Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Selama ini, sektor publik tidak luput dari tudingan sebagai sarang korupsi,
kolusi, dan nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan
birokrat tidak mampu berbisnis ditujukan untuk mengkritik buruknya kinerja
perusahaan-perusahaan sektor publik. Pemerintah sebagai salah satu organisasi
sektor publik pun tidak luput dari tudingan ini. Organisasi sektor publik
pemerintah merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintahan yang
sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena itu, kepercayaan yang
diberikan oleh masyarakat kepada penyelenggara pemerintahan haruslah
diimbangi dengan adanya pemerintahan yang bersih.
Pemerintahan yang bersih atau good governance ditandai dengan tiga pilar
utama yang merupakan elemen dasar yang saling berkaitan. Ketiga elemen dasar
tersebut adalah partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Suatu pemerintahan
yang baik harus membuka pintu yang seluas-luasnya agar semua pihak yang
terkait dalam pemerintahan tersebut dapat berperan serta atau berpartisipasi secara
aktif. Jalannya pemerintahan harus diselenggarakan secara transparan dan
pelaksanaan pemerintahan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan. Dalam
bahasa akuntansi, akuntabilitas merupakan dasar dari pelaporan keuangan.
Pelaporan keuangan pemerintah tersebut memegang peran yang penting agar
dapat memenuhi tugas pemerintahan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat dalam suatu masyarakat yang demokratis.
Dalam negara demokrasi, pelaporan keuangan yang transparan merupakan
sesuatu yang dituntut oleh rakyat kepada pemerintahnya. Sebaliknya, dalam
negara demokrasi, pemerintah berkewajiban memberikan laporan keuangan yang
transparan kepada rakyat. Pemerintah demokratis harus bertanggung jawab atas
integritas, kinerja dan kepengurusan, sehingga pemerintah harus menyediakan
informasi yang berguna untuk menaksi akuntabilitas serta membantu dalam
pengambilan keputusan ekonomi, sosial dan politik. Pemerintah adalah entitas

1
pelapor (reporting entity) yang harus membuat laporan keuangan dengan beberapa
pertimbangan berikut :
Pemerintah menguasai dan mengendalikan sumber-sumber yang
signifikan.
Penggunaan sumber-sumber tersebut oleh pemerintah dapat berdampak
luas terhadap kesejahteraan ekonomi rakyat.
Terdapat pemisahan antara manajemen dan pemilik sumber-sumber
tersebut.
Laporan keuangan yang dihasilkan oleh organisasi sektor publik pemerintah
merupakan instrumen utama untuk menciptakan akuntabilitas sektor publik.
Akuntabilitas mengacu pada kewajiban perseorangan, suatu kelompok atau suatu
organisasi yang diasumsikan harus melaksanakan kewenangan dan/ atau
pemenuhan tanggung jawab.
Seiring dengan munculnya tuntutan dari masyarakat agar organisasi sektor
publik mempertahankan kualitas, profesionalisme dan akuntabilitas publik serta
value for money dalam menjalankan aktivitasnya serta untuk menjamin
dilakukannya pertanggungjawaban publik oleh organisasi sektor publik, maka
diperlukan audit terhadap organisasi sektor publik tersebut. Audit yang dilakukan
tidak hanya terbatas pada audit keuangan dan kepatuhan, namun perlu diperluas
dengan melakukan audit terhadap kinerja organisasi sektor publik tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan sektor publik ?
2. Apa yang dimaksud dengan audit sektor publik ?
3. Apa saja karakteristik audit sektor publik ?
4. Apa tujuan dari dilakukannya audit sektor publik ?
5. Apa saja jenis audit sektor publik ?
6. Apa saja standar audit ?
7. Bagaimana contoh kasusnya ?

2
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari sektor publik.
2. Untuk mengetahui pengertian dari audit sektor publik.
3. Untuk mengetahui karakteristik audit sektor publik.
4. Untuk mengetahui tujuan dari audit sektor publik.
5. Untuk mengetahui jenis-jenis dari audit sektor publik.
6. Untuk mengetahui apa saja standar audit.
7. Untuk mengetahui bagaimana contoh kasusnya.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sektor Publik


Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik sering didefinisikan sebagai
suatu entitas yang aktivitasnya berhubungan dengan penyediaan barang dan jasa
untuk memenuhi kebutuhan dan hak publik.
Organisasi sektor publik merupakan sebuah entitas ekonomi yang memiliki
keunikan tersendiri. Disebut sebagai entitas ekonomi karena memiliki sumber
daya ekonomi yang tidak kecil, bahkan bisa dikatakan sangat besar. Organisasi
sektor publik juga melakukan transaski-transaksi ekonomi dan keuangan. Tetapi,
berbeda dengan entitas ekonomi yang lain, khususnya perusahaan komersial yang
mencari laba, sumber daya ekonomi organisasi sektor publik dikelola tidak untuk
tujuan mencari laba (nirlaba).
Kita dapat menjumpai organisasi sektor publik ini dimana-mana. Bahkan
untuk urusan kita sehari-hari tidak bisa terlepas dari peran serta organisasi sektor
publik yang ada di sekitar kita. Organisasi sektor publik ini muncul dalam
berbagai bentuk di masyarakat. Sebagian besar adalah merupakan organisasi
pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Ada pula yang
menjalankan aktivitasnya dalam berbagai bentuk yayasan mulai dari yayasan yang
menyelenggarakan pendidikan, yayasan yang bergerak di bidang sosial, sampai
dengan yayasan-yayasan yang bidangnya sangat khusus seperti yayasan beasiswa.
Termasuk juga organisasi sektor publik adalah lembaga-lembaga keagamaan,
LSM, rumah sakit, dan sekolah.
Sektor publik juga merupakan organisasi yang kompleks dan heterogen.
Kompleksitas sektor publik tersebut menyebabkan kebutuhan informasi untuk
perencanaan dan pengendalian manajemen lebih bervariasi. Demikian juga bagi
stekeholder sektor publik, mereka membutuhkan informasi yang lebih bervariasi,
handal, dan relevan untuk pengambilan keputusan. Tugas dan tanggung jawab
akuntan sektor publik adalah menyediakan informasi baik untuk memenuhi
kebutuhan internal organisasi maupun kebutuhan pihak eksternal.

4
Broadbent dan Guthrie kemudian mengusulkan identifikasi sektor publik
melalui karakteristik kepemilikan dan pengendalian. Secara umum, sektor publik
dapat dibagi menjadi empat kelompok. Dua kelompok pertama adalah pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Kelompok ketiga timbul dari kedua kelompok
tersebut, yaitu institusi-institusi publik yang memiliki kaitan yang bervariasi dan
rumit dengan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah, contohnya layanan
kesehatan. Kelompok keempat adalah entitas bisnis yang memiliki kaitan dengan
pemerintah melalui kepemilikan atau regulasi kuasi-organisasi, tetapi dapat
didanai oleh permodalan swasta, seperti BUMN/BUMD tertentu.
Dengan demikian, sektor publik terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah
daerah, fasilitas publik yang bertanggung jawab kepada parlemen, badan publik
lainnya yang dananya sebagian besar berasal dari pajak, diatur, dimiliki dan
diawasi oleh pemerintah lokal atau daerah (di Indonesia BUMN/BUMD) dan
lembaga pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan pemerintah.
Handjari memberikan panduan untuk mengidentifikasi sektor publik.
Menurut Handjari, karakteristik entitas sektor publik adalah:
Sektor yang mengelola kekayaan/ rumah tangga negara yang sangat
besar (makro) dibandingkan dengan entitas sektor perusahaan (mikro).
Pencatatan atau akuntansinya tidak memperhitungkan atau menghitung
laba atau rugi tetapi defisit atau surplus sejalan dengan penekanan pada
pendapatan dan belanja.
Pemilik kekayaan adalah masyarakat atau orang banyak (publik)
sehingga pemerintah sebagai pengelolanya sebenarnya diawasi oleh
masyarakat atau orang banyak melalui perwakilannya di legislatif.
Pengelolanya wajib menyusun pertanggungjawaban secara transparan
kepada publik.

2.2 Pengertian Audit Sektor Publik


Audit pada organisasi sektor publik telah menjadi isu yang penting dalam
rangka mewujudkan good governance. Auditing merupakan suatu investigasi
independen terhadap beberapa aktivitas khusus. Mekanisme audit merupakan
sebuah mekanisme yang dapat menggerakkan makna akuntabilitas di dalam

5
pengelolaan sektor pemerintahan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau
instansi pengelola aset negara lainnya.
Auditing didefinisikan sebagai proses pengumpulan dan pengevaluasian
bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi
yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan
dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria-kriteria yang
telah ditetapkan (Arens & Loebbecke, 2002). Meskipun auditing hanya memiliki
pengertian yang tepat ketika digunakan dalam modifikasi yang terbatas, namun
untuk auditing pajak maupun auditing keuangan, satu definisi umum dapat
dikemukakan sebagai berikut.
Suatu proses sistematik yang secara objektif terkait evaluasi bukti-bukti
berkenaan dengan asersi tentang kegiatan dan kejadian ekonomi guna memastikan
derajat atau tingkat hubungan anatara asersi tersebut dengan kriteria yang ada,
serta mengomunikasikan hasil yang diperoleh kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
Sedangkan, audit pada organisasi sektor publik didefinisikan sebagai suatu
proses sistematik secara objektif untuk melakukan pengujian keakuratan dan
kelengkapan informasi yang disajikan dalam suatu laporan keuangan organisasi
sektor publik. Proses pengujian ini memungkinkan akuntan publik independen
yang bersertifikasi mengeluarkan suatu pendapat atau opini mengenai seberapa
baik laporan keuangan organisasi mewakili posisi keuangan organisasi sektor
publik dan apakah laporan keuangan tersebut memenuhi prinsip-prinsip akuntansi
yang berterima umum atau Generally Accepted Accounting Principles (GAAP). Di
Indonesia, PABU yang digunakan dalam audit untuk organisasi sektor publik
adalah Standar Audit Sektor Publik. GAAP yang ditetapkan oleh American
Institute of Certified Public Accountants (AICPA). Anggota dewan pengurus, staf
dan sanak familinya tidak dapat melakukan audit, karena hubungan kekeluargaan
dengan yayasan memengaruhi independensi auditor.
Objek audit sektor publik meliputi keseluruhan organisasi di sektor publik
dan/ atau kegiatan yang dikelola oleh organisasi sektor publik tersebut dalam
rangka mencapai tujuannya. Setiap objek audit memiliki wewenang dan tanggung
jawab yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik dan sistem pendelegasian

6
wewenang yang diselenggarakan pada organisasi tersebut. Dalam suatu divisi
yang dikelola secara terdesentralisasi, pimpinan departemen/divisi tersebut seperti
suatu organisasi yang berdiri sendiri.
Perencanaan, pengelolaan, pengendalian, pengambilan keputusan, yang
berkaitan dengan departemen/ divisi menjadi wewenang dan tanggung jawab
pimpinan departemen/ divisi, yang akan dipertanggungjawabkan bersamaan
dengan penyajian laporan departemen/ divisi kepada pimpinan organisasi. Suatu
departemen/ divisi dalam organisasi publik dapat berupa kementerian, pemerintah
daerah, badan usaha milik negara, badan layanan umum, dan lainnya.
Departemen/ bagian dalam suatu organisasi sektor publik memiliki wewenang dan
tanggung jawab utama pada departemen/ divisi tersebut.
Audit sektor publik berbeda dengan audit pada sektor bisnis atau audit sektor
swasta. Audit sektor publik dilakukan pada organisasi pemerintah yang bersifat
nirlaba seperti sektor pemerintahan daerah (pemda), BUMN, BUMD, dan instansi
lain yang berkaitan dengan pengelolaan aset kekayaan Negara. Sedangkan, audit
sektor bisnis dilakukan pada perusahaan milik swasta yang bersifat mencari laba.
Audit sektor publik dan audit sektor bisnis (swasta) sama-sama terdiri dari audit
keuangan (financial audit), audit kinerja (performance audit), dan audit
investigasi (special audit).
Berikut perbedaan audit sektor publik dengan audit sektor privat secara rinci :
URAIAN AUDIT SEKTOR PRIVAT AUDIT SEKTOR PUBLIK
Pelaksanaan Audit Kantor Akuntan Publik (KAP) Lembaga audit pemerintah
dan juga KAP yang ditunjuk
oleh lembaga audit
pemerintah
Objek Audit Perusahaan / Entitas Swasta Entitas program, kegiatan,
dan fungsi yang berkaitan
dengan pelaksanaan
pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara,
sesuai dengan peraturan
perundang-undangan

7
Standar Audit yang Standar Profesional Akuntan Publik Standar Pemeriksaan
digunakan (SPAP) yang dikeluarkan oleh IAI Keuangan Negara (SPKN)
yang dikeluarkan oleh BPK
Kepatuhan terhadap Tidak terlalu dominan dalam audit Merupakan faktor dominan
peraturan karena kegiatan di sektor
perundang- publik sangat dipengaruhi
undangan oleh peraturan dan
perundang-undangan

2.3 Karakteristik Audit Sektor Publik


Karakteristik kualitatif audit sektor publik adalah sama dengan karakter
kualitatif akuntansi sektor publik. Audit sektor publik merupakan bagian
akuntansi sektor publik. Secara rinci, karakter tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut :

1. Relevan pada kebutuhan pemakai. Informasi yang relevan adalah


informasi yang berguna untuk proses pengambilan keputusan dan proses
akuntabilitas publik. Akibatnya, proses audit hanya ditujukan untuk
memastikan apakah semua informasi yang relevan dapat diolah dari
laporan keuangan yang ada.
2. Dipahami, jelas, dan akurat. Pemakai laporan keuangan sektor publik
seharusnya memahami informasi yang disajikan. Kenyataannya latar
belakang pemakai berbeda baik di sisi pengetahuan, maupun tentang
akuntansi itu sendiri. Sehingga penyajian yang sederhana, jelas dan
ringkas membantu pemahaman pemakai laporan keuangan.
3. Disajikan menurut periodisasi. Periodisasi pelaporan keuangan amat
diperlukan untuk membatasi rentang data yang diteliti. Pembatasan ini
amat dibutuhkan untuk memfokuskan audit pelaporan keuangan pada
periode satu tahun. Selain itu, pembatasan akan menyebabkan prosedur
audit untuk mengembangkan prosedur subsequent event. Ini berarti
rentang periode perlu dilakukan untuk menjaga kualitas pelaporan.

8
4. Konsisten dan komparabilitas. Informasi yang konsisten akan menjamin
daya banding pelaporan keuangan sektor publik. Perubahan akuntansi
dan pelaporan seharusnya diungkap dan dijelaskan dampaknya dalam
catatan laporan keuangan. Audit akan meneliti konsistensi pelaporan dan
dasar standar penyusunan pelaporan keuangan sebagai patokan
komparabilitas.
5. Materialitas. Proses audit hanya ditujukan pada transaksi yang secara
materialitas mempengaruhi penilaian terhadap pelaporan keuangan
tersebut. Sehingga penentuan batas materialitas akan mempengaruhi
perencanaan audit, terutama dalam penentuan sampling.

2.4 Tujuan Audit Sektor Publik


Audit sektor publik adalah jasa penyelidikan bagi masyarakat atas organisasi
publik dan politikus yang sudah mereka bayar. Hal ini memberikan keuntungan
yang lebih besar, dimana janji yang dibuat oleh para politisi dapat diperiksa secara
profesional oleh pihak independen.
Tujuan audit sektor publik dipertegas dalam UU No. 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. UU ini
menyatakan bahwa pemeriksaan berfungsi untuk mendukung keberhasilan upaya
pengelolaan keuangan Negara secara tertib dan taat pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Audit sektor publik juga dimaksudkan untuk memberikan keyakinan yang
memadai bahwa laporan keuangan yang diperiksa telah mematuhi prinsip
akuntansi berterima umum, peraturan perundang-undangan dan pengendalian
intern serta kegiatan operasi entitas sektor publik telah dilaksanakan dengan
efektif, efisien, dan ekonomis.
Legislatif mengesahkan berbagai tingkat dari pengawasan dan pemeriksaan
bagi kebanyakan sektor publik, tetapi hukum tidak membahas lebih khusus
mengenai standar audit. Kebanyakan audit sektor publik mencakup interpretasi
audit organisasi, terkait hukum yang meliputi standar dan batasan yang tercakup
dalam bagian akuntansi.

9
Audit secara individual sudah ditetapkan dengan jelas, undang-undang atau
kesepakatan yang sudah dibuat oleh pemerintah, merupakan bagian organisasi
audit. Audit sektor publik secara jelas menunjukkan perbedaan antara kewajiban
dan tugas, dari sertifikasi akuntan yang merupakan hal yang mirip sampai audit
terhadap organisasi khusus, penugasan atas pemeriksaan kecurangan, korupsi, dan
value for money audit. Auditor tidak dapat menyusun laporannya dalam satu jenis
pekerjaan.
Kegiatan audit sektor publik meliputi perencanaan, pengendalian,
pengumpulan data, pemberian opini, dan pelaporan. Permasalahan pokok proses
audit adalah memberikan sasaran yang jelas dalam pelaksanaanya.

2.5 Jenis Audit Sektor Publik


Auditing merupakan proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti terkait
informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan oleh
seorang atau lebih yang berkompeten dan independen untuk dapat menentukan
dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria
yang telah ditetapkan (Arens dan Loebbecke, 1991). Audit yang dilakukan pada
sektor publik pemerintah berbeda dengan yang dilakukan pada sektor swasta.
Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang institusional
dan hukum, dimana audit sektor publik pemerintah mempunyai prosedur dan
tanggung jawab yang berbeda serta peran yang lebih luas dibanding audit sektor
swasta. Secara umum, ada 3 jenis audit dalam audit sektor publik, yaitu audit
keuangan (financial audit), audit kinerja (performance audit), dan audit
investigasi (investigation audit) (Bastian, 2003).

2.5.1 Audit Keuangan


Audit keuangan adalah audit yang menjamin bahwa sistem akuntansi
dan pengendalian keuangan berjalan secara efisien dan tepat serta transasksi
keuangan diotorisasi serta dicatat secara benar. Audit keuangan dibagi
menjadi audit atas laporan keuangan dan audit atas hal yang berkaitan dengan
keuangan. Audit laporan keuangan didefinisikan oleh Santoso, dkk. dengan
pemeriksaan kritis dan sistematis yang dilakukan oleh auditor independen dan
kompeten dalam mengumpulkan dan menilai bahan bukti audit atas laporan

10
keuangan yang merupakan asersi manajemen, dengan tujuan memberikan
pendapat atas tingkat kesesuaian (kewajaran) laporan keuangan tersebut jika
diukur dengan kriteria SAK (Standar Akuntansi Keuangan). Audit atas
laporan keuangan bertujuan untuk memberikan keyakinan apakah laporan
keuangan dan entitas yang diaudit telah menyajikan secara wajar tentang
posisi keuangan, hasil operasi atau usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsi
akuntansi yang berlaku umum.
Sedangkan, audit atas hal yang berkaitan dengan keuangan mencakup
berikut ini.
1. Penentuan apakah informasi keuangan telah disajikan sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan. Unsurnya antara lain segmen
laporan keuangan, dokumen permintaan anggaran, perbedaan
antara realisasi kinerja keuangan dan yang diperkirakan.
2. Pengendalian internal mengenai ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan dugaan kecurangan.
3. Sistem pengendalian atau pengawasan internal atas penyusunan
laporan keuangan maupun terhadap pengamanan kekayaan, dan
apakah sistem pengendalian yang dirancang dan dilaksanakan telah
sesuai dengan tujuan pengendalian.
Audit atas hal yang berkaitan dengan keuangan meliputi unsur berikut.
a. Segmen laporan keuangan (seperti laporan pendapatan dan biaya,
laporan penerimaan dan pengeluaran kas, laporan aktiva tetap),
dokumen permintaan anggaran, perbedaan antara realisasi kinerja
keuangan dan yang diperkirakan.
b. Pengendalian internal mengenai ketaatan terhadap peraturan
perundang-uandangan yang berlaku, seperti ketentuan yang
mengatur mengenai penawaran, akuntansi, pelaporan bantuan,
kntrak pemborongan pekerjaan (termasuk usulan proyek, jumlah
yang ditagih, jumlah yang telah jatuh tempo, dan sebagainya).
c. Pengendalian atau pengawasan internal atas penyusunan laporan
keuangan dan atas pengamanan aktiva, termasuk pengendalian atau
pengawasan atas penggunaan sistem berbasis komputer.

11
2.5.2 Audit Kinerja
Audit kinerja atau sering dikenal dengan performance audit atau value
for money audit merupakan jenis audit yang relatif baru dalam organisasi
sektor publik (Mahmudi, 2007). Audit kinerja merupakan perluasan dari audit
keuangan, dalam hal tujuan dan prosedurnya. Menurut SPKN, yang dimaksud
dengan audit kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara
yang terdiri atas audit atas aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Audit
kinerja pada sebuah program pemerintah meliputi juga audit atas kepatuhan
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan serta pengujian terhadap
pengendalian internal (Sandha dan Bastian, 2008). Audit kepatuhan adalah
audit yang memverifikasi/ memeriksa bahwa pengeluaran-pengeluaran untuk
pelayanan masyarakat telah disetujui dan telah sesuai dengan undang-undang
peraturan.
Secara proses dan teknik pengauditan, antara audit keuangan dan audit
kinerja tidak ada perbedaan yang mendasar. Bahkan definisi audit kinerja
dapat diturunkan dari audit keuangan. Perbedaan diantara keduanya terletak
pada objek yang diaudit, fokus audit, dan kriteria atau standar yang
digunakan sebagai dasar untuk melakukan audit.
Audit kinerja memfokuskan pemeriksaan pada tindakan-tindakan dan
kejadian-kejadian ekonomi yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi
yang diaudit. Audit kinerja merupakan suatu proses yang sistematis untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif, agar dapat melakukan
penilaian secara independen atas ekonomi dan efisiensi operasi, efektivitas
dalam pencapaian hasil yang diinginkan dan kepatuhan terhadap kebijakan,
peraturan dan hukum yang berlaku, menentukan kesesuaian antara kinerja
yang telah dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, serta
mengomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak pengguna laporan tersebut.
Kinerja suatu organisasi dinilai baik jika organisasi yang bersangkutan
mampu melaksanakan tugas-tugas dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan pada standar yang tinggi dengan biaya yang rendah. Kinerja yang
baik bagi suatu organisasi dicapai ketika administrasi dan penyediaan jasa

12
oleh organisasi yang bersangkutan dilakukan pada tingkat yang ekonomis,
efisien, dan efektif.
Jadi, audit yang dilakukan dalam audit kinerja meliputi audit ekonomi,
efisiensi, dan efektivitas. Audit ekonomi dan efisiensi disebut management
audit atau operational audit, sedangkan audit efektivitas disebut program
audit.
2.5.2.1 Audit Ekonomi dan Efisiensi
Audit ekonomi dan efisiensi bertujuan untuk menentukan bahwa
suatu entitas telah memperoleh, melindungi, menggunakan sumber
dayanya (karyawan, gedung, ruang, dan peralatan kantor) secara
ekonomis dan efisien. Selain itu juga bertujuan untuk menentukan dan
mengidentifikasi penyebab terjadinya praktik-praktik yang tidak
ekonomis atau tidak efisien, termasuk ketidakmampuan organisasi
dalam mengelola sistem informasi, prosedur administrasi, dan struktur
organisasi.
Audit ekonomi dan efisiensi dapat mempertimbangkan apakah
entitas yang diaudit telah :
a. Mengikuti ketentuan pelaksanaan pengadaan yang sehat.
b. Melakukan pengadaan sumber daya (jenis, mutu, dan jumlah) yang
sesuai dengan kebutuhan dan dengan biaya yang wajar.
c. Melindungi dan memelihara semua sumber daya negara yang ada
secara memadai.
d. Menghindari duplikasi pekerjaan atau kegiatan yang tanpa tujuan
dan kurang jelas tujuannya.
e. Menghindari adanya pengangguran atau jumlah pegawai yang
berlebihan.
f. Menggunakan prosedur kerja yang efisien.
g. Menggunakan sumber daya (staf, peralatan dan fasilitas) secara
optimum dalam menghasilkan atau menyerahkan barang/ jasa
dengan kuantitas dan kualitas yang baik serta tepat waktu.

13
h. Mematuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan perolehan, pemeliharaan dan penggunaan sumber
daya negara.
i. Telah memiliki suatu sistem pengendalian manajemen yang
memadai untuk mengukur, melaporkan, dan memantau kehematan
dan efisiensi pelaksanaan program.
j. Telah melaporkan ukuran yang sah dan dapat
dipertanggungjawabkan mengenai penghematan dan efisiensi.

2.5.2.2 Audit Efektivitas


Audit efektivitas bertujuan untuk menentukan tingkat
pencapaian hasil atau manfaat yang diinginkan, kesesuaian hasil dengan
tujuan yang ditetapkan sebelumnya dan menentukan apakah entitas
yang diaudit telah mempertimbangkan alternatif lain yang memberikan
hasil yang sama dengan biaya yang paling rendah. Secara lebih
terperinci, tujuan pelaksanaan audit efektivitas atau audit program
adalah dalam rangka (Mardiasmo, 2009) :
a. Menilai tujuan program, baik yang baru maupun yang sudah
berjalan, apakah sudah memadai dan tepat atau relevan.
b. Menetukan tingkat pencapaian hasil program yang diinginkan.
c. Menilai efektifitas program dan atau unsur program secara sendiri-
sendiri.
d. Mengidentifikasi faktor yang menghambat pelaksanaan kinerja
yang baik dan memuaskan.
e. Menentukan apakah manajemen telah mempertimbangkan
alternatif-alternatif untuk melaksakan program tersebut, yang
mungkin dapat memberikan hasil yang lebih baik dengan biaya
yang rendah.
f. Menentukan apakah program tersebut melengkapi, tumpang tindih
atau bertentangan dengan program lain yang terkait.
g. Mengidentifikasi cara untuk dapat melaksanakan program tersebut
dengan lebih baik.

14
h. Menilai ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku untuk program tersebut.
i. Menilai apakah sistem pengendalian manajemen sudah cukup
memadai untuk mengukur, melaporkan, dan memantau tingkat
efektivitas program.
j. Menentukan apakah manajemen telah melaporkan ukuran yang sah
dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai efektifitas program.

2.5.3 Audit Investigasi


Audit investigasi adalah kegiatan pemeriksaan dengan lingkup tertentu,
periodenya tidak dibatasi, lebih spesifik pada area-area pertanggungjawaban
yang diduga mengandung inefisiensi atau indikasi penyalahgunaan
wewenang, dengan hasil audit berupa rekomendasi untuk ditindaklanjuti
bergantung pada derajat penyimpangan wewenang yang ditemukan. Tujuan
audit investigasi adalah mengadakan temuan lebih lanjut atas temuan audit
sebelumnya, serta melaksanakan audit untuk membuktikan kebenaran
berdasarkan pengaduan atau informasi masyarakat. Tanggung jawab
pelaksanaan audit investigasi terletak pada lembaga audit seperti BPK.
Prosedur atau teknik audit investigasi mengacu pada standar audit serta
disesuaikan dengan keadaan yang dihadapi. Laporan audit investigasi
menetapkan siapa yang terlibat atau bertanggung jawab, dan ditandatangani
oleh kepala lembaga/ satuan audit.
Adapun sumber informasi audit investigasi adalah:
a. Pengembangan temuan audit sebelumnya.
b. Adanya pengaduan dari masyarakat.
c. Adanya permintaan dari dewan komisaris atau DPR untuk
melakukan audit, misalnya karena adanya dugaan manajemen/
pejabat melakukan penyelewengan.

Adapun hasil audit investigasi pada umumnya dapat disimpulkan


berikut ini:
a. Apa yang dilaporkan masyarakat tidak terbukti.

15
b. Apa yang diadukan terbukti, misalnya terjadi penyimpangan dari
suatu aturan atau ketentuan yang berlaku, namun tidak merugikan
negara atau perusahaan.
c. Terjadi kerugian bagi perusahaan akibat perbuatan melanggara
hukum yang dilakukan oleh karyawan.
d. Terjadi ketekoran/kekurangan kas atau persediaan barang milik
negara, dan bendaharawan tidak dapat membuktikan bahwa
kekurangan tersebut diakibatkan bukan karena kesalahan atau
kelalaian bendaharawan.
e. Terjadi kerugian negara akibat terjai wanprestasi atau kerugian dari
perikatan yang lahir dari undang-undang.
f. Terjadi kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum dan
tindak pidana lainnya.

Laporan audit investigasi bersifat rahasia, tertutama apabila laporan


tersebut akan diserahkan kepada kejaksaan. Dalam menyusun laporan, auditor
tetap menggunakan asas praduga tidak bersalah. Pada umunya audit
investigasi berisi; dasar audit, temuan audit, tindak lanjut dan saran sedangkan
laporan audit yang akan diserahkan keada kejakasaan, temuan audit memuat:
modus operandi, sebab terjadinya penyimpangan, bukti yang diperoleh dan
kerugian yang ditimbulkan.

2.6 Standar Audit


Standar audit berbeda dengan prosedur audit,yaitu prosedur berkaitan
dengan tindakan yang harus dilaksakan, sedangkan standar berkaitan dengan
kriteria atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut, dan berkaitan dengan tujuan
yang hendak dicapai melalui penggunaan prosedur tersebut. Keberadaan sebuah
standar pemeriksaan sangat penting karena menjadi patokan dalam pelaksanaan
tugas pemeriksaan. Patokan inilah yang akan mengarahkan pemeriksaan di dalam
setiap tahapan pemeriksa, dan patokan ini pulalah yang menjadi penilai apakah
sebuah pemeriksaan telah dijalankan dengan baik atau tidak. Apabila terjadi
penyimpangan atau tahapan didalam standar pemeriksaan tidak dijalankan maka

16
secara otomatis proses pemeriksaan dinilai cacat atau tidak memenuhi standar
yang berlaku.
Dalam praktik di Indonesia, standar audit public yang dikenal dengan standar
pemeriksaan keuangan negara. Standar audit terdiri dari 10 yang dikelompokkan
ke dalam 3 bagian. Di antaranya standar umum, pekerjaan lapangan, dan standar
pelaporan.
Standar pemeriksaan keuangan negara adalah sebuah standar pemeriksaan
yang memuat persyaratan profersional pemeriksa, mutu pelaksanaan
pemeriksaan,dan persyaratan laporan pemeriksaan yang professional. Pelaksanaan
pemeriksaan yang didasarkan pada standar pemeriksaan keuangan negara
diharapkan akan meningkatkan kredibilitas informasi yang dilaporkan atau
diperoleh dari entitas yang diperiksa melalui pengumpulan dan pengujian bukti
secara objektif.
Standar pemeriksaan keuangan negara ini disusun untuk memenuhi pasal 5
undang-undang No 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan, pengelolaan dan tanggu
ng jawab keuangan negara dan pasal 9 ayat (1) huruf e undang-undang no 15
tahun 2006 tentang badan pemeriksaan keuangan. Tujuan pembuatan standar
pemeriksaan ini adalah untuk menjadi ukuran mutu bagi para pemeriksa dan
organisasi pemeriksa dan melaksakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara.
Standar pemeriksaan keuangan negara terdiri dari standar umum,standar
pemeriksaan keuangan,standar pemeriksaan kinerja,standar pemeriksaan untuk
tujuan tertentu.
Berikut disajiakan standar yang ada dalam standar pemeriksaan keuangan
negara.
2.6.1 Standar Umum
Standar umum ini berkaitan dengan ketentuan mendasar untuk
menjamin kredibilitas hasil pemeriksaan. Standar umum ini memberikan
kerangka dasar untuk dapat menerapkan standar pelaksaan dan standar
pelaporan secara efektif yang dijelaskan pada pernyataan standar berikutnya.
Dengan demikian standar umum ini harus diikuti oleh semua pemeriksa dan

17
organisasi pemeriksa yang melakukan pemeriksaan berdasarkan standar
pemeriksaan.
Pernyataan standar umum yang pertama adalah tentang persyaratan
kemampuan atau keahlian , yaitu pemeriksaan secara kolektif
harus memiliki kecakapan professional yang memadai untuk
melaksakan tugas pemeriksaan.
Pernyataan standar umum kedua adalah dalam semua hal yang
berkaitan denga pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan
pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari
gangguan pridadi,eksternal dan organisasi yang dapat
mempengaruhi indepedensinya.
Pernyataan standar umum ketiga adalah dalam pelaksanaan serta
penyusunan laporan hasil pemeiksaan, pemeriksa wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan
seksama.
Pernyataan standar umum keempat adalah setiap organisasi
pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan standar
pemeriksaan harus memiliki system pengendalian mutu yang
memadai,dan system pengendalian mutu tersebut harus di review
oleh pihak lain yang kompeten (pengendalian mutu eksternal).

2.6.2 Standar Pemeriksaan Keuangan


2.6.2.1 Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan
Pernyataan standar ini mengatur standar pelaksanaan untuk
pemeriksaan keuangan dan setiap stndar pekerjaan lapangan audit
keuangan dan pernyataan standar pekerjaan lapangan audit keuangan
dan pernyataan standar audit (PSA) yang diterapkan oeh IAI,kecuali
ditentukan lain.
Untuk pemeriksaan keuangan, standar pemeriksaan
memberlakukan tiga pernyataan standar pekerjaan lapangan SPAP yang
ditetapkan IAI

18
a. Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya jika
digunakan tenaga asisten harus disupervisi dengan semestinya
b. Pemahaman yang memadai atas pengendalian intern harus
diperoleh untuk merencankan audit dan menentukan sifat, saat
dan lingkup pengujian yang akan dilakukan
c. Bukti audit yang kompeten harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar
memadai unutk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang
di audit.

Standar pemeriksaan menetapkan standar pelaksanaan tambahan


berikut.
a. Komunikasi pemeriksa
Pernyataan standar pelaksanaan tambahan pertama adalah :
Pemeriksaan harus mengkomunikasikan informasi yang
berkaitan dengan sifat, saat, lingkup pengujian, pelaporan yang
direncanakan, dan tingkat keyakinan kepada manajemen entitas
yang diperiksa dan atau pihak yang meminta pemeriksaan.

b. Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya


Pernyataan standar pelaksanaan tambahan kedua adalah :
Pemeriksaan harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan
sebelumnya serta tindak lanjut atas rekomendasi yang signifikan
dan berkaitan dengan tujuan pemeriksaan yang sedang
dilaksanakan.

c. Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya


penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan,
kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse).
Pernyataan standar pelaksanaan tambahan ketiga adalah:
Periksaan harus merancang pemeriksaan untuk memberikan
keyakinan yang memadai guna mendeteksi salah saji material

19
yang disebabkan oleh ketidakpatutan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung
dan material terhadap penyajian laporan keuangan.
Pemeriksaan harus waspada pada kemungkinan adanya
situasi dan/atau peristiwa yang merupakan indikasi
kecurangan atau ketidakpatutan dan apabila timbul indikasi
tersebut serta berpengaruh signifikan terhadap kewajaran
penyajian laporan keuangan,pemeriksaan harus menerapkan
prosedur pemeriksaan tambahan untuk memastikan bahwa
kecurangan atau ketidakpatutan telah terjadi dan menentukan
dampaknya terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan.

d. Pengembagan temuan pemeriksaan.


Pernyataan standar pelaksanaan tambahan keempat adalah :
Pemeriksaan harus merencankan dan melaksanakan prosedur
pemeriksaan untuk mengembangkan unsur-unsur temuan
pemeriksaan.

e. Dokumentasi pemeriksaan
Pernyataan standar pelaksaan kelima adalah :
Pemeriksaan harus mempersiapkan dan memelihara
dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja
pemeriksaan. Dokumentasi pemeriksaan yang berkaitan dengan
perencanaa, pelaksanaan dan pelaporan pemeriksaan harus
berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan pemeriksa yang
berpengalaman, tetepi tidak mempunyai hubungan dengan
pemeriksaan tersebut dapat memastikan bahwa dokumentasi
pemeriksaan harus mendukung opini temuan, simpulan dan
rekomendasi pemeriksaan.

20
2.6.2.2 Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan
Untuk pemeriksaan keuangan, standar pemeriksaan
memberlakukan empat standar pelaporan SPAP yang ditetapkan IAI.
(1) Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan
disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia atau prinsip akuntansi yang lain yang
berlaku secara komprehensif.
(2) Laporan auditor harus menunjukan jika ada, ketidak
konsistenan penerapan prinsip akutansi dalam penyusunan
laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan
penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode
sebelumnya.
(3) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus
dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan
audit.
(4) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat
mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu
asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan maka
alasannya harus dinyatakan.dalam hal ini nama auditor
dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan auditor harus
memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit
yang dilaksankan, jika ada ,dan tingkat tanggungjawab yang
dipikul oleh auditor.

2.6.3 Standar Pemeriksaan Kinerja


Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja, meliputi :
a. Perencanaan
Pernyataan standar pelaksanaan pertama adalah :
Pekerjaan harus direncanakan secara memadai.

Dalam merencanakan suatu pemeriksaan kinerja, auditor harus :

21
Mempertimbangkan signifikansi masalah dan kebutuhan
potensial pengguna laporan hasil pemeriksaan.
Memperoleh suatu pemahaman mengenai program yang
diperiksa.
Mempertimbangkan pengendalian internal.
Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya
penyimpangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan,
kecurangan (fraud), dan ketidakpatuhan (abuse).
Mengidentifikasi kriteria yang diperlukan untuk mengevaluasi
hal-hal yang harus diperiksa.
Mengidentifikasi temuan pemeriksaan dan rekomendasi yang
signifikan dari pemeriksaan terdahulu yang dapat
memengaruhi tujuan pemeriksaan.
Mempertimbangkan apakah pekerjaan pemeriksaan lain dan
ahli lainnya dapat digunakan untuk mencapai beberapa tujuan
pemeriksaan yang telah ditetapkan.
Menyediakan pegawai atau staf yang cukup dan sumber daya
lain untuk melaksanakan pemeriksaan.
Mengkomunikasikan informasi mengenai tujuan pemeriksaan
serta informasi umum lainnya yang berkaitan dengan rencana
dan pelaksanaan pemeriksaan tersebut kepada manajemen dan
pihak-pihak lain yang terkait.
Mempersiapkan suatu rencana pemeriksaan secara tertulis.

b. Supervisi
Pernyataan standar pelaksanaan kedua adalah :
Staf harus disupervisi dengan baik.

c. Bukti
Pernyataan standar pelaksanaan ketiga adalah :

22
Bukti yang cukup, kompeten, dan relevan harus diperoleh untuk
menjadi dasar yang memadai bagi temuan dan rekomendasi
pemeriksa.

d. Dokumentasi Pemeriksaan
Pernyataan standar pelaksanaan keempat adalah :
Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumen
pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan. Dokumen
pemeriksaan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan,
dan pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup
untuk memungkinkan pemeriksa yang berpengalaman tetapi tidak
mempunyai hubungan dengan pemeriksaan tersebut dapat
memastikan bahwa dokumen pemeriksaan tersebut dapat menjadi
bukti yang mendukung temuan, simpulan, dan rekomendasi
pemeriksa.

2.6.4 Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja


a. Bentuk
Pernyataan standar pelaporan pertaman adalah :
Pemeriksa harus membuat laporan hasil pemeriksaan untuk
mengkomunikasikan setiap hasil pemeriksaan.

b. Isi Laporan
Pernyataan standar pelaporan kedua adalah :
(a) Pernyataan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan
Standar Pemeriksaan.
(b) Tujuan, lingkup, dan metodologi pemeriksaan.
(c) Hasil pemeriksaan berupa temuan pemeriksaan, simpulan, dan
rekomendasi.
(d) Tanggapan pejabat yang bertanggungjawab atas hasil
pemeriksaan.
(e) Pelaporan informasi rahasia apabila ada.

23
c. Unsur-Unsur Kualitas Laporan
Pernyataan standar pelaporan ketiga adalah :
Laporan hasil pemeriksaan harus tepat waktu, lengkap, akurat,
objektif, meyakinkan, serta jelas, dan seringkas mungkin.

d. Penerbitan dan Pendistribusian Laporan Hasil Pemeriksaan


Pernyataan standar pelaporan keempat, adalah :
Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga
perwakilan, entitas yang diperiksa, pihak yang mempunyai
kewenangan untuk mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang
bertanggungjawab untuk melakukan tindak lanjut hasil
pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi wewenang untuk
menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.6.5 Standar Pemeriksaan Untuk Tujuan Tertentu


2.6.5.1 Standar Pelaksanaan Pemeriksaan untuk Tujuan Tertentu
Untuk pemeriksaan dengan tujuan tertentu, Standar Pemeriksaan
memberlakukan dua pernyataan standar pekerjaan lapangan perikatan/
penugasan atestasi SPAP yang ditetapkan IAI berikut.
Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan
jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
Bukti yang cukup harus diperoleh untuk memberikan dasar
rasional bagi simpulan yang dinyatakan dalam laporan.

2.6.5.2 Standar Pelaporan Pemeriksaan untuk Tujuan Tertentu


Untuk pemeriksaan dengan tujuan tertentu, Standar Pemeriksaan
memberlakukan empat pernyataan standar pelaporan perikatan/
penugasan atestasi dalam SPAP yang ditetapkan IAI sebagai berikut.
Laporan harus menyebutkan asersi yang dilaporkan dan
menyatakan sifat perikatan atestasi yang bersangkutan.

24
Laporan harus menyatakan simpulan praktisi mengenai
apakah asersi disajikan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan atau kriteria yang dinyatakan dipakai sebagai alat
pengukur.
Laporan harus menyatakan semua keberatan praktisi yang
signifikan tentang perikatan dan penyajian asersi.
Laporan suatu perikatan untuk mengevaluasi suatu asersi
yang disusun berdasarkan kriteria yang disepakati atau
berdasarkan suatu perikatan untuk melaksanakan prosedur
yang disepakati harus berisi suatu pernyataan tentang
keterbatasan pemakaian laporan hanya oleh pihak-pihak
yang menyepakati kriteria atau prosedur tersebut.

2.7 Contoh Kasus


Irjen Depkeu : Auditor Jangan Seperti Orang Berlomba

Rabu, 19 November 2008


Jakarta Para auditor pemeriksa keuangan negara hendaknya tidak seperti orang
yang berlomba-lomba menemukan adanya banyak penyimpangan tanpa
mendalami apa yang menjadi penyebab dan bagaimana cara mengatasinya.
Kecenderungan auditor seperti itu dinilai tidak akan membawa perbaikan
dalam pengelolaan keuangan negara. Demikian disampaikan Inspektorat Jenderal
Departemen Keuangan Hekinus Manao kepada Kompas, Senin (17/11) di Jakarta.
Selama ini, yang saya lihat, baik Inspektorat Jenderal (Itjen), departemen,
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) maupun Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) terlihat hanya seperti orang yang berlomba-lomba
mengungkapkan adanya temuan penyimpangan, tetapi belum mendalami mengapa
penyimpangan itu terjadi dan bagaimana cara mengatasinya, ujar Hekinus.
Menurut Hekinus, dengan cara seperti itu, perbaikan pengelolaan keuangan
negara tidak akan pernah bisa diperbaiki.
Untuk itu, dengan adanya Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP),
kita harapkan tidak terjadi cara audit seperti itu. Khususnya, di Itjen dan BPKP,

25
tutur Hekinus. Hekinus menyatakan, Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 Tahun
2008 tentang SPIP, selain untuk mencapai tujuan organisasi yang efisien dan
efektif, juga bertujuan meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara, serta meminimalisasi penyimpangan anggaran dan
korupsi di departemen.
Dikatakan oleh Hekinus, mulai tahun dean, SPIP mulai diterapkan di seluruh
departemen. Harapan kita, dengan adanya SPIP, pengelolaan keuangan negara
menjadi lebih baik lagi. Namun, memang karena ini baru awal, kita masih melihat
seperti apa pelaksanaanya, kata Hekinus.
Sementara anggota BPK, Baharuddin Aritonang, menyatakan sebagai auditor
eksternal, tugas BPK memang mengungkapkan temuan penyimpangan dan
memvonisnya, apakah suatu penyimpangan atau bukan.
Tugas auditor internal pemerintah justru harus membantu departemen
menyusun laporan keuangan yang baik dan benar sesuai prinsip standar akuntansi.
Jika tidak, ya seperti sekarang ini, disclaimer atau tidak dapat dinyatakan apa-apa
opini laporan keuangannya, ujar Baharuddin.
Baharuddin menambahkan, apabila BPK sudah mengungkapkan temuannya,
sebaiknya departemen berlomba-lomba untuk memperbaiki pengelolaan
keuangannya. Jangan sampai disclaimer terus-menerus, tuturnya. (har).

Sumber : Danny Darussalam Tax Center Online.

26
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Audit yang dilakukan pada sektor publik pemerintah berbeda dengan yang
dilakukan pada sektor swasta. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya
perbedaan latar belakang institusional dan hukum, dimana audit sektor publik
pemerintah mempunyai prosedur dan tanggung jawab yang berbeda serta peran
yang lebih luas dibanding audit sektor swasta. Secara umum, ada tiga jenis audit
dalam audit sektor publik, yaitu audit keuangan, audit kinerja, dan audit
investigasi. (Bastian, 2003).
Audit keuangan adalah audit yang menjamin bahwa sistem akuntansi dan
pengendalian keuangan berjalan secara efisien dan tepat serta transaksi keuangan
diotorisasi serta dicatat secara benar. Audit keuangan dibagi menjadi audit atas
laporan keuangan dan audit atas hal yang berkaitan dengan keuangan. Audit
kinerja merupakan perluasan dari audit keuangan, dalam hal tujuan dan
prosedurnya. Menurut SPKN, yang dimaksud dengan audit kinerja adalah
pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas audit atas aspek
ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Audit kinerja pada sebuah program pemerintah
meliputi juga audit atas kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan serta
pengujian terhadap pengendalian internal (Sandha dan Bastian, 2008). Audit
investigasi adalah kegiatan pemeriksaan dengan lingkup tertentu, periodenya tidak
dibatasi, lebih spesifik pada area-area pertangungjawaban yang diduga
mengandung inefisiensi atau indikasi penyalahgunaan wewenang, dengan hasil
audit berupa rekomendasi untuk ditindaklanjuti bergantung pada derajat
penyimpangan wewenang yang ditemukan (Bastian, 2003). Tujuan audit
investigatif adalah mengadakan temuan lebih lanjut atas temuan audit
sebelumnya, serta melaksanakan audit untuk membuktikan kebenaran berdasarkan
pengaduan atau informasi dari masyarakat.
Keberadaan sebuah standar pemeriksaan sangat penting karena menjadi
patokan dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan. Patokan-patokan inilah yang akan
mengarahkan pemeriksa di dalam setiap tahapan pemeriksaan, dan menjadi

27
penilai apakah sebuah pemeriksaan telah dijalankan dengan baik atau tidak.
SKPN memiliki kedudukan sebagai dasar untuk menilai kebenaran, kecermatan,
kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan tanggung jawab
keuangan negara. Adapun peran SKPN adalah memberikan patokan atau arahan
pertahapan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara bagi
pemeriksa. Dengan kata lain, SKPN disusun untuk menjadi ukuran mutu bagi para
pemeriksa dan organisasi pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas
pengelolaan dan tangung jawab keuangan negara.

3.2 Saran
Dari beberapa pemaparan materi tentang audit sektor publik diatas,
diharapkan organisasi sektor publik yang ada benar-benar menerapkan prinsip-
prinsip serta standar audit sektor publik yang ada demi mewujudkan tuntutan
masyarakat akan terciptanya pemerintahan yang baik, sebab hasil audit kinerja
dibutuhkan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan maupun kegagalan
organisasi sektor publik dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi secara
keseluruhan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Bastian, Indra.2013.Audit Sektor Publik.Jakarta: Salemba Empat

Bastian, Indra.2010.Akuntansi Sektor Publik.Jakarta: Salemba Empat

Halim, Abdul.2012.Akuntansi Sektor Publik.Jakarta: Salemba Empat

29

Anda mungkin juga menyukai