Anda di halaman 1dari 8

Hakikat Nilai Moral dalam Kehidupan Manusia

1. Pengertian Nilai, Etika, Moral, dan Hukum


Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi
manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.
Nilai merupakan sesuatu yang abstrak dan hanya bisa dipikirkan, difahami dan dihayati.
Nilai berkaitan dengan cita-cita, harapan, keyakinan, dan hal-hal lain yang bersifat batiniah. Jadi,
nilai adalah suatu kualitas yang merujuk pada sifat yang ideal dan berkaitan dengan istilah apa
yang seharusnya atau sollen.
Nilai adalah prinsip umum tingkah laku abstrak yang ada dalam alam pikiran anggota-
anggota kelompok yang merupakan komitmen yang positif dan standar untuk memertimbangkan
tindakan dan tujuan tertentu. Fungsi nilai adalah sebagai pedoman, pendorong tingkah laku
manusia dalam hidup.
Etika (ethos) berasal dari bahasa Yunani yang artinya adat kebiasaan. Begitu pula dengan
moral yang berasal dari kata Latin (mos, miros) yang artinya juga adat kebiasaan. Etika dan
moral dibedakan dari kaidah istilah dan ajarannya. Istilah etika digunakan untuk menyebut ilmu
dan prinsip dasar penilaian bai-buruknya perilaku manusia atau berisi tentang kajian ilmiah
terhadap ajaran moral tersebut, yaitu untuk member landasan kritis tentang mengapa orang
dituntut untuk tidak melanggar aturan-aturan masyrakat, seperti tidak mencuri, bersaksi palsu,
dan sebagainya, sedangkan istilah moral digunakan untuk menunjuk aturan dan norma yang
lebih konkret bagi penilaian baik-buruknya perilaku manusia. Ajaran moral berisi nasihat-nasihat
konkret supaya manusia hidup lebih baik.
Norma merupakan kaidah atau aturan-aturan yang berisi petunjuk tentang tingkah laku
yang harus atau tidak boleh dilakukan oleh manusia dan bersifat mengikat. Mengikat disini
berarti seseorang wajib mentaati semua aturan yang berlaku dilingkungannya.
Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan)
yang mengurusi tata tertib suatu masyarakat dan harus ditaati oleh masyrakat tersebut. Dengan
kata lain, bahwa hukum berisi perintah-perintah dan larangan-larangan serta sanksi yang tegas
bagi mereka yang melanggar peraturan-peraturan tersebut.
Norma dalam kehidupan :
1. Norma Agama
- Berasal dari Tuhan Yang Maha Esa
- Tercantum dalam kitab suci setiap agama
- Pelanggaran terhadap norm agama merupakan perbuatan dosa yang akan mendapat sanksi
sesuai dengan ketentuan atau ajaran agama yang bersangkutan
- Agar para pemeluk agama tidak melakukan pelanggaran terhadap ajaran agama, mereka harus
beriman dan bertaqwa.
- Tujuan : terciptanya masyarakat yang agamis, tertib, tenteram, rukun, damai dan sejahtera,
sehingga persatuan dan kesatuan dalam masyarakat dapat terwujud.
2. Norma Masyarkat/Sosial
- Bersumber dari masyarakat sendiri
- Pelanggaran atas norma sosial akan berakibat pengucilan dari pergaulan masyarakat
- Manusia dalam hidup bermasyarakat harus mengetahui, memahami, dan menyadari adanya
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat lingkungannya, kemudian melaksanakan norma-
norma tersebut dengan sebaik-baiknya
- Dengan terpatuhinya norma sosial, kan tercipta masyarakat yang saling menghormati dan saling
menghargai.
3. Norma Kesusilaan
- Berasal dari diri setiap manusia
- Pelanggaran atas norma ini akan menimbulkan rasa penyesalan
- Dalam kehidupan sehari-hari sebaiknya setiap individu berusaha agar setiap sikap, ucapan, dan
perilakunya selalu dijiwai oleh nilai-nilai atau norma-norma agama, kesopanan dan hukum
4. Norma Hukum
- Berasal dari negara
- Pelanggaran atas norma ini akan dikenai hukuman sesuai demgan peraturan yang berlaku
- Pelanggaran norma hukum dalam masyarakat akan memicu berbagai kerusuhan dan perbuatan
amoral yang tidak bertanggung jawab, sehingga bepengaruh atau berakibat buruk bagi
masyarakat.
2. Ciri-ciri Nilai
Sifat-sifat nilai menurut Bambang Daroeso (1986) adalah sebagai berikut :
a. Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia.
b. Nilai memiliki sifat normative, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita, dan suatu keharusan
sehingga nilai memiliki sifat ideal (das sollen).
c. Nilai berfungsi sebagai daya dorong atau motivator dan manusia adalah pendukung nilai.
3. Macam-macam Nilai
Dalam filsafat, nilai dibedakan dalam tiga macam, yaitu :
a. Nilai logika adalah nilai benar salah.
b. Nilai estetika adalah nilai indah tidak indah.
c. Nilai etika/moral adalah nilai baik buruk.
Notonegoro (dalam Kaelan, 2000) menyebutkan adanya tiga macam nilai,yaitu :
a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau
kebutuhan ragawi manusia.
b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan
atau aktivitas.
c. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Nilai kerohanian meliputi :
1) Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia.
2) Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsure perasaan (emotion) manusia.
3) Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsure kehendak (karsa, Will) manusia.
Nilai religious yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak serta bersumber pada
kepercayaan atau keyakinan manusia.
4. Proses Terbentuknya Nilai, Etika, Moral, Norma dan Hukum dalam Masyarakat dan
Negara
Proses terbentuknya nilai, etika, moral, norma, dan hukum meruapakan proses yang
berjalanmelalui suatu kebiasaan (habitus) untuk berbuat baik, suatu disposisi batin untuk berbuat
baik yang tertanam karena dilatihkan, suatu kesiapsediaan untuk bertindak secara baik, dan
kualitas jiwa yang baik dalam membantu kita untuk hidup secara benar.
Etika keutamaan (nilai, etika, moral, norma, dan hukum) lebih mengandalkan pada
adanya latihan dan bukan begitu saja muncul dari dalam diri manusia. Akan tetapi,
mungkinsaja ada manusia yang memiliki potensi keutamaan sudah dari kodratnya. Namun
begitu, biar bagaimanapun juga perlu adanya adanya latihan untuk memunculkan potensi
tersebut sebagai suatu keutamaan dan perlu pembiasaan-pembiasaan agar lebih meneguhkan
keutamaan yang dimilikinya.
Seseorang akan dinilai baik atau buruk sebagai manusia dilihat dari moralitas yang
dimiliknya, karena moralitas memiliki otoritas tertinggi dalm penilaian manusia sebagai
manusia.
Salah satu mekanisme yang dapat membentuk jati diri yang berkualitas adalah keutamaan
nilai, norma dan etika. Dengan keutamaan moral, seseorang membentuk dirinya sendiri bukan
karena pengaruh luar belaka.
5. Dialektika Hukum dan Moral dalam Masyarakat dan Negara
Hukum dapat dikatakan adil atau tidak tergantung dari wilayah penilaian moral. Hukum
disebut adil bila secara moral memang adil. Norma moral dan norma hukum sebenarnya tidak
terpisahkan karena ukuran keadilan suatu hukum bukan hanya ditentukan oleh norma moral, dan
bukan norma hukum sendiri. Hukum tidak bisa menilai dirinya sendiri apakah hukum itu adil
atau tidak, namun hukum sendiri harus menilai bahwa semestinya sifat dari hukuman itu adalah
adil.
Aturan hidup bersama yang diajdikan norma hukum, nilai, dan etika dalam masyarakat
dijelaskan dengan melihat hubungan antara hukum itu sendiri dengan moralitas. Hubungan
tersebut berupa hukum yang terkandung norma-norma moral, artinya bahwa hukum meruapakan
ungkapan moralitas sosial masyarakat tertentu yang pelaksanaannya dapat dituntut dan
pelanggarannya mendapatkan sanksi. Akan tetapi, tidak semua norma moral perlu dan dapat
dijadikan sebagai norma hukum karena moral menyangkut aspek batiniah (motivasi, idealisasi,
dan sistem keyakinan), sedangkan hukum menyangkut aspek lahiriah (denda, sanksi, detail
perilaku yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan). Kalau demikian, berarti moralitas
mendasari hukum.
Moralitas dikatakan mendasari hukum berarti hukum yang tidak sesuai dengan norma
moral secara moral sah untuk ditolak atau tidak ditaati, misalnya kalau ada hukum yang tidak
seimbang antara pelanggaran hukum yang dilakukan dengan denda atau hukuman yang
didapatkan, moralitas menyarankan agar hukum tersebut dihapus saja. Karena moralitas
mengajarkan sifat yang mendasar sebagai criteria untuk menentukan apakah suatu perilaku
disebut baik atau tidak, adil atau tidak, maksudnya lebih dari norma agama dan hukum, atau
sopan santun.
6. Perwujudan Nilai, Etika, Moral, dan Norma dalam Kehidupan Masyarakat dan Negara
Perwujudan nilai-nilai, etika, moral, dan norma dalam keyakinan iman bisa saja
diterapkan sebagai hukum jika norma moral yang terkandung didalamnya bersifat universal.
Artinya, dalam keyakinan iman yang lain pun tercermin norma moral yang kurang lebih sama.
Misalnya, norma moral yang terkandung dalam agama untuk menghormati agama lain dengan
cara member toleransi itu sifatnya universal. Oleh karena itu, norma tersebut bisa saja diterapkan
kedalam hukum. Akan tetapi, jika nilai-nilai dalam keyakinan iman sifatnya local, norma
tersebut tidak bisa diterapkan menjadi sebuah hukum yang berlaku untuk seluruh masyarakat
majemuk. Oleh karena itu, etika, moral, norma, dan nilai sering menjadi tuntutan dalam
kehidupan masyarakat supaya kita dapat bertingkah laku dengan baik.
7. Tuntutan dan Sanksi Moral, Norma Hukum dalam Masyarakat Bernegara
Kriteria untuk menilai baik buruknya manusia adalah aturan dan prinsip-prinsip yang
berlaku dalam masyarakatnya. Orang tidak tertantang untuk melakukan kebaikan yang mengatasi
aturan. Kasarnya, orang hanya melakukan kebaikan kalau itu merupakan sebuah perintah atau
larangan. Tidak ada kewajiban dan aturan berarti tidak ada tindakan kebaikan. Oleh karena itu,
pada umumnya apabila seseorang telah melakukan kesalahan di dalam masyarakat, tuntutan dan
sanksi yang akan diterimanya adalah dikucilkan, merasa dipermalukan, dicap orang sebagai
orang yang tidak tahu aturan dan lain sebgainya.
8. Keadilan, Ketertiban, dan Kesejahteraan Masyarakat sebagai Wujud Masyarakat
Bermoral dan Menaati Hukum
Aristoteles memberikan contoh keutamaan moral, yaitu :
a. Keberanian, yaitu orang dihindarkan dari sifat nekat dan pengecut.
b. Ugahari (prinsip secukupnya, kesederhanaan, empan papan), yaitu orang dihindarkan dari
kelaparan dan kekenyangan.
c. Keadilan
Kualitas manusia tidak ditentukan oleh keahlian atau kemampuan yang dia miliki
melainkan oleh kualitas watak pribadinya. Seseorang dianggap baik hanya secara moral memang
dia baik. Oleh karena itu, sebagai warga masyarakat yang bai seharusnya bisa mentaati dan
mematuhi norma dan nilai yang berlaku, sehingga kita bisa menjadi warga yang bermoral dan
beretika. Dengan sikap moralitas yang tinggi, akan terwujud keadilan, ketertiban, dan
kesejahteraan dalam masyarakat. Jadi, moralitas memiliki otoritas tertinggi untuk menilai apakah
seseorang itu baik atau tidak sebagai manusia.
9. Nilai Moral sebagai Sumber Budaya dan Kebudayaan
Cirri utama suatu masyarakat manusia adalah suatu kebudayaan sebagai hasil berbagai
karya, rasa dan cipta manusia selaku mahluk berakal baik untuk melindungi dirinya sendiri dari
keganasan alam maupun dalam rangka menaklukkannya ataupun untuk menyelenggarakan
hubungan hidup bermasyarakat secara tertib dan utuh. Karakter utama kebudayaan adalah
memanusikan manusia.
Kebudayaan memiliki tiga dimensi, yaitu hubungan manusia dengan manusia, hubungan
manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Hubungan pertama dan kedua
selalu berkembang namun hubungan yang ketiga bersifat konstan. Orang yang bermoral adalah
orang yang berbudaya. Moral diperlukan untuk memahami kehidupan yang baik, khususnya
dalam hubungan horizontal antar sesama.
9.1 Nilai Moral sebagai Sumber Budaya
Ada dua jenis sumber etika atau moral, yaitu dari Tuhan Yang Maha Esa (etika atau
moral kodrat) dan dari manusia (etika atau moral budaya). Kebudayaan paling sedikit memiliki
tiga wujud yaitu :
1. Keseluruhan ide, gagasan, nilai, norma, peraturan dan sebagainya yang berfungsi mengatur,
mengendalikan, dan member arah pada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat yang
disebut adat tata kelakuan (nilai-nilai insani atau moral).
2. Keseluruhan aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat yang disebut sistem
sosial (nilai-nilai insani atau moral).
3. Benda hasil karya manusia, bend-benda hasil karya manusia disebut kebudayan fisik, misalnya
pabrik baja, candi Borobudur, pesawat udara dan computer (nilai estetika).
Suatu budaya terkadang hanya berlaku pada suatu daerah dan juga terkadang pandangan
budaya bersifat relative kualitasnya. Artinya, ada yang mendukung dan ada yang tidak
mendukung, sehingga dapat disimpulkan bahwa budaya atau tradisi tersebut, ada yang baik dan
ada yang buruk. Namun, secara umum, kita sebagai bangsa Timur mempunyai kesamaan dalam
hal penilaian budaya. Seseorang bisa dikatakan tidak bermoral jika dia melanggar budaya atau
tradisi yang berlaku di tempatnya. Cukup pantas jika kita mengatakan bahwa budaya sebagai
moral dan moral sebagi budaya.
9.2 Nilai Moral sebagai Rujukan Nilai Budaya
Etika adalah nilai-nilai berupa norma-norma moral yang menjadi pedoman hidup
bagi seseorang atau kelompok orang yang berperilaku atau berbuat. Etika dalam arti disini
disebut sistem nilai budaya. Sistem nilai budaya merupakan gambaran perilaku baik, benar, dan
bermanfaat yang terdapat dalam pikiran.
9.3 Nilai Moral sebagai Nilai-Nilai Luhur Budaya Bangsa
Nilai moral adalah nilai atau hasul perbuatan yang baik, sedangkan norma moral adlah
norma yang berisi cara bagaimana berbuat baik. Moral bersifat kodrati, sejak diciptakan,
manusia sudah dibekali dengan sifat-sifat yang baik, jujur, dan adil. Apabila kita terus menerus
berbuat baik sehingga terbiasa dan membudaya akan menyebabkan kita disebut orang yang
beradab. Perbuatan bermoral selalu menjadi acuan dalam hidup bermasyarakat dan berfungsi
sebagai pengayaan terhadap sistem nilai budaya yang sudah ada.selagi manusia berpegang pada
sistem nilai budaya, akan selalu terwujud ketertiban, kedamaian, ketentraman, dan kesejahteraan.
9.4 Nilai Moral sebagai Hasil Penilaian
Kebudayaan dalam kaitannya dengan ilmu sosial budaya dasar adalah penciptaan,
penertiban, dan pengelolaan nilai-nilai insane, tercakup dalam usaha memanusiakan diri di dalam
alam lingkungan, baik fisik maupun sosial. Sebagai makhluk budaya, manusia dibekali oleh
Tuhan dengan akal, nurani, dan kehendak di dalam dirinya. Yang membedakan adalah
perwujudan budaya karena lingkungan yang berbeda menurut keadaan waktu dan tempat.
Perwujudan budaya dapat dilakukan dengan menekankan pada semua unsure akal, nurani, dan
kehendak sebagai satu kesatuan yang utuh. Maka muncullah pernyataan tentang peradaban dan
kebudayaan. Apabila perwujudan penekanannya pada akal dapat disebut dengan peradaban
tinggi dan rendah karena diukur dengan tingkat berfikir manusia. Perwujudan budaya
penekanannya pada akal, nurani, dan kehendak sebagai satu kesatuan yang utuh dapat disebut
dengan kebudayaan tinggi dan rendah karena diukur dengan manfaatnya bagi manusia. Apabila
kebudayaan dihubungkan dengan peradaban akan muncul pernyataan walaupun peradaban
rendah belum tentu kebudayaan rendah.
9.5 Nilai Moral sebagai Nilai Objektif dan Nilai Subjektif Bangsa
Sistem nilai mengandung tiga unsure, yaitu norma moral sebagai acuan perilaku,
keberlakuan norma moral hasilnya perbuatan baik dan nilai-niai sebagai produk perbuatan
berdasarkan norma moral. Sistem nilai budaya akan dipahami dan dipatuhi oleh orang lain atau
kelompok masyarakat apabila diwujudkan dalam perbuatn yang nyata yang dapat dapat dijadikan
teladan. Apabila yang berbuat adalah tokoh atau pemimpin dalam masyarakat, sistem ini cepat
berkembang dan diikuti oleh anggota masyarakat sehingga menjadi terbiasa dan membudaya.
Hal ini disebut budaya masyarakat.
9.6 Nilai Moral sebagai Kebudayaan dan Peradaban sebagai Nilai Masyarakat
Menilai artinya memberi pertimbangan bahwa sesuatu itu bermanfaat atau tidak, baik
atau buruk, dan benar atau salah. Hasil penilaian tersebut disebut nilai. Hasil karya manusia
memiliki nilai estetika, sedangkan adat tata kelakuan dan sistem sosial memiliiki nilai etika.
Manusia selalu menghendaki nilai yang baik daripada yang buruk. Konsepsi-konsepsi tentang
nilai yang hidup dalam pikiran sebagian besar warga masayarakat membentuk sistem nilai
budaya. Sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia dalam
tingkatan yang paling abstrak. Sistem tata kelakuan lain yang tingkatnya lebih konkret seperti
peraturan hum dan norma-norma semuanya berpedoman pada sistem nilai budaya tersebut.
Sistem nilai budaya tersebut adalah pengalaman hidup yang berlangsung dalam kurun waktu
yang lama sehingga menjadi kebiasaan yang berpola. Sistem yang sudah berpola merupakan
gambaran sikap, pikiran, dan tingkah laku yang diwujudkan dalam bentuk sikap dan perbuatan.
Sistem nilai ini adalah produk budaya hasil pengalaman hidup yang berlngsung terus menerus,
terbiasa yang akhirnya disepakati bersama sebagai pedoman hidup mereka, dan sebagai identitas
kelompok masyarakat.

B. Problematika Pembinaan Nilai Moral


1. Pengaruh Kehidupan Keluarga dalam Pembinaan Nilai Moral
Keluarga sangat penting bagi pembinaan nilai moral anak. Hal ini karena dalam
keluargalah, pendidikan pertama dan utama anak sebelum memasuki dunia pendidikan dan
masyarkat. Kehidupan keluarga yang baik akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan nilai
moral anak kearah yang baik. Sebaliknya, kehidupan keluarga yang tidak baik akan
mempengaruhi perkembangan jiwa dan nilai moral anak kearah yang tidak baik.
Keluarga sebagai bagian dari masyarakat, terpengaruh oleh tuntutan kemajuan yang
terjadi, namun masih banyak orang yang meyakini bahwa nilai moral itu hidup dan dibangun
dalam lingkungan keluarga keluarga.
Sering kali pada keluarga yang broken home atau pada keluarga yang kedua orang tuanya
bekerja berakibat pada penurunan intensitas hubungan antara anak dengan orang tua. Dalam
lingkungan yang kurang baik dn kadang menegangkan ini seorang anak sangat sulit untuk
membangun nilai-nilainya secara jelas.
Karakter pekerjaan orang tua dan hubngannya dengan keluarga telah berubah secara
dahsyat. Saat ini merupakan fakta, banyak anak yang tidak mengetahui hal-hal yang dikerjakan
orang tua diluar rumah untuk mencari penghasilannya. Anak jarang melihat apa yang dikerjakan
orang tua dan tidak mendapat infoemasi yang cukup melalui diskusi yang bermakna tentang
hakikat suatu karier baik permasalahan maupun keberhasilannya. Dengan kata lain problema
utama bagi kehidupan orang tua yang bekerja terletak pada tingkat komunikasi dengan anak-
anaknya.
2. Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Pembinaan Nilai Moral
Sebagai makhluk sosial, anak pasti punya teman, dan pergaulan dengan teman akan
menambah pembendaharaan informasi yang akhirnya akan mempengaruhi berbagai jenis
kepercayaan yng dimilikinya. Kumpulan kepercayaan yang dimiliki anak akan membentuk sikap
yang dapat mendorong untuk memilih atau menolak sesuatu. Sikap-sikap yang mengkristal pada
diri anak akan menjadi nilai dan nilai tersebut akan berpengaruh pada perilakunya.
Setiap orang yang menjadi teman anak akan menampilkan kebiasaan yang dimilikinya,
pengaruh pertemanan ini akan berdampak positif manakala isu dan kebiasaan teman itu positif
pula, sebaliknya akan berdaampak negative bila sikap dan tabiat yang ditampilkan memang
buruk. Pertemanan yang paling berpengaruh timbul dari teman sebaya, karena diantara mereka
relative lebih terbuka, dan intensitas pergaulannya relative sering, baik disekolah/kampus
maupun dalam lingkungan masyarakat. Bukan sesuatu yang mustahil bila upaya mencoba
perilaku buruk lainnya disebabkan pula karena pengruh teman sebaya.
3. Pengaruh Figur Otoritas Terhadap Perkembangan Nilai Moral Individu
Jika seorang anak mengungkapkan kebingungannya dihadapan orang dewasa, maka dapat
dipridiksi reaksi orang dewasa tersebut, langsung ataupun tidak langsung, orang dewasa akan
berusaha menunjukkan jalan mana yang paling bijak dan paling benar atau menuinjukkan jalan
yang baik bagi anak atau remaja tersebut. Orang dewasa mempunyai pemikiran bahwa fungsi
utama dalam menjalin hubungan dengan anak-anak adalah member tahu sesuatu kepada mereka.
Member tahu apa yang harus mereka lakukan, kapan waktu yang tepat untuk melakukannya, di
mana harus dilakukan, seberapa sering harus dilakukan dan juga kapan harus melakukannya. Jika
anak ini menolak maka dapat dipastikan anak itu digolongkan tidak taat, kurang ajar, atau
pembangkang. Dengan kata lain, orang dewasa hanya menambahkan berbagai nilai atau norma
yang sudah ada pada anka baik yang didpatnya dari sekolah, tokoh politik, guru ngaji, buku
bacaan, radio, televisi, film, koran, majalah, maupun anak-anak lainnya. Lembaga pendiidkan
juga perlu mengupayakan agar peserta didik mampu menemukan nilai dirinya tanpa harus
bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di masyarakat.
4. Pengaruh Media Komunikasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral
Yang sangat berpengaruh terhadap nilai atau norma dan pandangan hidup biasanya didpat
dari hasil yang sangat dramatis, baik dari radio, film, televise, VCD, majalah, anak terbiasa
melihat dan menyimak pandangan hidup yang bervariasi, bahkan banyak diantara pandangn dan
nilai kehidupan tersebut dalam kehidupan keluarga tidak akan mereka temui. Sekarang persoalan
fornografi, seksualitas, dan kekersan disuguhkan secara terbuka. Bahkan adegan-adegan yang
benar dipandang immoral dilakukan oleh orang-orang yang tampaknya berpendidikan tinggi,
sementra semua orang menonton, menyimak dan mencernanya. Sudah tentu anak akan
memumngut sejumlah gagasan atau nilai dari semua ini baik nilai-nilai positif dan termasuk
pengaruh negatifnya.
5. Pengaruh Otak atau Berfikir Terhadap Perkembangan Nilai Moral
Kalau kita mengobservsi situasi kelas, akan sering kita temukan perkataan guru/dosen
yang menyatakan kepada mahasiswa bahwa kamu sebaiknya atau kamu seharusnya agar
perilaku mereka berubah. Dalam lingkungan pendidikan seperti ini, peserta akan belajar tentang
sesuatu yang diinginkan guru/dosen, dan biasanya mahasiswa hanya menunjukkan respons yang
sederhana. Apabila mereka diberi kesempatan untuk berfikir dan memilih responsnya sendiri
setiap hari, tanpa disadari akan terjadi pertumbuhan atau kematangan, meskipun mereka tidak
mengkritisi hal yang sama, namun mereka sama-sama sedang tumbuh dan berubah.
Dalam konteks pendidikan, berfikir dimaknai sebagai proses yang berhubungan dengan
penyelidikan dan pembuatan keputusan. Dimana pun keputusan diambil, pertimbangan nilai pasti
terlibat, dan dimana pun penyelidikan berlangsung akan selalu melibatkan tujuan.
Kant menganjurkan tujuan pendidikan sebagai berikut :
1. Untuk mengajarkan proses dan keterampilan berpikir rasional.
2. Untuk mengembangkan individu yang mampu memilih tujuan dan keputusan yang baik secara
bebas. (Kama, 2000, hlm. 61).
Dengan demikian, pendidikan tentang nilai moral yang menggunakan pendekatan berpikir dan
lebih berorientasi pada upaya-upaya untuk mengklarifikasi nilai moral sangat dimungkinkan bila
melihat eratnya hubungan antara berpikir dengan nilai itu sendiri, meskipun diakui bahwa ada
pendekatan lain dalam pendidikan nilai yang memiliki orientasi yang berbeda.
6. Pengaruh Informasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral
Setiap hari manusia mendapatkan informasi, informasi ini berpengaruh terhadap sistem
keyakinan yang dimilki oleh individu, baik infoemasi itu diterima secara keseluruhan, diterima
sebagian atau ditolak semuanya, namun bagaimanapun informasi itu ditolak akan menguatkan
keyakinan yang telah ada pada individu tersebut. Apabila informs baru tersebut telah diterima
individu serta mengubah atau menguatkan keyakinannya, maka akan terbentuklah sikap.
ISBD sebagai sebuah studi yang membahas problema sosial dan budaya sebaiknya bukan
hanya menambah informasi nilai, moral, dan kaidah-kaidah hukum kepada mahasiswa, tetapi
lebih memfasilitasi mereka agar konflik nilai, konflik moral, dan lemahnya supremasi hukum
dapat dikritisi, dianalisis, dan dicari solusinya, sehingga kebingungan nilai, tidak jelasnya
rujukan dan orientasi moral akan dapat dikurangi.

C. Manusia dan Hukum


Dalam hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari hukum. Setiap sikap dan perilakunya
termsuk tutur kata senantiasa diawasi dan dikontrol oleh hukum yang berlaku. Kehidupan
manusia sehari-hari berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku. Bagi manusia yang mematuhi
hukum akan selamat, sedangkan bagi manusia yang tidak mematuhi hukum akan mendapat
sanksi atau hukuman.
Manusia yang sadar hukum akan selalu bersikap dan bertindak sesuai dengan hukum yang
berlaku. Manusia tersebut juga akan senantiasa mentaati peraturan lalu lintas, seperti memiliki
Surat Izin Mengemudi (SIM), membawa Surat Tanda No Kendaraan (STNK), dan mamakai
helm standar bagi pengendara sepeda motor. Hal ini ia lakukan agar tidak kena tilang (bukti
pelanggaran) kalau sedang ada razia

Anda mungkin juga menyukai