Anda di halaman 1dari 36

makalah pembuatan biodiesel dari minyak jelantah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia dikenal dunia memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah, terutama minyak
bumi dan gas alam. Hal ini yang menjadikan Indonesia memanfaatkan sumber daya alam
tersebut dalam jumlah yang besar untuk kesejahteraan masyarakatnya. Dewasa ini kita kerap kali
mendengar tentang istilah krisis energi, hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya industri
yang memerlukan konsumsi bahan bakar minyak yang semakin banyak. Seperti yang telah kita
ketahui bahwa minyak bumi dan gas alam adalah salah satu unrenewable resource, sehingga
semakin lama persediaan minyak bumi dan gas akan semakin menipis.

Dari permasalahan di atas menjadikan kita harus berpikir bagaimana caranya untuk mengganti
SDA tersebut dengan sumber daya yang lebih murah dan tepat guna. Sebagai jawaban dari
permasalahan tersebut adalah bioenergi. Bioenergi sendiri merupakan sumber daya alternatif
yang dapat digunakan berulang-ulang, untuk mengganti sumber daya fosil yang banyak
digunakan di Indonesia saat ini. Biodiesel dapat terbuat dari minyak nabati maupun minyak
hewani. Pemanfaatan bahan dari minyak nabati salah satunya adalah limbah minyak goreng atau
minyak jelantah merupakan bahan alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan bakar.

Keuntungan lain dari pemanfaatan minyak goreng bekas ini adalah meminimalisir pencemaran
lingkungan akibat pembuangan minyak goreng bekas yang dapat dijumpai di setiap rumah-
rumah, penjual gorengan dan tempat-tempat lain pengahasil minyak jelantah. Jika tidak ditangani
dan tidak diupayakan pencegahannya maka akan terjadi tumpukan-tumpukan limbah minyak
goreng bekas. Karena minyak jelantah bersifat karsinogenik yang tidak baik untuk kesehatan,
akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit, misalnya diarhea,
pengendapan lemak dalam pembuluh darah, kanker dan menurunkan nilai cerna lemak sehingga
minyak jelantah lebih baik digunakan maupun didaur ulang sebagai bahan baku pembuatan
biodiesel.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah :

1. Bagaimana reaksi pembuatan biodiesel dari minyak jelantah?

2. Apakah bahaya dari minyak jelantah?

3. Bagaimana cara pembuatan biodiesel dari minyak jelantah?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan makalah Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah ini adalah
sebagai berikut :

1. Mengenalkan sumber energi terbarukan biodiesel yang terbuat dari limbah minyak jelantah.

2. Diharapkan dapat membantu mengurangi pencemaran lingkungan akibat pembuangan


limbah minyak goreng.

3. Mengetahui metode pembuatan biodiesel dari minyak jelantah.

4. Dengan menggunakan biodiesel dari minyak jelantah diharapkan dapat membantu


mengurangi emisi karbon dan polusi ( lebih ramah lingkungan).

D. Manfaat

1. Mampu memberikan wawasan tentang pemanfaatan limbah, dalam hal ini yaitu minyak
goreng bekas/jelantah.

2. Dapat memberikan pengetahuan tentang pembuatan biodiesel dari minyak jelantah dan
manfaat pembuatannya.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
A. Biodiesel

Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkil ester dari rantai panjang
asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari
sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan.

Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak dasar menjadi ester
yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah melewati proses ini, tidak seperti
minyak sayur langsung, biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar)
dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, biodiesel lebih
sering digunakan sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel
petrol murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas.

Biodiesel merupakan kandidat yang paling dekat untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai
sumber energi transportasi utama dunia, karena ia merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat
menggantikan diesel petrol di mesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual dengan
menggunakan infrastruktur sekarang ini.

Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di Eropa, Amerika
Serikat, dan Asia, meskipun dalam pasar masih sebagian kecil saja dari penjualan bahan bakar.
Pertumbuhan SPBU membuat semakin banyaknya penyediaan biodiesel kepada konsumen dan
juga pertumbuhan kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar.

B. Minyak Jelantah

Minyak jelantah (bahasa Inggris: waste cooking oil) adalah minyak limbah yang bisa berasal dari
jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan
sebagainya, minyak ini merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya.
Minyak yang telah dipakai untuk menggoreng menjadi lebih kental, mempunyai asam lemak
bebas yang tinggi dan berwarna kecokelatan. Selama menggoreng makanan, terjadi perubahan
fisiko-kimia, baik pada makanan yang digoreng maupun minyak yang dipakai sebagai media
untuk menggoreng, dapat digunakan kembali untuk keperluaran kuliner akan tetapi bila ditinjau
dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat
karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Jadi jelas bahwa pemakaian minyak
jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker,
dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi berikutnya.

Minyak jelantah juga dapat digunakan kembali sebagai minyak goreng yang bersih tanpa
kotoran, dengan cara minyak jelantah tersebut direndam bersama dengan ampas tebu, maka
nantinya warna coklat dan kotoran pada minyak jelantah akan terserap oleh ampas tebu tersebut,
sehingga minyak jelantah tersebut akan kembali bersih dan dapat dipakai kembali.
Umumnya, minyak goreng digunakan untuk menggoreng dengan suhu minyak mencapai 200-
300 C. Pada suhu ini, ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh rusak, sehingga tinggal asam
lemak jenuh saja. Risiko terhadap meningkatnya kolesterol darah tentu menjadi semakin tinggi.
Selain itu, vitamin yang larut di dalamnya, seperti vitamin A, D, E, dan K ikut rusak. Kerusakan
minyak goreng terjadi atau berlangsung selama proses penggorengan, dan itu mengakibatkan
penurunan nilai gizi terhadap makanan yang digoreng. Minyak goreng yang rusak akan
menyebabkan tekstur, penampilan, cita rasa dan bau yang kurang enak pada makanan. Dengan
pemanasan minyak yang tinggi dan berulang-ulang, juga dapat terbentuk akrolein, di mana
akrolein adalah sejenis aldehida yang dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan, membuat
batuk konsumen dan yang tak kalah bahaya adalah dapat mengakibatkan pertumbuhan kanker
dalam hati dan pembengkakan organ, khususnya hati dan ginjal.

Minyak goreng yang telah dipakai secara berulang-ulang, akan mengalami beberapa reaksi yang
dapat menyebabkan menurunkan mutu minyak. Pada suhu pemanasan sampai terbentuk akrolein.
Minyak yang telah digunakan untuk menggoreng akan mengalami peruraian molekul-molekul,
sehingga titik asapnya turun. Bila minyak digunakan berulang kali, semakin cepat terbentuk
akrolein. Yang membuat batuk orang yang memakan hasil gorengannya. Jelantah juga mudah
mengalami reaksi oksidasi sehingga jika disimpan cepat berbau tengik.

Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung dan
lain-lain. Meski beragam secara kimia isi kandungannya sebetulnya tak jauh beda, yakni terdiri
dari beraneka asam lemak jenuh (AL) dan asam lemak tidak jenuh (ALT). Dalam jumlah kecil
kemungkinan terdapat juga lesitin, cephalin, fosfatida lain, sterol, asam lemak bebas, lilin,
pigmen larut lemak, dan hidrokarbon, termasuk karbohidrat dan protein. Hal yang kemungkinan
berbeda adalah komposisinya.

Selain itu, minyak jelantah juga disukai jamur aflatoksin sebagai tempat berkembang biak. Jamur
ini menghasilkan racun aflatoksin yang menyebabkan berbagai penyakit, terutama hati/liver.
Selanjutnya, proses dehidrasi (hilangnya air dari minyak) akan meningkatkan kekentalan minyak
dan pembentukan radikal bebas (molekul yang mudah bereaksi dengan unsur lain). Proses ini
menghasilkan zat yang bersifat toksik (berefek racun) bagi manusia.

Jadi, penggunaan minyak jelantah secara berulang berbahaya bagi kesehatan. Proses tersebut
dapat membentuk radikal bebas dan senyawa toksik yang bersifat racun. Pada minyak goreng
merah, seperti minyak kelapa sawit, kandungan karoten pada minyak tersebut menurun setelah
penggorengan pertama. Dan hampir semuanya hilang pada penggorengan keempat. Minyak
jelantah sebaiknya tidak digunakan lagi bila warnanya berubah menjadi gelap, sangat kental,
berbau tengik, dan berbusa.

Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat dan
tidak menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan. Salah satu bentuk
pemanfaatan minyak jelantah agar dapat bermanfaat dari berbagai macam aspek ialah dengan
mengubahnya secara proses kimia menjadi biodiesel. Hal ini dapat dilakukan karena minyak
jelantah juga merupakan minyak nabati, turunan dari CPO (crude palm oil). Biodiesel dari
substrat minyak jelantah merupakan alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan sebagaimana
biodiesel dari minyak nabati lainnya. Hasil uji gas buang menunjukkan keunggulan FAME
dibanding solar, terutama penurunan partikulat/debu sebanyak 65%. Biodiesel dari minyak
jelantah ini juga memenuhi persyaratan SNI untuk Biodiesel.

C. Proses yang Digunakan dalam Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah

Reaksi yang digunakan dalam pembuatan biodiesel dari minyak jelantah ini adalah reaksi trans-
esterifikasi.

Reaksi transesterifikasi mengubah trigliserida (96-98 %minyak) dan alkohol menjadi ester,
dengan sisa gliserin sebagai produk sampingnya. Hasilnya molekul-molekul trigliserida yang
panjang dan bercabang diubah menjadi ester-ester yang lebih kecil yang memiliki ukuran dan
sifat yang serupa dengan minyak solar.

Alkohol yang digunakan adalah alkohol dengan rantai pendek, seperti metanol, etanol dan
butanol. Metanol dan etanol dapat dengan mudah dihasilkan dari bahan nabati. Etanol
menghasilkan etil ester yang lebih sedikit dan meninggalkan sisa karbon yang banyak. Metanol
selain harganya yang lebih murah, juga adalah jenis alkohol yang paling umum digunakan.
Katalis digunakan untuk mempercepat jalannya reaksi (Encinar, 1999).

Metanol dan etanol adalah jenis alkohol yang banyak dipakai dalam industri, karena kedua jenis
alkohol ini memberikan reaksi yang relatif lebih cepat. Reaksi dengan alkohol yang mempunyai
titik didih lebih rendah dilaksanakan pada suhu 60-65 C, sedangkan untuk reaksi dengan alkohol
yang mempunyai titik didih tinggi dilakukan pada suhu 200-250 C. Reaktor yang dipakai
diusahakan dalam keadaan kering dan kadar asam lemak bebas yang ada dalam minyak atau
lemak harus kecil. Konsentrasi katalisator akan berkurang karena air dan asam lemak bebas akan
bereaksi dengan katalisator yang sifatnya basa dan membentuk sabun.

BAB III

CARA KERJA
A. Alat

a) Neraca Analitik 1 buah

b) Gelas ukur ukuran 250 mL 1 buah

c) Gelas beaker ukuran 500 mL 2 buah

d) Gelas beaker ukuran 1000 mL 1 buah

e) Spatula 1 buah

f) Corong gelas 1 buah

g) Pengaduk magetik 1 buah

h) Pengaduk 1 buah

i) Penyaring 1 buah

j) Kompor/penangas listrik 1 buah

k) Termometer 1 buah

l) Panci stainless steels (jangan gunakan panci aluminium karena dikhawatirkan akan terjadi
reaksi lain)

B. Bahan

a) 1 liter minyak goreng bekas

b) 3,5 gram NaOH

c) 200 mL metanol (spiritus putih/tak berwarna)

d) Aquades

C. Cara Kerja

Pembuatan Biodisel

1. Timbang 3,5 gram NaOH pa ke dalam gelas beaker 500 mL


2. Ukurlah 200 mL metanol menggunakan gelas ukur, lalu tuang ke dalam gelas beker 500
mL yang berisi NaOH, aduk hingga NaOH larut (sekitar 30 menit).

3. Ambil minyak jelantah yang telah disaring sebanyak 1 liter, lalu tuang ke dalam panci
stainless steels.

4. Panaskan minyak bekas di atas pemanas listrik atau kompor sambil diaduk hingga suhu
minyak mencapai 60C.

5. Setelah suhu minyak mencapai 60C angkat minyak dari kompor sambil terus diaduk,
tuangkan larutan NaOH dan metanol yang telah dibuat sebelumnya. Pencampuran dilakukan
dengan cara menuangkan sedikit demi sedikit larutan sambil tetap terus diaduk.

6. Setelah semua larutan tertuang habis, campuran harus tetap diaduk dengan agak kuat.
Setelah sekitar 20-30 menit pada campuran akan berubah warna menjadi oranye. Perubahan
warna ini menandakan telah terjadi reaksi. Lakukan terus pengadukan hingga warna oranye
menjadi semakin tajam dan agak keruh. Jika warna sudah tidak berubah lagi , maka menandakan
reaksi telah selesai.

7. Diamkan campuran selama 24 jam hingga terbentuk 2 lapisan : lapisan bagian atas yang
berwarna oranye merupakan biodiesel, sedangkan di bagian bawahh padat kuning keputihan
merupakan campuran gliserol, air dan sisa NaOH.

8. Pisahkan kedua campuran dengan cara menuangkan secara perlahan lahan bagian atasnya
(biodiesel) ke tempat lain.

9. Jika ingin hasil yang lebih baik, dapat dilakukan pemurnian dengan menggunakan air.

Cara Pemurnian

1. Ukurlah air menggunakan gelas ukur dengan perbandingan 1:5 dari hasil biodiesel yang
telah dibuat.

2. Panaskan di atas kompor dan atur suhunya (jangan melebihi 80C).

3. Aduk terus campuran selama 30 menit.

4. Setelah itu angkat dan diamkan selama 24 jam hingga terbentuk 2 lapisan : lapisan bagian
atas merupakan biodiesel, sedangkan endapan bagian bawah merupakan air yang mengandung
kotoran sisa NaOH dan lain-lain.

5. Pisahkan kedua lapisan tersebut dan biodiesel siap digunakan sebagai bahan bakar
pengganti solar atau minyak tanah.
DAFTAR PUSTAKA

http://titi-sindhuwati.blogspot.com/2012/01/limbah-minyak-goreng-tidak-lagi-menjadi.html

http://greenchemistryindonesia.wordpress.com/

http://id.wikipedia.org

Djaeni, dkk., 2002, Pengolahan Limbah Minyak Goreng Bekas menjadi Gliserol dan Minyak
Diesel melalui Proses Trans-Esterifikasi, Universitas Diponegoro, Semarang, Prosiding Seminar
Nasional Kejuangan Teknik Kimia, Yogyakarta

Tahar, A., 2003, Evaluasi Teknis Pembuatan

Biodiesel dari Minyal Jelantah, Institut Teknologi Bandung, Prosiding Seminar

Rekayasa dan Proses Kimia, UNDIP, Semarang


Biodiesel dari MINYAK JELANTAH (Minyak goreng Bekas) MAKALAH

BAB I

A. LATAR BELAKANG

Indonesia dikenal dunia memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah, terutama minyak
bumi dan gas alam. Hal ini yang menjadikan Indonesia memanfaatkan sumber daya alam
tersebut dalam jumlah yang besar untuk kesejahteraan masyarakatnya. Indonesia termasuk
negara penyumbang minyak terbesar di dunia oleh karena itu hal ini dikhawatirkan berdampak
kepada sumber daya alam tersebut, dimana kita ketahui SDA minyak bumi dan gas alam adalah
sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan lama-kelamaan akan habis di gali.
Kemungkinan Indonesia kehilangan SDA tersebut sangat besar, sehingga menyebabkan
kelangkaan bahan bakar yang sekarang ini saja sudah terasa dampaknya, dengan kelangkaan
minyak tanah, dan harga minyak dunia yang semakin tinggi.

Permasalahan di atas menjadikan kita harus berpikir bagaimana caranya untuk mengganti SDA
tersebut dengan sumber daya energi yang murah dan tepat guna? Sebagai jawaban dari
permasalahan tersebut adalah bioenergi. Bioenergi sendiri merupakan sumber daya alternatif
yang dapat digunakan berulang-ulang, untuk mengganti sumber daya fosil yang banyak
digunakan di Indonesia saat ini.

Oleh karena itu pemerintah Indonesia mencari solusi bagaimana mensosialisasikan usaha
bioenergi yang dapat dimanfaatkan masyarakat luas kepada para wirausahaan, dan dapat
membuka lapangan pekerjaan, bagi kesejahteraan hidup?, dan dapat menemukan bioenergi
alternatif

Bioenergi ini sangat cocok diterapkan kepada masyarakat pedesaan yang umumnya masih
menggunakan BBM fosil sebagai bahan bakar pengepul dapur mereka, dengan dilakukannya
pengadaan bioenergi di pedasaan diharapkan dapat mengurangi penggunaan BBM fosil yang
sekarang mulai langka, dan harganya yang terus melonjak.
BAB II

A. PENGERTIAN BIODIESEL

Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono--alkyl ester dari rantai
panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan
terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan.

Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak dasar menjadi ester
yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah melewati proses ini, tidak seperti
minyak sayur langsung, biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar)
dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, dia lebih sering
digunakan sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel petrol
murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas.

Dia merupakan kandidat yang paling dekat untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai
sumber energi transportasi utama dunia, karena ia merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat
menggantikan diesel petrol di mesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual dengan
menggunakan infrastruktur sekarang ini.

Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di Eropa, Amerika
Serikat, dan Asia, meskipun dalam pasar masih sebagian kecil saja dari penjualan bahan bakar.
Pertumbuhan SPBU membuat semakin banyaknya penyediaan biodiesel kepada konsumen dan
juga pertumbuhan kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar.
B. MINYAK JELANTAH SEBAGAI BAHAN BAKU BIODIESEL

Minyak jelantah adalah minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti
halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan sebagainya, minyak ini merupakan
minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya, dapat di gunakan kembali untuk
keperluaran kuliner akan tetapi bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah
mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses
penggorengan. Jadi jelas bahwa pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak
kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi
kecerdasan generasi berikutnya. Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar limbah minyak
jelantah ini dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan
lingkungan, kegunaan lain dari minyak jelantah adalah bahan bakar biodiesel (Anonim, 2010).
Minyak jelantah juga dapat digunakan kembali sebagai minyak goreng yang bersih tanpa
kotoran, dengan cara minyak jelantah tersebut direndam bersama dengan ampas tebu, maka
nantinya warna coklat dan kotoran pada minyak jelantah akan terserap oleh ampas tebu tersebut,
sehingga minyak jelantah tersebut akan kembali bersih dan dapat dipakai kembali (Ridhotulloh,
2008).

Analisis Laboratorium Sifat - sifat Biodiesel dari


Minyak Jelantah
Sifat fisik Unit Hasil ASTM Standar (Solar)
Flash point C 170 Min.100
Viskositas (40C) cSt. 4,9 1,9-6,5
Bilangan setana - 57 Min.40
Cloud point C 3,3 -
Sulfur content % m/m << 0.01 0.05 max
Calorific value kJ/kg 38.542 45.343
Density (15C) Kg/l 0,93 0,84
Gliserin bebas Wt.% 0,00 Maks.0,02
Sumber: www.migasindonesia.com
Bahan bakar yang berbentuk cair ini bersifat menyerupai solar, sehingga sangat prosfektif untuk
dikembangakan. Apalagi biodiesel memiliki kelebihan lain dibanding dengan solar, yakni:
- Bahan bakar ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik (free sulphur,
smoke number rendah) sesuai dengan isu-isu global.
- Cetane number lebih tinggi (>57) sehingga efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan
dengan minyak kasar.
- Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin dan dapat terurai (biodegradable).
- Merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbaharui.
- Meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi secara lokal (Hambali,
2007).
Saat membandingkan biodiesel dengan solar, hal yang perlu diperhatikan juga adalah pada
tingkat emisi bahan bakar. Biodiesel menghasilkan tingkat emisi hidrokarbon yang lebih kecil,
sekitar 30% dibanding dengan solar, Emisi CO juga lebih rendah, -sekitar 18%-, emisi
particulate molecul lebih rendah 17%, sedang untuk emisi NOx lebih tinggi sekitar 10%,
sehingga secara keseluruhan, tingkat emisi biodiesel lebih rendah dibandingkan dengan solar,
sehingga lebih ramah lingkungan (Firdaus, 2010).
Berdasarkan uji laboratorium, campuran efektif biodiesel 5-30% per liter solar selain berkarakter
pelumas sehingga aman untuk mesin, sistem pembakaran pun menjadi lebih sempurna. Untuk
mengurangi polusi secara signifikan, penggunaan biodiesel bisa dicampur solar dengan rasio 5-
10%. Biodiesel dari jelantah tidak mengandung belerang (sulfur) dan benzene yang bersifat
karsinogen, serta dapat diuraikan secara alami (Ridhotulloh, 2008).
Minyak jelantah ini sangat mudah di temukan, misalnya di pedagang kaki lima, sisa penggunaan
dapur rumah tangga, dan dari restoran, serta harga beli dari minyak jelantah ini cukup murah
dalam jumlah yang besar, per liternya dijual sekitar Rp. 1700- Rp. 2000, ada juga beberapa
restoran yang memberikan minyak jelantahnya secara gratis, atau dapat juga di beli dari para
pemgumpul minyak jelantah yang ada, dan harga jual biodiesel jelantah ke Pertamina Rp
7000/liter (Wawicaksono, 2007).

Pengunaan minyak yang berulangkali terpaksa dilakukan karena terus melambungnya harga
minyak goreng saat ini. sosialisasi bagaimana mengolah minyak ini untuk kemudia dapat
dimanfaatkan lagi perlu dilakukan untuk meminimalisir dampak yang luar biasa yang bisa
ditimbulkan dengan mengkonsumsi minyak jelantah.

Seorang mahasiswa semester delapan Unand, Aster Rahayu, bersama rekannya Lis yang
melakukan penelitian dan pengolahan minyak bekas pakai itu, di Padang, Jumat [21/03] ,
mengatakan, minyak jelantah bisa dipakai kembali dalam keadaan bersih tanpa kotoran, dengan
menggunakan ampas tebu sebagai bahan penyerap. Bahan penyerap tebu yang sudah dijadikan
partikel bisa langsung digunakan dengan mudah oleh ibu-ibu rumah tangga untuk memproses
minyak jelantah menjadi minyak layak pakai.

Penelitian yang dilakukannya sejak Januari 2008 dan akan terus disempurnakan sampai April
2008 itu, dimulai dengan mengambil sampel minyak jelantah dari pedagang gorengan.

Kegiatan pertama yang dilakukan adalah minyak jelantah tersebut dianalisa dulu kandungan
FFAnya, kandungan kotoran dan asam lemaknya. Namun minyak goreng yang bagus (baru) juga
dianalisa untuk mengetahui FFAnya sebagai perbandingan bagi minyak jelantah.

Kemudian menyiapkan ampas tebu yang sudah kering digiling setelah dicuci bersih. Ampas tebu
tadi diayak atau disaring untuk diambil dengan ukuran partikel mulai dari 150 mikro meter, 180
mikro meter, 225 mikro meter dan 450 mikro meter. Selanjutnya ampas tebu direndamkan ke
dalam minyak jelanta itu (untuk memperoleh kondisi optimum). Untuk berat ampas tebu juga
dicari ukuran partikel hingga kondisi optimumnya. Berat ampas tebu juga dianalisis, setelah
kondisi optimumnya diperoleh kita terus melakukan variasi lain yakni perendaman ampas tebu
dengan minyak jelantah.

Dalam perendaman ampas tebu dengan minyak jelantah itu, dicari pula kondisi optimum yang
selanjutnya baru minyak jelantah ditetapkan dan dianalisa kandungan FFAnya.

Ternyata dengan menggunakan ampas tebu, minyak jelanta menjadi bagus, dan warna hitam atau
coklatnya berkurang karena kotoran berada pada minyak jelantah itu diserap oleh ampas tebu.
Ampas tebu dalam analisa itu berfungsi sebagai bahan penyerap yang bagus.

Kepala Laboratorium Kimia Analisa Lingkungan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Andalas, Prof Dr Rahmiana Zein, mengatakan hasil penelitian Unand berupa
uji coba material yang berada di lingkungan (termasuk bahan-bahan sampah) perlu
dipublikasikan.

Sebuah berita menggembirakan datang dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi, yang
mengabarkan bahwa minyak bekas penggorengan atau yang dikenal dengan nama minyak
jelantah ternyata dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan untuk
kompor masak. Untuk itu, melihat kondisi kenaikan harga BBM dan harga minyak bumi, BPPT
(Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) telah melakukan percobaan membuat kompor
berbahan bakar nabati yakni dari minyak bakar jelantah.

Menurut BPPT, limbah minyak goreng (waste of vegetable oil) memiliki potensi sebagai
alternatif energi bahan bakar nabati bisa menurunkan 100% emisi gas buangan Sulfur dan CO2
serta CO sampai dengan 50%, dan sekaligus mampu mengurangi pencemaran air, tanah, dan
udara. Minyak jelantah berdampak positif daripada dibuang, karena minyak jelantah dapat
mencemari lingkungan. Lebih parahnya, jika terjadi penggunaan lebih dari dua kali, maka
minyak jelantah ini dapat menyebabkan penyakit kanker. Penyakit hipertensi dan kolesterol juga
dapat terjadi akibat kandungan asam lemak jenuh yang tinggi dari minyak jelantah.

Minyak jelantah sendiri memiliki kadar karbondioksida yang seimbang sehingga memiliki
kemungkinan kecil resiko meledak, walaupun ketika pembakaran tidak terkendali, api bisa
langsung membesar. Namun, menurut BPPT, minyak jelantah dapat meledak jika suhunya
mencapai lebih dari 300 derajat Celcius. Diharapkan BPPT, teknologi baru ini dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat nantinya di tengah kelangkaan elpiji dan harga minyak tanah yang
melambung.

1. Mengandung Asam Lemak Bebas


Ketika minyak digunakan untuk menggoreng terjadi peristiwa oksidasi, hidrolisis yang memecah
molekul minyak menjadi asam. Proses ini bertambah besar dengan pemanasan yang tinggi dan
waktu yang lama selama penggorengan makanan. Adanya asam lemak bebas dalam minyak
goreng tidak bagus pada kesehatan. FFA dapat pula menjadi ester jika bereaksi dengan methanol,
sedang jika bereaksi dengan soda akan mebentuk sabun. Produk biodiesel harus dimurnikan dari
produk samping, gliserin, sabun sisa methanol dan soda. Sisa soda yang ada pada biodiesel dapat
henghidrolisa dan memecah biodiesel menjadi FFA yang kemudian terlarut dalam biodiesel itu
sendiri. Kandungan FFA dalam biodiesel tidak bagus karena dapat menyumbat filter atau
saringan dengan endapan dan menjadi korosi pada logam mesin diesel.

2. Mengaktualkan Kembali Konversi Minyak Jelantah Menjadi Biodiesel

Dewasa ini sumber energi utama yang digunakan di berbagai Negara adalah minyak bumi.
Eksploitasi secara ekstensif dan berkepanjangan menyebabkan cadangan minyak bumi semakin
menipis dan harganya melonjak secara tajam dari tahun ke tahun. Di antara berbagai produk
olahan minyak bumi, seperti bensin, minyak tanah, minyak solar, dan avtur. Solar merupakan
bahan bakar yang tergolong paling banyak digunakan karena kebanyakan alat transportasi, alat
pertanian, penggerak generator listrik dan peralatan berat lainnya menggunakan solar sebagai
sumber energi. Mengingat arti penting solar serta cadangan minyak bumi yang semakin menipis,
berbagai upaya telah dilakukan untuk mencari energi alternatif pengganti bahan bakar diesel
tersebut. Bahan bakar alternatif yang saat ini sangat menjanjikan sebagai pengganti petrodisel
adalah minyak sawit dan hasil olahannya yang disebut dengan biodiesel. Namun sayangnya
minyak sawit memiliki sifat mudah teroksidasi dan menjadi rusak karena minyak sawit banyak
mengandung asam lemak. Penggunaan langsung minyak sawit dapat menyebabkan kerusakan
mesin diesel karena hasil pembakaran minyak sawit membentuk deposit pada pipa injektor mesin
diesel dan asap berlebih. Selain itu minyak sawit juga memiliki viskositas yang lebih tinggi dari
pada petrodiesel. Dari sisi ekonomi penggunaan minyak sawit secara langsung juga kurang
menguntungkan karena harus bersaing dengan minyak goreng komersial yang pada gilirannya
mengganggu ketahanan pangan. Konversi minyak sawit murah seperti CPO parit atau minyak
goreng bekas menjadi biodiesel diperlukan agar minyak sawit dapat digunakan sebagai bahan
bakar tanpa mengganggu ketahanan pangan.

Biodiesel yang secara umum didefinisikan sebagai ester monoalkil dari tanaman dan lemak
hewan merupakan bahan bakar alternatif yang sangat potensial digunakan sebagai pengganti
solar karena kemiripan karakteristiknya. Selain itu biodiesel yang berasal dari minyak nabati
merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui (renewable), mudah diproses, harganya relatif
stabil, tidak menghasilan cemaran yang berbahaya bagi lingkungan (non toksik) serta mudah
terurai secara alami. Untuk mengatasi kelemahan minyak sawit, maka minyak sawit itu harus
dikonversi terlebih dahulu menjadi bentuk metil atau etil esternya (biodiesel). Bentuk metil atau
etil ester ini relatif lebih ramah lingkungan namun juga kurang ekonomis karena menggunakan
bahan baku minyak sawit goreng. Sementara itu, minyak goreng bekas atau jelantah dari industri
pangan dan rumah tangga cukup banyak tersedia di Indonesia. Minyak jelantah ini tidak baik
jika digunakan kembali untuk memasak karena banyak mengandung asam lemak bebas dan
radikal yang dapat membahayakan kesehatan. Sebenarnya konversi langsung minyak jelantah
atau minyak goreng bekas menjadi biodisel sudah cukup lama dilakukan oleh para peneliti
biodiesel namun beberapa mengalami kegagalan, karena minyak goreng bekas mengandung
asam lemak bebas dengan konsentrasi cukup tinggi. Kandungan asam lemak bebas dapat
dikurangi dengan cara mengesterkan asam lemak bebas dengan katalis asam homogen, seperti
asam sulfat atau katalis asam heterogen seperti zeolit atau lempung teraktivasi asam. Skema di
bawah ini memperlihatkan proses pembuatan biodesel dari minyak goreng bekas yang
mengadopsi prinsip zero waste process.

C. CARA PEMBUATAN

Alat dan Bahan.


a. Material/Bahan
- Minyak Jelantah (5 liter)
- Methanol 1.25 liter
- KOH 30 gram.
- Air biasa (jangan air PAM) 1.25 liter.
b. Alat2
- Mixer/Pengaduk.
- Wadah (Panci) ukuran 15 liter.
- Penyaring Minyak Jelantah.
- Wadah ukuran 3 liter plus tutup/ teko ukuran 2 liter plus penutup.
- Pemanas (kompor).
- Thermometer.
- Wadah ukuran 10 liter (2 pcs).

Tahap Pembuatan.

1. Siapkan Material/Bahan2 diatas.


Khusus Minyak Jelantah, minyak harus sudah disaring dan dibebaskan dari air. Cara
penghilangan air, minyak dapat dipanaskan sampai 120 derajat Celcius ditahan selama 5 menit.

2. Buat Larutan Lye, yaitu campuran antara Methanol dengan KOH.


Larutkan KOH didalam Methanol. Caranya: tuangkan Methanol ke dalam panci/wadah ukuran 3
liter, kemudian masukan KOH sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan mixer. Pastikan KOH
telah larut semua di dalam Methanol. Simpan campuran ini disuatu tempat tertutup agar larutan
tidak mudah menguap (methanol mudah menguap).

3. Siapkan Minyak Jelantah (5 liter) yg telah bebas dari kotoran dan air, masukkan ke dalam
wadah 15 liter. Panaskan sampai suhu 55 derajat Celcius. Masukkan larutan Lye ke dalam
minyak jelantah yang telah dipanaskan tadi, masukkan sedikit demi sedikit cairan Lye sambil
minyak jelantah diputar dengan mixer (putaran tidak kencang). Tetap pertahankan suhu minyak
jelantah 55 derajat celcius (ini bagian yang cukup sulit), ketika cairan Lye dimasukkan ke dalam
minyak jelantah (suhu Lye akan menurunkan drastis suhu dari Minyak jelantah).

4. Setelah larutan sudah semua dimasukkan ke dalam minyak jelantah, pertahankan dua hal yang
sangat penting dalam proses ini, yaitu putaran mixer dan suhu campuran 55 derajat celcius.
Biarkan larutan diaduk selama kurang lebih 1 jam sambil dipertahankan suhu sebesar 55 derajat
Celcius.

5. Setelah 1 jam, tuangkan ke dalam wadah bening (transparan) larutan tadi. Biarkan kurang
lebih selama 8 jam. Jika proses reaksi berhasil, anda akan melihat dua jenis cairan yg berbeda di
wadah transparan tadi, yaitu biodiesel dan gliserol. Larutan yang atas (kecoklatan) adalah
Biodiesel dan yg hitam dibawah adalah gliserol.
Biodiesel minyak jelantah ini telah digunakan di bogor oleh angkutan umum trans pakuan,
biodiesel minyak jelantah ini hasil dari uji coba yang dilakukan oleh Dr. Erliza Hambali beserta
rekannya dalam organisasi Surfactant & Bioenergy Research Center (SRBC), dan masih kurang
sosialiasai kepada masyarakat luas tentang ini, jadi perlu peran pihak ketiga sebagai sarana untuk
mensosialisaikan biodiesel ini, agar pemakaian BBM fosil dapat diatasi, dan menjaga ketersedian
SDA di Indonesia.

D. MANFAAT

Dihasilkan dari sumber daya energi terbarukan dan ketersediaan bahan bakunya terjamin

Cetane number tinggi (bilangan yang menunjukkan ukuran baik tidaknya kualitas solar
berdasar sifat kecepatan bakar dalam ruang bakar mesin)

Viskositas tinggi sehingga mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik daripada solar
sehingga memperpanjang umur pakai mesin

Dapat diproduksi secara lokal

Mempunyai kandungan sulfur yang rendah

Menurunkan tingkat opasiti asap

Menurunkan emisi gas buang

Pencampuran biodiesel dengan petroleum diesel dapat meningkatkan biodegradibility


petroleum diesel sampai 500 %

BAB III

A. PEMBAHASAN

Dalam kasus ini ancaman Indonesia kehilangan SDA terutama BBM fosil sangat besar,
mengingat terus meningkatnya kebutuhan BBM dari tahun ketahun, dan semakin menipisnya
cadangan minyak bumi di Indonesia, maka perlu diadakannya pengalihan sumber energi kepada
sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable energy), salah satunya dengan menggunakan
biodiesel.
Dari penelusuran literatur yang telah dilakukan didapatkan bahwa bioenergi yang baik dijadikan
sebagai energi yang dapat diperbaharui (renewable energi) adalah minyak jelantah, mengapa
minyak jelantah?. Alasan kami memilih minyak jelantah sebagai sumber bioenergi yang dapat
diperbaharui karena minyak jelantah merupakan bahan bakar alternatif yang murah meriah dan
ramah lingkungan, minyak jelantah disini akan kami jadikan biodiesel sebagai pengganti solar,
karena kita ketahui bahwa solar adalah salah satu produk dari hasil pengolahan bahan bakar fosil,
oleh karena itu minyak jelantah dapat dijadikan alternatif penggantinya, minyak jelantah itu
sendiri berasal dari minyak goreng yang berasal dari tumbuhan, sehingga dapat diperbaharui
dengan cara melakukan reboisasi terhadap tumbuhan tersebut dengan demikian akan terjaga
kelestariaanya.
Energi alternatif yang bersal dari minyak jelantah ini, cocok sekali digunakan sebagai pengganti
bahan bakar minyak, dan murah harganya, sehingga bisa membantu masyarakat pedesaan yang
mengalami kesulitan ekonomi dalam mendapatkan bahan bakar minyak.
Minyak jelantah (biodiesel) ini jika dibandingkan dengan solar memiliki perbedaan antara lain:
1. Biodiesel memiliki bilangan kualitas pembakaran yang lebih tinggi daripada solar yang ada di
pasaran.
2. Biodiesel adalah bahan bakar beroksigen. Karenanya, penggunaannya akan mengurangi emisi
CO dan jelaga hitam pada gas buang atau lebih ramah lingkungan.
3. Titik kilat tinggi, yakni temperatur tertinggi yang dapat menyebabkan uap biodiesel dapat
menyala. Sehingga, biodiesel lebih aman dari bahaya kebakaran.
4. Tidak mengandung belerang dan benzena yang mempunyai sifat karsinogen, serta dapat
diuraikan secara alami. Sehingga ramah lingkungan.
5. Dilihat dari segi pelumasan mesin, biodiesel lebih baik daripada solar sehingga pemakaian
biodiesel dapat memperpanjang umur pakai mesin.
6. Dapat dengan mudah dicampur dengan solar biasa dalam berbagai komposisi dan tidak
memerlukan modifikasi mesin apapun.
Karena mudah dan murahnya biaya proses pembuatan biodiesel ini, maka dapat dilakukan
sosialisasi pembuatan biodiesel kepada semua kalangan masyarakat tanpa terkecuali, sehingga
dapat menciptakan sumber daya baru, dan dapat pula dilakukan oleh kalangan wirausahawan
sebagai salah satu proyek mereka, yang memiliki prospek yang cerah kedepannya untuk
menghadapi krisis global, terutama krisis bahan bakar yang sedang melanda dunia dan dapat juga
menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat tingkat dasar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi usaha pengolahan biodiesel ini berjalan baik adalah sebagai
berikut:
1. Tersedianya minyak jelantah yang begitu melimpah dari sisa hasil rumah tangga, dan tempat
makan.
2. Murahnya harga beli minyak jelantah, dari para penadah, sehingga memungkinkan untuk
kalangan bawah (ground level) untuk menjalankan usaha ini.
3. Mudah didapatnya bahan-bahan pendukung pengolahan, dan hanya memerlukan peralatan
yang sederhana.
4. Harga jual yang menguntungkan, sehingga dapat meningkatkan hasil produksi, dan
pendapatan pengelola.
5. Dalam skala besar dapat meningkatkan devisa negara, jika dijual kepasaran internasional.
6. Hasil olahan dan hasil pembakaran dari biodiesel ini ramah lingkungan, sehingga mengurangi
dampak pemanasan global (global warming).
Program pengolahan biodiesel minyak jelantah ini diharapkan mendapatkan perhatian lebih
serius dari pemerintah, agar usaha ini juga dapat membantu meringankan beban negara untuk
mengatasi permasalahn krisis minyak di dunia, sebagai salah satu bioenergi yang dapat
diperbaharu diharapkan adanya kerjasama dari perusahaan energi yang ada di Indonesia,
misalkan PT. Pertamina yang notabenenya adalah sebagai perusahaan energi terbesar di
Indonesia. Diharapkan dengan adanya kerjasama dari pihak yang terkait dapat menciptakan suatu
peluang bisnis yang saling menguntungkan, baik untuk negara maupun kesejahteraan rakyat
Indonesia, dan menghasilkan produk BBM yang ramah lingkungan, dan murah harganya.
Peluang bisnis biodiesel ini juga sangat prosfektif digalakan di Indonesia terutama pada
masyarakat kalangan bawah (ground level), jadi dapat mengurangi angka pengangguran, dan jika
mereka dapat mengelola dengan baik maka kemungkinan mereka untuk mendapatakan
pengahsilan dari hasil produksi biodiesel ini dapat mensejahterakan hidup mereka, dan bagi
Indonesia sendiri adalah menurunnya angka kemiskinan.

B. KESIMPULAN

Dari hasil penelusuran beberapa literatur dan pembahasan yang kami lakukan, dapat ditarik
kesimpulan bahwa:

Bioenergi yang baik sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM) fosil, adalah minyak
jelantah yang dapat dijadikan biodiesel sebagai pengganti solar dalam kehidupan sehari-hari
maupun industri dan biodiesel minyak jelantah ini juga ramah lingkungan karena hasil emisi
yang dikeluarkan jauh lebih rendah daripada solar.

Dengan pengembangan usaha pembuatan biodiesel minyak jelantah ini akan memunculkan
wirausahawan yang berkompeten di dalam pelestarian lingkungan hidup dan membuka lapangan
pekerjaan, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia dan juga dapat
mengurangi limbah cair dari minyak jelantah karena didaur ulang menjadi bahan yang berguna
bagi kelangsungan hidup.

Usaha pengolahan biodiesel ini mudah dan murah sehingga semua kalangan masyarakat dapat
menekuninya, mulai dari kalangan bawah (ground level) hingga menengah keatas.
C. SARAN

Dalam sosisalisasi pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel, ada baiknya ada pilot
biodiesel yang dapat memantau perkembangan usaha yang dilakuakan di daerah yang telah
disosialisasi tentang sumber daya ini.
PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES
IMMOBILISASI ENZIM LIPASE Candida Rugosa DENGAN PARTIKEL Zeolite

A. JUDUL
Pembuatan Biodiesel dari minyak kelapa sawit dengan proses immobilisasi enzim lipase candida
rugosa dengan partikel zeolite.

B. LATAR BELAKANG MASALAH


Biodiesel secara umum adalah bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari bahan terbarukan atau
secara khusus merupakan bahan bakar mesin diesel yang terdiri atas ester alkil dari asam-asam
lemak. Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, minyak hewani atau dari minyak goreng
bekas/daur ulang. Bahan baku biodiesel yang berpotensi besar di Indonesia untuk saat ini adalah
minyak mentah kelapa sawit (Crude Palm Oil atau CPO), dimana produksi kelapa sawit sangat
tinggi di Indonesia. Jumlah produksi dan konsumsi CPO di Indonesia dapat dilihat pada Gambar
B.1.

Gambar B.1 Kurva produksi, konsumsi CPO untuk industri dan kebutuhan pangan di Indonesia
Sumber :www.indexmundi.com

Penelitian yang memanfaatkan minyak mentah kelapa sawit (Crude Palm Oil atau CPO) sebagai
bahan bakar untuk menghasilkan biodiesel sebagai pengganti solar. Sampai saat ini minyak sawit
masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Minyak sawit merupakan minyak yang tergolong
minyak pangan sehingga pemanfaatannya sebagai bahan bakar dibandingkan dengan minyak
nabati lainnya yang sebagian besar merupakan minyak pangan mempunyai resiko yang kecil
terhadap gejolak yang terjadi pada masyarakat.
Dengan semakin menipisnya persediaan bahan bakar petroleum, diperlukan bahan bakar
pengganti yang bersifat terbaharukan. Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang
menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas
melalui transesterifikasi dengan alkohol. Biodiesel memberikan sedikit polusi dibandingkan
bahan bakar petroleum. Selain itu, biodiesel dapat digunakan tanpa modifikasi ulang mesin
diesel (Mardiah dkk, 2006).

C. PERUMUSAN MASALAH
Pemanfaatan bahan bakar nabati merupakan kebutuhan yang sulit dihindari di masa mendatang.
Apalagi, pemanfaatan bahan bakar nabati tidak hanya berguna untuk menjadi substitusi dari
energi berbasis minyak bumi yang makin terbatas ketersediannya. Lebih dari itu, upaya
pengembangan bahan bakar nabati akan mengurangi tingkat polusi dan mempercepat
pengurangan pengangguran dan kemiskinan. Salah satu bahan bakar nabati yang mulai banyak
dikembangkan saat ini adalah biodiesel.
Reaksi transesterifikasi menggunakan banyak katalis basa dan tidak dapat di gunakan kembali,
sehingga diperlukan suatu proses yang dapat mengurangi penggunaan katalis tersebut dengan
menggunakan immobilisasi enzim lipase dengan partikel zeolit. Katalis lipase ini mempunyai
efesiensi katalitik yang tinggi dan bila dalam kondisi immobilisasi dapat dipergunakan kembali.

D. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh konsentrasi biokatalis, temperatur
operasi, serta pengadukan terhadap perolehan yield biodiesel, yang merupakan bahan bakar
terbarukan dari minyak sawit (CPO) sebagai salah satu bahan baku dari sekian banyak bahan
baku yang dapat digunakan untuk pembuatan biodiesel yang bersifat ramah lingkungan. Adapun
katalis yang digunakan ialah biokatalis berupa enzim Lipase jenis Candida Rugosa yang diproses
secara transesterifikasi.
Selain itu diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi besar bagi pengembangan
energi terbarukan yang masih banyak bisa digali dari bumi NAD khususnya dan Indonesia pada
umumnya.
Aplikasi produksi biodiesel dari bahan baku minyak sawit ini dengan proses bio tergolong masih
belum dieksplorasi. Hal ini memberikan kesempatan yang besar bagi peneliti bidang ini untuk
terus berinovasi menghasilkan paten, HAKI dll. Hasil penelitian ini juga sangat memungkinkan
untuk dipublikasikan di jurnal-jurnal nasional terakreditasi dan jurnal internasional.

E. LUARAN YANG DIHARAPKAN


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu solusi energi terbarukan yang masih
banyak bisa digali dengan proses bio dari bumi NAD khususnya dan Indonesia pada umumnya.

F. KEGUNAAN
Diharapkan penelitian ini dapat menghasilkan yield biodiesel yang optimum disertai dengan
optimalisasi dari kondisi operasi, maka dapat dilakukan proses transesterifikasi antara minyak
sawit dengan metanol menggunakan biokatalis enzim lipase. Dengan demikian akan dihasilkan
biodiesel yang merupakan bahan bakar alternatif dari sumber nabati yang bersifat ramah
lingkungan.

G. TINJAUAN PUSTAKA
G.1 Minyak Nabati

Pengertian ilmiah paling umum dari istilah biodiesel mencakup sembarang (dan semua) bahan
bakar mesin diesel yang terbuat dari sumber daya hayati atau biomassa. Sekalipun demikian,
makalah ini akan menganut definisi yang pengertiannya lebih sempit tetapi telah diterima luas di
dalam industri, yaitu bahwa biodiesel adalah bahan bakar mesin/motor diesel yang terdiri atas
ester alkil dari asam-asam lemak (Soerawidjaja, 2006).
Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati maupun lemak hewan, namun yang paling umum
digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah minyak nabati. Minyak nabati dan
biodiesel tergolong ke dalam kelas besar senyawa-senyawa organik yang sama, yaitu kelas ester
asam-asam lemak. Akan tetapi, minyak nabati adalah triester asam-asam lemak dengan gliserol,
atau trigliserida, sedangkan biodiesel adalah monoester asam-asam lemak dengan metanol.
Perbedaan wujud molekuler ini memiliki beberapa konsekuensi penting dalam penilaian
keduanya sebagai kandidat bahan bakar mesin diesel :
1. Minyak nabati (yaitu trigliserida) berberat molekul besar, jauh lebih besar dari biodiesel (yaitu
ester metil). Akibatnya, trigliserida relatif mudah mengalami perengkahan (cracking) menjadi
aneka molekul kecil, jika terpanaskan tanpa kontak dengan udara (oksigen).
2. Minyak nabati memiliki kekentalan (viskositas) yang jauh lebih besar dari minyak diesel/solar
maupun biodiesel, sehingga pompa penginjeksi bahan bakar di dalam mesin diesel tak mampu
menghasilkan pengkabutan (atomization) yang baik ketika minyak nabati disemprotkan ke dalam
kamar pembakaran.
3. Molekul minyak nabati relatif lebih bercabang dibanding ester metil asam-asam lemak.
Akibatnya, angka setana minyak nabati lebih rendah daripada angka setana ester metil. Angka
setana adalah tolok ukur kemudahan menyala/terbakar dari suatu bahan bakar di dalam mesin
diesel.
Di luar perbedaan yang memiliki tiga konsekuensi penting di atas, minyak nabati dan biodiesel
sama-sama berkomponen penyusun utama ( 90 %-berat) asam-asam lemak. Pada kenyataannya,
proses transesterifikasi minyak nabati menjadi ester metil asam-asam lemak, memang bertujuan
memodifikasi minyak nabati menjadi produk (yaitu biodiesel) yang berkekentalan mirip solar,
berangka setana lebih tinggi, dan relatif lebih stabil terhadap perengkahan.
Semua minyak nabati dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar namun dengan proses-
proses pengolahan tertentu (Y.M Choo, 1994). Tabel G.1 menunjukkan berbagai macam
tanaman penghasil minyak nabati serta produktifitas yang dihasilkannya.

Tabel G.1 Tanaman penghasil minyak nabati serta produktifitasnya

Sumber: Soerawidjaja, 2006

G.2 Komposisi dalam Minyak Nabati


Komposisi yang terdapat dalam minyak nabati terdiri dari trigliserida-trigliserida asam lemak
(mempunyai kandungan terbanyak dalam minyak nabati, mencapai sekitar 95%-b), asam lemak
bebas (Free Fatty Acid atau biasa disingkat dengan FFA), mono- dan digliserida, serta beberapa
komponen-komponen lain seperti phosphoglycerides, vitamin, mineral, atau sulfur. Bahan-bahan
mentah pembuatan biodiesel adalah:
a. Trigliserida-trigliserida, yaitu komponen utama aneka lemak dan minyak-lemak.
b. Asam-asam lemak, yaitu produk samping industri pemulusan (refining) lemak dan minyak-
lemak, adapun komposisi asam lemak dari tiap-tiap minyak nabati tersebut diperlihatkan pada
Tabel G.2

Tabel G.2 Persentase asam lemak dari beberapa minyak nabati


Asam lemak n Sawit Inti sawit Kelapa Kedelai Bunga mataha-ri Kanalo (Rape)
Heksanoat 6 - 0,5 0,5 - - -
Oktanoat 8 - 3 - 10 6 - 9 - - -
Dekanoat 10 - 3 14 6 10 - - -
Laurat 12 0,1 1,0 37 52 44 - 51 - - -
Miristat 14 0,9 1,5 7 - 17 13 - 18 - - -
Palmitat 16 41,8 46,8 2 - 9 8 10 7 - 10 4 8 3,49
Stearat 18 4,2 5,1 1 3 1 - 3 3 6 2 5 0,48
Eikosanoat 20 0,2 0,7 0,6 - 0 - 2 0 1 -
Sumber : CIC Indochemical, (1992); Goering (1982)

G.2.1 Trigiliserida
Trigliserida adalah triester dari gliserol dengan asam-asam lemak, yaitu asam-asam karboksilat
beratom karbon 6 s/d 30. Trigliserida banyak dikandung dalam minyak dan lemak, merupakan
komponen terbesar penyusun minyak nabati. Selain trigliserida, terdapat juga monogliserida dan
digliserida. Struktur molekul dari ketiga macam gliserid tersebut dapat dilihat pada Gambar G.3.

Gambar G.3 Struktur molekul monogliserida, digliserida, dan trigliserida

G.2.2 Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terpisahkan dari trigliserida, digliserida,
monogliserida, dan gliserin bebas. Hal ini dapat disebabkan oleh pemanasan dan terdapatnya air
sehingga terjadi proses hidrolisis. Oksidasi juga dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas
dalam minyak nabati.
Dalam proses konversi trigliserida menjadi alkil esternya melalui reaksi transesterifikasi dengan
katalis basa, asam lemak bebas harus dipisahkan atau dikonversi menjadi alkil ester terlebih
dahulu karena asam lemak bebas akan mengkonsumsi katalis. Pemisahan atau konversi asam
lemak bebas ini dinamakan tahap preesterifikasi. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel
akan mengakibatkan terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi pada
peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi sedimentasi pada injector
(www.journeytoforever.com).

G.3 Minyak Nabati dari Kelapa Sawit


Potensi kelapa sawit di dunia sangat besar, hal ini ditandai dengan perolehan kelapa sawit yang
mencapai 5.000 kg per hektar per tahun (dapat dilihat pada Tabel G.1). Dari kelapa sawit dapat
dihasilkan minyak kelapa sawit (biasa disebut dengan palm oil) yang sangat potensial untuk
digunakan sebagai pengganti bahan bakar diesel. Keunggulan palm oil sebagai bahan baku
biodiesel adalah kandungan asam lemak jenuh yang tinggi sehingga akan menghasilkan angka
setana yang tinggi. Selain itu palm oil mempunyai perolehan biodiesel yang tinggi per hektar
kebunnya.
Terdapat dua jenis minyak sawit yang dapat dibuat dari kelapa sawit, misalnya Crude Palm Oil
(CPO) yang didapat dari daging buah kelapa sawit, atau Crude Palm Kernel Oil yang didapat
dari inti biji kelapa sawit. Namun CPO mempunyai komposisi asam lemak bebas yang cukup
tinggi sehingga apabila digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel, sebelum tahap
transesterifikasi perlu dilakukan tahap konversi FFA terlebih dahulu yang dinamakan dengan
tahap esterifikasi. Selain dari dua jenis minyak sawit yang telah disebutkan diatas, terdapat juga
fraksi minyak sawit turunan CPO yang sudah dimurnikan yaitu Refined Bleached Deodorized
Palm Oil (RBDPO). Perbedaannya adalah pada RBDPO kandungan asam lemak bebas sudah
sangat kecil, sehingga tidak diperlukan lagi tahap preesterifikasi. Komposisi asam lemak bebas
dari berbagai minyak yang dapat dihasilkan dari kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel G.4

Tabel G.4 Kandungan asam lemak bebas dari berbagai minyak kelapa sawit
Minyak FFA
RBD Palm Oil < 0,1

Crude Palm Oil 1 -10%


Palm Fatty Acid Distillate 70 -90%
Crude Palm Kernel Oil 1 10%
Crude Palm Stearin 1 -10%
Palm Sludge Oil 10 80%
Sumber: Yuen May Choo, 1987

Setiap minyak nabati mempunyai karakteristik tersendiri. Karakteristik tersebut diukur


berdasarkan jumlah angka asam, angka penyabunan, dan kandungan FFA. Parameter kualitas
minyak sawit CPO dan RBDPO dapat dilihat pada Tabel G.5.

Tabel G.5 Parameter kualitas minyak sawit CPO dan RBDPO


Parameter CPO RBDPO
Angka asam 6,9 mgKOH/g oil 0,49-0,59 mgKOH/g oil
Angka penyabunan
200-205 mgKOH/g oil
199-217 mgKOH/g oil
KandunganFFA 2,5 4,2% -w <0,1%-w
Sumber: Mittelbach,2004 dan Prakoso,Tirto 2005,www.ptpn13.com

G.4 Biodiesel
Biodiesel adalah satu bahan bakar alternatif yang dapat dihasilkan dari setiap lemak atau minyak
nabati. Bahan bakar biodiesel adalah suatu metil atau etil ester yang diperoleh dari sumber yang
dapat diperbaharui seperti minyak nabati, lemak hewan dan minyak goreng.
Bahan bakar biodiesel di produksi melalui salah satu proses yang disebut dengan
transesterifikasi, dengan menggunakan berbagai jenis minyak nabati (trigliserida) yang kemudian
di ubah menjadi metil ester melalui suatu raksi kimia dengan alkohol dan katalis. Produk
samping dari reaksi kimia ini adalah gliserol dan air. Bahan bakar biodiesel mengandung oksigen
dan selama tidak dapat dipisahkan dari bahan baku, juga akan menghasilkan sulfur akibat
kontaminasi selama proses pentransesteran dan selama berada di dalam ruang simpan (Schmidt
Lawrence, 2004)
Biodiesel bisa digunakan dengan mudah karena dapat bercampur dengan segala komposisi
dengan minyak solar, mempunyai sifat-sifat fisik yang mirip dengan solar biasa, sehingga dapat
diaplikasikan langsung untuk mesin-mesin diesel yang ada hampir tanpa modifikasi, dapat
terdegradasi dengan mudah (biodegradable), 10 kali tidak beracun dibanding minyak solar biasa
dan memiliki angka setana yang lebih baik dari minyak solar biasa. Asap buangan biodiesel tidak
hitam, tidak mengandung sulfur serta senyawa aromatic, sehingga emisi pembakaran yang
dihasilkan ramah lingkungan serta tidak menambah akumulasi gas karbondioksida di atmosfer
sehingga. Lebih jauh lagi mengurangi efek pemanasan global atau banyak disebut dengan zero
CO2 emission. Oleh karena itu, pengembangan biodiesel di Indonesia dan dunia menjadi
sangat penting seiring dengan semakin menurunnya cadangan bahan bakar diesel berbasis
minyak bumi, isu pemanasan global, serta isu tentang polusi lingkungan. Pengembangan
biodiesel di dunia sudah dilakukan sejak tahun 1980-an, sehingga pada saat ini beberapa bagian
dunia telah dilakukan komersialisasi bahan bakar ramah lingkungan ini (Prakoso Tirto, 2003,
Tanggal akses 20-11-2010)
Biodiesel mempunyai banyak keuntungan dibandingkan dengan bahan bakar diesel, antara lain:
- Emisi yang dihasilkan dari pembakaran biodiesel ini rendah bila dibandingkan dengan emisi
hasil pembakaran bahan bakar diesel konvensional
- Biodiesel mudah terurai di alam oleh mikroorganisme
- Terbuat dari minyak tumbuh tumbuhan baru maupun minyak tumbuhan bekas pakai
- Mengurangi ketergantungan pada minyak bumi
- Harga hanya 50 - 70 % per gallon, tanpa adanya modifikasi pada mesin
- Biodiesel aman dalam proses penyimpanan, karena mempunyai flash point yang tinggi
(Anonimous, 2006).

G.5 Lipase dan immobilisasi enzim


G.5.1 Lipase
Lipase merupakan enzim yang sangat potensial, karena lipase memiliki spesifitas yang tinggi
terhadap substrat sehingga dapat digunakan sebagai katalis dalam beberapa proses reaksi untuk
industri. Lipase dapat digunakan dalam industri farmasi, kulit, deterjen, makanan, parfum,
percobaan pembentukan diagnosa medis dan sintesis bahan organik lainnya. Menurut Neena N.
Gandhi (1997) ada dua katagori dimana lipase dapat digunakan sebagai katalis yaitu:
1. Hidrolisis
RCOOR + H2O RCOOH + ROH
2. Sintesis
Reaksi sintesis dapat dipisahkan menjadi :
a. Esterifikasi
RCOOH + ROH RCOOR + H2O
b. Interesterifikasi
RCOOR + RCOOR RCOOR + RCOOR
c. Alkoholisis
RCOOR + ROH RCOOR + ROH
d. Asidolisis
RCOOR + RCOOH R COOR + RCOOH

G.5.2 Enzim Lipase Sebagai Biokatalisator


Seperti halnya katalisator, enzim dapat mempercepat reaksi kimia dengan menurunkan energi
aktivasinya. Enzim tersebut akan bergabung sementara dengan reaktan sehingga mencapai
keadaan transisi dengan energi aktivasi yang lebih rendah daripada energi aktivasi yang
diperlukan untuk mencapai keadaan transisi tanpa bantuan katalisator atau enzim
Sebagai biokatalis, enzim mempunyai karakteristik yang sangat menarik untuk industri: sangat
spesifik, aktif dalam kondisi normal, mudah didapat, dan ramah lingkungan. Daya pikatnya
berasal dari selektivitasnya yang tinggi, aktif dan bekerja dalam kondisi normal, serta limbah
yang dihasilkan mudah dituntaskan. Secara umum, enzim digunakan sebagai katalis dalam
beragam reaksi, seperti hidrolisis, transesterifikasi, resolusi kinetik dari campuran rasemat, dan
lain-lain (Cut Fatimah Zuhra, 2002)

G.5.3 Immobilisasi Enzim


Penggunaan enzim yang telah diisolasi memiliki beberapa kesulitan yaitu enzim tersebut tidak
cukup stabil pada kondisi operasi. Dan sebagai molekul bebas yang larut dalam air, enzim
tersebut sulit dipisahkan dari substrat dan produk, selain itu enzim ini sulit untuk digunakan
secara berulang-ulang. Dewasa ini telah dilakukan berbagai usaha untuk mengatasi hambatan ini
yaitu dengan proses immobilisasi enzim secara difusi enzim kedalam campuran reaksi dan
mempermudah memperoleh kembali enzim tersebut dengan teknik pemisahan sederhana (Cut
Fatimah Zuhra, 2002)
Kegunaaan enzim immobilisasi diantaranya adalah :
1. Stabilitas enzim dapat diperbaiki.
2. Dapat dibuat untuk tujuan khusus.
3. Enzim dapat digunakan kembali.
4. Operasi berlangsung sinambung, sehingga lebih praktis.
5. Reaksi membutuhkan ruang yang lebih kecil.
6. Kemurnian enzim lebih tinggi dan jumlah produk yang lebih baik dapat dicapai.
7. Kontrol reksi yang lebih baik dapat dicapai.
8. Penyelamatan sumber daya alam dengan populasi lebih rendah dapat diperoleh.

G.6 Proses Pembuatan Biodiesel Secara Transesterifikasi


Cara yang paling umum untuk menghasilkan biodiesel adalah melalui reaksi transesterifikasi,
yang mengacu pada suatu pengkatalisasian reaksi kimia yang disertai minyak nabati dan suatu
alkohol untuk menghasilkan alkil ester asam lemak (yaitu biodiesel) dan gliserol. Trigliserol
(trigliserida), sebagai suatu komponen utama dari minyak nabati, terdiri atas tiga rantai panjang
asam lemak diesterifikasi menjadi ikatan gliserol. Ketika trigliserida bereaksi dengan suatu
alkohol, ke tiga rantai asam lemak bebas dari kerangka gliserol akan berikatan dengan alkohol
untuk menghasilkan asam lemak alkil ester (misalnya sam lemak metil ester atau FAME).
Gliserol dihasilkan sebagai suatu produk samping
Asam lemak metil ester dapat di proses dengan pengadukan (pencampuran) antara minyak
dengan alkohol (etanol) menggunakan katalis. Kondisi reaksi yang sesuai adalah pada suhu 70
0C dan selama kontak waktu satu hari dapat mengubah 99% minyak menjadi ester. Gliserol
kemudian dipisahkan dari metil ester dengan suatu pemiahan, misalnya melalui sentrifugasi, dan
kemudian dilakukan pemurnian untuk memperoleh produk akhir. Gliserol di proses dengan
tujuan untuk memperoleh kembali metanol setelah di recycle, dan akan kemudian akan diperoleh
produk gliserol murni untuk keperluan lainnya (Zhang. Y, 2003, Tanggal akses 05-01-2010).
Reaksi pembentukan biodiesel dapat dilihat pada Gambar G.5

CH2OOCR1 CH2OH R1COOR


katalis
CHOOCR2 + 3 ROH CHOH + R2COOR

CH2OOCR3 CH2OH R3COOR


Trigliserida Alkohol Gliserol Biodiesel

Gambar G.5. Reaksi pembentukan biodiesel

Tahap-tahap reaksi pembentukan biodiesel adalah sebagai berikut:


Trigliserida (TG) + ROH Digliserida (DG) + RCOOR1
Digliserida (DG) + ROH Monogliserida (MG) + RCOOR2
Monogliserida (MG) + ROH Gliserin (GL) + RCOOR3

Marchetti et al, (2005) dalam penelitiannya memaparkan penggunaan beberapa jenis katalis
dalam proses tranesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel, diantaranya adalah :
a. Proses dengan menggunakan katalis asam
Biodiesel dapat dihasilkan dari proses transesterifikasi dengan menggunakan katalis asam. Asam
yang sering digunakan yaitu asam sulfat. Katalis ini memberikan yield biodiesel yang tinggi,
tetapi reaksinya berlangsung lama yaitu sekitar 1 hari untuk mencapai konversi yang sempurna
dan temperatur bervariasi antara 55 - 88 C.
Pada proses ini perbandingan molar alkohol dan minyak nabati merupakan faktor utama yang
dapat mempengaruhi kelangsungan proses transesterifikasi. Dengan adanya alkohol yang
berlebih diperoleh hasil yang maksimum, tetapi juga menimbulkan masalah lain yaitu proses
recovery gliserol yang terbentuk akan sulit (Marchetti et al, 2005, Tanggal akses 05-01-2010).

b. Proses transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa.


Proses transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa lebih cepat bila dibandingkan dengan
menggunakan katalis asam yaitu membutuhkan waktu reaksi 30 menit. Kendala dari proses ini
yaitu mengandung air, dimana produk esternya akan terhidrolisis yang menghasilkan
pembentukan sabun melalui reaksi safonifikasi yang bersifat irreversibel, dan juga akan
mempersulit recovery gliserol dengan terbentuknya emulsi ( Marchetti et al, 2005, Tanggal akses
05-01-2010 ).
Proses dengan katalis basa lebih sering digunakan dengan pertimbangan proses dapat
berlangsung pada suhu yang lebih rendah dan waktu reaksi yang lebih cepat dan sedikit korosi
jika dibandingkan dengan proses dengan katalis asam. Temperatur standar yang digunakan
adalah 60oC, tetapi hal ini sangat tergantung dari jenis katalis. Temperatur yang berbeda akan
memberikan tingkat konversi yang berbeda pula, dengan alasan tersebut range temperatur yang
digunakan seharusnya 25-120oC.
( Marchetti et al, 2005, Tanggal akses 05-01-2010).

c. Proses transesterifikasi dengan menggunakan katalis lipase


Lipase suatu enzim yang digunakan sebagai katalis untuk reaksi hidrolisis gliserol dan
alkoholisis, juga dapat digunakan sebagai katalis untuk reaksi tranesterifikasi dan esterifikasi
(Marchetti et al, 2005, Tanggal akses 05-01-2010 ).
Keuntungan katalis lipase
1. Adanya kemungkinan regenerasi dan penggunaan kembali dari residu immobile (untuk enzim
dalam bentuk serbuk), karena bisa ditempatkan didalam reaktor jika aliran reaksinya dijaga.
2. Penggunaan enzim di dalam reaktor memungkinkan untuk menggunakan enzim dengan
konsentrasi tinggi dan hal ini membuat aktivasi lipase bertahan lebih lama.
3. Immobilisasi dari lipase dapat melindunginya dari pelarut yang digunakan di dalam reaksi dan
hal ini mencegah semua partikel enzim menumpuk pada suatu tempat.
4. Produk mudah dipisahkan
Kekurangan katalis lipase
1. Kehilangan aktivitas awal karena volume dari molekul minyak
2. Biokatalis lebih mahal dibandingkan enzim biasa

Tabel G.6 Perbandingan proses transesterifikasi berdasarkan pemakaian katalis


Variabel Katalis basa Katalis asam Katalis lipase
Temperatur reaksi (oC)
Kandungan asam lemak
Kandungan air

Yield metil ester


Recovery gliserol
Pemurnian metil ester
Katalis 60-70
Saponifikasi
Bercampur dengan reaksi
Normal
Sulit
Pencucian
Murah 55-80
Ester
Bercampur dengan air
Baik
Sulit
Tidak ada
Murah 30-40
Metil ester
Tidak berpengaruh
Tinggi
Mudah
Pencucian
Mahal
Sumber : Marchetti et al, 2005 (Tanggal akses 05-01-2010).

Tabel G.7 Perbandingan sifat minyak diesel, minyak canola dan biodieel canola.
Minyak diesel Minyak canola Biodiesel canola
Density (Kg/L) 0,835 0,922 0,88
Nilai kalor kotor (MJ/L) 38,3 36, 9 33,3
Viskositas (mm2s/ pada 37,80C) 3,86 37 4,7
C : H : O (rasio) 3,59 3,26 3,28
Sumber : http://www.biodiesel.org.au/Standards.html Marchetti J.M, Miguel V.U, Errazu F.A,
2005, Possible Methods for Biodisel Production, http//www.elsevier.com/locate/rs, (Tanggal
akses 05-01-2010)

H. METODELOGI PELAKSANAAN

H.1 Tempat dan waktu penelitian


Penelitian ini InsyaAllah akan dilakukan pada bulan Oktober hingga Maret 2011 di
Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Laboratorium Bioproses di Jurusan Teknik Kimia
Universitas Syiah Kuala.

H.2 Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :
Minyak sawit (CPO).
Etanol 96%
Biokatalis enzim lipase
Zeolit.
Phenolpthalein
KOH
Kertas saring.
Aquades.t
Aluminium foil.

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah :


- Erlenmeyer 50 ml
- Gelas Ukur 100 ml
- Gelas Kimia 50 ml dan 100 ml
- Termometer
- Pipet Volume 1 ml
- Corong pemisah
- Buret 100 ml
- Magnetik stirrer
- Pengaduk dan motor pengaduk
- Timbangan digital
- Oven
- Hot plate/penagas air
- Cawan porselen
- Statip dan klem

H.3 Variabel Penelitian


a. Variabel Tetap
1. Konsentrasi biokatalis 4% dari minyak
2. Waktu operasi 10 menit .
3. pH larutan = 7
b. Variabel berubah
1. Kecepatan putaran pengaduk: 150 rpm, 300 rpm, 450 rpm, 600 rpm.
2. Perbandingan mol metanol terhadap minyak kelapa: 3:1, 4:1, 5:1 .
3. Temperatur operasi: 30, 40, 50o C.
H.4 Prosedur Kerja
1. Prosedur kerja pengaktifan enzim lipase
10 ml 0,91 gram
Nacl 0,1 N enzim Lipase

Pengadukan selama 5 menit.


Aktivator

Aktifator

2. Prosedur Immobilisasi enzim lipase.

3. Prosedur kerja pembuatan Biodiesel


Perbandingan mol Metanol terhadap minyak sawit: 4:1,dan 5:1
Tranesterifikasi

H.5 Analisa Produk Biodiesel


Etil ester yang diperoleh setelah proses pencucian dilakukan analisa karakteristik dan
komposisinya. Adapun analisa terhadap komposisi biodiesel dilakukan menggunakan Gas
Chromatografi (GC), yang dilakukan di Jurusan Teknik Kimia ITB. Dari sekian banyak sampel
yang diperoleh untuk berbagai variabel percobaan, maka untuk analisa dengan menggunakan GC
sampel yang dipilih ialah sampel dengan persentase yield tertinggi. Sedangkan analisa terhadap
karakteristik dari etil ester yang di analisa dalam penelitian ini ialah densitas, viskositas, nilai
asam, dan yield biodiesel yang diperoleh.
Tahapan analisanya sebagai berikut :
a. Penentuan densitas
Ditimbang terlebih dahulu berat piknometer kosong, kemudian etil esternya dimasukkan
kedalam piknometer dan ditimbang. Untuk perhitungannya digunakan rumus sebagai berikut :

b. Penentuan viskositas
Untuk menghitung viskositas metil ester digunakan alat viscometer Cannon-Fenske. Sampel
dimasukkan melalui lubang masukan sampai mencapai batas paling bawah dari viskometer
Cannon-Fenske. Kemudian dicatat waktu yang dibutuhkan sampel untuk mencapai batasan
diatasnya. Percobaan ini dapat diulang beberapa kali untuk mendapatkan data yang akurat.
Kemudian dapat di lakukan perbandingan masing masing perlakuan berdasarkan perbedaan
temperatur yang diberikan. Sedangkan untuk perhitungan viskositasnya digunakan rumus sebgai
berikut :
K ( t v)
Dimana : = Viskositas kinematik (mm /s)
K = konstanta viscometer (diketahui pada alat)
t = waktu yang dibutuhkan sampel mencapai batasannya (s)
v = koreksi energi kinetik ( tabel manual operasi).
c. Penentuan nilai asam
Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat
molekul asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah
milligram KOH 0,1 N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat
dalam 1 gram minyak atau lemak. Tahapannya adalah sebagai berikut :
Metil ester yang akan diuji ditimbang 10-20 gram di dalam Erlenmeyer 200 ml dan dicatat
beratnya. Ditambahkan 50 ml alkohol netral 95%, kemudian dipanaskan selama 10 menit dalam
penangas air sambil diaduk. Larutan ini kemudian dititrasi dengan KOH 0,1 N dengan indikator
larutan phenolphthalein 1% dalam alkohol, sampai tepat terlihat warna merah jambu. Setelah itu
dihitung jumlah milliliter KOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 1
gram etil ester.
Nilai asam (acid value) =
Dimana : A = ml KOH yang dibutuhkan untuk titrasi sampel
N = Normalitas larutan KOH
W = gram sampel yang digunakan
56,1 = Bobot molekul KOH

H.6 Rencana dan Jadwal Pelaksanaan


Kegiatan penelitian direncanakan berlangsung selama 5 bulan dengan perincian seperti yang
tercantum dalam Tabel H.6
No Kegiatan Bulan Ke-
I II III VI
1 Persiapan Penelitian
2 Pengadaan Alat dan Bahan
3 Rangkaian Alat
4 Pelaksanaan penelitian & Pengumpulan Data
5 Pengolahan Data
6 Pembuatan Laporan

J. DAFTAR PUSTAKA

Annonymous, 2006. Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Jarak Sebagai Bahan Bakar Diesel.
Jurusan Teknik Kimia, Unsyiah, Banda Aceh.

Cut Fatimah Zuhra, S.si, M.si, 2002, Penyediaan Asam Eikosapentanoat (EPA) Dan Asam
Dokosaheksanoat (DHA) Melalui Transesterifikasi Minyak Ikan Dengan metanol Yang
Dikatalisis oleh Lipase. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Kimia
Universitas Sumatera Utara.ITB, Bandung.

Darmanto S dan Sigit A.I, 2006, Analisa Biodiesel Minyak Kelapa Sebagai Bahan Bakar
Alternatif Minyak Diesel, TEKNIK Mesin UNDIP.

Haryanto Bode, 2002, Bahan Bakar Alternatif Biodiesel, Jurusan Teknik Kimia, USU

Http://www.rovicky.files.wordpress.com, 2008, Kebijakan Energi Nasional (PP05/2006), tanggal


akses 4 Maret 2010

Mardiah dkk, 2006, Pengaruh Asam Lemak dan Konsentrasi Katalis Asam Terhadap
Karakteristik Dan Konversi Biodiesel Pada Transesterifikasi Minyak Mentah Dedak Padi,
http://www.kemahasiswaan.its.ac.id, (Tanggal akses 05-01-2010

Marchetti J.M, Miguel V.U, Errazu F.A, 2005, Possible Methods for Biodisel Production,
http//www.elsevier.com/locate/rser, (Tanggal akses 05-01-2010)

Prakoso Tirto, 2003, Potensi Biodiesel Indonesia, http://www.migas-indonesia.com, (Tanggal


akses 20-11-2008)

Theresia U.H dan Bambang S, 2008, Biokatalis, Enzim dan Biotransformasi,


http://www.ebiotrends.wordpress.com, (tanggal akses 02-02-2009).

Turkan Ali and Kalay Saban, 2008, Study Of The Mechanism Of Lipase-Catalyzed Methanolysis
Of Sunflower Oil In Tert-butanol and Heptane, Turkish journal of biochemistry-Turk J Biochem,
2008 ; 33(2) ; 45-46

Zhang Y, Dube M.A, McLean D.D, dan Kates M, 2003, Biodiesel Production From Waste
Cooking Oil: 1. Proses Design And Technological Assessment, Bioresource Technology, http//
www.elsevier.com/locate/rser, (Tanggal akses 05-01-2010)

Anda mungkin juga menyukai