Anda di halaman 1dari 13

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Empedu

2.1.1 Kandung Empedu

Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pir yang

terletak pada permukaan viseral hepar, panjangnya sekitar 7 11 cm.

Kapasitasnya sekitar 30-60 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat

menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan

collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior

hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi

ujung costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan

arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan menjadi duktus sistikus

yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus

hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus

vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan

permukaan visceral hati. Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri sistikus,

cabang arteri hepatica kanan. Vena sistika mengalirkan darah langsung kedalam

vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara

hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici

cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe

berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica

menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu

berasal dari plexus coeliacus.4


2.1.2 Duktus Bilier

Duktus biliaris extrahepatik terdiri dari Ductus hepaticus kanan dan kiri,

Ductus hepaticus communis, Ductus sistikus dan Ductus koledokus. Ductus

koledokus memasuki bagian kedua dari duodenum lewat suatu struktur muskularis

yang disebut Sphincter Oddi.4

Ductus hepaticus kiri lebih panjang dari yang kanan dan memiliki

kecenderungan lebih besar untuk berdilatasi sebagai akibat dari obstruksi pada

bagian distal. Kedua Ductus tersebut bersatu membentuk Ductus hepaticus

communis. Panjang Ductus hepaticus communis umumnya 1-4cm dengan diameter

mendekati 4mm. Berada di depan vena porta dan di kanan Arteri hepatica. Ductus

hepaticus communis dihubungkan dengan Ductus cysticus membentuk Ductus

choledochus.4

Panjang Ductus cysticus bervariasi. Dapat pendek atau tidak ada karena

memiliki penyatuan yang erat dengan Ductus hepaticus. Atau dapat panjang, di

belakang, atau spiral sebelum bersatu dengan Ductus hepaticus communis. Variasi

pada Ductus cysticus dan titik penyatuannya dengan Ductus hepaticus communis

penting secara bedah. Bagian dari Ductus sistikus yang berdekatan dengan bagian

leher kandung empedu terdiri dari lipatan-lipatan mukosa yang disebut Valvula

Heister.3

4
Panjang Ductus koledokus kira-kira 7-11 cm dengan diameter 5-10 mm.

Bagian supraduodenal melewati bagian bawah dari tepi bebas dari ligamen

hepatoduodenal, disebelah kanan Arteri hepatica dan di anterior Vena porta. Bagian

retroduodenal berada di belakang bagian pertama duodenum, di lateral Vena porta

dan Arteri hepatica. Bagian terbawah dari Ductus koledokus (bagian pankreatika)

berada di belakang caput pankreas dalam suatu lekukan atau melewatinya secara

transversa kemudian memasuki bagian kedua dari duodenum. Ductus choledochus

bergabung dengan Ductus pancreaticus masuk ke dinding duodenum (Ampulla

Vateri) kira-kira 10cm distal dari pylorus. Kira-kira 70% dari Ductus ini menyatu di

luar dinding duodenum dan memasuki dinding duodenum sebagai single ductus.

Sphincter Oddi, yang merupakan lapisan tebal dari otot polos sirkuler, mengelilingi

Ductus choledochus pada Ampulla Vateri. Sphincter ini mengontrol aliran empedu,

dan pada beberapa kasus mengontrol pancreatic juice ke dalam duodenum.3

Suplai arteri untuk Ductus biliaris berasal dari Arteri gastroduodenal dan

Arteri hepatika kanan, dengan jalur utama sepanjang dinding lateral dan medial dari

Ductus choledochus (kadang-kadang pada posisi jam 3 dan jam 9). Densitas serat

saraf dan ganglia meningkat di dekat Sphincter Oddi tetapi persarafan dari Ductus

choledochus dan Sphinchter Oddi sama dengan persarafan pada kandung empedu.4

2.2 Fisiologi Empedu

Kandung empedu mampu menyimpan 30-60 ml empedu. Diluar waktu makan,

empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu dari hati tidak dapat

segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu

masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu,

pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik,

sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira lima kali lebih pekat

5
dibandingkan empedu hati. Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode

interdigestif dan diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan. Pengaliran

cairan empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung

empedu, dan tahanan sfingter oddi. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi

akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu

berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke duodenum. 4

Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu

kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung

empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal

terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum

terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer

terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh

hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.

Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin

yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin

yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen

utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.4

Garam empedu di ekskresikan ke dalam empedu oleh hepatosit dan di tambah

dari hasil pencernaan dan penyerapan dari lemak pada usus. Pada usus sekitar 80%

dari asam empedu di serap pada ileum terminal. Sisanya di dekonjugasi oleh bakteri

usus membentuk asam empedu sekunder deoxycholate dan lithocholate. Ini di serap

di usus besar di transportasikan ke hepar, di konjugasi dan di sekresikan ke dalam

empedu. Sekitar 95% dari pool asam empedu di reabsorpsi dan kembali lewat vena

porta ke hepar sehingga disebut sirkulasi enterohepatik, 5% di ekskresikan di feses.4

6
Kolesterol dan fosfolipid di sintesis di hepar sebagai lipid utama yang di

temukan di empedu. Proses sintesis ini di atur oleh asam empedu. Warna dari empedu

tergantung dari pigmen bilirubin diglucoronide yang merupakan produk metabolik

dari pemecahan hemoglobin, dan keberadaan pada empedu 100 kali lebih besar

daripada di plasma. Pada usus oleh bakteri diubah menjadi urubilinogen, yang

merupakan fraksi kecil dimana akan diserap dan di ekskresikan ke dalam empedu.3

2.3 Batu Empedu

Batu empedu diklarifikasikan menjadi dua yaitu batu kolesterol dan batu

pigmen. Batu pigmen sendiri dibedakan menjadi dua yaitu batu pigmen hitam dan

batu pigmen cokelat. Batu kolesterol terbentuk akibat ketidak seimbangan konsentrasi

kolesterol, garam empedu dan fosfolipid. Batu pigmen hitam terbentuk akibat

supersaturasi dari kalsium bilirubinat, karbonat dan fosfat yang sering kali akibat

sekunder dari penyakit hemolitik. Batu pigmen cokelat dapat terbentuk pada kandung

empedu maupun saluran empedu yang terjadi akibat presipitasi kalsium bilirubinat

dan tubuh sel bakteri.4

a. Batu Kolesterol

Batu kolesterol murni jarang di dapatkan dan terdapat hanya kurang

dari 10%. Batu ini biasanya multipel, ukurannya bervariasi, bila keras

berbentuk ireguler, bila lunak berbentuk mulberi. Warnanya bervariasi dari

kuning, hijau, dan hitam. Batu kolesterol biasanya radiolusen, kurang dari

10% radioopak. Baik batu kolesterol murni atau campuran, proses

pembentukan batu kolesterol yang terutama adalah supersaturasi empedu

dengan kolesterol. Kolesterol adalah nonpolar dan tidak larut dalam air

dan empedu. Kelarutan kolesterol bergantung pada konsentrasi dari

7
kolesterol, garam empedu, dan lesitin (fosfolipid utama pada empedu).

Supersaturasi hampir selalu disebabkan oleh hipersekresi kolesterol di

bandingkan pengurangan sekresi dari fosfolipid atau garam empedu.

Patogenesis dari batu kolesterol multifaktorial, tetapi intinya terdiri

dari 3 tahap. (1) supersaturasi kolesterol pada empedu (2) nukleasi kristal

dan (3) pertumbuhan batu. Mukosa kandung empedu dan fungsi motorik

juga berperan pada pembentukan batu empedu. Kunci untuk

mempertahankan kolesterol dalam bentuk cairan adalah pembentukan

micelles (kompleks garam empedu-kolesterol-fosfolipid) dan vesikel

kolesterol-fosfolipid. Teori mengatakan dalam keadaan produksi kolesterol

berlebih vesikel ini juga akan meningkatkan kemampuannya untuk

mentransport kolesterol, dan pembentukan kristal dapat terjadi. Kelarutan

kolesterol bergantung pada konsentrasi kolesterol, garam empedu dan

fosfolipid. Dengan memperhatikan persentasi masing-masing komponen

koordinat pada segitiga zona micellar dimana kolesterol benar-benar larut

dapat terlihat pada area bagian atas empedu mengalami supersaturasi

kolesterol dan pembentukan kristal kolesterol dapat terjadi.

b. Batu Pigmen

Batu pigmen di klasifikasikan menjadi batu pigmen coklat dan hitam.

Batu pigmen hitam biasanya di hubungkan dengan kondisi hemolitik atau

sirosis. Pada keadaan hemolitik beban bilirubin dan konsentrasi dari

bilirubin tidak terkonjugasi meningkat. Batu ini biasanya tidak

berhubungan dengan empedu yang tidak terinfeksi dan lokasinya selalu di

kandung empedu. Sebagai perbandingan, batu pigmen coklat mempunyai

struktur yang sederhana dan biasanya di temukan pada duktus biliaris dan

8
terutama pada populasi Asia. Batu coklat lebih sering terdiri dari kolesterol

dan kalsium palmitat dan terjadi sebagai batu primer pada pasien di negara

barat dengan gangguan motilitas bilier dan berhubungan dengan infeksi

bakteri. Dalam hal ini bakteri memproduksi slime dimana berisi enzim

glukuronidase.

2.4 Penyakit Batu Empedu

2.4.1 Definisi

Kolelitiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu batu ini

mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam

ductus choledochus (choledocholithiasis).

Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan

dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea)

yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis

lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada

wanita dikarenakan memiliki factor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet

tinggi lemak dan genetik.

Sinonim batu empedu adalah gallstones, biliary calculus. Istilah

kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu.

Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk

suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.

2.4.2 Diagnosis

2.4.2.1 Gejala Klinis

Pasien dengan batu empedu, dapat dibagi menjadi 3 kelompok :

pasien dengan batu asimptomatik, pasien dengan batu dengan batu

empedu simptomatik, dan pasien dengan komplikasi batu empedu

9
(kolesistitis akut, ikterus, kolangitis dan pankreatitis). Sebagian besar

(80%) pasien dengan batu empedu tanpa gejala baik waktu dengan

diagnosis maupun selama pemantauan. Hampir selama 20 tahun

perjalanan penyakit, sebanyak 50% pasien tetap asimptomatik, 30%

mengalami kolik bilier dan 20% mendapat komplikasi.

Gejala batu empedu yang khas adalah kolik bilier, keluhan ini

didefinisikan sebagai nyeri di perut atas berlangsung lebih dari 30 menit

dan kurang dari 12 jam, biasanya lokasi nyeri di perut atas atau

epigastrium tetapi bisa juga di kiri dan prekordial. Timbulnya nyeri

kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul tiba-tiba.

Gejala kolik ini terjadi jika terdapat batu yang menyumbat duktus

sistikus atau duktus biliaris komunis untuk sementara waktu, tekanan di

duktus biliaris akan meningkat dan peningkatan kontraksi peristaltik di

tempat penyumbatan mengakibatkan nyeri viscera di daerah epigastrium,

mungkin dengan penjalaran ke punggung yang disertai muntah.

Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau ke

puncak bahu, disertai mual dan muntah. Jika terjadi kolesistitis, keluhan

nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik napas dalam dan

sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien

berhenti menarik napas, yang merupakan tanda rangsangan peritoneum

setempat.

2.4.2.2 Pemeriksaan Fisik

Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan

komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum,

hidrops kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pankreatitis.

10
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum

maksimum di daerah letak anatomi kandung empedu. Tanda Murphy

postitif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik napas

panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari

tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas.

Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang.

Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar

bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila

sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.

2.4.2.3 Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Biasanya, jika sudah terjadi infeksi, maka akan ditemukan

leukositosis (12.000-15.000/mm3). Jika terjadi obstruksi pada duktus

komunikus maka serum bilurubin total akan meningkat 1-4 mg/dL.

Serum aminotransferase dan alkali fosfatase juga meningkat (>300

U/mL). Alkali fosfatase merupakan enzim yang disintesis dalam sel

epitel saluran empedu. Pada obstruksi saluran empedu, aktivitas serum

meningkat karena sel duktus meningkatkan sintesis enzim ini. Kadar

yang sangat tinggi, menggambarkan obstruksi saluran empedu.

b. USG

Merupakan teknik yang cepat, tidak invasive, dan tanpa

pemaparan radiologi. Ultrasonografi mempunyai derajat spesifitas dan

sensitivitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan

pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Dengan

ultrasonografi juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang

11
menebal karena fibrosis atau udem karena peradangan maupun sebab

lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit

dideteksi karena terhalang udara di dalam usus.

c. ERCP dan MRCP

ERCP terutama digunakan untuk mendiagnosa dan mengobati

penyakit-penyakit saluran empedu termasuk batu empedu. Sampai saat

ini, endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)

menjadi kriteria standar untuk diagnosis dan terapi. Karena ERCP

merupakan pedoman tehnik diagnostik untuk visualisasi lithiasis

traktus biliaris. Bagaimanapun ini merupakan teknik yang invasif dan

dihubungkan dengan kelahiran maupun kematian.

ERCP merupakan kombinasi antara sebuah endoskopi

(panjang,fleksibel, pipa bercahaya) dengan prosedur fluoroskopi yang

menggunakan sinar X pada biliaris memberikan efek yang sama seperti

MRCP (Magnetic resonance cholangiopancreatic) , tetapi keuntungan

yang didapatkan pada sesuai dengan prosedur terapi seperti

sfingterotomi dengan pengangkatan batu dan penempatan biliaris.

ERCP dikerjakan dengan menyuntikkan bahan kontras di bawah

fluoroskopi melalui jarum sempit, gauge berada di dalam parenkim

hati. Ini penting, keuntungannya memungkinkan operator mengadakan

drainage empedu, bila perlu biopsi jarum (needle biopsy). Drainage

dari kumpulan cairan dan menempatkan eksternal dan internal

drainage stents dapat dikerjakan secara perkutan.

Pemeriksaan ERCP memerlukan waktu sekitar 30 menit hingga

2 jam. Sebaiknya untuk prosedur yang aman dan akurat, perut dan

12
duodenum harus dikosongkan. Tidak boleh makan atau minum apapun

setelah tengah malam sebelum malam melakukan prosedur, atau untuk

6 hingga 8 jam sebelumnya, tergantung dari waktu sesuai dengan

prosedur dan juga operator harus mengetahui adanya alergi atau tidak,

khususnya terhadap iodine.

d. PTC ( percutaneous transhepatik cholangiography)

Merupakan tindakan invasive yang melibatkan pungsi

transhepatik perkutis pada susunan duktus biliaris intrahepatik yang

menggunakan jarum Chiba dan suntikan prograd zat kontras. Teknik

ini memungkinkan dekompresi saluran empedu non bedah pada pasien

kolangitis akut toksik, sehingga mencegah pembedahan gawat darurat.

Drainage empedu per kutis dapat digunakan untuk menyiapkan pasien

ikterus obstruktif untuk pembedahan dengan menghilangkan

ikterusnya dan memperbaiki fungsi hati.

2.4.3 Differential Diagnosis dan Komplikasi

Kolesistolithiasis mempunyai diagnosis banding dengan Ulkus peptikum,

pankreatitis, apendisitis, hepatitis, iskemia miokard, pneumonia, pleuritis, herpes

zoster pada nervus intercostal, spasme esophagus, refluks gastroesofageal, kolik

renal dan irritable bowel syndrome. Sedangkan koledokolithiasis didiagnosis

banding dengan kolangio carcinoma, karsinoma pancreas dan striktur saluran

biliaris.1

Komplikasi dari batu empedu sendiri adalah perforasi disertai peritonitis,

kolisititis kronis, icterus obstruktif, kolangitis, fistula bilienterik, ileus batu

empedu, pankreatitis, dan malignancy (kolangio karsinoma).

13
2.4.4 Tatalaksana Terapi

a. Kolelithiasis asimtomatik

Penelitian prospektif pada kelompok pasien ini menunjukan jarang

terjadi komplikasi, sehingga tindakan pembedahan tidak dianjurkan pada

kelompok pasien ini kecuali bila disertai diabetes mellitus, penyakit sickle cell,

calcified/porcelain gallbladder dan batu berukuran > 2 cm atau batu lebih dari

satu yang berukuran > 2 cm.1

b. Kolelithiasis simtomatik

1. Terapi non pembedahan

a. Terapi cairan asam empedu/ bile acid

Efektivitas terapi ini sekitar 50%, disolusi terjadi setelah 6-12

bulan, namun tingkat rekurensi sekitar 50%. Kriteria pemberian terapi

ini : batu berukuran < 1 cm, keluhan ringan, fungsi pengisian dan

pengosongan kandung empedu normal, gambaran batu terapung pada

kolesistografi oral, gambaran kalsifikasi minimal pada pemeriksaan ct-

scan. Preparat yang tersedia ; chenodeoxycholic acid 15 mg/kgBB/hari

atau ursodeoxycholic acid 10 mg/kgBB/hari.

b. Contact dissolution therapy

Instilasi methyl-tert-butyl perkutaneus atau per-endoskopik ke

dalam kandung empedu. Efektivitas sekitar 65%. Indikasi sama seperti

terapi cairan asam empedu. Saat ini terapi ini sudah jarang dilakukan.

c. Extracorporeal shock wave lithotopsy (ESWL)

Hanya ideal untuk batu tunggal, efektivitas untuk batu multiple

sangat rendah. Saat ini terapi ini jarang dipakai.

14
2. Terapi Pembedahan

a. Kolesistektomy terbuka atau laparoskopik.

b. Indikasi : kolesistitis akut <48 jam atau kolesistitis akut yang telah

diterapi dengan antibiotic sefalosporin generasi ke-3 selama dua

minggu, dan operasi dilakukan kemudian setelah 6-8 minggu.

c. Bila ditemukan batu di ductus koledokus, dapat dilakukan

kolesistektomy dan koledokotomy.

15

Anda mungkin juga menyukai