SINUSITIS
Disusun oleh:
2012730145
Pembimbing:
0
BAB I
Laporan Kasus
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. Y
Usia : 32 tahun
Alamat : Buaran
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Agama : Islam
Status : Menikah
B. Anamnesis
Keluhan Utama
Hidung kanan tersumbat sejak 4 bulan yang lalu
Keluhan Tambahan
Keluar cairan dari hidung
Sakit Kepala
Nyeri di pipi (kadang-kadang)
1
Pasien mengalami sakit gigi sebelah kanan atas 5 bulan yang lalu karena gigi
pasien yang bolong.
Riwayat Penyakit Keluarga
Dikeluarga tidak ada yang mengalami keluhan seperti ini.
Riwayat Pengobatan
Belum pernah mengobati keluhan yang dirasakan saat ini.
Riwayat Alergi
Pasien kerap bersin jika ada debu
Alergi obat disangkal
Alergi makanan disangkal
Riwayat Psikososial
Merokok (-)
Alkohol (-)
Pasien tidak pernah menggunakan masker
Lingkungan sekitar rumah berdebu dan berasap (-)
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
Tanda vital
Nadi : 86x/menit, kuat, reguler.
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : Tidak diperiksa
TD : Tidak diperiksa
Status Generalis
Kepala : normocephal
Mata : sklera ikterik (-/-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), pucat (-)
Thorax : simetris, retraksi (-/-), massa (-/-), scar (-/-)
2
Abdomen: cembung (-), massa (-), scar ()
Ekstremitas: udem (-/-)
Kulit : scar (-)
Status Lokalis Hidung & Sinus Paranasal
+ Sekret +
SINUS PARANASAL
Inspeksi : pembengkakan pada wajah (-), tanda peradangan pada wajah (-)
Palpasi : nyeri tekan pipi (+), dahi (-), sudut medial mata (-)
Perkusi : nyeri ketuk pipi (-), dahi (-)
Transiluminasi: tidak dapat dilakukan
Uji penciuman tidak dilakukan
3
Status Lokalis Tenggorok
Tonsil
Tenang Mukosa Tenang
T1 Besar T1
- Detritus -
- Perlengketan -
Faring
D. Resume
Laki-laki usia 32 tahun datang dengan keluhan hidung kanan terasa tersumbat sejak 4 bulan
SMRS. Keluhan hidung tersumbat ini awalnya dirasakan muncul perlahan yang semakin
lama keluhan tersebut semakin bertambah berat hingga pasien merasa sulit bernapas. Selain
tersumbat, hidung pasien juga mengeluarkan cairan berwarna kuning kehijauan dan agak bau.
4
Cairan ini juga kadang-kadang terasa seperti tertelan. Pasien juga mengeluh nyeri kepala dan
kadang nyeri di pipi terutama saat pasien menunduk atau saat sujud.
Riwayat sakit gigi sebelah kanan atas 5 bulan yang lalu karena gigi pasien yang bolong.
Alergi debu (+)
PF: Rhinoskopi anterior: Mukosa hiperemis (+/-), Sekret (+/+), meatus media udem (+/+),
Septum deviasi dextra
Sinus paranasal: nyeri tekan pipi (+), Orofaring: Karies gigi pada molar 2 kanan atas
E. Diagnosis
Sinusitis maksila dextra
F. Rencana Pemeriksaan
Nasoendoskopi
Foto Rontgen Kepala
CT-Scan Kepala
G. Penatalaksanaan
Simtomatik
Analgetik (Asam Mefenamat 500 mg 3-4x/hari)
Dekongestan (HCl Peseudofedrin 0,25-1 mg /kgBB/hari 3x/hari)
Antbiotik
(Amoxicillin 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10-14 hari)
H. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
5
BAB II
Tinjauan Pustaka
Sinusitis
A. Anatomi Sinus
a. Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus maksila disebut
juga antrum Highmore. Saat lahir, sinus maksila bervolume 6-8 ml. Sinus ini
kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu
15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus adalah
permukaan fasial os maksila yang disebut fossa canina, dinding posteriornya adalah
permukaan infratemporal maksila, dinding medialnya adalah dinding lateral rongga
hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita, dan dinding inferiornya adalah
prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior
dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum
etmoid dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah:
a. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas yaitu
premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), dan kadang-kadang juga gigi
taring dan gigi M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam
sinus sehingga infeksi gigi rahang atas mudah naik ke atas menyebabkan
sinusitis.
b. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.
c. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase
hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drainase juga harus melalui
infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid
anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat
menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.
b. Sinus Frontal
Terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke 4 fetus, berasal dari sel-sel
resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Ukuran sinus frontal adalah 2,8
cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-
6
sekat dan tepi sinus berlekuk-leku. Berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di
resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.
c. Sinus Etmoid
Bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya dibagian posterior.
Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm di
bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior.
Bagian depan sinus etmoid anterior ada bagian sempit disebut resesus frontal
yang berhubungan dengan sinus frontal. Daerah etmoid anterior terdapat suatu
penyempitan yang disebut infundibulum, bermuara di ostium sinus maksila. Atap sinus
etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamia kribosa. Dinding lateral
sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari
rongga orbita. Bagian belakang sius etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.
d. Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.
Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya
adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi
dari 5-7.5 ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os
sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa superior serebri media dan
kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan
sinus kavernosus dan arteri karotis interna dan di sebelah posteriornya berbatasan
dengan fosa serebri posterior di daerah pons.
7
e. Kompleks ostio-meatal
Pada sepertiga tengah dnding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada
muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah
rumit ini dan sempit, dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari
infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis,
bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.
8
Membantu produksi mucus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan
dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang
turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius.
D. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens
dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga
9
mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap
kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa
yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan
juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam
rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus.
Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis
non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang
tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi
bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang
membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan
terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan
perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.
10
Halitosis
Gejala Sistemik:
Demam
Lesu
F. Diagnosa
Ditegakkan berdasarkan:
Anamnesis yang didapatkan dari gejala klinis baik mayor ataupun minor. Jika 2 atau
lebih dari gejala mayor ini ada atau 1 gejala utama disertai dengan 2 atau lebih gejala
minor.
Pemeriksaan Fisik
Rhinoskopi anterior & posterior (mukosa hiperemis & edema terutama di
daerah kantus medius pada anak-anak)+ Nasoendoskopi (tanda khas berupa
pus di meatus media (pada sinusitis maksila, etmoid anterior dan frontal) / di
meatus superior (pada sinusitis etmoid posterior & sfenoid)
11
Pemeriksaan Penunjang
Foto Polos posisi Waters, PA, Lateral hanya mampu menilai kondisi sinus-
sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat
perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.
Ga
mbar 5. CT Scan Sinusitis
12
G. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:
Mempercepat penyembuhan
Mencegah komplikasi
Mencegah perubahan menjadi kronik.
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan ventilasi
sinus-sinus pulih secara alami.
Sinusitis akut: Dekongestan oral / topical + antibiotik (golongan penisilin atau
sefalosporin generasi ke-2) selama 10-14 hari
Sinusitis kronik: antibiotik yang sesuai untuk kuman gram negatif dan anaerob
Selain diatas juga dapat diberikan analgetik, mukolitik, steroid oral/topical,
pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi). Untuk alergi berat
sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2.
13
Gambar 7. Manajemen Penatalaksanaan Sinusitis Kronik di Primary Care
Tindakan Operasi
Operasi berupa sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS). Menggantikan semua jenis bedah
sinus terdahulu karena memberiksa hasil yang lebih memuaskan dan tidak radikal.
Indikasi:
Sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat
Sinusitis kronik + kista/kelainan reversibel
Polip ekstensif
Terdapat komplikasi sinusitis
Sinusitis jamur
H. Komplikasi
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotika.
Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan
eksaserbasi akut. Komplikasi yang dapat terjadi adalah:
1. Komplikasi Orbita
14
Komplikasi ini dapat terjadi karena letak sinus paranasal yang berdekatan
dengan mata (orbita). Sinusitis etmoidalis merupakan penyebab komplikasi orbita
yang tersering kemudian sinusitis maksilaris dan frontalis. Terdapat lima tahapan
terjadinya komplikasi orbita ini.
a. Edema palpebra
b. Selulitis orbita
c. Abses subperiosteal
d. Abses orbita
e. Trombosis sinus kavernosus
2. Komplikasi Intrakranial
Komplikasi ini dapat berupa meningitis, abses epidural, abses subdural, abses
otak.
4. Kelainan Paru
Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelaian paru ini disebut
sinobronkitis. Sinusitis dapat menyebabkan bronchitis kronis dan bronkiektasis.
Selain itu juga dapat timbul asma bronkhial.
15
Daftar Pustaka
1. Probest R. History and Clinical Examination of the Nose. In: Probest R. Basic
Otorhinolaryngoloyg. Georg Thieme Verlag Stuttgart, New York, 2006 : 16-18.
2. Soepardi Arsyad ,dkk. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Hidung, Telinga,
Tenggorokan, Kepala dan Leher: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
3. Nanci, Antonio. 2008. Ten Cates Oral Histology 8th Edition. Missouri, USA: Elsevier
Health Sciences.
4. Ash, Nelson. 2009. Wheeler's Dental Anatomy, Physiology and Occlusion Ninth
Edition. Missouri, USA: Saunders Elsevier.
5. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher.
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Edisi 6. 2007
6. Fokkens Wj, Lund VJ, Mullol J, Bachert C, et al. European Position Paper on
Rhinosinusitis and Nasal Polyps. Chapter Classification and Definition of
Rhinosinusitis. Rhinology. 2012. P: 5-8.
7. Fokkens Wj, Lund VJ, Mullol J, Bachert C, et al. European Position Paper on
Rhinosinusitis and Nasal Polyps. Chapter Management, Reason for Failure of medical
and Surgical Therapy in Chronic Rhinosinusitis. Rhinology. 2012. P: 147, 178.
16