Anda di halaman 1dari 11

A.

MIGREN

Definisi
Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4 - 72 jam. Karekteristik
nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat dengan aktivitas
fisik yang rutin dan diikuti dengan mual dan/atau fotofobia dan fonofobia.1

Epidemiologi

Migraine dapat terjadi pada 18 % dari wanita dan 6 % dari pria sepanjang hidupnya.
Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun. Migraine timbul pada 11 % masyarakat
Amerika Serikat yaitu kira-kira 28 juta orang. Prevalensi migraine ini beranekaragam bervariasi
berdasarkan umur dan jenis kelamin. Migraine dapat tejadi dari mulai kanak-kanak sampai
dewasa. Migraine lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan
sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih sering ditemukan pada wanita setelah pubertas, yaitu paling
sering pada kelompok umur 25-44 tahun. Onset migraine muncul pada usia di bawah 30 tahun
pada 80% kasus. Migraine jarang terjadi setelah usia 40 tahun. Wanita hamil pun tidak luput dari
serangan migraine yang biasanya menyeang pada trimester I kehamilan. Risiko mengalami
migraine semakin besar pada orang yang mempunyai riwayat keluarga penderita migraine.3

Etiologi
Penyebab pasti migraine tidak diketahui, namun 70 80 % penderita migraine memiliki
anggota keluarga dekat dengan riwayat migraine juga. Risiko terkena migraine meningkat 4 kali
lipat pada anggota keluarga para penderita migraine dengan aura. Namun, dalam migraine tanpa
aura tidak ada keterkaitan genetik yang mendasarinya, walaupun secara umum menunjukkan
hubungan antara riwayat migraine dari pihak ibu. Migraine juga meningkat frekuensinya pada
orang-orang dengan kelainan mitokondria seperti MELAS (mitochondrial myopathy,
encephalopathy, lactic acidosis, and strokelike episodes). Pada pasien dengan kelainan genetik
CADASIL (cerebral autosomal dominant arteriopathy with subcortical infarcts and
leukoencephalopathy) cenderung timbul migrane dengan aura.1,3
Klasifikasi
Secara umum migraine dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Migraine dengan aura
Migraine dengan aura disebut juga sebagai migraine klasik. Diawali dengan adanya
gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh nyeri kepala unilateral,
mual, dan kadang muntah, kejadian ini terjadi berurutan dan manifestasi nyeri kepala
biasanya tidak lebih dari 60 menit yaitu sekitar 5-20 menit.
2. Migraine tanpa aura
Migraine tanpa aura disebut juga sebagai migraine umum. Sakit kepalanya hampir
sama dengan migraine dengan aura. Nyerinya pada salah satu bagian sisi kepala dan
bersifat pulsatil dengan disertai mual, fotofobia dan fonofobia. Nyeri kepala
berlangsung selama 4-72 jam.

Patofisiologi 3,4
Teori vaskular
Vasokontriksi intrakranial di bagian luar korteks berperan dalam terjadinya migren dengan aura.
Pendapat ini diperkuat dengan adanya nyeri kepala disertai denyut yang sama dengan jantung.
Pembuluh darah yang mengalami konstriksi terutama terletak di perifer otak akibat aktivasi saraf
nosiseptif setempat. Teori ini dicetuskan atas observasi bahwa pembuluh darah ekstrakranial
mengalami vasodilatasi sehingga akan teraba denyut jantung. Vasodilatasi ini akan menstimulasi
orang untuk merasakan sakit kepala. Dalam keadaan yang demikian, vasokonstriktor seperti
ergotamin akan mengurangi sakit kepala, sedangkan vasodilator seperti nitrogliserin akan
memperburuk sakit kepala.

Teori Neurovaskular dan Neurokimia

Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang dianut oleh para neurologist di
dunia. Pada saat serangan migraine terjadi, nervus trigeminus mengeluarkan CGRP (Calcitonin
Gene-related Peptide) dalam jumlah besar. Hal inilah yang mengakibatkan vasodilatasi
pembuluh darah multipel, sehingga menimbulkan nyeri kepala. CGRP adalah peptida yang
tergolong dalam anggota keluarga calcitonin yang terdiri dari calcitonin, adrenomedulin, dan
amilin. Seperti calcitonin, CGRP ada dalam jumlah besar di sel C dari kelenjar tiroid. Namun
CGRP juga terdistribusi luas di dalam sistem saraf sentral dan perifer, sistem kardiovaskular,
sistem gastrointestinal, dan sistem urologenital. Ketika CGRP diinjeksikan ke sistem saraf,
CGRP dapat menimbulkan berbagai efek seperti hipertensi dan penekanan pemberian nutrisi.
Namun jika diinjeksikan ke sirkulasi sistemik maka yang akan terjadi adalah hipotensi dan
takikardia. CGRP adalah peptida yang memiliki aksi kerja sebagai vasodilator poten. Aksi keja
CGRP dimediasi oleh 2 reseptor yaitu CGRP 1 dan CGRP 2. Pada prinsipnya, penderita
migraine yang sedang tidak mengalami serangan mengalami hipereksitabilitas neuron pada
korteks serebral, terutama di korteks oksipital, yang diketahui dari studi rekaman MRI dan
stimulasi magnetik transkranial. Hipereksitabilitas ini menyebabkan penderita migraine menjadi
rentan mendapat serangan, sebuah keadaan yang sama dengan para pengidap epilepsi. Pendapat
ini diperkuat fakta bahwa pada saat serangan migraine, sering terjadi alodinia (hipersensitif
nyeri) kulit karena jalur trigeminotalamus ikut tersensitisasi saat episode migraine. Mekanisme
migraine berwujud sebagai refleks trigeminal vaskular yang tidak stabil dengan cacat segmental
pada jalur nyeri. Cacat segmental ini yang memasukkan aferen secara berlebihan yang kemudian
akan terjadi dorongan pada kortibular yang berlebihan. Dengan adanya rangsangan aferen pada
pembuluh darah, maka menimbulkan nyeri berdenyut.

Teori cortical spreading depression (CSD)

Patofisiologi migraine dengan aura dikenal dengan teori cortical spreading depression (CSD).
Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di substansia nigra yang menyebar dengan kecepatan
2-6 mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan gelombang supresi neuron dengan pola yang sama
sehingga membentuk irama vasodilatasi yang diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip neurokimia
CSD ialah pelepasan Kalium atau asam amino eksitatorik seperti glutamat dari jaringan neural
sehingga terjadi depolarisasi dan pelepasan neurotransmiter lagi.

CSD pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis nukleus kaudatus, memulai
terjadinya migraine. Pada migraine tanpa aura, kejadian kecil di neuron juga mungkin
merangsang nukleus kaudalis kemudian menginisiasi migren. Nervus trigeminalis yang
teraktivasi akan menstimulasi pembuluh kranial untuk dilatasi. Hasilnya, senyawa-senyawa
neurokimia seperti calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan substansi P akan dikeluarkan,
terjadilah ekstravasasi plasma. Kejadian ini akhirnya menyebabkan vasodilatasi yang lebih hebat,
terjadilah inflamasi steril neurogenik pada kompleks trigeminovaskular. Selain CSD, migren
juga terjadi akibat beberapa mekanisme lain, di antaranya aktivasi batang otak bagian rostral,
stimulasi dopaminergik, dan defisiensi magnesium di otak. Mekanisme ini bermanifestasi
pelepasan 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang bersifat vasokonstriktor. Pemberian antagonis
dopamin, misalnya Proklorperazin, dan antagonis 5-HT, misalnya Sumatriptan dapat
menghilangkan migraine dengan efektif.

Manifestasi Klinis 2,3

Migraine tanpa aura

Serangan dimulai dengan nyeri kepala berdenyut di satu sisi dengan durasi serangan selama 4-72
jam. Nyeri bertambah berat dengan aktivitas fisik dan diikuti dengan nausea dan atau fotofobia
dan fonofobia.
Migraine dengan aura

Sekitar 10-30 menit sebelum sakit kepala dimulai (suatu periode yang disebut aura), gejala-
gejala depresi, mudah tersinggung, gelisah, mual atau hilangnya nafsu makan muncul pada
sekitar 20% penderita. Penderita yang lainnya mengalami hilangnya penglihatan pada daerah
tertentu (bintik buta atau skotoma) atau melihat cahaya yang berkelap-kelip. Ada juga penderita
yang mengalami perubahan gambaran, seperti sebuah benda tampak lebih kecil atau lebih besar
dari sesungguhnya. Beberapa penderita merasakan kesemutan atau kelemahan pada lengan dan
tungkainya. Biasanya gejala-gejala tersebut menghilang sesaat sebelum sakit kepala dimulai,
tetapi kadang timbul bersamaan dengan munculnya sakit kepala. Nyeri karena migraine bisa
dirasakan pada salah satu sisi kepala atau di seluruh kepala. Kadang tangan dan kaki teraba
dingin dan menjadi kebiru-biruan. Pada penderita yang memiliki aura, pola dan lokasi sakit
kepalanya pada setiap serangan migran adalah sama. Migraine bisa sering terjadi selama waktu
yang panjang tetapi kemudian menghilang selama beberapa minggu, bulan bahkan tahun.

Migraine dengan aura dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu:

Fase I Prodromal

Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang pelan-pelan
selama 24 jam sebelum serangan. Gejala: kepala terasa ringan, tidak nyaman, bahkan
memburuk bila makan makanan tertentu seperti makanan manis, mengunyah terlalu kuat,
sulit/malas berbicara.

Fase II Aura.

Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi pasien untuk
menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang dalam. Gejala dari
periode ini adalah gangguan penglihatan (silau/fotofobia), kesemutan, perasaan gatal
pada wajah dan tangan, sedikit lemah pada ekstremitas dan pusing.

Fase III sakit kepala

Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang dihubungkan
dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan ini bervariasi, beberapa jam dalam
satu hari atau beberapa hari.

Fase IV pemulihan

Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit otot dan
ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk waktu yang
panjang.

Pemeriksaan Penunjang 5
a. Pemeriksaan Laboratorium

Dilakukan untuk menyingkirkan sakit kepala yang diakibatkan oleh penyakit struktural,
metabolik, dan kausa lainnya yang memiliki gejala hampir sama dengan migraine. Selain itu,
pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan apakah ada penyakit komorbid yang dapat
memperparah sakit kepala dan mempersulit pengobatannya.

b. Pencitraan

CT scan dan MRI dapa dilakukan dengan indikasi tertentu, seperti: pasien baru pertama kali
mengalami sakit kepala, ada perubahan dalam frekuensi serta derajat keparahan sakit kepala,
pasien mengeluh sakit kepala hebat, sakit kepala persisten, adanya pemeriksaan neurologis
abnormal, pasien tidak merespon terhadap pengobatan, sakit kepala unilateral selalu pada sisi
yang sama disertai gejala neurologis kontralateral.

c. Pungsi Lumbal

Indikasinya adalah jika pasien baru pertama kali mengalami sakit kepala, sakit kepala yang
dirasakan adalah yang terburuk sepanjang hidupnya, sakit kepala rekuren, onset cepat, progresif,
kronik, dan sulit disembuhkan. Sebelum dilakukan LP seharusnya dilakukan CT scan atau MRI
terlebih dulu untuk menyingkirkan adanya massa lesi yang dapat meningkatkan tekanan
intracranial.

Diagnosis

Migraine tanpa aura

A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D.


B. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau tidak berhasil diobati).
C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut :
1. Lokasi unilateral
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari aktivitas fisik
rutin (seperti berjalan atau naik tangga).
D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :
1. Mual dan/atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.

Migraine dengan aura

Aura tipikal terdiri dari gejala visual dan/atau sensoris dan/atau berbahasa. Yang berkembang
secara bertahap, durasi tidak lebih dari 1 jam, bercampur gambaran positif dan negatif, kemudian
menghilang sempurna yang memenuhi kriteria migraine tanpa aura.
Kriteria diagnostik :
A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi criteria B-D.
B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi tidak dijumpai kelemahan
motorik:
1. Gangguan visual yang reversibel seperti : positif (cahaya yang berkedip-kedip, bintik-
bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya penglihatan).
2. Gangguan sensoris yang reversible termasuk positif (pins and needles), dan/atau
negatif (hilang rasa/baal).
3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel
C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1. Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral 17
2. paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit dan /atau jenis aura yang
lainnya > 5 menit.
3. masing-masing gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit.
D. Nyeri kepala memenuhi kriteria B-D
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.

Tatalaksana 4,6,7,8
Medikamentosa
Terapi Abortif
1. Sumatriptan

Sumatriptan cukup efektif sebagai terapi abortif jika diberikan secara subkutan dengan
dosis 4-6 mg. Dapat diulang sekali setelah 2 jam kemudian jika dibutuhkan. Dosis
maksimum 12 mg per 24 jam. Triptan merupakan serotonin 5-HT1B/1Dreceptor agonists.
Golongan obat ini ditemukan dalam suatu penelitian mengenai serotonin dan migraine
yang mendapatkan adanya suatu atypical 5-HT receptor. Aktivasi reseptor ini
menyebabkan vasokontriksi dari arteri yang berdilatasi. Sumatriptan juga terlihat
menurunkan aktivitas saraf trigeminal. Terdapat tujuh subkelas utama dari 5-HT
receptors. Semua triptan dapat mengaktivasi reseptor 5-HT1B/1D, serta dalam potensi yang
lebih ringan dapat mengaktivasi reseptor 5-HT1A atau 5-HT1F. Namun, aktivitas 5-
HT1B/1Dagonist merupakan mekanisme utama dari efek terapeutik golongan triptan.

Indikasi: serangan migren akut dengan atau tanpa aura

Dosis & Cara Pemberian: dapat diberikan secara subkutan dengan dosis 4-6 mg. Dapat
diulang sekali setelah 2 jam kemudian jika dibutuhkan. Dosis maksimum 12 mg per 24
jam.

2. Zolmitriptan

Zolmitriptan efektif untuk pengobatan akut. Dosis awal oral 5 mg. Gejala-gejala akan
berkurang dalam 1 jam. Obat ini dapat diulang sekali lagi setelah 2 jam jika diperlukan.
Dosis maksimal adalah 10 mg untuk 24 jam. Zolmitriptan juga dapat digunakan melalui
nasal spray.

Indikasi: Untuk mengatasi serangan migraine akut dengan atau tanpa aura pada dewasa.
Tidak ditujukan untuk terapi profilaksis migren atau untuk tatalaksana migren hemiplegi
atau basilar.

Dosis & Cara Pemberian : Pada uji klinis, dosis tunggal 1; 2,5 dan 5 mg efektif mengatasi
serangan akut. Pada perbandingan dosis 2,5 dan 5 mg, hanya terjadi sedikit penambahan
manfaat dari dosis lebih besar, namun efek samping meningkat. Oleh karena itu, pasien
sebaiknya mulai dengan doss 2,5 atau lebih rendah. Jika sakit terasa lagi, dosis bisa
diulang setelah 2 jam, dan tidak lebih dari 10 mg dalam periode 24 jam.
Efek Samping: hiperestesia, parestesia, sensasi hangat dan dingin, nyeri dada, mulut
kering, dispepsia, disfagia, nausea, mengantuk, vertigo, astenia, mialgia, miastenia,
berkeringat.

Kontraindikasi: Pasien dengan penyakit jantung iskemik (angina pectoris, riwayat infark
miokard, coronary artery vasospasm, Prinzmetal's angina), dan pasien hipersensitif.

3. Eletriptan

Farmakologi: Eletriptan terikat dengan afinitas tinggi terhadap reseptor 5-HT1B, 5-HT1D
dan 5-HT1F. Aktivasi reseptor 5-HT1 pada pembuluh darah intrakranial menimbulkan
vasokontriksi yang berkorelasi dengan meredanya sakit kepala migraine. Selain itu,
aktivasi reseptor 5-HT1 pada ujung saraf sensoris pada sistem trigeminal menghambat
pelepasan pro-inflammatory neuropeptida.

Indikasi: Penanganan migraine akut dengan atau tanpa aura.

Dosis & Cara Pemberian: 2040 mg po saat onset berlangsung, dapat diulang 2 jam
kemudian sebanyak 1 kali. Dosis maksimum tidak melebihi 80 mg/24 jam.

Efek Samping: parestesia, flushing, hangat, nyeri dada, rasa tidak enak pada perut, mulut
kering, dispepsia, disfagia, nausea, pusing, sakit kepala, mengantuk.

Terapi Profilaktif
Tujuan dari terapi profilaktif adalah untuk mengurangi frekuensi berat dan lamanya serangan,
meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan, serta pengurangan disabilitas. Terapi
preventif yang dilaksanakan mencakup pemakaian obat dimulai dengan dosis rendah yang efektif
dinaikkan pelan-pelan sampai dosis efektif. Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan pengobatan,
pemberian edukasi supaya pasien teratur memakai obat, diskusi rasional tentang pengobatan,
efek samping obat. Pasien juga dianjurkan untuk menulis headache diary yang berguna untuk
mengevaluasi serangan, frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan respon terhadap
pengobatan yang diberikan. Obat-obatan yang sering diberikan:

a. Beta-blocker:
- propanolol yang dimulai dengan dosis 10-20 mg 2-3x1 dan dapat ditingkatkan secara
gradual menjadi 240 mg/hari.
- atenolol 40-160 mg/hari
- timolol 20-40 mg/hari
- metoprolol 100-200 mg/hari
b. Calcium Channel Blocker:
- verapamil 320-480 mg/hari
- nifedipin 90-360 mg/hari
c. Antidepresan, misalnya amitriptilin 25-125 mg, antidepresan trisiklik, yang terbukti efektif
untuk mencegah timbulnya migraine.
d. Antikonvulsan:
- asam valproat 250 mg 3-4x1
- topiramat
e. Methysergid, derivatif ergot 2-6 mg/hari untuk beberapa minggu sampai bulan efektif untuk
mencegah serangan migraine.

Terapi non-medikamentosa

Terapi abortif
Para penderita migraine pada umumnya mencari tempat yang tenang dan gelap pada saat
serangan migraine terjadi karena fotofobia dan fonofobia yang dialaminya. Serangan juga akan
sangat berkurang jika pada saat serangan penderita istirahat atau tidur.
Terapi profilaktif
Pasien harus memperhatikan pencetus dari serangan migraine yang dialami, seperti kurang tidur,
setelah memakan makanan tertentu misalnya kopi, keju, coklat, MSG, akibat stress, perubahan
suhu ruangan dan cuaca, kepekaan terhadap cahaya terang, kelap kelip, perubahan cuaca, dan
lain-lain. Selanjutnya, pasien diharapkan dapat menghindari faktor-faktor pencetus timbulnya
serangan migraine. Disamping itu, pasien dianjurkan untuk berolahraga secara teratur untuk
memperlancar aliran darah. Olahraga yang dipilih adalah yang membawa ketenangan dan
relaksasi seperti yoga dan senam. Olahraga yang berat seperti lari, tenis, basket, dan sepak bola
justru dapat menyebabkan migraine.

Prognosis
Untuk banyak orang, migraine dapat remisi dan menghilang secara utuh pada akhirnya, terutama
karena faktor penuaan/usia. Penurunan kadar estrogen setelah menopause bertanggungjawab atas
remisi ini bagi beberapa wanita. Walaupun demikian, migraine juga dapat meningkatkan faktor
risiko seseorang terkena stroke, baik bagi pria maupun wanita terutama sebelum usia 50 tahun.
Sekitar 19% dari seluruh kasus stroke terjadi pada orang-orang dengan riwayat migraine.
Migrain dengan aura lebih berisiko untuk terjadinya stroke khususnya pada wanita. Selain itu,
migraine juga meningkatkan risiko terkena penyakit jantung. Para peneliti menemukan bahwa
50% pasien dengan Patent Foramen Ovale menderita migraine dengan aura dan operasi
perbaikan pada pasien Patent Foramen Ovale dapat mengontrol serangan migraine.

1. Srivasta S. Pathophysiology and treatment of migraine and related headache. Diunduh


dari : http://emedicine.medscape.com/article/1144656-overview
2. Chawla J. Migraine Headache: Differential Diagnoses & Workup. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/1142556-diagnosis
3. Current Diagnosis & Treatment in Family Medicine.
4. Brunton, LL. Goodman and Gilmans Pharmacology. Boston: McGraw-Hill. 2006.
5. Gladstein. Migraine headache-Prognosis. Diunduh dari :
http://www.umm.edu/patiented/articles/how_serious_migraines_000097_2.htm
6. Sumatriptan Transdermal sebagai Terapi Gejala Migren. Diunduh dari :
http://www.kalbe.co.id/?mn=news&tipe=detail&detail=20565

Anda mungkin juga menyukai