NIM : 030359561
Prodi : Statistika
E-mail : putripuspita111195@gmail.com
TUGAS 3
ANALISIS RUNTUN WAKTU
1 102 21 100 41 97
2 99 22 94 42 102
3 101 23 100 43 103
4 97 24 103 44 98
5 102 25 100 45 101
6 100 26 99 46 98
7 101 27 102 47 100
8 96 28 98 48 103
9 105 29 100 49 102
10 99 30 99 50 94
11 100 31 103 51 105
12 96 32 98 52 96
13 104 33 100 53 103
14 100 34 103 54 100
15 95 35 97 55 103
16 100 36 104 56 98
17 99 37 96 57 100
18 105 38 104 58 97
19 100 39 99 59 101
20 96 40 105 60 98
Pertanyaan :
1) Gambarkan grafik runtun waktu tsb diatas.
2) Model ARIMA apakah yang kiranya sesuai dengan data runtun waktu tsb ?
105,0
102,5
100,0
Data
100
97,5
95,0
1 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60
Periode
Berdasarkan plot data pada Gambar di atas, terlihat bahwa data sudah stasioner, hal ini
dapat dilihat berdasarkan sebaran titik pada data yang telah berada disekitar nilai rataan.
Karena data telah stasioner, maka tidak perlu dilakukan pembedaan (differencing) terhadap
data runtun waktu. Menurut Aswi dan Sukarna (2006:7), model deret waktu dikatakan
stasioner jika tidak ada pertumbuhan atau penurunan pada data, data secara kasarnya harus
horizontal sepanjang sumbu waktu, dengan kata lain fluktuasi data yang konstan berada di
sekitar nilai tengah. Menurut Walpole (1992:24) nilai tengah dapat dihitung menggunakan
persamaan sebagai berikut.
=
+ + 122 + 99 + + 98 6000
= = = = = 100
60 60
Universitas Terbuka | Tugas 3_Analisis Runtun Waktu_Putri Puspita Sari_030359561 2
2) Model ARIMA apakah yang kiranya sesuai dengan data runtun waktu tsb ?
Penjelasan :
Untuk mendapatkan model ARIMA sesuai dari data runtun waktu tersebut, maka ada
beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan, yaitu sebagai berikut.
1. Menetapkan model ARIMA sementara dari Autocorrelation Function (ACF) dan Partial
Autocorrelation Function (PACF)
a) Autocorrelation Function (ACF)
Karena kestasioneran dalam rata-rata telah terpenuhi, maka langkah selanjutnya adalah
menentukan nilai taksiran ACF. Jumlah maksimum dugaan autokorelasi kira-kira n/4, dimana
n adalah jumlah observasi data. Fungsi autokorelasi digunakan untuk melihat kestasioneran
data dan menentukan orde q dari proses moving average (Makridakis, 1999:351). Jumlah
maksimum taksiran ACF sebagai berikut.
60
= = 15
4 4
Untuk menentukan nilai taksiran ACF digunakan persamaan sebagai berikut.
( )( )
=
( )
dimana = nilai sebenarnya pada periode ke-t
= nilai sebenarnya pada periode ke t+k
= nilai tengah
= banyak pengamatan
= waktu ketertinggalan (time lag)
Sehingga untuk menentukan nilai estimasi fungsi autokorelasinya (fak) untuk k = 1, 2,.... 15
digunakan persamaan sebagai berikut.
( )( ) ( )( ) ( )( )
=
( ) ( ) ( )
243
=
478
= 0,508368
( )( ) ( )( ) ( )( )
=
( ) ( ) ( )
(102 100)(100 100) + (99 100)(99 100) + + (101 100)(98 100)
=
(102 100) +(99 100) + + (98 100)
105
=
478
= 0,219665
Untuk hasil lebih jelasnya nilai koefisien autokorelasi data dapat dilihat pada tabel
berikut.
1,0
0,8
0,6
0,4
Autocorrelation
0,2
0,0
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Lag
Berdasarkan Gambar di atas, terlihat bahwa nilai autokorelasi sudah stasioner dalam
rata-rata. Hal ini terlihat dari nilai autokorelasi setelah lag 3, yaitu lag 4 adalah sebesar
0,156904. Menurut Makridakis (1999: 353), Apabila autokorelasi dari data telah mendekati
nol sesudah time lag kedua atau ketiga, hal ini menunjukkan bahwa data telah stasioner.
Selain untuk menentukan kestasioneran data, nilai ACF juga digunakan untuk
menentukan orde q dari proses moving average. Gambar di atas menunjukkan bahwa nilai
ACF pada lag 1 keluar dari batas signifikansi, sehingga ditetapkan proses MA adalah q=1.
b) Partial Autocorrelation Function (PACF)
Untuk menentukan nilai taksiran PACF digunakan persamaan sebagai berikut.
,
=
(k = 2,3,4,)
,
Sehingga untuk menentukan nilai estimasi fungsi autokorelasi parsialnya (fakp) untuk
k = 1, 2, ..., 15 digunakan persamaan sebagai berikut.
= 11 = 1 = 0,508368
= =
1
= 0,046643
= =
1
tabel berikut.
Berikut plot PACF dari data runtun waktu untuk menentukan orde dari proses
autoregressive (AR).
1,0
0,8
0,6
Partial Autocorrelation
0,4
0,2
0,0
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Lag
Dari Gambar di atas menunjukkan bahwa nilai PACF pada lag 1 keluar dari batas
signifikansi, sehingga ditetapkan proses AR adalah p=1. Berdasarkan analisis plot ACF dan
PACF untuk data pembedaan pertama dapat disimpulkan bahwa data sudah bersifat stasioner
dan dari plot tersebut dapat diperoleh model sementara untuk data tersebut, yaitu
model ARIMA (1,0,1).
Catatan :
Penentuan ditetapkan proses AR adalah p=1 dan proses MA adalah q=1, ditentukan
dari banyaknya jumlah lag yang keluar dari batas signifikan. Hal ini telah dijelaskan oleh
Makridakis (1999:348), bahwa Suatu koefisien autokorelasi parsial disimpulkan tidak
berbeda secara signifikan dari nol apabila terletak di antara rentang nilai tersebut. Fungsi
autokorelasi parsial digunakan untuk menentukan orde p dari proses autoregressive (AR).
Apabila ada p autokorelasi parsial yang signifikan, maka autokorelasi parsial dapat diuji
untuk menetapkan orde AR(p) dimana orde AR(p) adalah sama dengan jumlah
autokorelasi parsial yang signifikan. Sehingga banyaknya nilai lag yang keluar dari batas
signifikan, maka ditetapkan sebagai jumlah orde pada proses AR dan MA. Dari model
sementara yang telah didapatkan, yaitu model ARIMA (p,d,q) adalah model ARIMA (1,0,1).
Nilai dari pembedaan (differencing) atau d tersebut ditulis 0, sebab pembedaan tidak
dilakukan pada data runtun waktu, karena data telah dalam keadaan stasioner dalam rataan.
Namun model sementara yang didapat ini, belum dapat dikatakan sebagai model ARIMA
terbaik, sehingga perlu di uji lagi pada tahap selanjutnya.
Number of observations: 60
Residuals: SS = 347,467 (backforecasts excluded)
MS = 6,096 DF = 57
Kriteria pengujian yaitu tolak H0, jika diperoleh p-value < dengan adalah tingkat
toleransi sebesar 0,05, maka koefisien tersebut sudah dapat digunakan untuk model peramalan
(Aswi & Sukarna, 2006:124).
Sehingga dua model yang memenuhi kriteria pengujian yaitu: model ARIMA (0,0,1) dan
model ARIMA (1,0,0), dapat dilihat sebagai berikut.
Model ARIMA(0,0,1)
Final Estimates of Parameters
Number of observations: 60
Residuals: SS = 352,022 (backforecasts excluded)
MS = 6,069 DF = 58
Lag 12 24 36 48
Chi-Square 8,1 20,7 32,9 44,8
DF 10 22 34 46
P-Value 0,617 0,538 0,522 0,522
Sehingga,
Model ARIMA(1,0,0)
Number of observations: 60
Residuals: SS = 351,580 (backforecasts excluded)
MS = 6,062 DF = 58
Lag 12 24 36 48
Chi-Square 5,9 14,1 30,6 38,8
DF 10 22 34 46
P-Value 0,827 0,899 0,636 0,766
Sehingga,
H0 : parameter sama dengan nol atau tidak signifikan
H1 : parameter tidak sama dengan nol atau signifikan
Tingkat signifikan atau = 0,05
Kesimpulan: karena p-value masing-masing parameter 0,000 < = 0,05
sehingga H0 ditolak artinya model ARIMA (1,0,0) dapat dipertimbangkan sebagai model dari
data.
4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik bertujuan untuk melihat model yang paling cocok untuk
meramalkan suatu masalah. Adapun yang diperhatikan pada tahap ini adalah nilai residual
dari fungsi autokorelasi (RACF) dan nilai residual dari fungsi autokorelasi parsial (RPACF)
yang tidak berbeda nyata dari nol, serta nilai MSE model.
Model yang baik adalah model yang menunjukkan nilai RACF dan RPACF tidak
berbeda nyata dari nol. Apabila semua nilai RACF tidak berbeda nyata dari nol dapat
disimpulkan bahwa galat dengan galat sebelumnya tidak berkorelasi. Selain itu, model
Universitas Terbuka | Tugas 3_Analisis Runtun Waktu_Putri Puspita Sari_030359561 10
yang baik untuk meramalkan suatu masalah adalah model dengan nilai MSE terkecil, semakin
kecil nilai MSE maka rentang kesalahan ramalan juga semakin kecil. Sehingga dari kedua
model yang terpilih pada tahap penaksiran dan pengujian parameter, nilai MSE tekecil
terdapat pada model ARIMA (1,0,0).
Model ARIMA(1,0,0)
Number of observations: 60
Residuals: SS = 351,580 (backforecasts excluded)
MS = 6,062 DF = 58
MSE TERKECIL
Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic
Lag 12 24 36 48
Chi-Square 5,9 14,1 30,6 38,8
DF 10 22 34 46
P-Value 0,827 0,899 0,636 0,766
Selanjutnya akan dilihat nilai RACF dan RPACF dari model ARIMA (1,0,0), apakah
berbeda nyata dari nol atau tidak. Tetapi sebelum menentukan RACF dan RPACF, maka
ditentukan terlebih dahulu nilai residualnya. Langkah-langkah memperoleh nilai Residual dari
t = 1, 2, ..., 60 menggunakan bantuan Software Minitab 16 yaitu :
a. Klik menu STAT > TIME SERIES > ARIMA
b. Masukkan variabel C1 atau data runtun waktu ke kotak SERIES
c. Kemudian klik kolom nonseasonal
d. Karna Model terbaik yang diperoleh Model ARIMA (1,0,0), maka isi pada kolom
Autoregressive (1), Difference (0), dan Moving Average (0).
e. Kemudian Klik Storage > Residuals
f. Klik OK
1,0
0,8
0,6
0,4
Autocorrelation
0,2
0,0
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Lag
Dari plot RACF menunjukkan bahwa tidak ada 1 lag pun yang keluar batas. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa residual model telah independen dan dapat disimpulkan sudah baik.
Dengan bantuan Minitab 16 dapat diperoleh nilai taksiran RACF sampai lag 15 seperti pada
tabel berikut.
Lag (k) RACF
1 -0,020072
2 -0,147558
3 -0,162837
4 0,032636
5 0,024146
6 0,089364
7 0,073134
8 0,108106
9 0,024164
10 -0,103321
11 -0,001760
12 -0,006361
13 0,052521
14 -0,083946
15 0,098540
1,0
0,8
0,6
Partial Autocorrelation
0,4
0,2
0,0
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Lag
Berdasarkan Gambar, nilai RPACF tidak berbeda nyata dari nol, hal ini membuktikan
bahwa model tersebut cukup memadai. Sehingga dapat disimpulkan bahwa residual model
telah independen dan dapat disimpulkan sudah baik. Dengan bantuan Minitab 16 dapat
diperoleh nilai taksiran RPACF sampai lag 15 seperti pada tabel berikut.
Lag (k) RPACF
1 -0,020072
2 -0,148020
3 -0,173068
4 -0,001257
5 -0,025953
6 0,069564
7 0,091109
8 0,150134
9 0,099130
10 -0,034689
11 0,045732
12 -0,030428
13 0,007080
14 -0,124654
15 0,060755
Dari hasil persamaan di atas, dapat diketahui bahwa model ARIMA (1,0,0) yang dipilih
sudah baik dalam meramalkan untuk periode selanjutnya. Model peramalan dipengaruhi oleh
konstanta peramalan sebesar 151,702 dengan penambahan koefisien ( ) sebesar 0,5170
terhadap data satu bulan sebelumnya.
Misalnya untuk meramalkan periode ke-61 sampai ke-72 maka hasil ramalannya adalah
sebagai berikut.
Periode ke-61
= 151,702 0,5170 +
= 151,702 0,5170 +
= 151,702 0,5170 +
= 151,702 50,666
= 101,034
Periode ke-62
= 151,702 0,5170 +
= 151,702 0,5170 +
= 151,702 0,5170 +
= 151,702 52,234578
= 99,467
Periode ke-72
= 151,702 0,5170 +
= 151,702 0,5170 +
= 151,702 0,5170 +
= 151,702 50,666
= 100
Untuk hasil lebih jelasnya hasil ramalan pada periode ke-61 sampai ke-72 data dapat
Hasil
Periode
Ramalan
61 101,034
62 99,467
63 100,276
64 99,857
65 100,074
66 99,962
67 100,020
68 99,990
69 100,005
70 99,997
71 100,001
72 99,999
Adapun plot data hasil ramalan dari periode ke-61 sampai ke-72 dapat dilihat pada
gambar berikut.
101,00
100,75
100,50
Forecast
100,25
100,00
99,75
99,50
61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
Periode
Berdasarkan gambar di atas dapat disimpulkan bahwa hasil ramalan untuk 12 bulan
mendatang terjadi penurunan. Pada periode ke-61 terjadi peningkatan yang cukup tinggi, akan
tetapi mengalami penurunan yang cukup signifikan pada periode ke-62, dan meningkat kembali
pada periode ke-63. Hal ini dapat menjadi gambaran untuk waktu yang akan datang dalam
mengambil tindakan maupun kebijakan yang akan dilakukan tehadap hasil ramalan ini.
Sumber:
Makridakis, Spyros, Steven C.Wheelwright, dan Victor E. McGee. 1999. Metode dan Aplikasi
Peramalan. Edisi II. Jakarta: Erlangga.
Aswi & Sukarna. 2006. Analisis Deret Waktu Teori dan Aplikasi. Makasar: Andira Publisher.
Walpole, Ronald E. 1992. Pengantar Statistika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.