mahan
mengembangkan geostrategi yang berfokus pada menjaga agar medan laut tetap
terbuka dan memproyeksikan kekuatan militerdengan memasang kapal-kapal di
lautsebagai ancaman terhadap lawan. Menguasai wilayah lain secara politik atau
mengeksploitasi ekonominya bukanlah hal penting. Yang penting adalah keberadaan
pangkalan-pangkalan militer dan akses terhadap sumber daya. Maka, menurut Kelly
dan Kaplan, nation-state yang lahir pasca-1945, dengan demikian, adalah hasil dari
Pradipa P Rasidi // 1606942722
Negara, Masyarakat, Pasar: Perspektif Antropologi
8
Semester Gasal 2017
Dari pemaparan tersebut, dapat dilihat bahwa cara analisis Kelly dan Kaplan adalah
cara yang sama sekali berbeda dengan yang dilakukan oleh Anderson. Anderson
menekankan pada homogenous empty time dan berpijak pada kapitalisme cetak yang
memungkinkan hal tersebut. Ada hubungan kausal jelas di sini: faktor-faktor yang
saling ketergantungan seperti kapitalisme cetak, modernitas, pemikiran Abad
Pencerahan, dan homogenous empty time. Sementara Kelly dan Kaplan melihat
kemunculan nation-state secara lebih trajektoris. Tidak ada kausalitas di sini,
melainkan respons di antara faktor-faktor yang kebetulan semuanya terlibat: logika
modernisasi, kejatuhan mode kekuasan kekaisaran, keinginan untuk menentukan
nasib sendiri, dan rutinisasi kesadaran nasional. Menurut saya, bila meminjam
kategorisasi teoretisasi nasionalisme Ozikirimli, Kelly dan Kaplan berada dalam
kategori nasionalisme sebagai proses politik. Lantaran analisisnya yang sangat
menitikberatkan pada konfigurasi politik negara-negara pasca-Perang Dunia II dan
kebijakan ekonomi politik yang mengatur ulang tatanan global.
Pradipa P Rasidi // 1606942722
Negara, Masyarakat, Pasar: Perspektif Antropologi
9
Semester Gasal 2017
Kelly dan Kaplan melihat keberadaan nation-state sebagai suatu proses sejarah yang
sangat spesifik, yang merupakan respons dari wilayah-wilayah bekas jajahan akibat
rekonfigurasi yang dimungkinkan Amerika Serikat. Seperti Anderson, Kelly dan
Kaplan jugalah saya kira seorang modernis, tapi untuk alasan yang sama sekali
berbeda. Saya tidak yakin apakah teoretisasi Kelly dan Kaplan soal nation-state bisa
diperluas dalam konteks lain yang berbedatidak seperti Anderson, yang analisis
imagined communities-nya dipakai untuk menjelaskan keberadaan konsep bangsa di
masa pra-modern--karena pijakan analisisnya yang sangat ekonomi politik. Mereka
secara spesifik melihat relasi ini hanya berlaku dalam konteks abad ke-20, dengan
adanya relasi antara Eropa, Amerika Serikat, dan wilayah-wilayah bekas jajahan.
Referensi tambahan
Stocking, Jr., George W. Race, Culture, and Evolution: Essays in the History of
Anthropology. Chicago: University of Chicago Press, 1968