BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dikenal dunia memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah, terutama minyak
bumi dan gas alam. Hal ini yang menjadikan Indonesia memanfaatkan sumber daya alam
tersebut dalam jumlah yang besar untuk kesejahteraan masyarakatnya. Dewasa ini kita kerap kali
mendengar tentang istilah krisis energi, hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya industri
yang memerlukan konsumsi bahan bakar minyak yang semakin banyak. Seperti yang telah kita
ketahui bahwa minyak bumi dan gas alam adalah salah satu unrenewable resource, sehingga
semakin lama persediaan minyak bumi dan gas akan semakin menipis.
Dari permasalahan di atas menjadikan kita harus berpikir bagaimana caranya untuk mengganti
SDA tersebut dengan sumber daya yang lebih murah dan tepat guna. Sebagai jawaban dari
permasalahan tersebut adalah bioenergi. Bioenergi sendiri merupakan sumber daya alternatif
yang dapat digunakan berulang-ulang, untuk mengganti sumber daya fosil yang banyak
digunakan di Indonesia saat ini. Biodiesel dapat terbuat dari minyak nabati maupun minyak
hewani. Pemanfaatan bahan dari minyak nabati salah satunya adalah limbah minyak goreng atau
minyak jelantah merupakan bahan alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan bakar.
Keuntungan lain dari pemanfaatan minyak goreng bekas ini adalah meminimalisir pencemaran
lingkungan akibat pembuangan minyak goreng bekas yang dapat dijumpai di setiap rumah-
rumah, penjual gorengan dan tempat-tempat lain pengahasil minyak jelantah. Jika tidak ditangani
dan tidak diupayakan pencegahannya maka akan terjadi tumpukan-tumpukan limbah minyak
goreng bekas. Karena minyak jelantah bersifat karsinogenik yang tidak baik untuk kesehatan,
akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit, misalnya diarhea,
pengendapan lemak dalam pembuluh darah, kanker dan menurunkan nilai cerna lemak sehingga
minyak jelantah lebih baik digunakan maupun didaur ulang sebagai bahan baku pembuatan
biodiesel.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan makalah Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah ini adalah
sebagai berikut :
1. Mengenalkan sumber energi terbarukan biodiesel yang terbuat dari limbah minyak jelantah.
D. Manfaat
1. Mampu memberikan wawasan tentang pemanfaatan limbah, dalam hal ini yaitu minyak
goreng bekas/jelantah.
2. Dapat memberikan pengetahuan tentang pembuatan biodiesel dari minyak jelantah dan
manfaat pembuatannya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkil ester dari rantai panjang
asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari
sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan.
Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak dasar menjadi ester
yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah melewati proses ini, tidak seperti
minyak sayur langsung, biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar)
dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, biodiesel lebih
sering digunakan sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel
petrol murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas.
Biodiesel merupakan kandidat yang paling dekat untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai
sumber energi transportasi utama dunia, karena ia merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat
menggantikan diesel petrol di mesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual dengan
menggunakan infrastruktur sekarang ini.
Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di Eropa, Amerika
Serikat, dan Asia, meskipun dalam pasar masih sebagian kecil saja dari penjualan bahan bakar.
Pertumbuhan SPBU membuat semakin banyaknya penyediaan biodiesel kepada konsumen dan
juga pertumbuhan kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar.
B. Minyak Jelantah
Minyak jelantah (bahasa Inggris: waste cooking oil) adalah minyak limbah yang bisa berasal dari
jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan
sebagainya, minyak ini merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya.
Minyak yang telah dipakai untuk menggoreng menjadi lebih kental, mempunyai asam lemak
bebas yang tinggi dan berwarna kecokelatan. Selama menggoreng makanan, terjadi perubahan
fisiko-kimia, baik pada makanan yang digoreng maupun minyak yang dipakai sebagai media
untuk menggoreng, dapat digunakan kembali untuk keperluaran kuliner akan tetapi bila ditinjau
dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat
karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Jadi jelas bahwa pemakaian minyak
jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker,
dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi berikutnya.
Minyak jelantah juga dapat digunakan kembali sebagai minyak goreng yang bersih tanpa
kotoran, dengan cara minyak jelantah tersebut direndam bersama dengan ampas tebu, maka
nantinya warna coklat dan kotoran pada minyak jelantah akan terserap oleh ampas tebu tersebut,
sehingga minyak jelantah tersebut akan kembali bersih dan dapat dipakai kembali.
Umumnya, minyak goreng digunakan untuk menggoreng dengan suhu minyak mencapai 200-
300 C. Pada suhu ini, ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh rusak, sehingga tinggal asam
lemak jenuh saja. Risiko terhadap meningkatnya kolesterol darah tentu menjadi semakin tinggi.
Selain itu, vitamin yang larut di dalamnya, seperti vitamin A, D, E, dan K ikut rusak. Kerusakan
minyak goreng terjadi atau berlangsung selama proses penggorengan, dan itu mengakibatkan
penurunan nilai gizi terhadap makanan yang digoreng. Minyak goreng yang rusak akan
menyebabkan tekstur, penampilan, cita rasa dan bau yang kurang enak pada makanan. Dengan
pemanasan minyak yang tinggi dan berulang-ulang, juga dapat terbentuk akrolein, di mana
akrolein adalah sejenis aldehida yang dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan, membuat
batuk konsumen dan yang tak kalah bahaya adalah dapat mengakibatkan pertumbuhan kanker
dalam hati dan pembengkakan organ, khususnya hati dan ginjal.
Minyak goreng yang telah dipakai secara berulang-ulang, akan mengalami beberapa reaksi yang
dapat menyebabkan menurunkan mutu minyak. Pada suhu pemanasan sampai terbentuk akrolein.
Minyak yang telah digunakan untuk menggoreng akan mengalami peruraian molekul-molekul,
sehingga titik asapnya turun. Bila minyak digunakan berulang kali, semakin cepat terbentuk
akrolein. Yang membuat batuk orang yang memakan hasil gorengannya. Jelantah juga mudah
mengalami reaksi oksidasi sehingga jika disimpan cepat berbau tengik.
Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung dan
lain-lain. Meski beragam secara kimia isi kandungannya sebetulnya tak jauh beda, yakni terdiri
dari beraneka asam lemak jenuh (AL) dan asam lemak tidak jenuh (ALT). Dalam jumlah kecil
kemungkinan terdapat juga lesitin, cephalin, fosfatida lain, sterol, asam lemak bebas, lilin,
pigmen larut lemak, dan hidrokarbon, termasuk karbohidrat dan protein. Hal yang kemungkinan
berbeda adalah komposisinya.
Selain itu, minyak jelantah juga disukai jamur aflatoksin sebagai tempat berkembang biak. Jamur
ini menghasilkan racun aflatoksin yang menyebabkan berbagai penyakit, terutama hati/liver.
Selanjutnya, proses dehidrasi (hilangnya air dari minyak) akan meningkatkan kekentalan minyak
dan pembentukan radikal bebas (molekul yang mudah bereaksi dengan unsur lain). Proses ini
menghasilkan zat yang bersifat toksik (berefek racun) bagi manusia.
Jadi, penggunaan minyak jelantah secara berulang berbahaya bagi kesehatan. Proses tersebut
dapat membentuk radikal bebas dan senyawa toksik yang bersifat racun. Pada minyak goreng
merah, seperti minyak kelapa sawit, kandungan karoten pada minyak tersebut menurun setelah
penggorengan pertama. Dan hampir semuanya hilang pada penggorengan keempat. Minyak
jelantah sebaiknya tidak digunakan lagi bila warnanya berubah menjadi gelap, sangat kental,
berbau tengik, dan berbusa.
Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat dan
tidak menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan. Salah satu bentuk
pemanfaatan minyak jelantah agar dapat bermanfaat dari berbagai macam aspek ialah dengan
mengubahnya secara proses kimia menjadi biodiesel. Hal ini dapat dilakukan karena minyak
jelantah juga merupakan minyak nabati, turunan dari CPO (crude palm oil). Biodiesel dari
substrat minyak jelantah merupakan alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan sebagaimana
biodiesel dari minyak nabati lainnya. Hasil uji gas buang menunjukkan keunggulan FAME
dibanding solar, terutama penurunan partikulat/debu sebanyak 65%. Biodiesel dari minyak
jelantah ini juga memenuhi persyaratan SNI untuk Biodiesel.
Reaksi yang digunakan dalam pembuatan biodiesel dari minyak jelantah ini adalah reaksi trans-
esterifikasi.
Reaksi transesterifikasi mengubah trigliserida (96-98 %minyak) dan alkohol menjadi ester,
dengan sisa gliserin sebagai produk sampingnya. Hasilnya molekul-molekul trigliserida yang
panjang dan bercabang diubah menjadi ester-ester yang lebih kecil yang memiliki ukuran dan
sifat yang serupa dengan minyak solar.
Alkohol yang digunakan adalah alkohol dengan rantai pendek, seperti metanol, etanol dan
butanol. Metanol dan etanol dapat dengan mudah dihasilkan dari bahan nabati. Etanol
menghasilkan etil ester yang lebih sedikit dan meninggalkan sisa karbon yang banyak. Metanol
selain harganya yang lebih murah, juga adalah jenis alkohol yang paling umum digunakan.
Katalis digunakan untuk mempercepat jalannya reaksi (Encinar, 1999).
Metanol dan etanol adalah jenis alkohol yang banyak dipakai dalam industri, karena kedua jenis
alkohol ini memberikan reaksi yang relatif lebih cepat. Reaksi dengan alkohol yang mempunyai
titik didih lebih rendah dilaksanakan pada suhu 60-65 C, sedangkan untuk reaksi dengan alkohol
yang mempunyai titik didih tinggi dilakukan pada suhu 200-250 C. Reaktor yang dipakai
diusahakan dalam keadaan kering dan kadar asam lemak bebas yang ada dalam minyak atau
lemak harus kecil. Konsentrasi katalisator akan berkurang karena air dan asam lemak bebas akan
bereaksi dengan katalisator yang sifatnya basa dan membentuk sabun.
BAB III
CARA KERJA
A. Alat
e) Spatula 1 buah
h) Pengaduk 1 buah
i) Penyaring 1 buah
k) Termometer 1 buah
l) Panci stainless steels (jangan gunakan panci aluminium karena dikhawatirkan akan terjadi
reaksi lain)
B. Bahan
d) Aquades
C. Cara Kerja
Pembuatan Biodisel
3. Ambil minyak jelantah yang telah disaring sebanyak 1 liter, lalu tuang ke dalam panci
stainless steels.
4. Panaskan minyak bekas di atas pemanas listrik atau kompor sambil diaduk hingga suhu
minyak mencapai 60C.
5. Setelah suhu minyak mencapai 60C angkat minyak dari kompor sambil terus diaduk,
tuangkan larutan NaOH dan metanol yang telah dibuat sebelumnya. Pencampuran dilakukan
dengan cara menuangkan sedikit demi sedikit larutan sambil tetap terus diaduk.
6. Setelah semua larutan tertuang habis, campuran harus tetap diaduk dengan agak kuat.
Setelah sekitar 20-30 menit pada campuran akan berubah warna menjadi oranye. Perubahan
warna ini menandakan telah terjadi reaksi. Lakukan terus pengadukan hingga warna oranye
menjadi semakin tajam dan agak keruh. Jika warna sudah tidak berubah lagi , maka menandakan
reaksi telah selesai.
7. Diamkan campuran selama 24 jam hingga terbentuk 2 lapisan : lapisan bagian atas yang
berwarna oranye merupakan biodiesel, sedangkan di bagian bawahh padat kuning keputihan
merupakan campuran gliserol, air dan sisa NaOH.
8. Pisahkan kedua campuran dengan cara menuangkan secara perlahan lahan bagian atasnya
(biodiesel) ke tempat lain.
9. Jika ingin hasil yang lebih baik, dapat dilakukan pemurnian dengan menggunakan air.
Cara Pemurnian
1. Ukurlah air menggunakan gelas ukur dengan perbandingan 1:5 dari hasil biodiesel yang
telah dibuat.
4. Setelah itu angkat dan diamkan selama 24 jam hingga terbentuk 2 lapisan : lapisan bagian
atas merupakan biodiesel, sedangkan endapan bagian bawah merupakan air yang mengandung
kotoran sisa NaOH dan lain-lain.
5. Pisahkan kedua lapisan tersebut dan biodiesel siap digunakan sebagai bahan bakar
pengganti solar atau minyak tanah.
DAFTAR PUSTAKA
http://titi-sindhuwati.blogspot.com/2012/01/limbah-minyak-goreng-tidak-lagi-menjadi.html
http://greenchemistryindonesia.wordpress.com/
http://id.wikipedia.org
Djaeni, dkk., 2002, Pengolahan Limbah Minyak Goreng Bekas menjadi Gliserol dan Minyak
Diesel melalui Proses Trans-Esterifikasi, Universitas Diponegoro, Semarang, Prosiding Seminar
Nasional Kejuangan Teknik Kimia, Yogyakarta
BAB I
A. LATAR BELAKANG
Indonesia dikenal dunia memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah, terutama minyak
bumi dan gas alam. Hal ini yang menjadikan Indonesia memanfaatkan sumber daya alam
tersebut dalam jumlah yang besar untuk kesejahteraan masyarakatnya. Indonesia termasuk
negara penyumbang minyak terbesar di dunia oleh karena itu hal ini dikhawatirkan berdampak
kepada sumber daya alam tersebut, dimana kita ketahui SDA minyak bumi dan gas alam adalah
sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan lama-kelamaan akan habis di gali.
Kemungkinan Indonesia kehilangan SDA tersebut sangat besar, sehingga menyebabkan
kelangkaan bahan bakar yang sekarang ini saja sudah terasa dampaknya, dengan kelangkaan
minyak tanah, dan harga minyak dunia yang semakin tinggi.
Permasalahan di atas menjadikan kita harus berpikir bagaimana caranya untuk mengganti SDA
tersebut dengan sumber daya energi yang murah dan tepat guna? Sebagai jawaban dari
permasalahan tersebut adalah bioenergi. Bioenergi sendiri merupakan sumber daya alternatif
yang dapat digunakan berulang-ulang, untuk mengganti sumber daya fosil yang banyak
digunakan di Indonesia saat ini.
Oleh karena itu pemerintah Indonesia mencari solusi bagaimana mensosialisasikan usaha
bioenergi yang dapat dimanfaatkan masyarakat luas kepada para wirausahaan, dan dapat
membuka lapangan pekerjaan, bagi kesejahteraan hidup?, dan dapat menemukan bioenergi
alternatif
Bioenergi ini sangat cocok diterapkan kepada masyarakat pedesaan yang umumnya masih
menggunakan BBM fosil sebagai bahan bakar pengepul dapur mereka, dengan dilakukannya
pengadaan bioenergi di pedasaan diharapkan dapat mengurangi penggunaan BBM fosil yang
sekarang mulai langka, dan harganya yang terus melonjak.
BAB II
A. PENGERTIAN BIODIESEL
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono--alkyl ester dari rantai
panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan
terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan.
Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak dasar menjadi ester
yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah melewati proses ini, tidak seperti
minyak sayur langsung, biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar)
dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, dia lebih sering
digunakan sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel petrol
murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas.
Dia merupakan kandidat yang paling dekat untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai
sumber energi transportasi utama dunia, karena ia merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat
menggantikan diesel petrol di mesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual dengan
menggunakan infrastruktur sekarang ini.
Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di Eropa, Amerika
Serikat, dan Asia, meskipun dalam pasar masih sebagian kecil saja dari penjualan bahan bakar.
Pertumbuhan SPBU membuat semakin banyaknya penyediaan biodiesel kepada konsumen dan
juga pertumbuhan kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar.
B. MINYAK JELANTAH SEBAGAI BAHAN BAKU BIODIESEL
Minyak jelantah adalah minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti
halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan sebagainya, minyak ini merupakan
minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya, dapat di gunakan kembali untuk
keperluaran kuliner akan tetapi bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah
mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses
penggorengan. Jadi jelas bahwa pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak
kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi
kecerdasan generasi berikutnya. Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar limbah minyak
jelantah ini dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan
lingkungan, kegunaan lain dari minyak jelantah adalah bahan bakar biodiesel (Anonim, 2010).
Minyak jelantah juga dapat digunakan kembali sebagai minyak goreng yang bersih tanpa
kotoran, dengan cara minyak jelantah tersebut direndam bersama dengan ampas tebu, maka
nantinya warna coklat dan kotoran pada minyak jelantah akan terserap oleh ampas tebu tersebut,
sehingga minyak jelantah tersebut akan kembali bersih dan dapat dipakai kembali (Ridhotulloh,
2008).
Pengunaan minyak yang berulangkali terpaksa dilakukan karena terus melambungnya harga
minyak goreng saat ini. sosialisasi bagaimana mengolah minyak ini untuk kemudia dapat
dimanfaatkan lagi perlu dilakukan untuk meminimalisir dampak yang luar biasa yang bisa
ditimbulkan dengan mengkonsumsi minyak jelantah.
Seorang mahasiswa semester delapan Unand, Aster Rahayu, bersama rekannya Lis yang
melakukan penelitian dan pengolahan minyak bekas pakai itu, di Padang, Jumat [21/03] ,
mengatakan, minyak jelantah bisa dipakai kembali dalam keadaan bersih tanpa kotoran, dengan
menggunakan ampas tebu sebagai bahan penyerap. Bahan penyerap tebu yang sudah dijadikan
partikel bisa langsung digunakan dengan mudah oleh ibu-ibu rumah tangga untuk memproses
minyak jelantah menjadi minyak layak pakai.
Penelitian yang dilakukannya sejak Januari 2008 dan akan terus disempurnakan sampai April
2008 itu, dimulai dengan mengambil sampel minyak jelantah dari pedagang gorengan.
Kegiatan pertama yang dilakukan adalah minyak jelantah tersebut dianalisa dulu kandungan
FFAnya, kandungan kotoran dan asam lemaknya. Namun minyak goreng yang bagus (baru) juga
dianalisa untuk mengetahui FFAnya sebagai perbandingan bagi minyak jelantah.
Kemudian menyiapkan ampas tebu yang sudah kering digiling setelah dicuci bersih. Ampas tebu
tadi diayak atau disaring untuk diambil dengan ukuran partikel mulai dari 150 mikro meter, 180
mikro meter, 225 mikro meter dan 450 mikro meter. Selanjutnya ampas tebu direndamkan ke
dalam minyak jelanta itu (untuk memperoleh kondisi optimum). Untuk berat ampas tebu juga
dicari ukuran partikel hingga kondisi optimumnya. Berat ampas tebu juga dianalisis, setelah
kondisi optimumnya diperoleh kita terus melakukan variasi lain yakni perendaman ampas tebu
dengan minyak jelantah.
Dalam perendaman ampas tebu dengan minyak jelantah itu, dicari pula kondisi optimum yang
selanjutnya baru minyak jelantah ditetapkan dan dianalisa kandungan FFAnya.
Ternyata dengan menggunakan ampas tebu, minyak jelanta menjadi bagus, dan warna hitam atau
coklatnya berkurang karena kotoran berada pada minyak jelantah itu diserap oleh ampas tebu.
Ampas tebu dalam analisa itu berfungsi sebagai bahan penyerap yang bagus.
Kepala Laboratorium Kimia Analisa Lingkungan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Andalas, Prof Dr Rahmiana Zein, mengatakan hasil penelitian Unand berupa
uji coba material yang berada di lingkungan (termasuk bahan-bahan sampah) perlu
dipublikasikan.
Sebuah berita menggembirakan datang dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi, yang
mengabarkan bahwa minyak bekas penggorengan atau yang dikenal dengan nama minyak
jelantah ternyata dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan untuk
kompor masak. Untuk itu, melihat kondisi kenaikan harga BBM dan harga minyak bumi, BPPT
(Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) telah melakukan percobaan membuat kompor
berbahan bakar nabati yakni dari minyak bakar jelantah.
Menurut BPPT, limbah minyak goreng (waste of vegetable oil) memiliki potensi sebagai
alternatif energi bahan bakar nabati bisa menurunkan 100% emisi gas buangan Sulfur dan CO2
serta CO sampai dengan 50%, dan sekaligus mampu mengurangi pencemaran air, tanah, dan
udara. Minyak jelantah berdampak positif daripada dibuang, karena minyak jelantah dapat
mencemari lingkungan. Lebih parahnya, jika terjadi penggunaan lebih dari dua kali, maka
minyak jelantah ini dapat menyebabkan penyakit kanker. Penyakit hipertensi dan kolesterol juga
dapat terjadi akibat kandungan asam lemak jenuh yang tinggi dari minyak jelantah.
Minyak jelantah sendiri memiliki kadar karbondioksida yang seimbang sehingga memiliki
kemungkinan kecil resiko meledak, walaupun ketika pembakaran tidak terkendali, api bisa
langsung membesar. Namun, menurut BPPT, minyak jelantah dapat meledak jika suhunya
mencapai lebih dari 300 derajat Celcius. Diharapkan BPPT, teknologi baru ini dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat nantinya di tengah kelangkaan elpiji dan harga minyak tanah yang
melambung.
Dewasa ini sumber energi utama yang digunakan di berbagai Negara adalah minyak bumi.
Eksploitasi secara ekstensif dan berkepanjangan menyebabkan cadangan minyak bumi semakin
menipis dan harganya melonjak secara tajam dari tahun ke tahun. Di antara berbagai produk
olahan minyak bumi, seperti bensin, minyak tanah, minyak solar, dan avtur. Solar merupakan
bahan bakar yang tergolong paling banyak digunakan karena kebanyakan alat transportasi, alat
pertanian, penggerak generator listrik dan peralatan berat lainnya menggunakan solar sebagai
sumber energi. Mengingat arti penting solar serta cadangan minyak bumi yang semakin menipis,
berbagai upaya telah dilakukan untuk mencari energi alternatif pengganti bahan bakar diesel
tersebut. Bahan bakar alternatif yang saat ini sangat menjanjikan sebagai pengganti petrodisel
adalah minyak sawit dan hasil olahannya yang disebut dengan biodiesel. Namun sayangnya
minyak sawit memiliki sifat mudah teroksidasi dan menjadi rusak karena minyak sawit banyak
mengandung asam lemak. Penggunaan langsung minyak sawit dapat menyebabkan kerusakan
mesin diesel karena hasil pembakaran minyak sawit membentuk deposit pada pipa injektor mesin
diesel dan asap berlebih. Selain itu minyak sawit juga memiliki viskositas yang lebih tinggi dari
pada petrodiesel. Dari sisi ekonomi penggunaan minyak sawit secara langsung juga kurang
menguntungkan karena harus bersaing dengan minyak goreng komersial yang pada gilirannya
mengganggu ketahanan pangan. Konversi minyak sawit murah seperti CPO parit atau minyak
goreng bekas menjadi biodiesel diperlukan agar minyak sawit dapat digunakan sebagai bahan
bakar tanpa mengganggu ketahanan pangan.
Biodiesel yang secara umum didefinisikan sebagai ester monoalkil dari tanaman dan lemak
hewan merupakan bahan bakar alternatif yang sangat potensial digunakan sebagai pengganti
solar karena kemiripan karakteristiknya. Selain itu biodiesel yang berasal dari minyak nabati
merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui (renewable), mudah diproses, harganya relatif
stabil, tidak menghasilan cemaran yang berbahaya bagi lingkungan (non toksik) serta mudah
terurai secara alami. Untuk mengatasi kelemahan minyak sawit, maka minyak sawit itu harus
dikonversi terlebih dahulu menjadi bentuk metil atau etil esternya (biodiesel). Bentuk metil atau
etil ester ini relatif lebih ramah lingkungan namun juga kurang ekonomis karena menggunakan
bahan baku minyak sawit goreng. Sementara itu, minyak goreng bekas atau jelantah dari industri
pangan dan rumah tangga cukup banyak tersedia di Indonesia. Minyak jelantah ini tidak baik
jika digunakan kembali untuk memasak karena banyak mengandung asam lemak bebas dan
radikal yang dapat membahayakan kesehatan. Sebenarnya konversi langsung minyak jelantah
atau minyak goreng bekas menjadi biodisel sudah cukup lama dilakukan oleh para peneliti
biodiesel namun beberapa mengalami kegagalan, karena minyak goreng bekas mengandung
asam lemak bebas dengan konsentrasi cukup tinggi. Kandungan asam lemak bebas dapat
dikurangi dengan cara mengesterkan asam lemak bebas dengan katalis asam homogen, seperti
asam sulfat atau katalis asam heterogen seperti zeolit atau lempung teraktivasi asam. Skema di
bawah ini memperlihatkan proses pembuatan biodesel dari minyak goreng bekas yang
mengadopsi prinsip zero waste process.
C. CARA PEMBUATAN
Tahap Pembuatan.
3. Siapkan Minyak Jelantah (5 liter) yg telah bebas dari kotoran dan air, masukkan ke dalam
wadah 15 liter. Panaskan sampai suhu 55 derajat Celcius. Masukkan larutan Lye ke dalam
minyak jelantah yang telah dipanaskan tadi, masukkan sedikit demi sedikit cairan Lye sambil
minyak jelantah diputar dengan mixer (putaran tidak kencang). Tetap pertahankan suhu minyak
jelantah 55 derajat celcius (ini bagian yang cukup sulit), ketika cairan Lye dimasukkan ke dalam
minyak jelantah (suhu Lye akan menurunkan drastis suhu dari Minyak jelantah).
4. Setelah larutan sudah semua dimasukkan ke dalam minyak jelantah, pertahankan dua hal yang
sangat penting dalam proses ini, yaitu putaran mixer dan suhu campuran 55 derajat celcius.
Biarkan larutan diaduk selama kurang lebih 1 jam sambil dipertahankan suhu sebesar 55 derajat
Celcius.
5. Setelah 1 jam, tuangkan ke dalam wadah bening (transparan) larutan tadi. Biarkan kurang
lebih selama 8 jam. Jika proses reaksi berhasil, anda akan melihat dua jenis cairan yg berbeda di
wadah transparan tadi, yaitu biodiesel dan gliserol. Larutan yang atas (kecoklatan) adalah
Biodiesel dan yg hitam dibawah adalah gliserol.
Biodiesel minyak jelantah ini telah digunakan di bogor oleh angkutan umum trans pakuan,
biodiesel minyak jelantah ini hasil dari uji coba yang dilakukan oleh Dr. Erliza Hambali beserta
rekannya dalam organisasi Surfactant & Bioenergy Research Center (SRBC), dan masih kurang
sosialiasai kepada masyarakat luas tentang ini, jadi perlu peran pihak ketiga sebagai sarana untuk
mensosialisaikan biodiesel ini, agar pemakaian BBM fosil dapat diatasi, dan menjaga ketersedian
SDA di Indonesia.
D. MANFAAT
Dihasilkan dari sumber daya energi terbarukan dan ketersediaan bahan bakunya terjamin
Cetane number tinggi (bilangan yang menunjukkan ukuran baik tidaknya kualitas solar
berdasar sifat kecepatan bakar dalam ruang bakar mesin)
Viskositas tinggi sehingga mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik daripada solar
sehingga memperpanjang umur pakai mesin
BAB III
A. PEMBAHASAN
Dalam kasus ini ancaman Indonesia kehilangan SDA terutama BBM fosil sangat besar,
mengingat terus meningkatnya kebutuhan BBM dari tahun ketahun, dan semakin menipisnya
cadangan minyak bumi di Indonesia, maka perlu diadakannya pengalihan sumber energi kepada
sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable energy), salah satunya dengan menggunakan
biodiesel.
Dari penelusuran literatur yang telah dilakukan didapatkan bahwa bioenergi yang baik dijadikan
sebagai energi yang dapat diperbaharui (renewable energi) adalah minyak jelantah, mengapa
minyak jelantah?. Alasan kami memilih minyak jelantah sebagai sumber bioenergi yang dapat
diperbaharui karena minyak jelantah merupakan bahan bakar alternatif yang murah meriah dan
ramah lingkungan, minyak jelantah disini akan kami jadikan biodiesel sebagai pengganti solar,
karena kita ketahui bahwa solar adalah salah satu produk dari hasil pengolahan bahan bakar fosil,
oleh karena itu minyak jelantah dapat dijadikan alternatif penggantinya, minyak jelantah itu
sendiri berasal dari minyak goreng yang berasal dari tumbuhan, sehingga dapat diperbaharui
dengan cara melakukan reboisasi terhadap tumbuhan tersebut dengan demikian akan terjaga
kelestariaanya.
Energi alternatif yang bersal dari minyak jelantah ini, cocok sekali digunakan sebagai pengganti
bahan bakar minyak, dan murah harganya, sehingga bisa membantu masyarakat pedesaan yang
mengalami kesulitan ekonomi dalam mendapatkan bahan bakar minyak.
Minyak jelantah (biodiesel) ini jika dibandingkan dengan solar memiliki perbedaan antara lain:
1. Biodiesel memiliki bilangan kualitas pembakaran yang lebih tinggi daripada solar yang ada di
pasaran.
2. Biodiesel adalah bahan bakar beroksigen. Karenanya, penggunaannya akan mengurangi emisi
CO dan jelaga hitam pada gas buang atau lebih ramah lingkungan.
3. Titik kilat tinggi, yakni temperatur tertinggi yang dapat menyebabkan uap biodiesel dapat
menyala. Sehingga, biodiesel lebih aman dari bahaya kebakaran.
4. Tidak mengandung belerang dan benzena yang mempunyai sifat karsinogen, serta dapat
diuraikan secara alami. Sehingga ramah lingkungan.
5. Dilihat dari segi pelumasan mesin, biodiesel lebih baik daripada solar sehingga pemakaian
biodiesel dapat memperpanjang umur pakai mesin.
6. Dapat dengan mudah dicampur dengan solar biasa dalam berbagai komposisi dan tidak
memerlukan modifikasi mesin apapun.
Karena mudah dan murahnya biaya proses pembuatan biodiesel ini, maka dapat dilakukan
sosialisasi pembuatan biodiesel kepada semua kalangan masyarakat tanpa terkecuali, sehingga
dapat menciptakan sumber daya baru, dan dapat pula dilakukan oleh kalangan wirausahawan
sebagai salah satu proyek mereka, yang memiliki prospek yang cerah kedepannya untuk
menghadapi krisis global, terutama krisis bahan bakar yang sedang melanda dunia dan dapat juga
menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat tingkat dasar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi usaha pengolahan biodiesel ini berjalan baik adalah sebagai
berikut:
1. Tersedianya minyak jelantah yang begitu melimpah dari sisa hasil rumah tangga, dan tempat
makan.
2. Murahnya harga beli minyak jelantah, dari para penadah, sehingga memungkinkan untuk
kalangan bawah (ground level) untuk menjalankan usaha ini.
3. Mudah didapatnya bahan-bahan pendukung pengolahan, dan hanya memerlukan peralatan
yang sederhana.
4. Harga jual yang menguntungkan, sehingga dapat meningkatkan hasil produksi, dan
pendapatan pengelola.
5. Dalam skala besar dapat meningkatkan devisa negara, jika dijual kepasaran internasional.
6. Hasil olahan dan hasil pembakaran dari biodiesel ini ramah lingkungan, sehingga mengurangi
dampak pemanasan global (global warming).
Program pengolahan biodiesel minyak jelantah ini diharapkan mendapatkan perhatian lebih
serius dari pemerintah, agar usaha ini juga dapat membantu meringankan beban negara untuk
mengatasi permasalahn krisis minyak di dunia, sebagai salah satu bioenergi yang dapat
diperbaharu diharapkan adanya kerjasama dari perusahaan energi yang ada di Indonesia,
misalkan PT. Pertamina yang notabenenya adalah sebagai perusahaan energi terbesar di
Indonesia. Diharapkan dengan adanya kerjasama dari pihak yang terkait dapat menciptakan suatu
peluang bisnis yang saling menguntungkan, baik untuk negara maupun kesejahteraan rakyat
Indonesia, dan menghasilkan produk BBM yang ramah lingkungan, dan murah harganya.
Peluang bisnis biodiesel ini juga sangat prosfektif digalakan di Indonesia terutama pada
masyarakat kalangan bawah (ground level), jadi dapat mengurangi angka pengangguran, dan jika
mereka dapat mengelola dengan baik maka kemungkinan mereka untuk mendapatakan
pengahsilan dari hasil produksi biodiesel ini dapat mensejahterakan hidup mereka, dan bagi
Indonesia sendiri adalah menurunnya angka kemiskinan.
B. KESIMPULAN
Dari hasil penelusuran beberapa literatur dan pembahasan yang kami lakukan, dapat ditarik
kesimpulan bahwa:
Bioenergi yang baik sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM) fosil, adalah minyak
jelantah yang dapat dijadikan biodiesel sebagai pengganti solar dalam kehidupan sehari-hari
maupun industri dan biodiesel minyak jelantah ini juga ramah lingkungan karena hasil emisi
yang dikeluarkan jauh lebih rendah daripada solar.
Dengan pengembangan usaha pembuatan biodiesel minyak jelantah ini akan memunculkan
wirausahawan yang berkompeten di dalam pelestarian lingkungan hidup dan membuka lapangan
pekerjaan, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia dan juga dapat
mengurangi limbah cair dari minyak jelantah karena didaur ulang menjadi bahan yang berguna
bagi kelangsungan hidup.
Usaha pengolahan biodiesel ini mudah dan murah sehingga semua kalangan masyarakat dapat
menekuninya, mulai dari kalangan bawah (ground level) hingga menengah keatas.
C. SARAN
Dalam sosisalisasi pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel, ada baiknya ada pilot
biodiesel yang dapat memantau perkembangan usaha yang dilakuakan di daerah yang telah
disosialisasi tentang sumber daya ini.
PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES
IMMOBILISASI ENZIM LIPASE Candida Rugosa DENGAN PARTIKEL Zeolite
A. JUDUL
Pembuatan Biodiesel dari minyak kelapa sawit dengan proses immobilisasi enzim lipase candida
rugosa dengan partikel zeolite.
Gambar B.1 Kurva produksi, konsumsi CPO untuk industri dan kebutuhan pangan di Indonesia
Sumber :www.indexmundi.com
Penelitian yang memanfaatkan minyak mentah kelapa sawit (Crude Palm Oil atau CPO) sebagai
bahan bakar untuk menghasilkan biodiesel sebagai pengganti solar. Sampai saat ini minyak sawit
masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Minyak sawit merupakan minyak yang tergolong
minyak pangan sehingga pemanfaatannya sebagai bahan bakar dibandingkan dengan minyak
nabati lainnya yang sebagian besar merupakan minyak pangan mempunyai resiko yang kecil
terhadap gejolak yang terjadi pada masyarakat.
Dengan semakin menipisnya persediaan bahan bakar petroleum, diperlukan bahan bakar
pengganti yang bersifat terbaharukan. Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang
menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas
melalui transesterifikasi dengan alkohol. Biodiesel memberikan sedikit polusi dibandingkan
bahan bakar petroleum. Selain itu, biodiesel dapat digunakan tanpa modifikasi ulang mesin
diesel (Mardiah dkk, 2006).
C. PERUMUSAN MASALAH
Pemanfaatan bahan bakar nabati merupakan kebutuhan yang sulit dihindari di masa mendatang.
Apalagi, pemanfaatan bahan bakar nabati tidak hanya berguna untuk menjadi substitusi dari
energi berbasis minyak bumi yang makin terbatas ketersediannya. Lebih dari itu, upaya
pengembangan bahan bakar nabati akan mengurangi tingkat polusi dan mempercepat
pengurangan pengangguran dan kemiskinan. Salah satu bahan bakar nabati yang mulai banyak
dikembangkan saat ini adalah biodiesel.
Reaksi transesterifikasi menggunakan banyak katalis basa dan tidak dapat di gunakan kembali,
sehingga diperlukan suatu proses yang dapat mengurangi penggunaan katalis tersebut dengan
menggunakan immobilisasi enzim lipase dengan partikel zeolit. Katalis lipase ini mempunyai
efesiensi katalitik yang tinggi dan bila dalam kondisi immobilisasi dapat dipergunakan kembali.
D. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh konsentrasi biokatalis, temperatur
operasi, serta pengadukan terhadap perolehan yield biodiesel, yang merupakan bahan bakar
terbarukan dari minyak sawit (CPO) sebagai salah satu bahan baku dari sekian banyak bahan
baku yang dapat digunakan untuk pembuatan biodiesel yang bersifat ramah lingkungan. Adapun
katalis yang digunakan ialah biokatalis berupa enzim Lipase jenis Candida Rugosa yang diproses
secara transesterifikasi.
Selain itu diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi besar bagi pengembangan
energi terbarukan yang masih banyak bisa digali dari bumi NAD khususnya dan Indonesia pada
umumnya.
Aplikasi produksi biodiesel dari bahan baku minyak sawit ini dengan proses bio tergolong masih
belum dieksplorasi. Hal ini memberikan kesempatan yang besar bagi peneliti bidang ini untuk
terus berinovasi menghasilkan paten, HAKI dll. Hasil penelitian ini juga sangat memungkinkan
untuk dipublikasikan di jurnal-jurnal nasional terakreditasi dan jurnal internasional.
F. KEGUNAAN
Diharapkan penelitian ini dapat menghasilkan yield biodiesel yang optimum disertai dengan
optimalisasi dari kondisi operasi, maka dapat dilakukan proses transesterifikasi antara minyak
sawit dengan metanol menggunakan biokatalis enzim lipase. Dengan demikian akan dihasilkan
biodiesel yang merupakan bahan bakar alternatif dari sumber nabati yang bersifat ramah
lingkungan.
G. TINJAUAN PUSTAKA
G.1 Minyak Nabati
Pengertian ilmiah paling umum dari istilah biodiesel mencakup sembarang (dan semua) bahan
bakar mesin diesel yang terbuat dari sumber daya hayati atau biomassa. Sekalipun demikian,
makalah ini akan menganut definisi yang pengertiannya lebih sempit tetapi telah diterima luas di
dalam industri, yaitu bahwa biodiesel adalah bahan bakar mesin/motor diesel yang terdiri atas
ester alkil dari asam-asam lemak (Soerawidjaja, 2006).
Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati maupun lemak hewan, namun yang paling umum
digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah minyak nabati. Minyak nabati dan
biodiesel tergolong ke dalam kelas besar senyawa-senyawa organik yang sama, yaitu kelas ester
asam-asam lemak. Akan tetapi, minyak nabati adalah triester asam-asam lemak dengan gliserol,
atau trigliserida, sedangkan biodiesel adalah monoester asam-asam lemak dengan metanol.
Perbedaan wujud molekuler ini memiliki beberapa konsekuensi penting dalam penilaian
keduanya sebagai kandidat bahan bakar mesin diesel :
1. Minyak nabati (yaitu trigliserida) berberat molekul besar, jauh lebih besar dari biodiesel (yaitu
ester metil). Akibatnya, trigliserida relatif mudah mengalami perengkahan (cracking) menjadi
aneka molekul kecil, jika terpanaskan tanpa kontak dengan udara (oksigen).
2. Minyak nabati memiliki kekentalan (viskositas) yang jauh lebih besar dari minyak diesel/solar
maupun biodiesel, sehingga pompa penginjeksi bahan bakar di dalam mesin diesel tak mampu
menghasilkan pengkabutan (atomization) yang baik ketika minyak nabati disemprotkan ke dalam
kamar pembakaran.
3. Molekul minyak nabati relatif lebih bercabang dibanding ester metil asam-asam lemak.
Akibatnya, angka setana minyak nabati lebih rendah daripada angka setana ester metil. Angka
setana adalah tolok ukur kemudahan menyala/terbakar dari suatu bahan bakar di dalam mesin
diesel.
Di luar perbedaan yang memiliki tiga konsekuensi penting di atas, minyak nabati dan biodiesel
sama-sama berkomponen penyusun utama ( 90 %-berat) asam-asam lemak. Pada kenyataannya,
proses transesterifikasi minyak nabati menjadi ester metil asam-asam lemak, memang bertujuan
memodifikasi minyak nabati menjadi produk (yaitu biodiesel) yang berkekentalan mirip solar,
berangka setana lebih tinggi, dan relatif lebih stabil terhadap perengkahan.
Semua minyak nabati dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar namun dengan proses-
proses pengolahan tertentu (Y.M Choo, 1994). Tabel G.1 menunjukkan berbagai macam
tanaman penghasil minyak nabati serta produktifitas yang dihasilkannya.
G.2.1 Trigiliserida
Trigliserida adalah triester dari gliserol dengan asam-asam lemak, yaitu asam-asam karboksilat
beratom karbon 6 s/d 30. Trigliserida banyak dikandung dalam minyak dan lemak, merupakan
komponen terbesar penyusun minyak nabati. Selain trigliserida, terdapat juga monogliserida dan
digliserida. Struktur molekul dari ketiga macam gliserid tersebut dapat dilihat pada Gambar G.3.
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terpisahkan dari trigliserida, digliserida,
monogliserida, dan gliserin bebas. Hal ini dapat disebabkan oleh pemanasan dan terdapatnya air
sehingga terjadi proses hidrolisis. Oksidasi juga dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas
dalam minyak nabati.
Dalam proses konversi trigliserida menjadi alkil esternya melalui reaksi transesterifikasi dengan
katalis basa, asam lemak bebas harus dipisahkan atau dikonversi menjadi alkil ester terlebih
dahulu karena asam lemak bebas akan mengkonsumsi katalis. Pemisahan atau konversi asam
lemak bebas ini dinamakan tahap preesterifikasi. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel
akan mengakibatkan terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi pada
peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi sedimentasi pada injector
(www.journeytoforever.com).
Tabel G.4 Kandungan asam lemak bebas dari berbagai minyak kelapa sawit
Minyak FFA
RBD Palm Oil < 0,1
G.4 Biodiesel
Biodiesel adalah satu bahan bakar alternatif yang dapat dihasilkan dari setiap lemak atau minyak
nabati. Bahan bakar biodiesel adalah suatu metil atau etil ester yang diperoleh dari sumber yang
dapat diperbaharui seperti minyak nabati, lemak hewan dan minyak goreng.
Bahan bakar biodiesel di produksi melalui salah satu proses yang disebut dengan
transesterifikasi, dengan menggunakan berbagai jenis minyak nabati (trigliserida) yang kemudian
di ubah menjadi metil ester melalui suatu raksi kimia dengan alkohol dan katalis. Produk
samping dari reaksi kimia ini adalah gliserol dan air. Bahan bakar biodiesel mengandung oksigen
dan selama tidak dapat dipisahkan dari bahan baku, juga akan menghasilkan sulfur akibat
kontaminasi selama proses pentransesteran dan selama berada di dalam ruang simpan (Schmidt
Lawrence, 2004)
Biodiesel bisa digunakan dengan mudah karena dapat bercampur dengan segala komposisi
dengan minyak solar, mempunyai sifat-sifat fisik yang mirip dengan solar biasa, sehingga dapat
diaplikasikan langsung untuk mesin-mesin diesel yang ada hampir tanpa modifikasi, dapat
terdegradasi dengan mudah (biodegradable), 10 kali tidak beracun dibanding minyak solar biasa
dan memiliki angka setana yang lebih baik dari minyak solar biasa. Asap buangan biodiesel tidak
hitam, tidak mengandung sulfur serta senyawa aromatic, sehingga emisi pembakaran yang
dihasilkan ramah lingkungan serta tidak menambah akumulasi gas karbondioksida di atmosfer
sehingga. Lebih jauh lagi mengurangi efek pemanasan global atau banyak disebut dengan zero
CO2 emission. Oleh karena itu, pengembangan biodiesel di Indonesia dan dunia menjadi
sangat penting seiring dengan semakin menurunnya cadangan bahan bakar diesel berbasis
minyak bumi, isu pemanasan global, serta isu tentang polusi lingkungan. Pengembangan
biodiesel di dunia sudah dilakukan sejak tahun 1980-an, sehingga pada saat ini beberapa bagian
dunia telah dilakukan komersialisasi bahan bakar ramah lingkungan ini (Prakoso Tirto, 2003,
Tanggal akses 20-11-2010)
Biodiesel mempunyai banyak keuntungan dibandingkan dengan bahan bakar diesel, antara lain:
- Emisi yang dihasilkan dari pembakaran biodiesel ini rendah bila dibandingkan dengan emisi
hasil pembakaran bahan bakar diesel konvensional
- Biodiesel mudah terurai di alam oleh mikroorganisme
- Terbuat dari minyak tumbuh tumbuhan baru maupun minyak tumbuhan bekas pakai
- Mengurangi ketergantungan pada minyak bumi
- Harga hanya 50 - 70 % per gallon, tanpa adanya modifikasi pada mesin
- Biodiesel aman dalam proses penyimpanan, karena mempunyai flash point yang tinggi
(Anonimous, 2006).
Marchetti et al, (2005) dalam penelitiannya memaparkan penggunaan beberapa jenis katalis
dalam proses tranesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel, diantaranya adalah :
a. Proses dengan menggunakan katalis asam
Biodiesel dapat dihasilkan dari proses transesterifikasi dengan menggunakan katalis asam. Asam
yang sering digunakan yaitu asam sulfat. Katalis ini memberikan yield biodiesel yang tinggi,
tetapi reaksinya berlangsung lama yaitu sekitar 1 hari untuk mencapai konversi yang sempurna
dan temperatur bervariasi antara 55 - 88 C.
Pada proses ini perbandingan molar alkohol dan minyak nabati merupakan faktor utama yang
dapat mempengaruhi kelangsungan proses transesterifikasi. Dengan adanya alkohol yang
berlebih diperoleh hasil yang maksimum, tetapi juga menimbulkan masalah lain yaitu proses
recovery gliserol yang terbentuk akan sulit (Marchetti et al, 2005, Tanggal akses 05-01-2010).
Tabel G.7 Perbandingan sifat minyak diesel, minyak canola dan biodieel canola.
Minyak diesel Minyak canola Biodiesel canola
Density (Kg/L) 0,835 0,922 0,88
Nilai kalor kotor (MJ/L) 38,3 36, 9 33,3
Viskositas (mm2s/ pada 37,80C) 3,86 37 4,7
C : H : O (rasio) 3,59 3,26 3,28
Sumber : http://www.biodiesel.org.au/Standards.html Marchetti J.M, Miguel V.U, Errazu F.A,
2005, Possible Methods for Biodisel Production, http//www.elsevier.com/locate/rs, (Tanggal
akses 05-01-2010)
H. METODELOGI PELAKSANAAN
Aktifator
b. Penentuan viskositas
Untuk menghitung viskositas metil ester digunakan alat viscometer Cannon-Fenske. Sampel
dimasukkan melalui lubang masukan sampai mencapai batas paling bawah dari viskometer
Cannon-Fenske. Kemudian dicatat waktu yang dibutuhkan sampel untuk mencapai batasan
diatasnya. Percobaan ini dapat diulang beberapa kali untuk mendapatkan data yang akurat.
Kemudian dapat di lakukan perbandingan masing masing perlakuan berdasarkan perbedaan
temperatur yang diberikan. Sedangkan untuk perhitungan viskositasnya digunakan rumus sebgai
berikut :
K ( t v)
Dimana : = Viskositas kinematik (mm /s)
K = konstanta viscometer (diketahui pada alat)
t = waktu yang dibutuhkan sampel mencapai batasannya (s)
v = koreksi energi kinetik ( tabel manual operasi).
c. Penentuan nilai asam
Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat
molekul asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah
milligram KOH 0,1 N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat
dalam 1 gram minyak atau lemak. Tahapannya adalah sebagai berikut :
Metil ester yang akan diuji ditimbang 10-20 gram di dalam Erlenmeyer 200 ml dan dicatat
beratnya. Ditambahkan 50 ml alkohol netral 95%, kemudian dipanaskan selama 10 menit dalam
penangas air sambil diaduk. Larutan ini kemudian dititrasi dengan KOH 0,1 N dengan indikator
larutan phenolphthalein 1% dalam alkohol, sampai tepat terlihat warna merah jambu. Setelah itu
dihitung jumlah milliliter KOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 1
gram etil ester.
Nilai asam (acid value) =
Dimana : A = ml KOH yang dibutuhkan untuk titrasi sampel
N = Normalitas larutan KOH
W = gram sampel yang digunakan
56,1 = Bobot molekul KOH
J. DAFTAR PUSTAKA
Annonymous, 2006. Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Jarak Sebagai Bahan Bakar Diesel.
Jurusan Teknik Kimia, Unsyiah, Banda Aceh.
Cut Fatimah Zuhra, S.si, M.si, 2002, Penyediaan Asam Eikosapentanoat (EPA) Dan Asam
Dokosaheksanoat (DHA) Melalui Transesterifikasi Minyak Ikan Dengan metanol Yang
Dikatalisis oleh Lipase. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Kimia
Universitas Sumatera Utara.ITB, Bandung.
Darmanto S dan Sigit A.I, 2006, Analisa Biodiesel Minyak Kelapa Sebagai Bahan Bakar
Alternatif Minyak Diesel, TEKNIK Mesin UNDIP.
Haryanto Bode, 2002, Bahan Bakar Alternatif Biodiesel, Jurusan Teknik Kimia, USU
Mardiah dkk, 2006, Pengaruh Asam Lemak dan Konsentrasi Katalis Asam Terhadap
Karakteristik Dan Konversi Biodiesel Pada Transesterifikasi Minyak Mentah Dedak Padi,
http://www.kemahasiswaan.its.ac.id, (Tanggal akses 05-01-2010
Marchetti J.M, Miguel V.U, Errazu F.A, 2005, Possible Methods for Biodisel Production,
http//www.elsevier.com/locate/rser, (Tanggal akses 05-01-2010)
Turkan Ali and Kalay Saban, 2008, Study Of The Mechanism Of Lipase-Catalyzed Methanolysis
Of Sunflower Oil In Tert-butanol and Heptane, Turkish journal of biochemistry-Turk J Biochem,
2008 ; 33(2) ; 45-46
Zhang Y, Dube M.A, McLean D.D, dan Kates M, 2003, Biodiesel Production From Waste
Cooking Oil: 1. Proses Design And Technological Assessment, Bioresource Technology, http//
www.elsevier.com/locate/rser, (Tanggal akses 05-01-2010)