Pembimbing :
dr. Hamsyu Kadriyan, Sp.THT-KL
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Epidemiologi
Berdasarkan data IARC (International Agency for Research on Cancer) tahun
2002 ditemukan sekitar 80,000 kasus baru KNF diseluruh dunia, dan sekitar
50,000 kasus meninggal dengan jumlah penduduk Cina sekitar 40%. Ditemukan
pula cukup banyak kasus pada penduduk local dari Asia Tenggara, Eskimo di
Artik dan penduduk di Afrika utara dan timur tengah.6
Tumor ini lebih sering ditemukan pada pria disbanding wanita dengan rasio
2-3:1 dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada
hubungannya dengan factor genetic, kebiasaan hidup, pekerjaan dan lain-lain.
Distribusi umur pasien dengan KNF berbeda-beda pada daerah dengan insiden
yang bervariasi. Pada daerah dengan insiden rendah insisden KNF meningkat
sesuia dengan meningkatnya umur, pada daerah dengan insiden tinggi KNF
meningkat setelah umur 30 tahun, puncaknya pada umur 40-59 tahun dan
menurun setelahnya.6
3
Nasofaring diperdarahi oleh cabang arteri karotis eksterna, yaitu faringeal
asenden dan desenden serta cabang faringeal arteri sfenopalatina. Darah vena dari
pembuluh darah balik faring pada permukaan luar dinding muskuler menuju
pleksus pterigoid dan vena jugularis interna. Daerah nasofaring dipersarafi oleh
saraf sensoris yang terdiri dari nervus glossofaringeus (N.IX) dan cabang maksila
dari saraf trigeminus (N.V2), yang menuju ke anterior nasofaring. Sistem limfatik
daerah nasofaring terdiri dari pembuluh getah bening yang saling menyilang
dibagian tengah dan menuju ke kelenjar Rouviere yang terletak pada bagian lateral
ruang retrofaring, selanjutnya menuju ke kelenjar limfa disepanjang vena jugularis
dan kelenjar limfa yang terletak dipermukaan superfisial.2
Batas-batas nasofaring:
Superior : basis cranii, diliputi oleh mukosa dan fascia
Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke
posterior, batas ini bersifat subyektif karena tergantung dari palatum
durum.
Anterior : koana, yang dipisahkan menjadi koana dekxtra dan sinistra
oleh os vomer
Posterior : vertebra ervicalis I dan II, fascia space, mukosa lanjutan
dari mukosa bagian atas
4
Lateral : mukosa lanjutandari mukosa di bagian superior dan
posterior, muara tuba Eustachii, Fossa Rosenmuller
2.3. Patofisiologi
KNF merupakan tumor ganas yang terjadi pada sel epitel di daerah nasofaring
yaitu pada daerah cekungan Rosenmuelleri dan tempat bermuara saluran
eustachii. Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan KNF, yaitu
Virus Epstein-Barr
EBV memulai infeksi pada limfosit B dengan cara berikatan dengan reseptor
virus, yaitu komponen komplemen C3d (CD21 atau CR2). Sel yang terinfeksi
oleh virus epstein-barr dapat menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu, sel
menjadi mati bila terinfeksi dengan virus epstein-barr dan virus mengadakan
replikasi, atau virus epstein- barr yang menginfeksi sel dapat mengakibatkan
kematian virus sehingga sel kembali menjadi normal atau dapat terjadi
transformasi sel yaitu interaksi antara sel dan virus sehingga mengakibatkan
terjadinya perubahan sifat sel sehingga terjadi transformasi sel menjadi ganas
sehingga terbentuk sel kanker. Gen EBV yang diekspresikan pada penderita
KNF adalah gen laten, yaitu EBERs, EBNA1, LMP1, LMP2A dan LMP2B.
Protein EBNA1 berperan dalam mempertahankan virus pada infeksi laten.8
5
Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetic, tetapi
kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat
tertentu relative menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi
menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengode enzim
sitokrom p450 2E1 (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap
karsinoma nasofaring. Sitokrom p450 2E1 bertanggung jawab atas aktivasi
metabolik yang terkait nitrosamine dan karsinogen.8
Faktor lingkungan
Sejumlah besar studi kasus yang dilakukan pada populasi yang berada di
berbagai daerah di asia dan america utara, telah dikonfirmasikan bahwa ikan
asin dan makanan lain yang awetkan mengandung sejumlah besar
nitrosodimethyamine (NDMA), N-nitrospurrolidene (NPYR) dan
nitrospiperidine (NPIP ) yang mungkin merupakan faktor karsinogenik
karsinoma nasofaring. Selain itu merokok dan perokok pasif yg terkena
paparan asap rokok yang mengandung formaldehide dan yang tepapar debu
kayu diakui faktor risiko karsinoma nasofaring dengan cara mengaktifkan
kembali infeksi dari EBV.8
6
Gangguan pendengaran hantaran
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia).
3. Eye sign :
Diplopia. Tumor merayap masuk foramen laseratum dan
menimbulkan gangguan N. IV dan N. VI. Bila terkena chiasma
opticus akan menimbulkan kebutaan.
4. Tumor sign :
Pembesaran kelenjar limfoid leher ini merupakan penyebaran atau
metastase dekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring.
5. Cranial sign
Gejala cranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan dirasakan pada
penderita. Gejala ini berupa :
Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan
metastase secara hematogen.
Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang.
Kesukaran pada waktu menelan
Afoni
Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai
N. IX, N. X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada
lidah, palatum, faling, laring, m sternocleidomastoideus,
m.trapezius.
2.5. Diagnosis
Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu karsinoma
nasofaring, protokol dibawah ini dapat membantu untuk menegakkan diagnosis
pasti serta stadium tumor :
1. Anamnesis / pemeriksaan fisik
Anamnesis berdasarkan keluhan yang dirasakn pasien (tanda dan gejala
KNF)
2. Biopsi nasofaring
7
Biopsi nasofaring dengan menggunakan nasoendoskopi kemudian diambil
bahan sediaan biopsi. Diagnosis pasti dari KNF ditentukan dengan
diagnosis klinik ditunjang dengan diagnosis histologik atau sitologik.
Diagnosis histologik atau sitologik dapat ditegakan bila dikirim suatu
material hasil biopsy cucian, hisapan (aspirasi), atau sikatan (brush),
biopsy dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulut.
Biopsi tumor nasofaring umunya dilakukan dengan anestesi topical dengan
xylocain 10%. Bila dengan cara anastesi lokal ini masih belum didapatkan
hasil yang memuaskan dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral
nasofaring dalam anastesi umum.9
3. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi pada kecurigaan KNF merupakan pemeriksaan
penunjang diagnostic yang penting.
Foto polos
Ada beberapa posisi dengan foto polos yang perlu dibuat dalam mencari
kemungkina adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu posisi lateral,
posisi basis cranii atau submentoverteks, tomogram laterah daerah
nasofaring, tomogram antero-posterior nasofaring.9
CT Scan
Keunggulan C.T. Scan dibandingkan dengan foto polos ialah
kemampuanya untuk membedakan bermacam-macam densitas pada
daerah nasofaring, baik itu pada jaringan lunak maupun perubahan-
perubahan pada tulang, gengan criteria tertentu dapat dinilai suatu
tumor nasofaring yang masih kecil. Selain itu dengan lebih akurat dapat
dinilai pakah sudah ada perluasan tumor ke jaringna sekitarnya, menilai
ada tidaknya destruksi tulang serta ada tidaknya penyebaran
intracranial.9
4. Pemeriksaan serologi.
Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan igA anti VCA
(capsid antigen) untuk infeksi virus E-B telah menunjukan kemajuan
dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. 9
8
2.6. Stadium
Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan antara UICC
(Union Internationale Contre Cancer) pada tahun 2010 adalah sebagai berikut9 :
T
T1 Tumor terbatas pada nasofaring, atau meluas ke orofaring dan atau cavum
nasi
T2 Tumor meluas ke parafaring
T3 Tumor menginvasi struktur tulang tengkorak dan/ sinus paranasal
T4 Tumor meluas ke intrakranial, dan/ terdapat keterlibatan saraf kranial, fossa
intratemporal, hipofaring, orbita, ruang mastikator
N
N1 Metastasis KGB unilateral, ukuran terbesar < 6 cm, di atas fossa
supraklavikula
N2 Metastasis KGB bilateral, ukuran terbesar 6 cm atau di atas fossa
supraklavikula
N3 Metastasis KGB bilateral, ukuran terbesar > 6 cm atau di atas fossa
supraklavikula
M
M0 Tidak ada metastase jauh
M1 Terdapat metastase jauh
9
Stadium IVa T4 N0/N1/N2 M0 Kemoterapi + Kemoradiasi
Stasium IVb Tiap T N3 M0
Stadium IVc Tiap T Tiap N M1
2.7. Penatalaksanaan
Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam
penatalaksanaan KNF. Modalitas utama untuk KNF adalah radioterapi
dengan atau tanpa kemoterapi. Radioterapi adalah metode pengobatan
penyakit maligna dengan menggunakan sinar peng-ion, bertujuan untuk
mematikan sel-sel tumor sebanyak mungkin dan memelihara jaringan
sehat disekitar tumor agar tidak menderita kerusakan terlalu berat.
Karsinoma nasofaring bersifat radioresponsif sehingga radioterapi tetap
merupakan terapi terpenting. Jumlah radiasi untuk keberhasilan melakukan
radioterapi adalah 5.000 sampai 7.000 cGy.10
Kemoterapi
Secara definisi kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat
menghambat pertumbuhan kanker atau bahkan membunuh sel kanker.
Obat-obat anti kanker dapat digunakan sebagian terapi tunggal (active
single agents), tetapi pada umumnya berupa kombinasi karena dapat lebih
meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel sel
yang resisten terhadap salah satu obat mungkin sensitive terhadap obat
lainnya. Dosis obat sitostatika dapat dikurangi sehingga efek samping
menurun. Beberapa regimen kemoterapi yang antara lain cisplatin, 5-
Fluorouracil , methotrexate, paclitaxel dan docetaxel. Tujuan kemoterapi
untuk menyembuhkan pasien dari penyakit tumor ganas. Kemoterapi bisa
digunakan untuk mengatasi tumor secara lokal dan juga untuk mengatasi
sel tumor apabila ada metastasis jauh.10
10
Operasi
Tindakan operasi pada penderita KNF berupa diseksi leher radikal dan
nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih terdapat sisa kelenjar
paska radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa
tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan melalui
pemeriksaan radiologi. Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif
yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada
nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain.10
Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari KNF adalah EBV,
maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi.10
11
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas
Nama pasien : Tn.AB
Umur : 49 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Sekotong
No. Rekam Medis : 134695
Tanggal Pemeriksaan : 26 Januari 2017
3.2. Subyektif
Keluhan utama : benjolan di leher kiri
RPS :
Pasien datang ke poli THT RSUP NTB mengeluhkan adanya benjolan di
leher sebelah kiri sejak 1 tahun yang lalu. Pasien mengeluhkan awalnya
benjolan tidak dirasakan, namun lama kelamaan menjadi besar. Pasien tidak
merasakan nyeri pada benjolan tersebut. Pasien juga sebelumnya ada riwayat
mimisan. Pasien mengaku hidung sering terasa. Pasien juga sering pilek dan
batuk. Selain itu telinga kiri terasa nyeri dan sering berdenging. Pasien
mengaku selama 1 tahun belakangan ini semakin tampak kurus. Pasien juga
mengeluhkan adanya nyeri kepala yang dirasakan hilang timbul. Keluhan
suara serak, nyeri menelan, dan penglihatan dobel disangkal oleh pasien.
Makan dan minum normal. BAK dan BAB dalam batas normal.
RPD : riwayat keluar cairan dari telinga (-), riwayat HT (-), riwayat DM (-),
riwayat asma (-), riwayat penyakit ginjal (-).
RPK : keluhan serupa (-),riwayat HT (-), riwayat DM (-), riwayat asma (-),
riwayat kanker (-)
12
RPO : Pasien selama ini tidak pernah berobat ke dokter, pasien hanya sekali
ke puskesmas dan langsung dirujuk ke RSUP.
Riwayat Alergi : Alergi obat (-), alergi makanan (-)
Riwayat Sosial : Pasien berasal dari daerah sekotong Lombok Barat yang
merupakan daerah pertambangan emas. Pasien juga mengaku dulu adalah
seorang perokok berat.
3.3. Obyektif
Status Generalis
Keadaan umum: Baik
Kesadaran: Compos Mentis
Tanda vital:
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Temperatur : 36,8 oC
Status Lokalis
Pemeriksaan Telinga
Pemeriksaan Telinga kanan Telinga kiri
Telinga
Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)
Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam batas Bentuk dan ukuran dalam batas
normal, hematoma (-), nyeri normal, hematoma (-), nyeri
tarik aurikula (-) tarik aurikula (-)
Liang telinga Serumen (-), hiperemis (-), Serumen (-), hiperemis (-),
furunkel (-), edema (-), otorhea furunkel (-), edema (-), otorhea
(-) (-)
13
Membran timpani Retraksi (-), bulging (-), Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi (-), edema (-), hiperemi (-), edema (-),
perforasi (-),cone of light (+) perforasi (-),cone of light (+)
Pemeriksaan hidung
14
Pemeriksaan tenggorok
Bibir & mulut Mukosa bibir & mulut basah, berwarna merah muda (N)
Geligi Karies (+), lubang (-),
Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)
Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)
Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)
Faring Mukosa hiperemi (-)
Tonsila palatina Kanan: T1, Hiperemi (-), detritus (-), kripte melebar (-)
Kiri: T1, Hiperemi (-), detritus (-), kripte melebar (-)
Pemeriksaan Leher
Pemeriksaan mata:
- Gerak bola mata baik ke segala arah ODS
- Tidak terdapat diplopia binokuler pada gerak bola mata ke seluruh arah
atau saat konvergensi
15
3.4. Assessment
Limfadenopati coli sinistra e.c susp. Tumor nasofaring DD/ Limfoma
maligna
3.5. Planning
Diagnostik :
- Cek darah lengkap
- Cek PTT, APTT
- Cek LFT & RFT
- CT Scan Kepala
- Pro Nasoendoskopi + Biopsi
- Foto thoraks
- USG Hepar
- Bone scintigraphy by 99 Tc-diphosphonate
Terapi :
- Asam mefenamat 500 mg 3x1
- Demacolin tab 3x1
KIE :
- KIE mengenai penyakit dan kemungkinan diagnosis pada pasien
- KIE pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis
- KIE prognosis pada pasien dan rencani terapi yang akan diberikan
- KIE untuk kemungkinan pasien dirujuk ke center yang lebih lengkap
untuk diagnosis dan terapi definitifnya
3.6. Prognosis
Dubia ad Malam
16
INTERPRETASI
17
FNAB KGB coli sx malignancy, sesuai dengan metastasis
skuamous sel karsinoma
Nasoendoskopi + biopsi - Tampak massa pada cavum nasi posterior
Nasofaring sinistra
- Hasil biopsi belum keluar
Assesment
Limfadenopati coli sinixtra e.c susp. Karsinoma Nasofaring T2N1MX
Planning
Pro Kemoradiasi
18
BAB IV
PEMBAHASAN
19
Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen
pengode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan
terhadap karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan sebagian besar
karsinoma nasofaring.8
CT-Scan dan biopsi dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Pada pasien ini
hasil CT-Scan menunjukkan adanya massa nasofaring yang telah meluas ke
cavum nasi sinistra. Terdapat pula pelebaran KGB coli sinistra. Berdasarkan hasil
tersebut, stadium karsinoma nasofaring pada pasien ini adalah T2/N1/MX yang
diklasifikasikan sebagai stadium II. Namun, Pada pasien ini perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang lai untuk melihat metastasis jauh agar dapat ditatalaksana
sesuai stadiumnya bila telah terjadi metastasis jauh ke. Biopsi nasofaring
dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti karsinoma nasofaring. Biopsi
nasofaring pada pasien ini didapatkan hasil tidak tampak suatu keganasan.
Kemudian dilakukan aspirasi jarum halus pada pembesaran KGB coli sinistra
tersebut dan didapatkan hasil tampak suatu keganasan yang sesuai dengan
metastasis squamous cell carsinoma. Oleh karena itu, pada pasien ini diputuskan
untuk dilakukan biopsi ulang. Pada saat biopsi ulang, saat melakukan
nasoendoskopi pada cavum nasi sinistra didapatkan adanya suatu massa putih tak
bertangkai di cavum nasi sinistra. Hasil negatif keganasan pada biopsi
sebelumnya kemungkinan disebabkan karena kurangnya bahan sediaan biopsi dan
lokasi pengambilan sediaan yang kurang tepat..
Terapi definitif terhadap karsinoma nasofaring baru dapat dimulai bila
diagnosis pasti sudah ditegakkan. Jika diagnosa karsinoma nasofaring pada pasien
ini telah tepat, maka stadium yang mungkin pada pasien ini adalah stadium II.
Terapi definitif yang direncanakan pada pasien ini adalah kemoradiasi. Untuk
sementara terapi yang diberikan adalah terapi simtomatik berupa analgetik untuk
mengurangi nyeri dan demacolin untuk mengurangi hidung tersumbat.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Munir M. Keganasan di bidang telinga hidung tenggorok. Dalam: Buku ajar ilmu
kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher, edisis ke-6. 2007. Jakarta:Balai
Penerbit FKUI.
2. Ma J, Liu L, Tang L, Zong J, Lin A, Lu T, et al. Retropharyngeal lymphnode
metastasis in NPC: prognostic value and staging categories. Clin cancer Res.
2007; 13(5).
3. World Health Organization. 2005. World Health Organization Classification
Head and Neck Tumours. Lyon: IARC Press. Available at:
www.iarc.fr/IARCPress/pdfs/index1.php
4. Adham M & Rozein A.. Karsinoma Nasofaring, dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Keenam. 2007.
Jakarta: FKUI. Hal:182-187
5. Tang L, Li I, Mao Y, Liu L, Liang S, Chen Y, et al. Retropharyngeal lymphnode
metastasis in NPC detected by MRI: prognositic value and staging categories.
Pubmed result Cancer; 2008.
6. Lu JJ, Cooper JS, M Lee Anne WM. The epidemiologi of Nasopharigeal
Carcinoma In : Nasopharyngeal Cancer. 2010.Berlin : Springer.
7. Adams, George L. 1997. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Rongga Mulut,
Faring, Esofagus, dan Leher. Dalam BIOES Buku Ajar Penyakit THT Edisi
Keenam. Jakarta: EGC.
8. Wolden SL.. Cancer of Nasopharynx, dalam buku Atlas of Clinical Oncology:
Cancer of the Head and Neck. 2001. London: BC Decker inc.
9. Chan ATC, Gregoire V, Lefebvre JL, Licitra L, Hui EP, Leung SF, dkk,. Clinical
Nasopharyngeal Cancer : EHNS-ESMO-ESTRO Clinical Practice Guideline for
Diagnosis, Treatment, and Follow-up. Annels of Oncology. 2012; 23(7):83-85
10. Asroel H. Penatalaksanaan radioterapi pada karsinoma nasofaring. Referat. 2002.
Medan: FK USU.
21
22