Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

CEREBRAL PALSY

Diajukan untuk mencapai persyaratan Pendidikan Dokter Stase Kedokteran


Fisik dan Rehabilitasi Medik Fakultas kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing : dr. Siswarni, Sp.KFR

Oleh:
Primatika A.S J510165020
Dina Tistiawati J510165097

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FISIK


DAN REHABILITASI MEDIK RSO PROF. DR. SOEHARSO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA
2017

1
REFERAT

CEREBRAL PALSY

Oleh:
Primatika A.S J510165020
Dina Tistiawati J510165097

Telah disetujui dan disyahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari

Pembimbing:
dr. Siswarni Sp.KFR ( )

dipresentasikan dihadapan:
dr. Siswarni Sp.KFR ( )

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FISIK


DAN REHABILITASI MEDIK RSO PROF. DR. SOEHARSO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA
2017

2
BAB I

LATAR BELAKANG

Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu
kurun waktu dalam perkembangan anak, di dalam susunan saraf pusat, bersifat
kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang
belum selesai pertumbuhannya.Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak
progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat
maturasi serebral.(9,6)
Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little
(1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat
prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali
memperkenalkan istilah Cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya
dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis. (4,12)
Walaupun sulit, etiologi Cerebral palsy perlu diketahui untuk tindakan
pencegahan. Fisioterapi dini memberi hasil baik, namun adanya gangguan
perkembangan mental dapat menghalangi tercapainya tujuan pengobatan.(12)
Winthrop Phelps menekankan pentingnya pendekatan multi - disiplin dalam
penanganan penderita Cerebral palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT,
bedah tulang, bedah saraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru
sekolah Iuar biasa. Di samping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan
masyarakat.(12)

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi Cerebral palsy

Cerebral palsy adalah keadaan kerusakan jaringan otak yang


permanen dan tidak progresif. Terjadi pada waktu masih muda (sejak
dilahirkan) dan merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran
klinis dapat berubah selama hidup dan menunjukan kelainan dalam sikap
dan pergerakan disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis.
Gangguan ganglia basal dan serebellum dan kelainan mental.(1)

Istilah cerebral palsy merupakan istilah yang digunakan untuk


menggambarkan sekelompok gangguan gerakan, postur tubuh, dan tonus
yang bersifat nonprogresif, berbeda-beda kronis dan akibat cedera pada
sistem saraf pusat selama awal masa perkembangan. (2)

Walaupun cerebral palsy pertama kali dilaporkan pada tahun 1827


oleh Cazauvielh, dan kemudian digambarkan dan di perdebatkan oleh
dokter seperti Little, Freud, Osler, dan Phleps, patogenesis gangguan ini
tetap tidak dimengerrti secara jelas. (2)

II. Epidemiologi Cerebral palsy


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi insidensi Cerebral palsy
yaitu populasi yang diambil cara diagnosis dan ketelitiannya. Misalnya
(2,3)
insudensi serebral palsi sebanyak 2 per 1000 kelahiran hidup . 5 dari
1000 anak memperlihatkan defisit motorik yang sesuai dengan Cerebral
palsy. 50% kasus termasuk ringan dan 10% termasuk kasus berat. (4) Yang
dimaksud ringan adalah penderita dapat mengurus dirinya sendiri dan yang
tergolong berat adalah penderita yang membutuhkan pelayanan khusus.
25% memiliki intelegensia rata-rata (normal) sementara 30% kasus
menunjukan IQ dibawah 70. 35% disertai kejang dan 50% menunjukan
gangguan bicara. Laki-laki lebih banyak dari perempuan (1,4 : 1,0).

4
Rata-rata 70 % ada pada tipe spastik. 15% tipi atetotic, 5% ataksia,
dan sisanya campuran. (2)

Dengan meningkatnya pelayanan obstetrik dan perinatologi dan


rendahnya angka kelahiran di negara-negara maju seperti Eropa dan
Amerika Serikat angka kejadian Cerebral palsy akan menurun. Narnun di
negara-negara berkembang, kemajuan tektiologi kedokteran selain
menurunkan angka kematian bayi risiko tinggi, juga meningkatkan jumlah
anak-anak dengan gangguan perkembangan. Adanya variasi angka kejadian
di berbagai negara karena pasien cerebal palsy datang ke berbagai klinik
seperti klinik saraf, anak, klinik bedah tulang, klinik rehabilitasi medik dan
sebagainya. Di samping itu juga karena para klinikus tidak konsisten
menggunakan definisi dan terminologi Cerebral palsy. (2)

III. Etiologi Cerebral palsy


Penyebabnya dapat dibagi menjadi 3 bgian yaitu prenatal, perinatal,
dan pascanatal. (1)
a) Prenatal

Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada


janin, misalnya oleh lues, toksoplasmosis, rubela dan penyakit inklusi
sitomegalik. Kelainan yang menyolok biasanya gangguan pergerakan dan
retardasi mental. Anoksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta,
plasenta previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal), terkena
radiasi sinar-X dan keracunan kehamilan dapat menimbulkan Cerebral
palsy (1)

b) Perinatal
1. Anoksia
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah brain
injury. Keadaan inillah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal
ini terdapat pada kedaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalo-

5
pelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus
menggunakan bantuan instrumen tertentu dan lahir dengan seksio
caesaria. (1)
2. Perdarahan otak
Perdarahan ortak dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga
sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi
batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah
hingga terjadi anoksia.Perdarahan dapat terjadi di ruang subarachnoid
akan menyebabkan pennyumbatan CSS sehingga mengakibatkan
hidrosefalus. Perdarahan spatium subdural dapat menekan korteks
serebri sehingga timbul kelumuhan spaatis. (1)
3. Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdaraha
otak yang lebih banyak dari pada bayi cukup bulan, karena pembuluh
darah enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum
sempurna. (1,2)
4. Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan
otak yang permanen akibat msuknya bilirubin ke ganglia basal,
misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah. (1)
5. Meningitis Purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya akan mengakiatkan gejala sisa berupa Cerebral
palsy. (1)
c) Pascanatal
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan
dapat menyebabkan cerbral palsy. (1)
1. Trauma kapitis dan luka parut pada otak pasca-operasi.
2. Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri,tromboplebitis,
ensefalomielitis.
3. Kern icterus

6
Seperti kasus pada gejala sekuele neurogik dari eritroblastosis fetal
atau devisiensi enzim hati(5)

FAKTOR RESIKO CEREBRAL PALSY

IV. Manifestasi Klinis Cerebral palsy(8)

Cerebral palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda


klinis neurologis. Spastik diplegia, merupakan salah satu bentuk penyakit
yang dikenal selanjutnya sebagai Cerebral palsy. Hingga saat ini, Cerebral
palsy diklasifikasikan berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi dan
dibagi dalam 4 kategori, yaitu :

1. Cerebral Palsy Spastik


Merupakan bentukan Cerebral Palsy terbanyak (70-80%), otot
mengalami kekakuan dan secara permanan akan menjadi
kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas, pada saat
seseorang berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan lurus.
Gambaran klinis ini membentuk karakteristik berupa ritme berjalan
yang dikenal dengan galt gunting (scissors galt).

7
Anak dengan spastik hemiplegia dapat disertai tremor
hemiparesis, dimana seseorang tidak dapat mengendalikan gerakan
pada tungkai pada satu sisi tubuh. Jika tremor memberat akan
terjadi gangguan gerakan berat.

Cerebral Palsy Spastik dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas


yang terkena, yaitu :

a. Monoplegi
Bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan

b. Diplegia
Keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat dari
pada kedua lengan

c. Triplegia
Bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah mengenai
kedua lengan dan 1 kaki

d. Quadriplegia
Keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama

e. Hemiplegia2
Mengenai salah satu sisi tubuh dan lengan terkena lebih berat

2. Cereberal Palsy Atetoid/diskinetik


Bentuk Cereberal Palsy ini mempunyai karakterisktik gerakan
menulis yang tidak terkontrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini
mengenai tangan, kaki, lengan, atau tungkai dan pada sebagian besar
kasus, otot muka dan lidah, menyebabkan anak-anak menyeringan dan
selalu mengeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat selama periode
peningkatan stress dan hilang pada saat tidur. Penderita juga
mengalami masalah koordinasi gerakan otot bicara (disartria).
Cereberal Palsy atetoid terjadi pada 10-20% penderita Cereberal Palsy.

8
3. Cereberal Palsy Ataksid
Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam.
Penderita yang terkena sering menunjukan koordinasi yang buruk;
berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar,
meletakkan kedua kaki dengan posisi saling berjauhan; kesulitan dalam
melakukan gerakan cepat dan tepat, misalnya menulis mengancingkan
baju. Mereka juga sering mengalami tremor, dimulai dengan gerakan
volunter misalnya buku, menyebabkan gerakan seperti menggigil pada
bagian tubuh yang baru digunakan dan tampak memburuk sama
dengan saat penderita akan menuju objek yang dikehendaki. Bentuk
ataksid ini mengenai 5-10% penderita Cerebral Palsy.

4. Cerebral Palsy Campuran


Sering ditemukan pada seseorang penderita mempunyai lebih dari
satu bentuk Cerebral Palsy yang dijabarkan diatas. Bentuk campuran
yang sering dijumpai adalah spastik dan gerakan atetoid tetapi
kombinasi lain juga mungkin dijumpai. 2,5

Berdasarkan derajat kemampuan fungsional.


1) Ringan
Penderita masih bisa melakukan pekerjaan aktifitas sehari- hari
sehingga sama sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan
bantuan khusus.
2) Sedang
Aktifitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam
bantuan khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya
sendiri, dapat bergerak atau berbicara. Dengan pertolongan secara
khusus, diharapkan penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan
atau berbicara sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup di tengah
masyarakat dengan baik.

9
3) Berat
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak
mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau
pendidikan khusus yang diberikan sangat Sedikit hasilnya. Sebaiknya
penderita seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus.
Rumah perawatan khusus ini hanya untuk penderita dengan retardasi
mental berat, atau yang akan menimbulkan gangguan sosial-emosional
baik bagi keluarganya maupun lingkungannya.
V. Pemeriksaan Fisik (13)
1. Pemeriksaan Tonus
2. Pemeriksaan Muskuloskeletal
a. Panggul
Kontraktur fleksi, rotasi internal & ekternal, aduksi,
panjang tidak simetris
Thomas test : kontraktur fleksi
Ely test : kontraksi kuadriseps
Aduksi , rotasi
b. Lutut
Sudut poplitea
c. Kaki dan Pergelangan
Kontraktur, torsi tibia
d. Punggung
Postur, skoliosis, asimetris
e. Exstermitas Atas
Posisi saat istirahat, gerak spontan, grip, koordinasi
motor halus
3. Pemeriksaan Refleks
a. Refleks tendon

b. Refleks Patologis/klonis

c. Refleks Primitif menetap

10
Asymetric tonic neck refleks
Neck righting refleks
Graps refleks
d. Refleks Protektif terlambat
Parachute, dll

VI. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah
diagnosis cerebral palsy
2. Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebabbya suatu proses degeneratif. Pada cerebral palsy, CSS
normal
3. Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan
hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang tidak
4. Foto rongrnt kepala
5. Penilaian psikologi perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang
dibutuhkan
6. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain
retardasi mental

VII. Diagnosis Cerebral palsy


a. Anamnesis
Pada Cerebral palsy dapat ditemukan gejala danggun motorik berupa
kelainan fungsi dan lokasi serta kelainan bukan motorik yang menyulitkan
gambaran klinis Cerebral palsy. (1) Kelainan fungsi motirik terdiri dari :
a) Spastisitas
Terdapat peningkatan tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus
dan refleks babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap
dan tidak hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peningkatan
tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu
tampak sikap yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur

11
misalnya lengan dalam adduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan
tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari
melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap adduksi, fleksi pada
sendi paha dan lutut, kaki dalam fleksi plantar dan telapak kaki berputar
ke dalam. (1)
Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada waktunya.
Kerusakan biasanya terletak pada trkstu kortikospinalis. Golongan
spastisitas ini meliputi 2/3 penderita Cerebral palsy. (1)
Banyak kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya
kerusakan, yaitu :
1. Monoplegia/monoparesis(1,2)
Kelumpuhan keempat anggota gerak pada stu sisi, tetapi salah satu
anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya.
2. Hemiplagia/hemiparesis
Kelumpuhan lengan dan tungkai di sisi yang sama.
3. Diplegia/diparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat
daripada lengan.
4. Tertaplagia/tetraparesis/quadriplagia(1,2)
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama
hebatnya dibandingkan dengan tungkai.

12
Gambar 1. Kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya
kerusakan(6)

b) Tonus otot yang berubah


Bayi pada golonggan ini pada usia bulan pertama tampak flasid dan
berbaring seperti kodok terlentang, sehingga tampak seperti kelainan
pada lower motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi
perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarka berbaring
tampak flasid dan sikapnya seperti kodok terlentang, tetapi bila
dirangsang atau mulai diperiksa tonus ototnya berubah menjadi spastis.
Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang khas
ialah refleks neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan
biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh asfiksia perinatal
atau ikterus. Golongan ini meliputi 10-20% dari kasus Cerebral palsy.
(1)

c) Koreo-atetosis(extrapiramidal Cerebral Palsy)


Kelainan yang khas ialah sikap yang abnormal dengan pergerakan yang
terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama
tampak bayi flasid, tapi sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut.
Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot.
Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia. Kerusakan terletak di
ganglia basal dan disebabkan oleh afiksia berat atau ikterus kern pada
masa neonatus. Golongan ini meliputi 5-15% dari kasus Cerebral
palsy. (1)
d) Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya
flasid dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan
keseimbangan tampak bila mulai belajar duduk. Mulai berjaan sangat
lambat dan semu pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak si
serebelum. Terdapat kira-kira 5% dari kasus Cerebral palsy. (1)
e) Gangguan pendengaran

13
Terdapat pada 5-10 % anak dengan Cerebral palsy. Gangguan berupa
gangguan neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit
menagkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis. (1)
f) Gangguan bicara
Disebabkan oleh gengguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan
yang terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar
mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata
dan sering tampak beliur. (1)
g) Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan
refraksi. Pada kedaan afiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir
25%penderita Cerebral palsy menderita kelainan mata. (1)

Pemeriksaan khusus terdiri dari impairment, functional limitation


dan partisipasi restriction. Pada kasus ini pemeriksaan khusus terdiri dari:

1. Pengamatan Posisi
Pemeriksaan ini berfungsi untuk menilai ada tidaknya gerakan
ekstremitas abnormal, asimetris, posisi dan gerakan yang
abnormal.Pengamatan posisi dilakukan pada saat terlentang,
berguling, telungkup, merayap, ke duduk, duduk, merangkak, ke
berdiri, berdiri, dan berjalan.Pengamatan posisi anak dilakukan
sesuai dengan kemampuan anak.Setiap posisi memiliki
komponennya masing masing.

2. Spastisitas
Spastisitas merupakan fungsi tonus yang meningkat tergantung
pada kecepatan gerakan.Merupakan gambaran lesi pada Upper
Motor Neuron.Membentuk ekstrimitas pada posisi
ekstensi.Pengukuran spastisitas dilakukan apabila ada kecurigaan
kecenderungan posisi.Skala pengukuran dapat menggunakan
ashworth.

14
Skala Klinis Spastisitas (ASHWORTH)
0 : Tidak terdapat peningkatan tonus postural.
1 : Sedikit peningkatan tonus, terdapat tahanan minimal di akhir
Lingkup Gerak Sendi.
1+ : Sedikit peningkatan tonus, tahanan sedikit kurang dari
Lingkup Gerak Sendi.
2 : Peningkatan tonus lebih nyata hampir seluruh Lingkup Gerak
Sendi, namun masih bisa digerakkan
3 : Peningkatan tonus bermakna, sehingga gerakan pasif sulit
dilakuakan.
4 : Sendi dalam posisi fleksi atau ekstensi atau dalam satu posisi.
(Malene Wesselhoff, 2012)

3. Ankle Clonus
Bila terjadi rileks yang sangat hiperaktif, maka keadaaan ini
disebut klonus.Jika kaki dibuat dorsi fleksi dengan tiba-tiba, dapat
mengakibatkan dua atau tiga kali gerakan sebelum selesai pada
posisi istirahat.Kadang-kadang pada penyakit Sistem Saraf Pusat
terdapat aktivitas ini dan kaki tidak mampu istirahat di mana tendon
menjadi longgar tetapi aktivitas menjadi berulang-ulang.
4. Pemeriksaan 7 Refleks
Merupakan salah satu komponen penentu prognosis berjalan.
Pemeriksaan 7 refleks dilakukan mulai usia 1 tahun hingga usia
kurang dari 7 tahun. Pemeriksaan 7 refleks meliputi (Pamela, 1993):
a. ATNR (Asymetrical Tonic Neck Refleks)
Aplikasi : Posisi pasien terlentang , kepala di midline. Kepala dirotasikan ke
salah satu sisi,positif jika elbow dan knee sisi yang sama flexi dan
sisi yang berlawanan shoulder abduksi dan elbow extensi
b. STNR (Symetrical Tonik Neck Refleks)
Aplikasi : Posisi pasien di pangkuan pemeriksa, kepala anak di flexi kan
positif jika kedua lengan flexi dan tungkai ekstensi. Sebaliknya,jika

15
kepala anak di extensi kan positif jika kedua lengan extensi dan
tungkai flexi
c. Neck righting
Aplikasi : posisi pasien terlentang, kepala dirotasikan ke salah satu sisi, positif
jika tubuh berputar mengikuti kepala mulai dari shoulder, trunk,
pelvic, hip, knee, ankle.
d. Extensor thrust
Aplikasi : Posisi pasien terlentang, knee dalam posisi flexi lalu sentuh teapak
kaki dan positif jika knee menjadi lurus atau ekstensi.
e. Moro
Aplikasi : Posisi pasien terlentang, kepala dan punggung anak
disangga oleh tanga terapis. Secara tiba-tiba jatuhkan pegangan
kepala anak tanpa di tekan, positif jika ada reaksi terkejut dari anak.
f. Parasut
Aplikasi : Posisi pasien seperti posisi akan terjun. Handling terapis di
thorakal, posisi kepala lebih rendah dari kaki. Positif jika kedua
lengan lurus, jari-jari di extensikan seolah hendak mendarat (posisi
hand support)
g. Foot placement
Aplikasi : anak diberdirikan dengan handling terapis di bagian aksila anak,
lalu punggung tungkai anak digoreskan pada meja, positif jika kaki
anak ke atas meja

Penilaian 7 refleks:
ATNR (-) : 0
STNR (-) : 0
Neck righting ( - ) : 0
Extensor thrust ( - ) : 0
Moro (-) : 0
Paracute (+) : 0
Foot placement ( + ) : 0

16
Keterangan:
Jika skor 0, maka anak bisa berjalan.
Jika skor 1, maka anak bisa berjalan tanpa atau dengan alat
bantu.
Jika skor 2 atau lebih dari 2, maka prognosa berjalan jelek.

XI. Penatalaksanaan Cerebral palsy


Tidak ada terapi spesifik terhadap Cerebral palsy. Terapi bersifat
simtomatik, yang diharapkan akan memperbaiki kondisi pasien. Terapi
yang sangat dini akan dapat mencegah atau mengurangi gejala. Untuk
menentukan jenis terapi atau latihan yang diberikan dan untuk menentukan
ke- berhasilannya maka perlu diperhatikan penggolongan Cerebral palsy
berdasarkan derajat kemampuan fungsionil yaitu derajat ringan, sedang
dan berat. Tujuan terapi pasien Cerebral palsy adalah membantu pasien
dan keluarganya memperbaiki fungsi motorik dan mencegah deformitas
serta penyesuaian emosional dan pendidikan sehingga.

Terapi Non Farmakologis


1. Peregangan Otot (stretching exercise)
Peregangan otot merupakan suatu latihan yang popular pada program
latihan atletik, bertujuan untuk meningkatkan viskoelastisitas dari bagian-
bagian otot supaya mengurangi resiko trauma otot-tendon. Akhir-akhir ini,
terapi ini lazim digunakan dalam manajemen pasien spastik. Termasuk
diantaranya adalah prosedur pemanjangan otot yang dapat diterapkan dengan
cara menggerakkan sendi dalam ROM secara manual atau dengan berbagai alat
mekanik, untuk menormalkan tonus otot, mempertahankan atau meningkatkan
ekstensibilitas jaringan lunak, mengurangi nyeri kontraktur, dan meningkatkan
fungsi motorik. Latihan peregangan dapat dilaksanakan dalam berbagai
modalitas, antara lain: 1) peregangan pasif (peregangan dilakukan oleh orang
lain dan pasien tidak berpartisipasi aktif); 2) peregangan aktif; 3)prolonged

17
positioning (posisi yangdilakukan untuk mencapai durasi peregangan otot
tertentu yang lebih lama);4)peregangan isotonik (ekstremitas digerakkan secara
perlahan sampai pada ROMmaksimum dan dipertahankan pada batas waktu
tertentu yang bervariasi); 5)peregangan isokinetik.
Efek peregangan pada spastisitas dapat dijelaskan sebagai suatu
perubahan eksitabilitas dari motorneuron pada otot spastik. Beberapa studi telah
meneliti mengenai eksitablilitas motoneuron setelah latihan peregangan pada
pasie dengan SMD. 3 studi melaporkan efek yang positif dari latihan
peregangan, sementara 1 studi melaporkan tidak ada perubahan yang signifikan
setelah latihan peregangan.
2. Penguatan otot (strengthening exercise)
Syarat: kekuatan otot diatas fair (F 50%) atau 3 atau lebih. Beban harus
diatas35% kemampuan otot.
a. Isometric/static exercise: adalah kontraktsi otot, tidak ada gerakan
sendi(statis). Dikatakan cukup kontraksi optimal selama 6 detik 1 kali
sehari.
b.Isotonic exercise: kontraksi otot bersamaan dengan gerak sendi.
c.Isokinetik exercise: prinsip latihan merupakan gabungan antara isometrik
dan isotonik sehingga hasil optimal, boleh untuk penderita hipertensi dan
PJK. Memerlukan alat khusus (misalnya Cybex Norm) yang dapat mengatur
beban secara dinamik, tetapi kecepatan gerak tetap (static) sepanjang waktu
latihan. Sering dipakai pada pusat-pusat kebugaran dan pusat latihan atlit.
3. Metode Bobath atau Neuro Development Treatment (NDT)

a. Konsep Neuro Development Treatment


Neuro Development Treatment (NDT) menekankan pada hubungan
antara normal postural reflex mechanism (mekanisme refleks postural
normal), yang merupakan suatu mekanisme refleks untuk menjaga
postural normal sebagai dasar untuk melakukan gerak. Mekanisme
refleks postural normal memiliki kemampuan yang terdiri dari: (1)
normal postural tone, (2) normal reciprocal innervations, dan (3)

18
variasi gerakan yang mengarah pada fungsional. Syarat agar mekanisme
refleks postural normal dapat terjadi dengan baik:

(1) righting reaction yang meliputi


labyrinthine righting reaction, neck righting
reaction, body on body righting reaction, body on
head righting reaction, dan optical righting
reaction, (2) equilibrium reaction, yang
mempersiapkan dan mempertahankan
keseimbangan selama beraktivitas, (3) protective
reaction, yang merupakan gabungan antara righting
reaction dengan equilibrium reaction (The Bobath
Centre of London, 1994).
b. Prinsip Teknik Neuro Development Treatmentatau
NDT Prinsip dasar teknik metode Neuro Development Treatment atau NDT
meliputi 3 hal:
1. Patterns of movement

Gerakan yang terjadi pada manusia saat bekerja adalah pada pola
tertentu dan pola tersebut merupakan representasi dari kontrol level
kortikal bukan kelompok otot tertentu. Pada anak dengan kelainan
sistem saraf pusat, pola gerak yang terjadi sangat terbatas, yang mana
dapat berupa dominasi refleks primitif, berkembangnya pola gerak
abnormal karena terbatasnya kemampuan bergerak, dan adanya
kompensasi atau adaptasi gerak abnormal. Akibat lebih lanjut anak atau
penderita akan menggunakan pola gerak yang abnormal dengan
pergerakan yang minim.

2. Use of handling

Handling bersifat spesifik dan bertujuan untuk normalisasi tonus,


membangkitkan koordinasi gerak dan postur, pengembangan

19
ketrampilan, dan adaptasi respon. Dengan demikian anak atau penderita
dibantu dan dituntun untuk memperbaiki kualitas gerak dan tidak
dibiarkan bergerak pada pola abnormal yang dimilikinya.

3. Prerequisites for movement

Agar gerak yang terjadi lebih efisien, terdapat 3 faktor yang


mendasari atau prerequisites yaitu (1) normal postural tone mutlak
diperlukan agar dapat digunakan untuk melawan gravitasi, (2) normal
reciprocal innervations pada kelompok otot memungkinkan terjadinya
aksi kelompok agonis, antagonis, dan sinergis yang terkoordinir dan
seimbang, dan (3) postural fixation mutlak diperlukan sehingga
kelompok otot mampu menstabilkan badan atau anggota gerak saat
terjadi gerakan/aktivitas dinamis dari sisa anggota gerak.

c. Teknik-Teknik Dalam Neuro Development Treatment


(NDT)
Metode Neuro Development Treatment (NDT) memiliki teknik-
teknik khusus untuk mengatasi pola abnormal aktivitas tonus refleks
(Wahyono, 2008). Teknik-teknik tersebut meliputi:

1. Inhibisi

Inhibisi disini menggunakan Reflex Inhibiting Pattern (RIP) yang


bertujuan untuk menurunkan dan menghambat aktivitas refleks yang
abnormal dan reaksi asosiasi serta timbulnya tonus otot yang abnormal.
Sekuensis dalam terapi ini meliputi bagian tubuh dengan tingkat
affected terkecil didahulukan dan handling dimulai dari proksimal.

2. Fasilitasi

Fasilitasi bertujuan untuk memperbaiki tonus postural, memelihara


dan mengembalikan kualitas tonus normal, serta untuk memudahkan
gerakan-gerakan yang disengaja (aktivitas sehari-hari).

20
3. Propioceptive Stimulation

Merupakan upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot


melalui propioseptive dan taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi
pada anak, memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh
gaya gravitasi secara otomatis.

4. Key Points of Control (KPoC)

Key Points of Control (KPoC) adalah bagian tubuh (biasanya


terletak di proksimal) yang digunakan untuk handling normalisasi tonus
maupun menuntun gerak aktif yang normal. Letak Key Points of
Control (KPoC) yang utama adalah kepala, gelang bahu, dan gelang
panggul.

5. Movement Sequences and Functional Skill

Teknik inhibisi dan fasilitasi pada dasarnya digunakan untuk


menumbuhkan kemampuan sekuensis motorik dan keterampilan
fungsional anak

d. Tujuan Pelaksanaan Neuro Development


Treatment(NDT)
Tujuan pelaksanaan metode Neuro Development Treatment (NDT)
adalah menghambat pola gerak abnormal, normalisasi tonus dan
fasilitasi gerakan yang normal, serta meningkatkan kemampuan
aktivitas pasien.

X. Prognosis Cerebral palsy


Di negeri yang telah maju misalnya Ingris dan Scandinavia, terdapat
20 -25% penderita Cerebral palsy mampu bekerja sebagai buruh penuh dan
30-50% tinggal di Institute Cerebral palsy (1)
Prognosis penderita dengan gejala motorik yang ringan adalah baik;
makin banyak gejala penyertanya (retardasi mental, bangkitan kejang,

21
gangguan penglihatan dan pendengaran) dan makin berat gejala motoriknya,
makin buruk prognosisnya. (1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak
2. Jakarta : Infomedika Jakarta ; 2012
2. Rudolph C D, Rudolph A M, Hostetter M K, Lister G, Siegel N J. Rudolph's
Pediatrics, 21st Ed. McGraw-Hill. USA. 2014
3. Kliegman R M, Behrman R E, Jenson H B, Stanton B F. Kliegman: Nelson
Textbook of Pediatrics, 18th ed. Saunders, An Imprint of Elsevier. USA.
2011
4. Saharso D. Palsi Serebral dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Divisi
Neuropediatri Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo
Surabaya. Surabaya: FK UNAIR/RS DR. Soetomo, 2011.
5. Ropper A H, Brown R H. Adams and Victors Principeples of Neurology,
18th ed. McGraw-Hill. USA. 2015
6. Saharso D. Cerebral Palsy Diagnosis dan Tatalaksana dalam Naskah Lengkap
Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI Kapita Selekta Ilmu
Kesehatan Anak VI. Surabaya: RS DR. Soetomo, 2011
7. Rohkamm R, Color Atlas of Neurology. New York: Thieme ; 2004. p 288
8. Soedarmo, Sumarno dkk. Buku Ajar Neurologi Anak. Edisi 1. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI : 116
9. Johnston MV. Encephalopaties: Cerebral Palsy dalam Kliegman: Nelson
Textbook of Pediatrics, 18th ed. eBook Nelson Textbook of Pediatrics, 2007.
10. Moster D, Wilcox AJ, Vollset SE, Markestad T, Lie RT. Cerebral palsy
among term and postterm births.JAMA. Sep 1 2010;304(9):976-82.
11. Hankins GDV, Speer M. Dening the Pathogenesis and Pathophysiology of
Neonatal Encephalopathy and Cerebral Palsy. OBSTETRICS &
GYNECOLOGY 2009;102;628-636

22
12. Adnyana IMO. Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologi. Cermin Dunia
Kedokteran 2010, No.104; 37-40

23

Anda mungkin juga menyukai