Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM THYPOID

I. DEFINISI

Demam thypoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi


akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala
demam yang lebih dari satu minggu. Gangguan pada
pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam, 2005, hal
152).

Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut pada


usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih
disertaigangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa
gangguan kesadaran (Rampengan, 2007).

Demam thypoid adalah penyakit demam akut yang


disebabkan oleh infeksi salmonella typhi (Ovedoff, 2002: 514)

II. ANATOMI FISIOLOGI

Susunan saluran pencernaan terdiri dari : Oris (mulut),


faring (tekak), esofagus (kerongkongan), ventrikulus (lambung),
intestinum minor (usus halus), intestinum mayor (usus besar ),
rektum dan anus. Pada kasus demam tifoid, salmonella typi
berkembang biak di usus halus (intestinum minor). Intestinum
minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang
berpangkal pada pilorus dan berakhir pada seikum, panjangnya
6 cm, merupakan saluran paling panjang tempat proses
pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri dari :
lapisan usus halus, lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot
melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (muskulus
longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).

Usus halus terdiri dari duodenum (usus 12 jari), yeyenum


dan ileum. Duodenum disebut juga usus dua belas jari,
panjangnya 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri
pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dari bagian kanan
duodenum ini terdapat selapu t lendir yang membukit yang
disebut papila vateri. Pada papila vateri ini bermuara saluran
empedu (duktus koledikus) dan saluran pankreas (duktus
wirsung/duktus pankreatikus). Dinding duodenum ini
mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar,
kelenjar ini disebut kelenjar brunner yang berfungsi untuk
memproduksi getah intestinum.

Yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 meter.


Dua perlima bagian atas adalah yeyenum dengan panjang 23
meter dari ileum dengan panjang 4 5 m. Lekukan yeyenum dan
ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan
perantaraan lipatan peritonium yang berbentuk kipas dikenal
sebagai mesenterium.

Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya


cabang-cabang arteri dan vena mesenterika superior, pembuluh
limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritonium yang
membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan
ileum tidak mempunyai batas yang tegas.

Ujung dibawah ileum berhubungan dengan seikum dengan


perantaraan lubang yang bernama orifisium ileoseikalis.
Orifisium ini diperlukan oleh spinter ileoseikalis dan pada
bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula baukhim
yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam asendens tidak
masuk kembali ke dalam ileum.

Mukosa usus halus. Permukaan epitel yang sangata luas


melalui lipatan mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan
dan absorbsi. Lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan sub mukosa
yang dapat memperbesar permukaan usus. Pada penampang
melintang vili dilapisi oleh epitel dan kripta yag menghasilkan
bermacam-macam hormon jaringan dan enzim yang memegang
peranan aktif dalam pencernaan.

Didalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel,


termasuk banyak leukosit. Disana-sini terdapat beberapa nodula
jaringan limfe, yang disebut kelenjar soliter. Di dalam ilium
terdapat kelompok-kelompok nodula itu. Mereka membentuk
tumpukan kelenjar peyer dan dapat berisis 20 sampai 30
kelenjar soliter yang panjangnya satu sentimeter sampai
beberapa sentimeter. Kelenjar-kelenjar ini mempunyai fungsi
melindungi dan merupakan tempat peradangan pada demam
usus (tifoid). Sel-sel Peyers adalah sel-sel dari jaringan limfe
dalam membran mukosa. Sel tersebut lebih umum terdapat pada
ileum daripada yeyenum. ( Evelyn C. Pearce, 2000).

Absorbsi. Absorbsi makanan yang sudah dicernakan


seluruhnya berlangsung dalam usus halus melalui dua saluran,
yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan saluran limfe di
sebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vili berisis lakteal,
pembuluh darah epitelium dan jaringan otot yang diikat
bersama jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran dasar
dan ditutupi oleh epitelium.

Karena vili keluar dari dinding usus maka bersentuhan


dengan makanan cair dan lemak yang di absorbsi ke dalam
lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke
dalam pembuluh kapiler darah di vili dan oleh vena porta
dibawa ke hati untuk mengalami beberapa perubahan.

Fungsi usus halus

a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk


diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran
saluran limfe.
b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
c. Karbohidrat diserap dalam betuk monosakarida.
Didalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan
getah usus yang menyempurnakan makanan.

a. Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik.


b. Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi
asam amino.
1. Laktase mengubah laktase menjadi monosakarida.
2. Maltosa mengubah maltosa menjadi monosakarida
3. Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosakarida

III. PATOFISIOLOGI

Kuman Salmonella Typi masuk tubuh manusia melalui


mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian
kuman dimusnakan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk
ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di
ileum terminalis yang mengalami hipertrofi. Di tempat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi.
Kuman Salmonella Typi kemudian menembud ke lamina
propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe
mesenterial, yang juga mengalami hipertrofi. Setelah melewati
kelenjar-kelenjar limfe ini salmonella typi masuk ke aliran
darah melalui duktus thoracicus. Kuman salmonella typi lain
mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella
typi bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian
lain sistem retikuloendotelial. Semula disangka demam dan
gejala-gejala toksemia pada demam tifoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitian
ekperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan
merupakan penyebab utama demam dan gejala-gejala
toksemia pada demam tifoid. Endotoksin salmonella typi
berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu
terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat
salmonella typi berkembang biak. Demam pada tifoid
disebabkan karena salmonella typi dan endotoksinnya
merangsang sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh zat
leukosit pada jaringan yang meradang.

Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14 hari.


Gejala-gejala yang timbul amat bervariasi. Perbedaaan ini
tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi juga di daerah
yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu gambaran penyakit
bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai
gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan
kematian hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang sudah
sangat berpengalamanpun dapat mengalami kesulitan
membuat diagnosis klinis demam tifoid.

Dalam minggu pertama penyakit keluhan gejala serupa


dengan penyakit infeksi akut pada umumnya , yaitu demam,
nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan
epistaksis. Pada pemeriksaan fisis hanya didapatkan suhu
badan meningkat. dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi
lebih jelas dengan demam, bradikardia relatif, lidah yang khas
(kotor di tengah, tepi daan ujung merah dan tremor),
hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental
berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis,
roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.
PATOFISIOLOGI

Pout d entri/mulut

Lambung

Mati

Oleh Hcl Hidup

Peredaran bakterimia I

Pembuluh limfe

Peredaran darah

Zat pirogen Organ organ (hati, limpha)


Hypertermia

(panas meningkat)

Berkembang biak

Peredaran darah/bakterimia II

Ggn pemenuhan nutrisi

Lidah kotor Kelenjar limphoid usus halus


Iritasi GI tract
Diare (tukak pd mukosa usus/plak)

Bibir kering

Mual/muntah Ggn
kebutuhan cairan

Bedrest Perdarahan (perforasi peritonitis)


Ggn ADL

Kelemahan

IV. TANDA & GEJALA

a. Minggu I : infeksi akut (demam, nyeri kepala, pusing, nyeri


otot, mual, diare)
b. Minggu II : Gejala lebih jelas (demam, bradikardia relatif,
lidah kotor, nafsu makan menurun, hepatomegali, ggn
kesadaran).
c. Minggu III : dalam minggu III suhu badan berangsur-angsur
dan normal kembali pada akhir minggu III.
d. Minggu IV : suhu kembali normal proses penyakit bisa
sembuh atau tidak sembuh malah sampai terjadi perforasi.

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

a. Pemeriksaan leukosit
b. Pemeriksaan SGPT/SGOT
c. Biakan darah
d. Widal
e. PCR Salmonella.

VI. KOMPLIKASI

a. Kompilikasi intestinal
1. Perdarahan usus
2. Perforasi usus
3. Ileus paralitik
b. Komplikasi ekstra intestinal
1. Komplikasi kardiovaskuler
Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis dan tromboflebitis.

2. Komplikasi darah
Anemia hemolitik, trombositopenia, disseminated
intravascular coaguilation (DIC) dan sindrom uremia
hemolitik.

3. Komplikasi paru
Pneumonia, empiema, dan pleuritis.

4. Komplikasi hepar dan kandung empedu


Hepatitis dan kolesistitis.

5. Komplikasi ginjal
Glomerulonefritis, pielonefretis dan perinefretis.

6. Komplikasi tulang
Osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis

7. Komplikasi neuropsikiatrik
Delirium, meningismus, menengitis, polineuritis perifer,
sindrom Guillain Barre, psikosis dan sindrom katatonia.

VII. PENATALAKSANAAN

a. Perawatan bedrest sampai dengan 7 hari bebas panas.


b. Diet (bubur saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi
sesuai tingkat kesembuhan pasien bisa juga dengan
pemberian makanan padat dini dengan lauk pauk rendah
selulosa).
c. Obat/terapi
Obat-obat anti mikroba sering digunakan adalah:

1. Kloramfenikol (drug of choise)


2. Tiamfenikol
3. Kotrimoksazol
4. Ampicillin dan amoksisilin
5. Sefalosporin generasi ketiga
6. Fluorokinolon
VIII. DAMPAK MASALAH

a. Pada pasien
1) Pola persepsi dan metabolisme
Nafsu makan klien meurun yang disertai dengan mual dan
muntah.

2) Pola eliminasi
Klien tyfoid biasanya mengalami konstipasi bahkan diare.

3) Pola aktivitas dan latihan


Klien demam tyfoid haruslah tirah baring total untuk
mencegah terjadinya komplikasi yang berakibat aktivitas
klien terganggu. Semua keperluan klien dibantu dengan
tujuan mengurangi kegiatan atau aktivitas klien. Tirah
baring totalnya yang dapat menyebabkan terjadinya
dekubitus dan kontraktur sendi.

4) Pola tidur dan istirahat


Terganngu karena klien biasanya gelisah akibat
peningkatan suhu tubuh. Selain itu juga klien belum
terbiasa dirawat di rumah sakit.

5) Pola penanggulangan stress


Pada pola ini terjadi gangguan dalam menyelesaikan
permasalahan dari dalam diri klien sehubungan penyakit
yang dideritanya.

b. Pada keluarga
1) Adanya beban mental sebagai akiabt dari salah satu
anggota keluarganya dirawat di rumah sakit karena sakit
yang di deritanya sehingga menimbulkan kecemasan.
2) Biaya merupakan masalah yang dapat menimbulkan
beban keluarga. Bila perawatan yang diperlukan
memerlukan perawatan yang konservatif yang lama di
rumah sakit, akan memerlukan biaya yang cukup banyak,
sehingga dapat menimbulkan beban keluarga.
3) Akibat klien di rawat di rumah sakit maka akan menambah
kesibukan keluarga yang harus menunggu anggota
keluarga yang sakit.

IX. ASUHAN KEPERAWATAN

Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam


merencanakan pelayanan asuhan keperawatan yang mempunyai
empat tahapan yaitu pengkajian, perencanaan, palaksanaan dan
evaluasi.

Proses keperawatan ini merupakan suatu proses


pemecahan masalah yang sistimatik dalam memberikan
pelayanan keperawatan serta dapat menghasilkan rencana
keperawatan yang menerangkan kebutuhan setiap klien seperti
yang tersebut diatas yaitu melalui empat tahapan keperawatan.
(Proses keperawatan : 9 & 12)

1. Pengkajian

a. Pengumpulan data
1.) Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan,
tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan
diagnosa medik.
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau
demam yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing
kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan
kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman
salmonella typhi ke dalam tubuh.

4) Riwayat penyakit dahulu


Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.

5) Riwayat penyakit keluarga


Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes
melitus.

6) Riwayat psikososial dan spiritual


Biasanya klien cemas, bagaimana koping
mekanisme yang digunakan. Gangguan dalam
beribadat karena klien tirah baring total dan lemah.

7) Pola-pola fungsi kesehatan


a) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan
karena mual dan muntah saat makan sehingga
makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama
sekali.

b) Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi
oleh karena tirah baring lama. Sedangkan eliminasi
urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine
menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam
tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat
keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga
dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.

c) Pola aktivitas dan latihan


Aktivitas klien akan terganggu karena harus
tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka
segala kebutuhan klien dibantu.
d) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan
peningkatan suhu tubuh.

e) Pola persepsi dan konsep diri


Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan
penyakitnya dan ketakutan merupakan dampak
psikologi klien.

f) Pola sensori dan kognitif


Pada penciuman, perabaan, perasaan,
pendengaran dan penglihatan umumnya tidak
mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu
waham pad klien.

g) Pola hubungan dan peran


Hubungan dengan orang lain terganggu
sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien
harus bed rest total.

h) Pola reproduksi dan seksual


Gangguan pola ini terjadi pada klien yang sudah
menikah karena harus dirawat di rumah sakit
sedangkan yang belum menikah tidak mengalami
gangguan.

i) Pola penanggulangan stress


Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih
karena keadaan sakitnya.

j) Pola tatanilai dan kepercayaan


Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena
bedrest total dan tidak boleh melakukan aktivitas
karena penyakit yang dideritanya saat ini.

8) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh
meningkat 38 410 C, muka kemerahan.

b) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).

c) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat
dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.

d) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif,
hemoglobin rendah.

e) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak
pucat, rambut agak kusam

f) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering,
lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan
konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak,
peristaltik usus meningkat.

g) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan
adanya kelainan.

h) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar
dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada
abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung
serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.

9) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake
makanan yang terbatas, terjadi gangguan absorbsi,
hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan
penghancuran sel darah merah dalam peredaran
darah. Leukopenia dengan jumlah lekosit antara
3000 4000 /mm3 ditemukan pada fase demam. Hal
ini diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh
endotoksin. Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil
dari darah tepi. Trombositopenia terjadi pada
stadium panas yaitu pada minggu pertama.
Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat
akibat rangsangan endotoksin. Laju endap darah
meningkat.

b) Pemeriksaan urine
Didaparkan proteinuria ringan (< 2 gr/liter) juga
didapatkan peningkatan lekosit dalam urine.

c) Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan
bahaya perdarahan usus dan perforasi.

d) Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan apabila ditemukan kuman
salmonella dan biakan darah tinja, urine, cairan
empedu atau sumsum tulang.

e) Pemeriksaan serologis
Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Adapun antibodi yang dihasilkan tubuh
akibat infeksi kuman salmonella adalah antobodi O
dan H. Apabila titer antibodi O adalah 1 : 20 atau
lebih pada minggu pertama atau terjadi peningkatan
titer antibodi yang progresif (lebih dari 4 kali). Pada
pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian
menunjukkan diagnosa positif dari infeksi
Salmonella typhi.

f) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada
kelainan atau komplikasi akibat demam tifoid.

b. Analisa data
Data yang sudah terkumpul dikelompokkan dan
dianalisis untuk menentukan masalah klien. Untuk
mengelompokkan data ini dilihat dari jenis data yang
meliputi data subyek dan dan data obyek. Data subyek
adalah data yang diambil dari ungkapan klien atau
keluarga klien sedangkan data obyek adalah data yang
didapat dari suatu pengamatan atau pendapat yang
digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan.
Data tersebut juga bisa diperoleh dari keadaan klien yang
tidak sesuai dengan standart kriteria yang sudah ada.
Untuk perawat harus jeli dan memahami tentang standart
keperawatan sebagai bahan perbandingan apakah
keadaan kesehatan klien sesuai tidak dengan standart
yang sudah ada. (Lismidar, 1990)

c. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan
yang jelas tentang masalah kesehatan klien yang dapat
diatasi dengan tindakan keperawatan. Diagnosa
keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa dan
interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian data.
Demam menggambarkan tentang masalah kesehatan yang
nyata atau potensial dan pemecahannya membutuhkan
tindakan keperawatan sebagai masalah klien yang dapat
ditanggulangi. (Lismidar, 1990).
Dari analisa data yang diperoleh maka diagnosa
keperawatan yang muncul pada kasus demam tifoid
dengan masalah peningkatan suhu tubuh adalah sebagai
berikut.
1. Hipertemia b/d proses infeksi salmonella thyposa
2. Resiko defisit volume cairan b/d pemasukan yang
kurang, mual, muntah/pengeluaran yang berlebihan,
diare, panas tubuh
3. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b/d intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia,
atau output yang berlebihan akibat diare.
4. Gangguan pola defeksi : diare b/d proses peradangan
pada dinding usus halus
5. Perubahan pola defeksi : konstipasi b/d proses
peradangan pada dinding usus halus,
6. Resiko trauma fisik b/d gangguan mental,
delirium/psikosis

Discharge Planning
1. Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan
aktivitas sesuai dengan tngkat perkembangan dan
kondisi fisik anak
2. Jelaskan terapi yang diberikan : dosis, efek samping
3. Menjelaskan gejala gejela kekambuhan penyakit dan hal
yang harus dilakukan untuk mengatasi hal tersebut
4. Tekankan untukmelakukan kontrol sesuai waktu yang
ditentukan

RENCANA KEPERAWATAN NOC NIC

N Diagnosa Keperawatan Tujuan & Intervensi


o Kriteria Hasil
1 Hipertemia b/d proses NOC : NIC :
infeksi salmonella thyposa Thermoregulation Fever treatment
Kriteria Hasil : 1. Monitor
Definisi : suhu tubuh naik 1. Suhu suhu sesering
diatas rentang normal tubuh dalam mungkin
rentang 2. Monitor IWL
Batasan Karakteristik: normal 3. Monitor
kenaikan suhu tubuh 2. Nadi dan RR warna dan
diatas rentang normal dalam rentang suhu kulit
serangan atau konvulsi normal 4. Monitor
(kejang) 3. Tidak ada tekanan
kulit kemerahan perubahan darah, nadi
pertambahan RR warna kulit dan RR
takikardi dan tidak ada 5. Monitor
saat disentuh tangan pusing, penurunan
terasa hangat merasa tingkat
nyaman kesadaran
Faktor faktor yang 6. Monitor WBC,
berhubungan : Hb, dan Hct
- penyakit/ trauma 7. Monitor
- peningkatan intake dan
metabolisme output
- aktivitas yang berlebih 8. Kolaborasi
- pengaruh pemberian
medikasi/anastesi anti piretik
- ketidakmampuan/penu 9. Berikan
runan kemampuan pengobatan
untuk berkeringat untuk
- terpapar dilingkungan mengatasi
panas penyebab
- dehidrasi demam
- pakaian yang tidak 10.Selimuti
tepat pasien
11. Lakukan tapid
sponge
12.Kolaboraikan
dengan
dokter
mengenai
pemberian
cairan
intravena
sesuai
program
13.Kompres
pasien pada
lipat paha dan
aksila
14.Tingkatkan
sirkulasi
udara
15.Berikan
pengobatan
untuk
mencegah
terjadinya
menggigil

Temperature
regulation
1. Monitor
suhu minimal
tiap 2 jam
2. Rencanakan
monitoring
suhu secara
kontinyu
3. Monitor TD,
nadi, dan RR
4. Monitor
warna dan
suhu kulit
5. Monitor
tanda-tanda
hipertermi
dan hipotermi
6. Tingkatkan
intake cairan
dan nutrisi
7. Selimuti
pasien untuk
mencegah
hilangnya
kehangatan
tubuh
8. Ajarkan pada
pasien cara
mencegah
keletihan
akibat panas
9. Diskusikan
tentang
pentingnya
pengaturan
suhu dan
kemungkinan
efek negatif
dari
kedinginan
10. Beritahuk
an tentang
indikasi
terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency
yang
diperlukan
11. Ajarkan
indikasi dari
hipotermi dan
penanganan
yang
diperlukan
12. Berikan
anti piretik
jika perlu

Vital sign
Monitoring
1. Monitor
TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya
fluktuasi
tekanan
darah
3. Monitor VS
saat pasien
berbaring,
duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD
pada kedua
lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD,
nadi, RR,
sebelum,
selama, dan
setelah
aktivitas
6. Monitor
kualitas dari
nadi
7. Monitor
frekuensi dan
irama
pernapasan
8. Monitor suara
paru
9. Monitor pola
pernapasan
abnormal
10. Monitor
suhu, warna,
dan
kelembaban
kulit
11. Monitor
sianosis
perifer
12. Monitor
adanya
cushing triad
(tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
13. Identifikasi
penyebab dari
perubahan
vital sign

2 Resiko defisit volume cairan NOC: Fluid


b/d pemasukan yang kurang, Fluid balance management
mual, muntah/pengeluaran Hydration 1. Timbang
yang berlebihan, diare, Nutritional popok/pemba
panas tubuh Status : Food lut jika
and Fluid diperlukan
Definisi : Penurunan cairan Intake 2. Pertahankan
intravaskuler, interstisial, Kriteria Hasil : catatan intake
dan/atau intrasellular. Ini 1. Mem dan output
mengarah ke dehidrasi, pertahankan yang akurat
kehilangan cairan dengan urine output 3. Monitor
pengeluaran sodium sesuai dengan status hidrasi
usia dan BB, ( kelembaban
Batasan Karakteristik : BJ urine membran
- Kelemahan normal, HT mukosa, nadi
- Haus normal adekuat,
- Penurunan turgor 2. Teka tekanan
kulit/lidah nan darah, darah
- Membran mukosa/kulit nadi, suhu ortostatik ),
kering tubuh dalam jika
- Peningkatan denyut nadi, batas normal diperlukan
penurunan tekanan darah, 3. Tida 4. Monitor vital
penurunan k ada tanda sign
volume/tekanan nadi tanda 5. Monitor
- Pengisian vena menurun dehidrasi, masukan
- Perubahan status mental Elastisitas makanan /
- Konsentrasi urine turgor kulit cairan dan
meningkat baik, membran hitung intake
- Temperatur tubuh mukosa kalori harian
meningkat lembab, tidak 6. Lakukan
- Hematokrit meninggi ada rasa haus terapi IV
- Kehilangan berat badan yang 7. Monitor
seketika (kecuali pada berlebihan status nutrisi
third spacing) 8. Berikan
Faktor-faktor yang cairan
berhubungan: 9. Berikan
- Kehilangan volume cairan cairan IV
secara aktif pada suhu
- Kegagalan mekanisme ruangan
pengaturan 10. Dorong
masukan oral
11. Berikan
penggantian
nesogatrik
sesuai output
12. Dorong
keluarga
untuk
membantu
pasien makan
13. Tawarkan
snack ( jus
buah, buah
segar )
14. Kolaborasi
dokter jika
tanda cairan
berlebih
muncul
meburuk
15. Atur
kemungkinan
tranfusi
16. Persiapan
untuk tranfusi

3 Resiko ketidakseimbangan NOC : Nutrition


nutrisi kurang dari Nutritional Management
kebutuhan tubuh b/d intake Status : food 1. Kaji adanya
kurang akibat mual, muntah, and Fluid alergi
anoreksia, atau output yang Intake makanan
berlebihan akibat diare. Kriteria Hasil : 2. Kolaborasi
1. Adan dengan ahli
Definisi : Intake nutrisi tidak ya gizi untuk
cukup untuk keperluan peningkatan menentukan
metabolisme tubuh. berat badan jumlah kalori
sesuai dengan dan nutrisi
Batasan karakteristik : tujuan yang
- Berat badan 20 % atau 2. Berat badan dibutuhkan
lebih di bawah ideal ideal sesuai pasien.
- Dilaporkan adanya dengan tinggi 3. Anjurkan
intake makanan yang badan pasien untuk
kurang dari RDA 3. Mampu meningkatkan
(Recomended Daily mengidentifik intake Fe
Allowance) asi kebutuhan 4. Anjurkan
- Membran mukosa dan nutrisi pasien untuk
konjungtiva pucat 4. Tidak ada meningkatkan
- Kelemahan otot yang tanda tanda protein dan
digunakan untuk malnutrisi vitamin C
menelan/mengunyah 5. Tidak terjadi 5. Berikan
- Luka, inflamasi pada penurunan substansi
rongga mulut berat badan gula
- Mudah merasa yang berarti 6. Yakinkan diet
kenyang, sesaat setelah yang dimakan
mengunyah makanan mengandung
- Dilaporkan atau fakta tinggi serat
adanya kekurangan untuk
makanan mencegah
- Dilaporkan adanya konstipasi
perubahan sensasi rasa 7. Berikan
- Perasaan makanan
ketidakmampuan untuk yang terpilih (
mengunyah makanan sudah
- Miskonsepsi dikonsultasik
- Kehilangan BB dengan an dengan
makanan cukup ahli gizi)
- Keengganan untuk makan 8. Ajarkan
- Kram pada abdomen pasien
- Tonus otot jelek bagaimana
- Nyeri abdominal dengan membuat
atau tanpa patologi catatan
- Kurang berminat terhadap makanan
makanan harian.
- Pembuluh darah kapiler 9. Monitor
mulai rapuh jumlah nutrisi
- Diare dan atau dan
steatorrhea kandungan
- Kehilangan rambut yang kalori
cukup banyak (rontok) 10. Berikan
- Suara usus hiperaktif informasi
- Kurangnya informasi, tentang
misinformasi kebutuhan
nutrisi
Faktor-faktor yang 11. Kaji
berhubungan : kemampuan
Ketidakmampuan pasien untuk
pemasukan atau mencerna mendapatkan
makanan atau mengabsorpsi nutrisi yang
zat-zat gizi berhubungan dibutuhkan
dengan faktor biologis,
psikologis atau ekonomi.
Nutrition
Monitoring
1. BB pasien
dalam batas
normal
2. Monitor
adanya
penurunan
berat badan
3. Monitor tipe
dan jumlah
aktivitas yang
biasa
dilakukan
4. Monitor
interaksi anak
atau orangtua
selama makan
5. Monitor
lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan
pengobatan
dan tindakan
tidak selama
jam makan
7. Monitor kulit
kering dan
perubahan
pigmentasi
8. Monitor
turgor kulit
9. Monitor
kekeringan,
rambut
kusam, dan
mudah patah
10. Monitor
mual dan
muntah
11. Monitor
kadar
albumin, total
protein, Hb,
dan kadar Ht
12. Monitor
makanan
kesukaan
13. Monitor
pertumbuhan
dan
perkembanga
n
14. Monitor
pucat,
kemerahan,
dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
15. Monitor
kalori dan
intake
nuntrisi
16. Catat
adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik
papila lidah
dan cavitas
oral.
17. Catat jika
lidah
berwarna
magenta,
scarlet

4 Gangguan pola defeksi : NOC: NIC :


diare b/d proses peradangan Bowel Diarhea
pada dinding usus halus elimination Management
Fluid 1. Evaluasi
Balance efek samping
Hydration pengobatan
Electrolyte terhadap
and Acid gastrointesti
base Balance nal
Kriteria Hasil : 2. Ajarkan
1. Fese pasien untuk
s berbentuk, menggunakan
BAB sehari obat antidiare
sekali- tiga 3. Instruksikan
hari pasien/keluar
2. Menjaga ga
daerah sekitar untukmencat
rectal dari at warna,
iritasi jumlah,
3. Tidak frekuenai dan
mengalami konsistensi
diare dari feses
4. Menjelaskan 4. Evaluasi
penyebab intake
diare dan makanan
rasional yang masuk
tendakan 5. Identifikasi
5. Mempertahan factor
kan turgor penyebab dari
kulit diare
6. Monitor tanda
dan gejala
diare
7. Observasi
turgor kulit
secara rutin
8. Ukur
diare/keluara
n BAB
9. Hubungi
dokter jika
ada
kenanikan
bising usus
10. Instruksika
n pasien
untukmakan
rendah serat,
tinggi protein
dan tinggi
kalori jika
memungkinka
n
11. Instruksika
n untuk
menghindari
laksative
12. Ajarkan
tehnik
menurunkan
stress
13. Monitor
persiapan
makanan
yang aman

5 Resiko trauma fisik b/d NOC: NIC :


gangguan mental, Knowlwdge : Environmental
delirium/psikosis personel Management
safety safety
Safety 1. Sediakan
behavior : lingkungan
falls yang aman
Prevention untuk pasien
Safety 2. Identifikasi
Behavior : kebutuhan
Falls keamanan
Occurance pasien,
Safety sesuai
behavior : dengan
Physical kondisi fisik
injury dan fungsi
kognitif
pasien dan
riwayat
penyakit
terdahulu
pasien
3. Menghinda
rkan
lingkungan
yang
berbahaya
(misalnya
memindahka
n perabotan)
4. Memasang
side rail
tempat tidur
5. Menyediak
an tempat
tidur yang
nyaman dan
bersih
6. Menempatk
an saklar
lampu
ditempat
yang mudah
dijangkau
pasien.
7. Membatasi
pengunjung
8. Memberika
n
penerangan
yang cukup
9. Menganjur
kan keluarga
untuk
menemani
pasien.
10. Mengontrol
lingkungan
dari
kebisingan
11. Memindahk
an barang-
barang yang
dapat
membahayak
an
12. Berikan
penjelasan
pada pasien
dan keluarga
atau
pengunjung
adanya
perubahan
status
kesehatan
dan
penyebab
penyakit

6 Perubahan pola defeksi : NOC: NIC:


konstipasi b/d proses Bowel Constipation/
peradangan pada dinding elimination Impaction
usus halus, Hydration Management
Kriteria Hasil : 1. Monitor
1. Mem tanda dan
pertahankan gejala
bentuk feses konstipasi
lunak setiap 2. Monior bising
1-3 hari usus
2. Bebas dari 3. Monitor
ketidaknyam feses:
anan dan frekuensi,
konstipasi konsistensi
3. Mengidentifi dan volume
kasi 4. Konsultasi
indicator dengan
untuk dokter
mencegah tentang
konstipasi penurunan
dan
peningkatan
bising usus
5. Mitor tanda
dan gejala
ruptur
usus/peritonit
is
6. Jelaskan
etiologi dan
rasionalisasi
tindakan
terhadap
pasien
7. Identifikasi
faktor
penyebab dan
kontribusi
konstipasi
8. Dukung
intake cairan
9. Kolaborasikan
pemberian
laksatif

DAFTAR PUSTAKA
Ismi. 2013. Demam Thypoid.
http://ismiodewade.blogspot.com/2013/10/asuhan-
keperawatan-anak-dengan-demam.html (Diakses
Tanggal 16/09/2014 jam 19.39 wib)
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan Edisi 2; EGC. Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi


Keperawatan Edisi 6; EGC. Jakarta.

Doengoes, Marylin E. (1989) Nursing Care Plans. F.A Davis


Company. Philadelphia. USA.

Haznam M. W. (1992). Kompendium Diagnostik & Terapi Ilmu


Penyakit Dalam Edisi II. Bandung.

Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media


Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.

Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Editor: Setiawan. EGC.


Jakarta:

Price, Sylvia Anderson. (1985). Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-


Proses Penyakit. EGC. Jakarta.

Smith, Cindy Grennberg. (1988). Nursing Care Planning Guides for


Children. Baltimore. Williams & Wilkins

Suparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. FKUI. Jakarta.

SMF UPF Anak. (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. RSUD Dr.
Soetomo. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai