I. DESKRIPSI SINGKAT
Pengurangan stigma dan diskriminasi dalam rangka pengendalian HIV AIDS dan IMS di
fasyankes merupakan salah satu bentuk upaya menuju tercapainya tujuan Three zeroes.
Karena itu penting bagi petugas kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes)
dapat melayani tanpa stigma dan diskriminasi.
Kegiatan tersebut haruslah merupakan kegiatan yang terencana dan dilakukan secara
berkesinambungan, melalui berbagai kegiatan rutin yang sudah ada di fasyankes. Upaya
pengurangan stigma dan diskriminasi di fasyankes disusun dalam suatu rencana yang
tertata dan terarah sesuai dengan hasil identifikasi dan analisis, serta dilaksanakan dengan
sepenuh hati.
Modul ini akan membahas tentang: SOGIEB (Pengertian SOGIEB; Hubungan seksualitas
terkait IMS, HIV dan AIDS; pemahaman tentang SOGIEB dalam menghadapi pasien),
Pemahaman stigma dan diskriminasi serta analisis stigma dan diskriminasi di lingkungan
fasyankes.
1
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi, peserta mampu:
1. Menjelaskan tentang Seksualitas, Orientasi Seksual, Identitas dan Ekspresi
Gender serta otoritas atas tubuh (SOGIEB)
2. Menjelaskan tentang Stigma dan Diskriminasi
3. Menjelaskan cara melakukan analisis stigma dan diskriminasi
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Sampaikan topik materi yang
akan dibahas.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan dibahas,
dengan menggunakan bahan tayang.
1. Fasilitator memulai dengan menanyakan kepada peserta siapa yang merasa diri laki-laki
dan apa alasannya, kemudian menanyakan siapa yang merasa diri perempuan dan apa
alasannya. Kemudian tanyakan kepada peserta lainnya. Fasilitator memandu diskusi
singkat, dan mencatat poin-poin penting.
2. Fasilitator melanjutkan dengan meminta peserta melakukan curah pendapat dalam
kelompok untuk menggali pengetahuan peserta tentang SOGIEB. Kepada setiap
kelompok dibagikan metaplan yang telah diberi tulisan berkaitan dengan istilah:
bencong; transeksual, gay, LSL, gender; waria, transgender, banci. Kelompok diminta
menuliskan hasilnya pada kertas flipchart. Fasilitator memandu peserta untuk
membacakan hasilnya.
3. Fasilitator menanyakan pandangan/persepsi peserta tentang keberadaan komunitas
Gay, Waria dan LSL lainnya (GWL). Tuliskan poin penyampaian peserta pada kertas
flipchart.
4. Fasilitator melanjutkan dengan menyampaikan paparan materi, dengan
menggunakan bahan tayang. Kaitkan dengan hasil kelompok agar merasa dihargai.
5. Setelah seluruh presentasi selesai, atau selama presentasi fasilitator memberi
kesempatan peserta untuk tanya jawab .
6. Fasilitator menyampaikan bahwa selanjutnya akan membahas tentang bagaimana
hubungan seksualitas terkait IMS HIV dan AIDS. Kemudian melakukan curah
2
pendapat, mengapa hal tersebut penting? Tuliskan poin-poin penyampaian dari peserta
pada kertas flipchart.
7. Fasilitator menyampaikan paparan materi tersebut, meliputi: . Hubungan
seksualitas dengan IMS dan HIV AIDS dan Hubungan pilihan seksualitas dengan
kesehatan seksualitas. Paparan dengan menggunakan bahan tayang.Kaitkan dengan
pendapat peserta agar merasa dihargai, dan disadari apabila ada kekeliruan persepsi.
8. Setelah seluruh presentasi selesai, atau selama presentasi fasilitator memberi
kesempatan peserta untuk tanya jawab .
9. Pada akhir sesi ini menyampaikan rangkuman singkat tentang hal-hal penting dari
sub pokok 1.
1. Tanyakan apakah peserta mengetahui tentang cara menganalisis stigma dan diskrimi
nasi di fasyankes atau di lingkungan pekerjaan peserta? Tanyakan apakah ada diantara
peserta yang sudah pernah melakukannya? Bagaimana caranya? Tuliskan poin-poin
pengalaman peserta pada kertas flipchart.
2. Fasilitator menjelaskan tentang cara melakukan analisis stigma dan diskriminasi , de
ngan menggunakan bahan tayang. Kaitkan dengan pendapat peserta agar merasa
dihargai.
3. Apabila memungkinkan fasilitator dapat menayangkan video tentang stigma dan
diskriminasi yang terjadi pada kehidupan sehari-hari di fasyankes atau di tempat lainnya.
Mintalah pendapat peserta. Apakah tayangan tersebut mempengaruhi
3
perasaan/pendapat peserta tentang stigma dan diskriminasi kepada pasien atau
populasi kunci?
4. Menyampaikan rangkuman singkat pokok bahasan 3..
4
V. URAIAN MATERI
1. Seksualitas
Untuk memahami seksualitas kita harus memahami pengertian seks.
Pengertian seks
Seks adalah alat kelamin, mengacu pada sifat-sifat biologis yang secara kasat mata
berbentuk fisik yang mendefinisikan manusia sebagai perempuan atau laki-laki.
Istilah seks seringkali diartikan sebagai kegiatan seksual tetapi dalam konteks
perbincangan tentang seksualitas seks diartikan sebagai jenis kelamin.
Penggolongan jenis kelamin:
a. Laki-laki.
b. Perempuan.
c. Interseks (seseorang memiliki karakteristik jenis kelamin laki-laki dan perempuan).
Sebelum abad 20 jenis kelamin seseorang hanya ditentukan dari penampilan alat
kelaminnya, tetapi sejalan dengan pemahaman orang akan kromosom dan gen, maka
kromosom dan gen digunakan untuk membantu menentukan jenis kelamin seseorang.
Mereka yang digolongkan sebagai perempuan mempunyai kelamin perempuan dan
kromosom XX, sedangkan mereka yang dimasukkan ke dalam kategori laki-laki
mempunyai alat kelamin laki-laki serta kromosom X dan Y.Mereka yang memiliki gabungan
kromosom, hormon dan alat kelamin laki-laki dan perempuan (secara kovensional) tidak
dapat dikategorikan ke dalam jenis kelamin laki-laki atau perempuan.Kecanggihan
teknologi saat ini bisa mengetahui bahwa ada manusia berkromosom XXY yang dikenal
dengan jenis kelamin interseks.Penelitian terbaru di Amerika mengatakan bahwa ada satu
diantara ratusan individual mempunyai karakteristik interseks. Bukan berarti bahwa kedua
alat kelaminnya akan bisa digunakan.
Individu yang transeksual, yaitu mereka yang menjalani operasi untuk mengubah
karakteristik kelamin baik primer maupun sekunder.Biasanya operasi dilakukan untuk
mengubah bentuk penis, testikel atau membentuk vagina dan payudara.Menurut catatan
yang ada, pernah dilakukan operasi pengubahan alat kelamin pada bayi yang mempunyai
alat kelamin ganda. Saat ini banyak praktisi medis yang menentang prosedur semacam ini
untuk berbagai alasan, diantaranya masalah etika, siapa sesungguhnya yang mempunyai
hak untuk menentukan tubuhnya apakah dirinya sendiri atau pihak ketiga, misalnya orang
tua, ahli bedah, sejumlah pakar di bidang hormon dan sebagainya.
5
Dengan kata lain: Seks adalah karakteristik biologis, anatomis seperti jantan/male (penis,
testis) dan betina/female (vagina, payudara) dan berhubungan dengan fisiologis
(menstruasi dan spermatogenesis) dan secara genetis (XX dan XY).
Pengertian seksualitas
Pengertian seksualitas tidak bisa begitu saja diwakili oleh sebuah kalimat yang bisa
langsung menjelaskan tentang makna dari seksualitas tersebut. Berikut ini bisa membantu
kita memaknai seksualitas:
a. Salah satu aspek dalam kehidupan manusia sepanjang hidupnya yang berkaitan
dengan alat kelaminnya. Seksualitas dialami dan diungkapkan dalam pikiran,
khayalan, gairah, kepercayaan, sikap, nilai, perilaku, perbuatan, peran dan hubungan.
b. Seksualitas lebih dari sekedar perbuatan seksual atau siapa melakukan apa dengan
siapa.
c. Seksualitas merupakan salah satu bagian dari kehidupan seseorang, bukan
keseluruhannya.
2. Orientasi Seksual
Pengertian Orientasi Seksual
Orientasi seksual adalah ketertarikan secara seksual dan emosional terhadap jenis kelamin
tertentu.Disebutkan bahwa ketertarikan yang ada adalah kombinasi antara ketertarikan
secara emosional dan ketertarikan secara seksual secara bersamaan yang dimiliki oleh
seseorang.
6
Orang sering mempertanyakan ciri-ciri khusus yang mencerminkan orientasi seksual
seseorang.Berbagai penelitian dilakukan dan kesimpulannya adalah tidak ada ciri-ciri
tertentu untuk menandai orientasi seksual.Kita tidak bisa menebak orientasi seksual
seseorang hanya dengan melihat penampilannya saja.Pria yang gagah dan macho bisa
saja homo atau gay, sebaliknya wanita yang feminin bisa saja lesbian. Dengan kata lain,
pria yang lemah lembut belum tentu gay dan wanita tomboy juga belum tentu lesbian.
Intinya adalah bahwa orientasi seksual tidak bisa dilihat hanya dari ciri atau penampilan
fisik saja.
Mengapa seseorang bisa menjadi gay atau menjadi lesbian atau waria?Sebenarnya
banyak teori ataupun pendapat yang berkembang dan sampai saat inipun masih menjadi
perdebatan.Tidak seorangpun yang benar-benar tahu mengapa seseorang menjadi
homoseksual atau biseksual.Perdebatan tentang penentu orientasi seksual seseorang bisa
amat panjang.Sejumlah teori menyebutkan kondisi biologis yang menentukan. Teori lain
menyatakan lingkungan atau pengalaman waktu kecil yang memegang peranan penting.
Walau begitu, kebanyakan ahli percaya bahwa orientasi seksual seseorang sebenarnya
telah ditentukan sejak kecil.Dalam kehidupan selanjutnya ia bisa memilih apakah akan
menjalani sesuai orientasi seksual atau tuntutan lingkungan.
Dengan kata lain: Orientasi seksual adalah keadaan ketertarikan secara romantis dan
erotis kepada siapa seseorang ingin melakukan hubungan ekspressi secara seksual
(heteroseks, homoseks , biseksual dan selibat).
3. Gender (jender)
Secara sederhana gender bisa dimaknai sebagai berikut: peranan, perilaku dan kegiatan
yang dikonstruksikan secara sosial, yang dianggap oleh masyarakat sesuai untuk laki-laki
atau perempuan.
Penggolongan jender :
a. Maskulin : karakter yang macho.
b. Feminin : karakter yang lemah lembut.
c. Androgini : karakter terletak diantara feminin dan maskulin.
Catatan : Saat ini belum ada terminologi yang disepakati bersama untuk menjelaskan
gender ketiga ini, androgini, apakah gabungan keduanya atau tidak ada gender disebabkan
setiap orang merasa harus mengidentifikasikan dirinya dengan salah satu dari kategori
yang ada yaitu feminin atau maskulin. Meskipun ada banyak orang yang merasa bahwa
mereka memiliki aspek feminin dan maskulin di dalam dirinya danbeberapa mereka yang
merasa tidak nyaman dengan keadaan ini akan mempresentasikan dirinya secara
berlebihan sesuai dengan identitas gender tertentu, misalnya berlaku secara ekstrim
feminin atau ekstrim maskulin.
Dengan kata lain: Gender adalah peran atau fungsi seseorang: maskulin, feminin dan
androgin. Tercipta berdasarkan pendapat dari masyarakat yang dapat berubah sesuai
jaman. Contoh: memasak identik dengan peran seorang perempuan yang feminin.
Keadaan saat ini peran memasak tidak didominasi lagi oleh perempuan sehingga pria
7
yang menyukai memasak dikatakan peran/ gendernya feminin tanpa meninggalkan jenis
kelaminnya yang pria.
Pengertian
8
Pengertian Identitas Seksual
Identitas seksual adalah bagaimana seseorang mendefinisikan dan memperkenalkan
dirinya di masyarakat mengacu pada orientasi seksual tertentu.
Umumnya, kita cenderung berpikir bahwa ada batas yang pasti antara homoseksualitas
dan heteroseksualitas. Kalau seseorang mengaku bahwa dia homoseksual, kita percaya
bahwa dia tidak akan tertarik pada lawan jenisnya. Namun, sebetulnya orientasi seksual
bukanlah dikotomi seperti utara-selatan atau hitam-putih.Memang ada orang yang seratus
persen homoseksual, begitu juga ada orang yang seratus persen heteroseksual.Orang-
orang tersebut mewakili sisi-sisi paling berlawanan dari spektrum orientasi seksual.Ada
pula individu yang berada di antara kedua ujung spektrum tersebut, yang orientasi dan
pengalamannya bercampur dan bisa berubah seiring waktu, sehingga orientasi seksual
tidak dapat ditentukan pada satu waktu tertentu, tetapi mesti mengamati polanya sepanjang
hidup.
Dari hasil analisis pada subjek orang Amerika, seksolog Alfred Kinsey merumuskan suatu
kontinum orientasi seksual yang terdiri dari tujuh titik sebagai berikut :
0 1 2 3 4 5 6
Menurut penelitian, ada variasi pola di mana pria dan wanita berkedudukan dalam
skala Kinsey di atas. Pria, baik homoseksual maupun heteroseksual, cenderung
berada di ujung skala (lebih eksklusif), sedangkan wanita juga berada di ujung skala,
tapi kemungkinan untuk berada di antara kategori 2 sampai 5 lebih besar pada pria.
Skala di atas dapat membantu orang untuk dapat memahami orientasi seksualnya
dan tidak bingung atau panik jika sesekali bergeser dari orientasi yang dominan,
sebab orientasi seksual memang tidak kaku terkotak-kotak.Jika anda seorang
heteroseksual dan suatu kali terbayang fantasi homoseksual, misalnya, ini tidak
9
secara otomatis menjadikan anda seorang homoseksual, melainkan menunjukkan
bahwa anda bukan heteroseksual murni seperti yang dikira sebelumnya.
Sebuah pertanyaan yang kerap muncul ketika kita membicarakan perihal orientasi
seksual ini adalah, bagaimana kita bisa tahu orientasi seksual seseorang?Terutama
tentang apakah seseorang itu gay maupun lesbian.Karena banyak orang yang
mengaku bahwa dia adalah heteroseksual, tapi sering diketahui, secara tidak sengaja
atau tersembunyi bahwa dia adalah homoseksual, mungkin dia merasa malu maka
dia mengaku heteroseksual.Dari mana kita mengetahui bahwa dia adalah seorang
gay ataupun lesbian?
Kecuali orang yang bersangkutan terang-terangan menyatakan dirinya.Barangkali
kalau orang itu konsultasi ke psikolog maka dapat diperkirakan di titik mana
keberadaannya dalam kontinum.
Homoseksualitas belakangan ini tampaknya sudah bukan merupakan isu yang tabu
dibicarakan secara terbuka. Namun, saat ini masih ada orang yang homofobia.
Homofobia berasal dari kata homos (sama) dan phobos (takut) yaitu ketakutan
atau kebencian pada homoseksual dan homoseksualitas. Fenomena ini akan
langgeng selama belum ada toleransi akan perbedaan orientasi seksual di antara
manusia.
Istilah homofobia yang dicetuskan oleh psikolog klinis George Weinberg pertama kali
digunakan di majalah Times tahun 1969. Dalam prakteknya, homofobia
dimanifestasikan antara lain dalam perasaan lain, seperti menghindar,
ketidaksetujuan, diskriminasi, penghinaan atau pencelaan kaum homoseksual, gaya
hidup mereka, perilaku seks mereka, atau kulturnya dan sering dipakai untuk
menekankan fanatisme. Penentangan terhadap seks sesama jenis dalam bidang
politik, agama atau moral juga sering dilabel sebagai homofobia. Homofobia
bergerak dari sikap dan perilaku seperti menghindari menyebutkan keterlibatan
teman dengan organisasi homoseksual dan merasa jijik jika melihat tindakan afeksi
antar pria atau wanita homoseksual di depan umum. Manifestasi buruknya adalah
pemukulan atau pembunuhan pada kaum homoseksual.
10
b. Oral seks : lebih dari 90 % gay melakukan oral seks setiap berhubungan seks ,
lebih sering dilakukan dibandingkan dengan anal seks. Hal yang sering terjadi
adalah gangguan pada otot pengunyah gagging dan juga bila oral seks
dilakukan dalam keadaan terpaksa dimana bisa terjadi trauma gigi, lidah dan
tenggorokan, serta kemungkinan terinfeksi penyakit yang tergolong IMS seperti
Gonorhoe, Sifilis, Chlamidya, Herpes simpleks, Condyloma.
c. Anal seks:
Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa 35% kalangan heteroseksual pernah
melakukan anal seks, dan 50% kalangan gay melakukan anal seks secara
rutin.
Di kalangan gay, kegiatan anal seks dikenal beberapa istilah : menempong
(incertive anal intercourse;giving,fucking,top), yang ditempong (receptive anal
intercourse, receiving; being fucked,bottom), tempong-tempongan (artinya dua-
dua nya saling bergantian). Seorang pria yang melakukan anal seks dengan
istrinya bukan berarti yang bersangkutan adalah homoseks.
Tiga komponen seksualitas ini, yaitu orientasi seksual, perilaku seksual dan identitas
seksual ada di dalam diri setiap orang dengan komposisi yang sangat beragam.
11
Setiap orang akan mengetahui dan menyadari orientasi seksualnya dengan pasti.
Dikarenakan beberapa hal tidak semua orang akan langsung mengekspresikan
orientasi seksual yang ada dalam dirinya tersebut, terutama apabila memiliki orientasi
seksual homoseksual. Berdasarkan beberapa pertimbangan tertentu, misalnya aspek
sosial, ekonomi, politik dan aspek lainnya setiap orang akan memikirkan dan memilih
sebagai siapakah dia akan mengenalkan dirinya kepada masyarakat umum yang
mengacu pada penggolongan orientasi seksual. Apakah sebagai homoseksual,
biseksual atau heteroseksual.Pilihan yang kemudian diperkenalkan pada masyarakat
ini yang kita kenal dengan identitas seksual.Sehingga sangat mungkin identitas
seksual seseorang sangat berbeda dengan orientasi seksualnya.
Bersamaan dengan orientasi seksual yang ada dalam diri dan identitas seksual yang
dikenalkan pada masyarakat, seseorang akan menentukan dan memilih perilaku
seksualnya dengan pertimbangan yang sudah dipikirkan. Beberapa perilaku seksual
yang dilakukan seseorang bisa jadi adalah perilaku tetap yang dipilihnya, beberapa
perilaku seksual lainnya bisa jadi hanya merupakan variasi. Kita tidak bisa
memastikan perilaku seksual seseorang hanya dari identitas seksualnya karena ada
faktor lain yang memiliki pengaruh kuat yaitu orientasi seksual. Perilaku seksual
seseorang bisa mengacu pada orientasi seksualnya saja atau identitas seksualnya
saja atau keduanya dengan kemungkinan ragam yang banyak sekali.Seksualitas
bersifat cair, tidak memiliki bentuk yang pasti dan selalu menyesuaikan diri dengan
kondisi dan situasi yang dihadapi.
Keterkaitan Risiko Penularan IMS dan HIV dengan Orientasi dan Perilaku
Seksual.
Sampai saat ini masih banyak pemahaman yang keliru di kalangan masyarakat
tentang risiko penularan IMS atau HIV. Pandangan populer yang keliru yang masih
dianut banyak orang dan terkesan tidak mau ditinggalkan, antara lain: adanya
anggapan bahwa kelompok homoseksuallah pihak yang paling rentan tertular PIMS
atau HIV karena perilaku mereka yang menyimpang.
Apakah benar demikian?Jelas tidak. Karena perilakulah (perilaku seksual dan non
seksual) yang mempengaruhi apakah seseorang itu berisiko atau tidak berisiko.
Risiko seseorang tidak ditentukan oleh orientasi seksualnya, tetapi oleh perilakunya.
12
Laki-laki Berhubungan Seksual dengan Laki-laki (LSL)
a. Pengertian LSL.
LSL adalah laki-laki yang melakukan hubungan seks dengan sesama laki-
laki.Secara umum yang dimaksud laki-laki di sini mengacu pada definisi jenis
kelamin secara fisik yaitu seseorang yang memiliki penis.
Laki-laki manakah yang masuk dalam pengertian tersebut?
1. Setiap atau semua laki-laki yang memiliki perilaku berhubungan seks
dengan laki-laki.
2. Tidak dibatasi pada orientasi seksual tertentu.
3. Waria, selama dia belum berganti kelamin, bisa masuk dalam
pengertian ini.
13
POKOK BAHASAN 2: PEMAHAMAN STIGMA DAN DISKRIMINASI
1. Stigma
Stigma adalah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh
lingkungannya. (Ref. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001, halaman 1091)
Para ahli psikologi social sepakat bahwa stigma adalah :
Labeling : yaitu pemberian cap pada seseorang
Stereotyping : tindakan menyamaratakan seseorang dalam satu kelompok setelah
hanya mengenal satu atau beberapa diantaranya
Cognitive separation : Yaitu anggapan bahwa seseorang berbeda secara kognitif
Emotional reaction :Reaksi emosional
Stigma dan diskriminasi terjadi karena adanya persepsi bahwa mereka dianggap
sebagai musuh, penyakit, elemen masyarakat yang memalukan, atau mereka
yang tidak taat tehadap norma masyarakat dan agama yang berlaku. Implikasi dari
stigma dan diskriminasi bukan hanya pada diri orang atau kelompok tertentu tetapi juga
pada keluarga dan pihak-pihak yang terkait dengan kehidupan mereka.
Tindakan menstigma atau stigmatisasi terjadi melalui beberapa proses yang berbeda-
beda seperti:
Stigma aktual (actual) atau stigma yang dialami (experienced): jika ada orang atau
masyarakat yang melakukan tindakan nyata, baik verbal maupun non verbal yang
menyebabkan orang lain dibedakan dan disingkirkan.
Stigma potensial atau yang dirasakan (felt): jika tindakan stigma belum terjadi tetapi
ada tanda atau perasaan tidak nyaman. Sehingga orang cenderung tidak
mengakses layanan kesehatan.
Stigma internal atau stigmatisasi diri adalah seseorang menghakimi dirinya sendiri
14
sebagai tidak berhak, tidak disukai masyarakat
Proses stigma tidak bersifat tunggal, beberapa proses tersebut dapat terjadi secara
bersamaan dan dapat bersifat stigmatisasi ganda (misalnya menstigma seseorang
dengan sebutan: kalau PSK biasanya suka minum (padahal tidak semua PSK suka
mabuk-mabukan).
Penyebab Stigma
Kurangnya pengetahuan, kesalahpahaman dan ketakutan
Penilaian moral tentang orang lain (terkait dengan nilai dan norma yang berlaku)
Ketakutan akan kematian
Kurangnya pengenalan/pemahaman akan stigma
Stigma yang terkait dengan HIV AIDS adalah semua sikap yang tidak menyenangkan
dan ditujukan kepada mereka yang hidup dengan HIV AIDS (ODHA) atau mereka
yang merasa mengidap HIV AIDS, dan terhadap mereka yang penting dan dicintai,
rekan terdekat, kelompok sosial, dan masyarakat.
Perilaku yang stigmatis sering ditujukan tidak hanya pada mereka yang mengidap
HIV, tapi juga perilaku yang diyakini telah menyebabkan infeksi tersebut. Stigma
dinyatakan secara jelas bila perilaku tersebut terkait dengan sumber penyakit tertentu
yang dianggap berada di bawah kontrol seseorang, seperti prostitusi atau
penggunaan narkoba suntik.
Disamping itu perlu diketahui juga tentang adanya anggapan yang salah seputar HIV
AIDS yang ada di masyarakat, seperti:
Masih banyak lagi anggapan yang salah seputar HIV AIDS sehingga menambah stigma
dan diskriminasi terhadap ODHA.
2. Diskriminasi
Pengertiannya adalah pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara
(berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama dan sebagainya kamus
besar Bhs Indonesia).
15
UNAIDS mendefinisikan stigma dan diskriminasi terkait dengan HIV sebagai ciri negatif
yang diberikan pada seseorang sehingga menyebabkan tindakan yang tidak wajar dan
tidak adil terhadap orang tersebut berdasarkan status HIV-nya.
Contoh-contoh diskriminasi meliputi:
Keluarga yang tega mengusir anaknya karena menganggapnya sebagai aib.
Rumah sakit dan tenaga kesehatan yang menolak untuk menerima ODHA atau
menempatkan ODHA di kamar tersendiri karena takut tertular.
Atasan yang memberhentikan pegawainya berdasarkan status HIV mereka.
Keluarga/masyarakat yang menolak ODHA.
Mengkarantina ODHA karena menganggap bahwa HIV AIDS adalah penyakit
kutukan atau hukuman Tuhan bagi orang yang berbuat dosa.
Sekolah tidak mau menerima anak dengan HIV karena takut murid lain akan
ketakutan.
Odha mengalami masalah dalam mengurus asuransi kesehatan.
Istri dan anak-anak dari seorang laik-laki yang meninggal baru-baru ini akibat AIDS,
diasingkan dari rumah keluarga suaminya atau desa mereka setelahkematian
suaminya.
Tindakan diskriminasi semacam itu adalah sebuah bentuk pelanggaran hak asasi
manusia.
Stigma dan diskriminasi telah dicatat dalam kaitannya dengan penyakit menular lain
yang tercela atau dianggap tidak dapat disembuhkan, termasuk TBC, sfilis dan lepra.
Namun stigma yang terkait dengan HIV AIDS tampak lebihberatdari stigma yang terkait
dengan penyakit menular lain yang mematikan.
Bentuk Diskriminasi
Bentuk Akibat
Isolasi dan kekerasan fisik dari keluarga, Diusir dari keluarga, rumah, pekerjaan,
teman dan komunitas organisasi, depresi, menyendiri, melarikan
diri.
Gossip, olok-olok, sebutan negatif, Pencemaran nama baik, tidak percaya pada
pengucilan, pengutukan, penghinaan, diri sendiri dan orang lain, merasa dibedakan,
penghakiman merasa ditolak
Tidak memberikan layanan terkait kesehatan Remaja putri tersebut tidak kembali ke
reproduksi kepada remaja putri layanan dan menjadi rentan tdhp
kemungkinan infeksi yang lebih serius
Memberikan layanan tanpa melakukan Kehilangan kesempatan untuk mendapatkan
analisa mendalam khususnya kepada pengobatan yang komprehensif sesuai
populasi tertentu kebutuhan
Kelompok populasi tertentu seperti WPS, waria, gay, penasun dan remajasering menjadi
subyek stigma dan diskriminasi serta sikap negatif yang berkaitan dengan perilaku
mereka, yang dilakukan oleh keluarga mereka, masyarakat dan petugas kesehatan.
Stigma seperti itu juga sering terjadi di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan dan
pelayanan penegakan hukum.Pengaruh stigma dan diskriminasi terkait dengan HIV
adalah dapat memperlambat tes HIV, menyembunyikan status hasil tes reaktif, dan
16
kurangnya mencari layanan HIV. Semua itu dapat menghambat upaya program
kesehatan nasional untuk mengefektifkan keterhubungan pasien ke layanan HIV dan
mempertahankan mereka pada perawatan jangka panjang.
HIV AIDS dapat mengenai siapapun, tanpa membedakan status sosial, pendidikan,
agama, warna kulit, latar belakang seseorang.
HIV AIDS dapat mengenai orang yang tidak berdosa yaitu bayi dan anak.
HIV AIDS sudah ada obatnya dan dapat mengembalikan kualitas hidup
penderitanya.
Penularan HIV AIDS ke bayi/anak dapat dicegah
Kepatuhan berobat dan minum obat adalah kunci utama pencegahan dan
pengendalian HIV AIDS.
Setiap orang memiliki hak yang sama untuk akses pelayanan kesehatan paripurna
yang komprehensif.
Ketidaktahuan seseorang bahwa ia menderita penyakit termasuk HIV AIDS dan
PIMS yang membuat orang menularkan penyakitnya.
Salah satu upaya untuk menurunkan stigma dan diskriminasi dikalangan petugas
kesehatan, adalah melakukan pelatihan dan sensitisasi petugas, yang meliputi dua hal,
yaitu perbaikan sikap (attitudes) dan keterampilan (skills). Petugas kesehatan dalam
menghadapi populasi kunci, seharusnya tidak bersikap menghakimi, memberi dukungan,
tanggap, sepenuhnya respek, dan memahami isu-isu yang dihadapi populasi kunci.
Pelatihan untuk sensitisasi dan pendidikan petugas kesehatan tentang isu-isu spesifik
pada populasi kunci, sikap dan praktik yang tidak diskriminatif, hak populasi kunci akan
kesehatan, kerahasiaan, pelayanan yang tidak memaksa (coercive) dan informed
consent, dapat dikembangkan dengan melibatkan perwakilan atau kelompok populasi
kunci. Keterampilan petugas kesehatan juga penting, harus mampu memberi respon
terhadap kebutuhan spesifik populasi kunci, dan menyediakan pelayanan yang
berkualitas, mampu memberikan informasi dan nasihat yang jelas dan benar tentang
macam-macam intervensi , peralatan dan bahan (material) berkaitan dengan strategi
penurunan risiko HIV, serta memberi dukungan terhadap keberlanjutan pengobatan dan
retensi dalam perawatan.
17
POKOK BAHASAN 3: ANALISIS STIGMA DAN DISKRIMINASI
Cara menganalisis stigma dan diskriminasi di lingkungan fasyankes dapat dilakukan dengan
beberapa cara sederhana sebagai berikut:
Terlampir adalah instrument sederhana untuk melakukan identifikasi ada atau tidaknya
stigma dan diskriminasi di lingkungan fasyankes serta analisisnya.
Pada prinsipnya instrument tersebut berisi kumpulan kuesioner yang diberikan dan
harus diisi oleh petugas fasyankes sebagai penjajakan awal mengenai
pandangan/pemikiran/persepsi mereka terhadap pernyataan/peristiwa yang tertulis pada
kuesioner tersebut. Kuesioner dapat dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi
fasyankes berkaitan dengan stigma dan diskriminasidalam memberikan pelayanan
kepada pasien
Cara lain dapat dengan menggunakan cara-cara yang dipakai dalam melakukan survei
kepuasan pelanggan, antara lain:
18
dan pihak fasyankes dapat bergerak lebih cepat untuk menyelesaikan masalah, apabila
terjadi stigma dan diskriminasi di lingkungan fasyankes
5. Petugas dapat secara langsung menanyakan kepada klien tentang hal-hal yang
berkaitan dengan sikap dan perilaku yang diterima dari petugas yang dirasakan tidak
menyenangkan.
Fasyankes dapat memilih cara-cara analisis stigma dan diskriminasi kepada pasien
yang terjadi di fasyankesnya, sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing.
Penggunaan instrument sederhana akan membuat fasyankes tahu lebih mendalam,
pada pelayanan apa atau petugas mana masih terjadi stigma dan diskriminasi di
lingkungan fasyankesnya. Dengan demikian tindakan solusi akan lebih terarah
Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan untuk menghadapi Stigma dan
Diskriminasi:
Jadilah contoh yang baik. Terapkan apa yang sudah kita ketahui.
Doronglah ODHA untuk menggunakan layanan yang tersedia seperti konseling,
test HIV, pengobatan medis, ART, dan merujuk mereka pada siapa pun yang dapat
menolong.
Berbagilah pada orang lain mengenai hal-hal yang sudah kita ketahui dan ajaklah
mereka untuk membicarakan tentang stigma dan bagaimana mengubahnya.
Atasilah masalah stigma ketika Anda melihatnya di rumah, tempat kerja
maupun masyarakat. buatlah orang paham bahwa stigma itu melukai.
Lawanlah stigma melalui kelompok.
Mengatakan stigma sebagai sesuatu yang salah atau buruk tidaklah cukup.
Berpikir besar. Mulai dari yang kecil, dan bertindak sekarang.
19
DAFTAR PUSTAKA
20