CEREBRAL PALSY
Oleh:
Primatika A.S J510165020
Dina Tistiawati J510165097
1
REFERAT
CEREBRAL PALSY
Oleh:
Primatika A.S J510165020
Dina Tistiawati J510165097
Pembimbing:
dr. Siswarni Sp.KFR ( )
dipresentasikan dihadapan:
dr. Siswarni Sp.KFR ( )
2
BAB I
LATAR BELAKANG
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu
kurun waktu dalam perkembangan anak, di dalam susunan saraf pusat, bersifat
kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang
belum selesai pertumbuhannya.Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak
progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat
maturasi serebral.(9,6)
Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little
(1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat
prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali
memperkenalkan istilah Cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya
dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis. (4,12)
Walaupun sulit, etiologi Cerebral palsy perlu diketahui untuk tindakan
pencegahan. Fisioterapi dini memberi hasil baik, namun adanya gangguan
perkembangan mental dapat menghalangi tercapainya tujuan pengobatan.(12)
Winthrop Phelps menekankan pentingnya pendekatan multi - disiplin dalam
penanganan penderita Cerebral palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT,
bedah tulang, bedah saraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru
sekolah Iuar biasa. Di samping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan
masyarakat.(12)
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Rata-rata 70 % ada pada tipe spastik. 15% tipi atetotic, 5% ataksia,
dan sisanya campuran. (2)
b) Perinatal
1. Anoksia
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah brain
injury. Keadaan inillah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal
ini terdapat pada kedaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalo-
5
pelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus
menggunakan bantuan instrumen tertentu dan lahir dengan seksio
caesaria. (1)
2. Perdarahan otak
Perdarahan ortak dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga
sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi
batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah
hingga terjadi anoksia.Perdarahan dapat terjadi di ruang subarachnoid
akan menyebabkan pennyumbatan CSS sehingga mengakibatkan
hidrosefalus. Perdarahan spatium subdural dapat menekan korteks
serebri sehingga timbul kelumuhan spaatis. (1)
3. Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdaraha
otak yang lebih banyak dari pada bayi cukup bulan, karena pembuluh
darah enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum
sempurna. (1,2)
4. Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan
otak yang permanen akibat msuknya bilirubin ke ganglia basal,
misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah. (1)
5. Meningitis Purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya akan mengakiatkan gejala sisa berupa Cerebral
palsy. (1)
c) Pascanatal
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan
dapat menyebabkan cerbral palsy. (1)
1. Trauma kapitis dan luka parut pada otak pasca-operasi.
2. Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri,tromboplebitis,
ensefalomielitis.
3. Kern icterus
6
Seperti kasus pada gejala sekuele neurogik dari eritroblastosis fetal
atau devisiensi enzim hati(5)
7
Anak dengan spastik hemiplegia dapat disertai tremor
hemiparesis, dimana seseorang tidak dapat mengendalikan gerakan
pada tungkai pada satu sisi tubuh. Jika tremor memberat akan
terjadi gangguan gerakan berat.
a. Monoplegi
Bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan
b. Diplegia
Keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat dari
pada kedua lengan
c. Triplegia
Bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah mengenai
kedua lengan dan 1 kaki
d. Quadriplegia
Keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama
e. Hemiplegia2
Mengenai salah satu sisi tubuh dan lengan terkena lebih berat
8
3. Cereberal Palsy Ataksid
Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam.
Penderita yang terkena sering menunjukan koordinasi yang buruk;
berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar,
meletakkan kedua kaki dengan posisi saling berjauhan; kesulitan dalam
melakukan gerakan cepat dan tepat, misalnya menulis mengancingkan
baju. Mereka juga sering mengalami tremor, dimulai dengan gerakan
volunter misalnya buku, menyebabkan gerakan seperti menggigil pada
bagian tubuh yang baru digunakan dan tampak memburuk sama
dengan saat penderita akan menuju objek yang dikehendaki. Bentuk
ataksid ini mengenai 5-10% penderita Cerebral Palsy.
9
3) Berat
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak
mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau
pendidikan khusus yang diberikan sangat Sedikit hasilnya. Sebaiknya
penderita seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus.
Rumah perawatan khusus ini hanya untuk penderita dengan retardasi
mental berat, atau yang akan menimbulkan gangguan sosial-emosional
baik bagi keluarganya maupun lingkungannya.
V. Pemeriksaan Fisik (13)
1. Pemeriksaan Tonus
2. Pemeriksaan Muskuloskeletal
a. Panggul
Kontraktur fleksi, rotasi internal & ekternal, aduksi,
panjang tidak simetris
Thomas test : kontraktur fleksi
Ely test : kontraksi kuadriseps
Aduksi , rotasi
b. Lutut
Sudut poplitea
c. Kaki dan Pergelangan
Kontraktur, torsi tibia
d. Punggung
Postur, skoliosis, asimetris
e. Exstermitas Atas
Posisi saat istirahat, gerak spontan, grip, koordinasi
motor halus
3. Pemeriksaan Refleks
a. Refleks tendon
b. Refleks Patologis/klonis
10
Asymetric tonic neck refleks
Neck righting refleks
Graps refleks
d. Refleks Protektif terlambat
Parachute, dll
11
misalnya lengan dalam adduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan
tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari
melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap adduksi, fleksi pada
sendi paha dan lutut, kaki dalam fleksi plantar dan telapak kaki berputar
ke dalam. (1)
Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada waktunya.
Kerusakan biasanya terletak pada trkstu kortikospinalis. Golongan
spastisitas ini meliputi 2/3 penderita Cerebral palsy. (1)
Banyak kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya
kerusakan, yaitu :
1. Monoplegia/monoparesis(1,2)
Kelumpuhan keempat anggota gerak pada stu sisi, tetapi salah satu
anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya.
2. Hemiplagia/hemiparesis
Kelumpuhan lengan dan tungkai di sisi yang sama.
3. Diplegia/diparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat
daripada lengan.
4. Tertaplagia/tetraparesis/quadriplagia(1,2)
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama
hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
12
Gambar 1. Kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya
kerusakan(6)
13
Terdapat pada 5-10 % anak dengan Cerebral palsy. Gangguan berupa
gangguan neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit
menagkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis. (1)
f) Gangguan bicara
Disebabkan oleh gengguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan
yang terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar
mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata
dan sering tampak beliur. (1)
g) Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan
refraksi. Pada kedaan afiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir
25%penderita Cerebral palsy menderita kelainan mata. (1)
1. Pengamatan Posisi
Pemeriksaan ini berfungsi untuk menilai ada tidaknya gerakan
ekstremitas abnormal, asimetris, posisi dan gerakan yang
abnormal.Pengamatan posisi dilakukan pada saat terlentang,
berguling, telungkup, merayap, ke duduk, duduk, merangkak, ke
berdiri, berdiri, dan berjalan.Pengamatan posisi anak dilakukan
sesuai dengan kemampuan anak.Setiap posisi memiliki
komponennya masing masing.
2. Spastisitas
Spastisitas merupakan fungsi tonus yang meningkat tergantung
pada kecepatan gerakan.Merupakan gambaran lesi pada Upper
Motor Neuron.Membentuk ekstrimitas pada posisi
ekstensi.Pengukuran spastisitas dilakukan apabila ada kecurigaan
kecenderungan posisi.Skala pengukuran dapat menggunakan
ashworth.
14
Skala Klinis Spastisitas (ASHWORTH)
0 : Tidak terdapat peningkatan tonus postural.
1 : Sedikit peningkatan tonus, terdapat tahanan minimal di akhir
Lingkup Gerak Sendi.
1+ : Sedikit peningkatan tonus, tahanan sedikit kurang dari
Lingkup Gerak Sendi.
2 : Peningkatan tonus lebih nyata hampir seluruh Lingkup Gerak
Sendi, namun masih bisa digerakkan
3 : Peningkatan tonus bermakna, sehingga gerakan pasif sulit
dilakuakan.
4 : Sendi dalam posisi fleksi atau ekstensi atau dalam satu posisi.
(Malene Wesselhoff, 2012)
3. Ankle Clonus
Bila terjadi rileks yang sangat hiperaktif, maka keadaaan ini
disebut klonus.Jika kaki dibuat dorsi fleksi dengan tiba-tiba, dapat
mengakibatkan dua atau tiga kali gerakan sebelum selesai pada
posisi istirahat.Kadang-kadang pada penyakit Sistem Saraf Pusat
terdapat aktivitas ini dan kaki tidak mampu istirahat di mana tendon
menjadi longgar tetapi aktivitas menjadi berulang-ulang.
4. Pemeriksaan 7 Refleks
Merupakan salah satu komponen penentu prognosis berjalan.
Pemeriksaan 7 refleks dilakukan mulai usia 1 tahun hingga usia
kurang dari 7 tahun. Pemeriksaan 7 refleks meliputi (Pamela, 1993):
a. ATNR (Asymetrical Tonic Neck Refleks)
Aplikasi : Posisi pasien terlentang , kepala di midline. Kepala dirotasikan ke
salah satu sisi,positif jika elbow dan knee sisi yang sama flexi dan
sisi yang berlawanan shoulder abduksi dan elbow extensi
b. STNR (Symetrical Tonik Neck Refleks)
Aplikasi : Posisi pasien di pangkuan pemeriksa, kepala anak di flexi kan
positif jika kedua lengan flexi dan tungkai ekstensi. Sebaliknya,jika
15
kepala anak di extensi kan positif jika kedua lengan extensi dan
tungkai flexi
c. Neck righting
Aplikasi : posisi pasien terlentang, kepala dirotasikan ke salah satu sisi, positif
jika tubuh berputar mengikuti kepala mulai dari shoulder, trunk,
pelvic, hip, knee, ankle.
d. Extensor thrust
Aplikasi : Posisi pasien terlentang, knee dalam posisi flexi lalu sentuh teapak
kaki dan positif jika knee menjadi lurus atau ekstensi.
e. Moro
Aplikasi : Posisi pasien terlentang, kepala dan punggung anak
disangga oleh tanga terapis. Secara tiba-tiba jatuhkan pegangan
kepala anak tanpa di tekan, positif jika ada reaksi terkejut dari anak.
f. Parasut
Aplikasi : Posisi pasien seperti posisi akan terjun. Handling terapis di
thorakal, posisi kepala lebih rendah dari kaki. Positif jika kedua
lengan lurus, jari-jari di extensikan seolah hendak mendarat (posisi
hand support)
g. Foot placement
Aplikasi : anak diberdirikan dengan handling terapis di bagian aksila anak,
lalu punggung tungkai anak digoreskan pada meja, positif jika kaki
anak ke atas meja
Penilaian 7 refleks:
ATNR (-) : 0
STNR (-) : 0
Neck righting ( - ) : 0
Extensor thrust ( - ) : 0
Moro (-) : 0
Paracute (+) : 0
Foot placement ( + ) : 0
16
Keterangan:
Jika skor 0, maka anak bisa berjalan.
Jika skor 1, maka anak bisa berjalan tanpa atau dengan alat
bantu.
Jika skor 2 atau lebih dari 2, maka prognosa berjalan jelek.
17
positioning (posisi yangdilakukan untuk mencapai durasi peregangan otot
tertentu yang lebih lama);4)peregangan isotonik (ekstremitas digerakkan secara
perlahan sampai pada ROMmaksimum dan dipertahankan pada batas waktu
tertentu yang bervariasi); 5)peregangan isokinetik.
Efek peregangan pada spastisitas dapat dijelaskan sebagai suatu
perubahan eksitabilitas dari motorneuron pada otot spastik. Beberapa studi telah
meneliti mengenai eksitablilitas motoneuron setelah latihan peregangan pada
pasie dengan SMD. 3 studi melaporkan efek yang positif dari latihan
peregangan, sementara 1 studi melaporkan tidak ada perubahan yang signifikan
setelah latihan peregangan.
2. Penguatan otot (strengthening exercise)
Syarat: kekuatan otot diatas fair (F 50%) atau 3 atau lebih. Beban harus
diatas35% kemampuan otot.
a. Isometric/static exercise: adalah kontraktsi otot, tidak ada gerakan
sendi(statis). Dikatakan cukup kontraksi optimal selama 6 detik 1 kali
sehari.
b.Isotonic exercise: kontraksi otot bersamaan dengan gerak sendi.
c.Isokinetik exercise: prinsip latihan merupakan gabungan antara isometrik
dan isotonik sehingga hasil optimal, boleh untuk penderita hipertensi dan
PJK. Memerlukan alat khusus (misalnya Cybex Norm) yang dapat mengatur
beban secara dinamik, tetapi kecepatan gerak tetap (static) sepanjang waktu
latihan. Sering dipakai pada pusat-pusat kebugaran dan pusat latihan atlit.
3. Metode Bobath atau Neuro Development Treatment (NDT)
18
variasi gerakan yang mengarah pada fungsional. Syarat agar mekanisme
refleks postural normal dapat terjadi dengan baik:
Gerakan yang terjadi pada manusia saat bekerja adalah pada pola
tertentu dan pola tersebut merupakan representasi dari kontrol level
kortikal bukan kelompok otot tertentu. Pada anak dengan kelainan
sistem saraf pusat, pola gerak yang terjadi sangat terbatas, yang mana
dapat berupa dominasi refleks primitif, berkembangnya pola gerak
abnormal karena terbatasnya kemampuan bergerak, dan adanya
kompensasi atau adaptasi gerak abnormal. Akibat lebih lanjut anak atau
penderita akan menggunakan pola gerak yang abnormal dengan
pergerakan yang minim.
2. Use of handling
19
ketrampilan, dan adaptasi respon. Dengan demikian anak atau penderita
dibantu dan dituntun untuk memperbaiki kualitas gerak dan tidak
dibiarkan bergerak pada pola abnormal yang dimilikinya.
1. Inhibisi
2. Fasilitasi
20
3. Propioceptive Stimulation
21
gangguan penglihatan dan pendengaran) dan makin berat gejala motoriknya,
makin buruk prognosisnya. (1)
DAFTAR PUSTAKA
1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak
2. Jakarta : Infomedika Jakarta ; 2012
2. Rudolph C D, Rudolph A M, Hostetter M K, Lister G, Siegel N J. Rudolph's
Pediatrics, 21st Ed. McGraw-Hill. USA. 2014
3. Kliegman R M, Behrman R E, Jenson H B, Stanton B F. Kliegman: Nelson
Textbook of Pediatrics, 18th ed. Saunders, An Imprint of Elsevier. USA.
2011
4. Saharso D. Palsi Serebral dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Divisi
Neuropediatri Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo
Surabaya. Surabaya: FK UNAIR/RS DR. Soetomo, 2011.
5. Ropper A H, Brown R H. Adams and Victors Principeples of Neurology,
18th ed. McGraw-Hill. USA. 2015
6. Saharso D. Cerebral Palsy Diagnosis dan Tatalaksana dalam Naskah Lengkap
Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI Kapita Selekta Ilmu
Kesehatan Anak VI. Surabaya: RS DR. Soetomo, 2011
7. Rohkamm R, Color Atlas of Neurology. New York: Thieme ; 2004. p 288
8. Soedarmo, Sumarno dkk. Buku Ajar Neurologi Anak. Edisi 1. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI : 116
9. Johnston MV. Encephalopaties: Cerebral Palsy dalam Kliegman: Nelson
Textbook of Pediatrics, 18th ed. eBook Nelson Textbook of Pediatrics, 2007.
10. Moster D, Wilcox AJ, Vollset SE, Markestad T, Lie RT. Cerebral palsy
among term and postterm births.JAMA. Sep 1 2010;304(9):976-82.
11. Hankins GDV, Speer M. Dening the Pathogenesis and Pathophysiology of
Neonatal Encephalopathy and Cerebral Palsy. OBSTETRICS &
GYNECOLOGY 2009;102;628-636
22
12. Adnyana IMO. Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologi. Cermin Dunia
Kedokteran 2010, No.104; 37-40
23