Anak Helmi
Anak Helmi
Helmi M.Lubis
PENDAHULUAN
Batuk merupakan salah satu upaya pertahanan tubuh (dalam hal ini saluran nafas)
yang alamiah yaitu suatu refleks perlindungan yang primitif untuk membuang sekresi
trakeobronkial yang berlebihan ataupun benda asing yang masuk ke saluran pernafasan.
Refleks batuk ini terjadi akibat teransangnya reseotor batuk yang terdapat
disaluran nafas ataupun diluar saluran nafas, oleh rangsangan yang bersifat kimiawi
maupun mekanis. Reseptor batuk yang merupakan ujung nivagus terdapat diantara sel-sel
epitel berambut getar dari faring sampai bronkialus, hidung, sinus, paranasalis, saluran
telinga dan selaput gendang, pleura, lambung, pericard dan diafragma.
Rangsangan yang dapat mencentuskan batuk antara lain :
1. udara dingin
2. benda asing seperti debu
3. radang/edema mukosa saluran nafas
4. tekanan terhadap saluran nafas misalnya oleh tumor
5. lendir pada saluran nafas
6. kontraksi pada saluran nafas
Batuk ini menjadi tidakm fisiologik lagi bila berlanjut berkepanjangan dan sudah
dirasakan sebagai suatu gangguan. Dalam hal ini batuk merupakan manifestasi utama dan
kelainan saluran nafas disamping lainnya seperti sesak nafas, pilek dan lain-lain. Batuk
yang berkepanjangan/berlama-lama pada anak tidak jarang dan selalu menimbulkan
kecemasan pada orang tua penderita yang telah berusaha mengobatkan anaknya secara
medis maupun secara tradisional. Disamping dapat terjadi komplikasi dari penyakit
penyebab batuk kronik dan berulang ini juga dapat mengganggu tidur, pertumbuhan dan
perkembangan si anak dengan sering bolos tidak masuk sekolah.
Telah disepakati bahwa batuk kronik dan berulang (BKB) pada anak adalah
keadaan klinis yang disebabkan oleh berbagai etiologi dengan gejala batuk yang
berlangsung sekurang-kurang 2 Minggu berturut-turut dan atau paling sedikit 3 episod
dalam 3 bulan dengan atau tanpa disertai gejala respitorik/non-respitorik lainnya.
Etilogi
Batuk kronik bukan suatu penyakit yang terdiri sendiri, melainkan merupakan
gejala pada berbagai penyakit baik respiratorik maupun non respiratorik. Berbagai
etiologi/klasifikasi dikemukakan oleh para penulis yang sekaligus merupakan diagnosa
banding dari BKB, antara lain :
Fibrosis
Bronkikiektasis
Kollaps paru dengan infeksi sekunder
lain-lain kista dan kelainan bawaan yang terinfeksi, abses, pneumonia
inhalasi dan benda asing.
* Benda asing
* Tomur, kista atau kelenjer di mediasnitium atau paru
* Stenosis, kista atau hemangioma dari laring atau trakea
4. Tuberklosis
5. Batuk psikogen
6. Post nasal drip
Wahab dan Utomo mengemukakan bahwa untuk Indonesia apabila seorang dokter
berhadapan dengan pasien anak yang memperlihatkan gejala batuk yang cukup lama dan
menetap, maka sebaiknya dipikirkan kemungkinan tiga hal, yaitu batuk karena Tb primer,
batuk karena alergi dan batuk karena kelainan jantung bawaan.
Pemeriksaan radiologik
Foto torak umumnya dilakukan pada kasus dengan infeksi yang diragukan
etiologinya spesifik atau non spesifik, bronkiektasis dan proses paru yang lain yang
secara klinis belum jelas. Gambaran radiologik paru dapat berupa adanya massa,
konsolidasi, kista, kavista, kelainan kardiovaskuler dan lain-lain. Secara dapat dijumpai
perpadatan diffus ataubercak dengan atau tanpa daerah radiolusens.
Pemeriksaan radiologik tambahan lainnya seperti dipertimbangkan untuk
membantu menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan radiologik
Foto torak pada umumnya dilakukan pada kasus dengan infeksi yang diragukan
etiologinya spesifik atau non spesifik, bronkiektasis dan proses paru yang lain yang
secara klinis belum jelas. Gambaran radiologik paru dapat berupa adanya massa,
konsilidasi, kista, kavista, kelainan kardiovaskuler dan lain-lain. Secara umum dapat
dujumpai perpadatan diffus atau bercak dengan atau tanpa daerah radiolusens.
Pemeriksaan radiologik tambahan lainnya seperti pemeriksaan sinus paranalis,
perobahan tulang dan sebagainya perlu dipertimbangkan untuk membantu menegakkan
diagnosis.
Penanganan
Penanganan BKB umumnya terdiri atas terapi kausal, simtomatik dan rehabilitasi.
Bila didapatkan kelainan yang khas sebagai penyebab, misalnya pertusis, tuberculosis,
asma, bronkitis maka pengobatan langsung ditujukan pada kelainan yang didapat.
Pemberian antibiotika sebagai terapi kausalm hendaklah diberikan pada kasus-kasus yang
infeksi yang jelas sebagai factor penyebabnya.
Misalnya pada penderita pertusis dapat diberikan eritromisin dengan dosis 30-50
mg/kgbb/hari atau golongan ampisilan 50-100 mg/kgbb/hari. Pada tuberculosis diberikan
terapi spesifik.
4
1. Ekspektoran
2. Antitusif
3. Mukolitik
4. Antihistamin
5. bronkodilator
Fisioterapi
Fisioterapi merupakan suatupengibatan suportif. Pada penderita dimana terdapat
banyak sekret dalam saluran pernafasan maka drainage postural dan tepuk-tepuk dinding
Kepustakaan
4. Phelan, P.D.: landau. LI,; Olinsky A.: Respiratory IIIness in children. Second Edition,
59, 1982
5. Rahjoe,N.: Batuk kronik dan berulang pada anak. Batuk kronik, pennggulangan secara
rasionil, FK UI, Jakarta, 1985
6. Soedjak M.: Farmokologj obat-obat ekspectoran dan antitusif, MDK 6(6), 1987,361
7. Susanto I, matondang C,: Test kulit dan kadar IgE pada anak dengan batuk kronik.
Seminar /symposium batuk kronik dan berulang pada anak, 29-30 juni 1979 Jakarta
8. Wahab AS, Utomo: Batuk kronik pada anak MDK 6(11), 1987,640
9. Said, M.: Penatalaksanaan Sinobronkitis pada anak. Dalam pendidikan Berkala IKA
FK UI ke XVII, 1988.