Anda di halaman 1dari 41

1.1.

Latar Belakang

Thypoid adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan

terkadang pada aliran darah yang disebabkan oleh Bakteri Salmonella

typhosa atau Salmonella paratyphi A, B dan C, bakteri ini dapat juga

menyebabkan gastroenteritis (radang lambung). Masyarakat awam mengnal

penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus, tetapi dalam dunia

kedokteran disebut Typhoid fever atau Thypus abdominalis karena

berhubungan dengan usus di dalam perut (Widoyono,2012).

Menurut data WHO (World Health Organisation) memperkirakan

angka insidensi di seluruh dunia sekitar 17 juta jiwa per tahun, angka

kematian akibat demam tifoid mencapai 600.000 dan 70% nya terjadi di

Asia. WHO (World Health Organisation) memperkirakan jumlah kasus

demam thypoid di seluruh dunia Tahun 2012 mencapai 17 juta kasus

demam thypoid.Di Indonesia sendiri, penyakit tifoid bersifat endemik,

menurut WHO angka penderita demam tifoid di Indonesia mencapai 81%

per 100.000 (Depkes RI, 2013).

Data surveilans saat ini memperkirakan di Indonesia ada 600.000

1,3 Juta kasus demam thypoid tiap tahunnya dengan lebih dari 20.000

kematian. Rata- rata di Indonesia, orang yang berusia 3-19 tahun

memberikan angka sebesar 91% terhadap kasus demam thypoid (WHO,

2012)

Di beberapa negara berkembang, termasuk di Indonesia, demam

tifoid masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat, berbagai


upaya yang dilakukan untuk memberantas penyakit ini tampaknya belum

memuaskan. Sebaliknya di negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan

Jepang misalnya, seiring dengan perbaikan lingkungan, pengelolaan sampah

dan limbah yang memadai dan penyediaan air bersih yang cukup, mampu

menurunkan insidensi penyakit ini secara dramatis (Widoyono,2012).

Penyakit Typhus (demam typhoid) di Provinsi Sulawesi Selatan pada

tahun 2014 suspeck penyakit typhus tercatat sebanyak 23.271 yaitu laki-laki

sebanyak 11.723 dan perempuan sebanyak 11.548 sedangkan penderita

demam typoid sebanyak 16.743 penderita yaitu laki-laki sebanyak 7.925 dan

perempuan sebanyak 8.818 penderita dengan insiden rate (2,07) dan

(CFR=0,00%), dengan kasus yang tertinggi yaitu di Kabupaten Bulukumba

(3.270 kasus), Kota Makassar (2.325 kasus) Kabupaten Enrekang (1.153

kasus) dan terendah di Kabupaten Toraja Utara (0 kasus),Kabupaten Luwu (

1 kasus) dan Kabupaten Tana Toraja (19 kasus) (Profil Kesehatan Provinsi

Sulawesi Selatan, 2014).

Perlu penanganan yang tepat dan komprehensif terhadap pasien

typhoid, tidak hanya dengan pemberian antibiotika, namun perlu juga

asuhan keperawatan yang baik dan benar serta pengaturan diet yang tepat

agar dapat mempercepat proses penyembuhan pasien dengan demam

typhoid. Namun masih banyak pasien yang tidak patuh dalam menjalankan

diet typhoid disebabkan karena rendahnya pengetahuan pasien tentang diet

penyakit typhoid yang bisa berdampak pada sajian menu makanan tidak
berdasarkan pada aturan diet yang telah ditetapkan untuk penderita typhoid

(Rokayah,2014).

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan merupakan faktor yang sangat

penting dalam membentuk tindakan seseorang (Budiman & Riyanto,2013).

Pengetahuan yang salah tentang diet penyakit typhoid dapat

menyebabkan terjadinya kekambuhan pada penderita. Kebanyakan

penderita Typhoid beranggapan bahwa diet typhoid hanya tentang makanan

yang lunak saja, akibatnya jika diet tersebut dilanggar maka masa

penyembuhan akan semakin lama (Rokayah,2014).

Diet demam thypoid adalah diet yang berfungsi untuk

memenuhi kebutuhan makan penderita thypoid dalam bentuk makanan

lunak rendah serat. Tujuan utama diet demam thypoid adalah memenuhi

kebutuhan nutrisi penderita demam thypoid dan mencegah

kekambuhan. Penderita penyakit demam Tifoid selama menjalani perawatan

haruslah mengikuti petunjuk diet yang dianjurkan oleh dokter untuk

dikonsumsi. Makanan dengan rendah serat dan rendah sisa bertujuan untuk

memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi yang sedikit mungkin

meninggalkan sisa sehingga dapat membatasi volume feses, dan tidak

merangsang saluran cerna. Pemberian bubur saring, juga ditujukan untuk


menghindari terjadinya komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi

usus (Septianraha,2012).

Penyakit typhoid diawali dengan masuknya kuman salmonella

typhosa kedalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman, di organ

Retikulo Endothelial System (RES) ini sebagian kuman akan di fagosit dan

sebagian yang tidak di fagosif akan berkembang biak dan akan masuk

pembuluh darah. sehingga menyebar ke organ lain, kuman yang masuk

kedalam usus halus dan menyebabkan peradangan sehingga menimbulkan

nyeri, mual dan muntah serta adanya anorexia masalah tersebut akan

menyebabkan intake pasien tidak adekuat dan kebutuhan nutrisi yang

kurang dari tubuh yang biasa menyebabkan diare sehingga diperlukan tirah

baring (bedrest) untuk mencegah kondisi pasien akan menjadi tambah buruk

(Muttaqin & Kumala, 2011).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2012) menunjukkan

hasil penelitian diperoleh data. 18 responden (31%) mempunyai pengetahuan

yang tinggi, 17 responden dengan pengetahuan sedang, 23 responden (39,7%)

dengan pengetahuan rendah. Sebanyak 19 responden (32,8%) upaya

pencegahan kekambuhan demam tifoid sudah baik, 18 responden (31%)

upayapencegahan kekambuhan demam tifoid cukup dan 21 responden (36,2%)

upaya pencegahan kekambuhan demam tifoid masih kurang. Hasil uji

statistikmenunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan

dengan upaya pencegahan kekambuhan demam tifoid pada penderitademam

tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Jatiyoso Karanganyar dengan nilai p =

0,013.
Berdasarkan studi pendahuluan, dari rekam medik RSUD Haji

Makassar menunjukkan angka kejadian demam thypoid pada tahun 2016

sebanyak 1134 orang dengan distribusi laki-laki sebanyak 514 (45,33%)

orang dan perempuan sebanyak 620 (54,67%) orang.

Berdasarkan data diatas penulis tertarik untuk meneliti Hubungan

Pengetahuan dan Kedisiplinan Diet Terhadap Lamanya Perawatan pada

Pasien Thypoid di RSUD Haji Pemprov Sulawesi Selatan.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adalah

"Apakah ada hubungan pengetahuan dan kedisiplinan diet terhadap lamanya

perawatan pada pasien thypoid di RSUD Haji Pemprov Sulawesi Selatan?"

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan pengetahuan dan kedisiplinan diet terhadap

lamanya perawatan pada pasien thypoid di RSUD Pemprov Sulawesi

Selatan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya hubungan pengetahuan terhadap lamanya

perawatan pada pasien thypoid di RSUD Haji Pemprov Sulawesi

Selatan.

2. Diketahuinyahubungan kedisiplinan diet terhadap lamanya

perawatan pada pasien thypoid di RSUD Haji Pemprov Sulawesi

Selatan.
1.4. Manfaat Penelitian

Dengan melakukan penelitian tentang pengetahuan dan kedisiplinan

diet terhadap lamanya perawatan pada pasien thypoid di RSUD Haji

Pemprov Sulawesi Selatan. Maka hasil penelitian yang diperoleh diharapkan

akan bermanfaat bagi :

1.4.1 Manfaat Bagi Pelayanan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat dijadiakan acauan bagi perawat serta

rekam medik dalam memberikan makanan diet pada pasien dengan

gangguan pencernaan typoid

1.4.2 Manfaat Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acauan dalam penanganan

dan pencegahan pada kasus typoid.

1.4.3 Manfaat Bagi Riset Keperawatan

Penelitian ini diharapakan dapat menjadi acauan serta pembanding

bagi peneliti selanjutnya yang meneliti tentang pengetahuan dan

kepatuhan diet pada pasien typoid.


Tipes atau thypus adalah penyakit infeksi bakteri pada usus

halus dan terkadang pada aliran darah yang disebabkan oleh Bakteri

Salmonella typhosa atau Salmonella paratyphi A, B dan C, selain ini

dapat juga menyebabkan gastroenteritis (radang lambung). Dalam

masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus,

tetapi dalam dunia kedokteran disebut Typhoid fever atau Thypus

abdominalis karena berhubungan dengan usus di dalam perut

(Widoyono,2012).

Thypoid fever demam tifioid merupakan infeksi akut pada

usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai

gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan

kesadaran (Wijayaningsih, 2013).

Thypoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Salmonella thyposa yangterjadi pada daerah usus yang ditandai

dengan dengan pada malam hari.

2.1.2 Etiologi Thypoid

Penyebab demam thypoid adalah salmonella thyposa, basil

gram negatif yang bergerak dengan rambut getar dan tidak berspora.

Bakteri ini memiliki masa inkubasi 10-20 hari (Suriadi, 2010).

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kumam Salmonella

Thyposa/Eberthela yang merupakan kumam negatif, motil dan tidak

menghasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia


maupun suhu lebih rendah serta mati pada suhu 70oC dan antiseptik

(Wijayaningsih, 2013).

2.1.3 Patofisiologi Thypoid

Mekanisme masuknya kuman adalah diawali infeksi yang

terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus. Basil

melalui pembuluh limfe pada usus halus masuk ke dalam peredaran

darah sampai di organ-organ terutama hati dan limpa. Basil yang

telah dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa, sehingga

organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan.

Kemudian, basil masuk kemabli ke dalam darah (bakterimia) dan

menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus

halus, sehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa

diatas plak peyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan

dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin,

sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan

usus (Susilaningrum dkk, 2013).

2.1.4 Manifestasi Klinik Pada Thypoid

Masa inkubasi typhoid 10-20 hari. Klien biasanya mengeluh

nyeri kepala dan terlihat lemah dan lesu disertai demam yang tidak

terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu. Minggu pertama

peningkatan suhu tubuh naik turun. Biasanya suhu tubuh meningkat

pada malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu kedua
suhu tubuh terus meningkat dan pada minggu ketiga suhu berangsur-

angsur turun dan kembali normal.

Pada gangguan di saluran pencernaan, terdapat napas berbau

tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, Lidah tertutup selaput

putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor.

Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan

limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya terjadi

konstipasi tetapi juga terdapat diare atau normal.

Umumnya klien mengalami penurunan kesadaran yaitu apatis

sampai somnolent, jarang terjadi stupor, koma, atau gelisah kecuali

terjadi penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan

(Widoyono,2012).

2.1.5 Diagnosis Thypoid

Pada saat ini terdapat dua cara utama untuk usaha diagnostik

yaitu secara klinis dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis klinis

penyakit ini sering tidak tepat karena gejala klinis khas demam tifoid

tidak ditemukan terutama pada anak-anak, atau gejala yang sama

juga didapatkan pada penyakit lain yaitu paratyphoid A, B, dan

Cinfluenza, malaria, tuberkulosis dan dengue, pneumonia lobaris

dan lain-lain. Maka dari itu diagnosis klinis perlu ditunjang dengan

pemeriksaan laboratorium.

Biakan empedu untuk menemukan Salmonella thyposa dan

pemeriksaan widal ialah pemeriksaan yang dapat dipakai untuk


membuat diagnosis tipus abdominalis yang pasti. Kedua

pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada waktu dan setiap minggu

berikutnya.

Menurut Widoyono (2012) diagnosis untuk menentukan

adanya penyakit thypoid dilakukan dengan :

1. Biakan empedu

Basil Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam urin

dan feses dan mungkin akan tetap positif untuk waktu lama. Jika

pada pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak

didapatkan basil Salmonella typhosa pada urin dan tinja, maka

pasien dinyatakan betul-betul sembuh dan tidak menjadi

pembawa kuman (Karier).

2. Pemeriksaan Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen

dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap

Salmonella terdapat dalam serum pasien demam tifoid, juga

pada orang yang pernah divaksinasi terhadap demam tifoid.

Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi

Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.

Maksud uji widal adalah utuk menentukan adanya aglutinin

dalam serum pasien yang disangka menderita demam tifoid.

Akibat infeksi oleh Salmonella typhi, pasien membuat

antibodi (aglutinin), yaitu :


a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O

(berasal dari tubuh kuman).

b. Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari

Flagella kuman).

c. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari

tubuh kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H

yang ditentukan titernya. Makin tinggi titernya, makin besar

kemungkinan pasien menderita demam tifoid. Pada infeksi yang

aktif, titer uji widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang

yang dilakukan paling sedikit 5 hari.

Pemeriksaan lain yang berguna untuk menyokong diagnosis

adalah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan darah tepi

Terdapat gambaran leukopeni, limfositosis relatif dan

aneosinofilia pada permulaan sakit memungkinkan terdapat

anemia dan trombositopenia ringan, pemeriksaan darah tepi ini

sederhana akan tetapi berguna untuk membantu diagnosis yang

tepat.

2. Pemeriksaan tulang

Dapat digunakan untuk menyokong diagnosis. Pemeriksaan ini

termasuk pemeriksaan rutin yang sederhana. Terdapat gambaran

sum-sum tulang berupa hiperaktif RES dengan adanya sel


makrofag sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis dan

trombopoesis berkurang.

2.1.6 Komplikasi Thypoid

Komplikasi demam thypoid menurut Susilaningrum dkk

(2013) dibagi menjadi empat yaitu :

1. Perdarahan usus. Bila sedikit, hanya ditemukan jika dilakukan

pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak,

maka terjadi melena yang disertai nyeri perut dengan tanda-

tanda renjatan.

2. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau

setelahnya dan terjadi pada bagiann distal ileum. Perforasi tidak

disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di

rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat

udara di antara hati dan diafragma pada foto rontgen axilla yang

dibuat dalam keadaaan tegak.

3. Peritonitis. Biasanya menyertasi perforasi, tetapi dapat terjadi

tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala axilla akut, yaitu nyeri

perut hebat, dinding axilla tegang (defense musculair), dan nyeri

tekan.

4. Komplikasi di luar usus. Terjadi karena lokalisasi peradangan

akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis, kolesistisis,

ensefelopati dan lain-lain. Komplikasi di luar usus terjadi karena

infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia


2.1. Tinjauan Umum tentang Pengetahuan

2.2.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu,

penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan

merupakan faktor yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang. (Wawan & Dewi 2011).

Pengetahuan adalah sesuatu yang diporeleh seseorang secara

alami atau diintervesi baik langsung maupun tidak langsung

(Budiman & Riyanto, 2013).

Berdasarkan definisi tersebut, pengetahuan adalah segala

sesuatu yag diketahui seseorang yang didapat melalui panca indera

manusia pada masa lalu.

2.2.2 Jenis pengetahuan

Menurut Budiman (2013) pemahaman masyarakat mengenai

pengetahuan dalam konteks kesehatan sangat beraneka ragam.

Pengetahuan merupakan bagian perilaku kesehatan. Jenis

pengetahuan diantaranya sebagai berikut :

1. Pengetahuan implisit
Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam

dalam bentuk pengalaman seseorang yang berisi faktor-faktor

yang tidak bersifat nyata, seperti kenyakinan pribadi, perspektif,

dan prinsip.

2. Pengetahuan eksplisit

Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah

didokumentasikan atau disimpan dalam wujud nyata, bisa dalam

wujud perilaku kesehatan

2.2.3 Tahapan Pengetahuan

Tingkat pengetahuan ini bertujuan untuk mengelompokkan

atau individu yang diinginkan, bagaimana individu itu berfikir,

berbuat sebagai suatu unit pengetahuan yang telah diberikan.

Adapun tingkat pengetahuan tersebut :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.

Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan

dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang

yang telah paham tentang objek atau materi harus dapat

menjelaskan dan menyebutkan.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

meteri yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real

(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi

atau pengguna hukum-hukum, rumus, metode prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di

dalam sesuatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu

sama lain.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru. Kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria-kriteria yang

ada. (Notoatmodjo, 2011)

2.2. Tinjauan Umum tentang Kedisiplinan

Disiplin dapat didefinisikan sebagai suatu pelatihan atau

pembentukan pikiran atau karakter untuk memperoleh perilaku yang

diinginkan. Disiplin berbeda dengan hukuman. Hukuman didefinisikan

sebagai suatu peristiwa yang tidak diinginkan sebagai akibat peristiwa yang

tidak diinginkan untuk mengurangi frekuensi tersebut (Simamora, 2012)

Disiplin diri mungkin ada jika setiap anggota mengetahui aturan,

memahami manfaatnya, menyetujui bahwa mereka memiliki keterbatasan.

Manajer perawat harus mendiskusikan dengan jelasa aturan dan kebijakan

tertulis dengan bawahannya, menjelaskan manfaat keberadaannya dan

mendorong pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengannya. Atmosfir rasa

saling percaya juga harus terbentuk. Manajer harus mempercayai bahwa

bawahannya membentuk disiplin diri (Simamora, 2012).

2.3. Tinjauan Umum tentang Diet

2.4.1 Definisi Diet

Diet adalah pengaturan jenis dan jumlah makanan dengan

tujuan tertentu, antara lain seperti mempertahankan kesehatan serta

status nutrisi dan membantu menyembuhkan berbagai macam

penyakit
Dalam kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga 2009

keluaran Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi), Diet memiliki arti

sebagai pengaturan pola dan konsumsi makanan serta minuman yang

dilarang, dibatasi jumlahnya, dimodifikasi, atau diperolehkan dengan

jumlah tertentu untuk tujuan terapi penyakit yang diderita,

kesehatan, atau penurunan berat badan . Oleh karena itu Diet dapat

di defenisikan sebagai usaha seseorang dalam mengatur pola makan

dan mengurangi makan untuk mendapatkan berat badan yang ideal

2.4.2 Macam-Macam Diet

Demam thypoidmneyerang sistem pencernaan khususnya

pada usu sehingga perlu diberikan diet makan diantaranya :

1. Makanan yang dianjurkan antara lain :

a. Sumber karbohidrat : beras dibubur/tim, roti bakar, kentang

rebus, krakers, tepung-tepungan dibubur atau dibuat puding

b. Sumber protein hewani: daging empuk, hati, ayam, ikan

direbus, ditumis, dikukus,diungkep, dipanggang; telur

direbus, ditim, diceplok air, didadar, dicampur dalam

makanan dan minuman; susu maksimal 2 gelas per hari

c. Sumber protein nabati : tahu, tempe ditim, direbus, ditumis;

pindakas; susu kedelai


d. Sayuran : sayuran berserat rendah dan sedang seperti

kacang panjang, buncis muda, bayam, labu siam, tomat

masak, wortel direbus, dikukus, ditumis

e. Buah-buahan : semua sari buah; buah segar yang matang

(tanpa kulit dan biji) dan tidak banyak menimbulkan gas

seperti pepaya , pisang, jeruk, alpukat

f. Lemak nabati : margarin, mentega, dan minyak dalam

jumlah terbatas untuk menumis, mengoles dan setup

g. Minuman : teh encer, sirup

h. Bumbu : garam, vetsin, gula, cuka, salam, laos, kunyit,

kunci dalam jumlah terbatas

2. Makanan yang tidak dianjurkan adalah :

a. Sumber karbohidrat: beras ketan, beras tumbuk/merah, roti

whole wheat, jagung, ubi, singkong, talas, tarcis, dodol dan

kue-kue lain yang manis dan gurih

b. Sumber protein hewani: daging berserat kasar (liat), serta

daging, ayam, ikan diawetkan, telur mata sapi, didadar

c. Sumber protein nabati: Kacang merah serta kacang-

kacangan kering seperti kacang tanah, kacang hijau, kacang

kedelai, dan kacang tolo

d. Sayuran: sayuran yang berserat tinggi seperti : daun

singkong, daun katuk, daun pepaya, daun dan buah melinjo,

oyong,timun serta semua sayuran yang dimakan mentah


e. Buah-buahan: buah-buahan yang dimakan dengan kulit

seperti apel, jambu biji, jeruk yang dimakan dengan kulit

ari; buah yang menimbulkan gas seperti durian dan nangka

f. Lemak: minyak untuk menggoreng, lemak hewani, kelapa

dan santan

g. Minuman: kopi dan teh kental; minuman yang mengandung

soda dan alkohol

h. Bumbu: cabe dan merica

2.4.3 Fungsi Diet

Diet demam thypoid adalah diet yang berfungsi untuk

memenuhi kebutuhan makan penderita thypoid dalam bentuk

makanan lunak rendah serat. Tujuan utama diet demam thypoid

adalah memenuhi kebutuhan nutrisi penderita demam thypoid dan

mencegah kekambuhan. Penderita penyakit demam Tifoid selama

menjalani perawatan haruslah mengikuti petunjuk diet yang

dianjurkan oleh dokter untuk di konsumsi, antara lain:.

a. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein.

b. Tidak mengandung banyak serat.

c. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.

d. Makanan lunak diberikan selama istirahat.

Makanan dengan rendah serat dan rendah sisa bertujuan

untuk memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi yang sedikit

mungkin meninggalkan sisa sehingga dapat membatasi volume


feses, dan tidak merangsang saluran cerna. Pemberian bubur saring,

juga ditujukan untuk menghindari terjadinya komplikasi perdarahan

saluran cerna atau perforasi usus.

Syarat-syarat diet sisa rendah adalah :

a. Energi cukup sesuai dengan umur, jenis kelamin dan aktivitas

b. Protein cukup, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total

c. Lemak sedang, yaitu 10-25% dari kebutuhan energi total

d. Karbohidrat cukup, yaitu sisa kebutuhan energi total

e. Menghindari makanan berserat tinggi dan sedang sehingga

asupan serat maksimal 8 gr/hari. Pembatasan ini disesuaikan

dengan toleransi perorangan

f. Menghindari susu, produk susu, daging berserat kasar (liat)

sesuai dengan toleransi perorangan.

g. Menghindari makanan yang terlalu berlemak, terlalu manis,

terlalu asam dan berbumbu tajam.

h. Makanan dimasak hingga lunak dan dihidangkan pada suhu

tidak terlalu panas dan dingin

i. Makanan sering diberikan dalam porsi kecil

j. Bila diberikan untuk jangka waktu lama atau dalam keadaan

khusus, diet perlu disertai suplemen vitamin dan mineral,

makanan formula, atau makanan parenteral.


2.4. Kerangka Teori

Thypoid merupakan infeksi akut pada usus halus dengan gejala

demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan

dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Kurangnya pengetahuan

tentang penanganan thypoid mengakibatkan penderita banyak bergerak

sehingga dapat terjadi perforasi intestinal yang berakibat pada lama

perawatan untuk penyembuhan. Sedangkan pada kedisiplinan diet sangat

diperlukan. Hal ini disebabkan penderita thypoid tidak boleh mengonsumsi

makanan padat dan harus mengonsumsi makanan yang mengandung protein

yang banyak sehingga proses penyembuhan dapat berjalan dengan cepat.

Secara umum, kerangka teori dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar

2.1 berikut

Thypoid

Pengetahuan Kedisiplinan Diet

Lama Rawat

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Notoatmojdo, 2011


2.6. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan

Lama Perawatan
Pasien Thypoid

Kedisiplinan Diet

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Arah Penghubung

2.7. Identifikasi Variabel

2.7.1 Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan

kedisiplinan diet.

2.7.2 Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah lama perawatan

pasien thypoid.
2.8. Definisi Operasional

2.8.1 Lama Perawatan Thypoid

Yang dimaksud dengan lama perawatan pasien thypoid dalam

penelitian ini adalah lama pasien menjalani perawatan di ruang rawat

inap RSUD Haji selama menderita thypoid

Kriteria Objektif

Lama : Jika pasien dirawat 6 hari

Cepat : Jika pasien dirawat < 6 hari

2.8.2 Pengetahuan

Yang dimaksud dengan pengetahuan dalam penelitian ini adalah

segala sesuatu yang diketahui oleh responden tentang thypoid

Kriteria Objektif

Baik : Jika responden memperoleh nilai 15

Kurang : Jika responden memperoleh nilai < 15

2.8.3 Kedisiplinan Diet

Yang dimaksud kedisiplinan diet dalam penelitian ini adalah

kepatuhan pasien thypoid dalam menjalani diet yang diberikan

Disiplin : Jika responden memperoleh nilai > 11

Kurang : Jika responden memperoleh nilai 11


2.9. Hipotesis

2.9.1. Ada hubungan pengetahuan terhadap lamanya perawatan pada

pasien thypoid di RSUD Haji Pemprov Sulawesi Selatan.

2.9.2. Ada hubungan kedisiplinan diet terhadap lamanya perawatan pada

pasien thypoid di RSUD Haji Pemprov Sulawesi Selatan.


HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Haji Pemprov Sulawesi Selatan

Sulawesi Selatan. Penelitian ini di laksanakan di ruangan Rinra Sayang, Ar-

Rahim dan ruangan Ad-Dhuha yang di mulai pada bulan tanggal 15 Juni- 15

Juli 2017 dengan jumlah sampel sebanyak 40 sampel. Pengambilan sampel

dilakukan dengan menggunakan aksidental sampling dengan target yakni

pasein yang mengalami demam thypoid.

Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner

tentang lama rawat inap, pengetahuan dan kedisiplinan diet. Data yang

terkumpul dianalisis secara analitik dan diolah menggunakan SPSS versi 22

yang hasilnya dapat dilihat sebagai berikut :

4.1.1 Karakateristik Responden

1. Distribusi FrekuensiJenis Kelamin Responden

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Ruangan
Rawat Inap RSUD Haji Pemprov Sulawesi Selatan Tahun 2017 (n = 40)
Jenis Kelamin Frekuensi (f) Persen (%)
Laki-laki 18 45
Perempuan 22 55
Jumlah 40 100
Sumber : Data Primer Mei 2017

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa yang paling

banyak menderita demam thypoid yaitu jenis kelamin

perempuan sebanyak 22 (55%) responden dan jenis kelamin

terendah yaitu laki-laki sebanyak 18 (45%) responden.


2. Distribusi FrekuensiUmur Responden

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Ruangan Rawat
Inap RSUD Haji Pemprov Sulawesi Selatan Tahun 2017 (n = 40)
Umur Frekuensi (f) Persen (%)
12-25 Tahun 21 52,5
26-46 Tahun 19 47,5
Jumlah 40 100
Sumber : Data Primer Mei 2017

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa yang paling

banyak menderita demam thypoid yaitu umur 12-25 tahun

sebanyak 21 (52,5%) responden dan terendah yaitu umur 26-45

tahun sebanyak 19 (47,2%) responden.

3. Distribusi FrekuensiPendidikan Responden

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan
di Ruangan Rawat Inap RSUD Haji Pemprov Sulawesi Selatan
Tahun 2017 (n = 40)
Pendidikan Frekuensi (f) Persen (%)
SMP 9 22.5
SMA 25 62,5
D3/S1 6 15
Jumlah 40 100
Sumber : Data Primer Mei 2017

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa yang paling

banyak menderita demam thypoid yaitu pendidikan SMA

sebanyak 25 (62,5%) responden dan terendah yaitu pendidikan

DIII/S1 sebanyak 6 (15%) responden.


4. Distribusi FrekuensiPekerjaan Responden

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan
di Ruangan Rawat Inap RSUD Haji Pemprov Sulawesi Selatan
Tahun 2017 (n = 40)
Pekerjaan Frekuensi (f) Persen (%)
Karwayan 13 32,5
Pelajar/Mahasiswa 9 22,5
DLL 18 45
Jumlah 40 100
Sumber : Data Primer Mei 2017

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa yang paling

banyak menderita demam thypoid yaitu pekerjaan DLL

sebanyak 18 (45%) responden dan terendah pekerjaan

pelajar/mahasiswa sebanyak 9 (22,5%) responden.

4.1.2 Analisa Univariat


1. Lama Rawat
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Rawat Inap Pasien
Thypoid di Ruangan Rawat InapRSUD Haji Pemprov Sulawesi
SelatanTahun 2017 (n = 40)
Suhu Frekuensi (f) Persen (% )
Lama 19 47,5
Cepat 21 52,5
Total 40 100
Sumber : Data Primer Mei 2017

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa pasien

thypoid yang lama rawat inap lama sebanyak 19 (47,5%)

responden dan yang lama rawat inap cepat sebanyak 21 (52,5%)

responden.
2. Pengetahuan
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Pasien
Thypoid di Ruangan Rawat InapRSUD Haji Pemprov Sulawesi
SelatanTahun 2017 (n = 40)
Pengetahuan Frekuensi (f) Persen (% )
Baik 21 52,5
Kurang 19 47,5
Total 40 100
Sumber : Data Primer Mei 2017

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa pasien

thypoid yang berpengetahuan baik sebanyak 21 (52,5%)

responden dan yang berpengetahuan kurang sebanyak 19

(47,5%) responden.

3. Kedisiplinan Diet
Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kedisiplinan Diet Pasien
Thypoid di Ruangan Rawat InapRSUD Haji Pemprov Sulawesi
SelatanTahun 2017 (n = 40)
Kedisiplinan Diet Frekuensi (f) Persen (% )
Baik 22 55
Kurang 18 45
Total 40 100
Sumber : Data Primer Mei 2017

Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa pasien

thypoid yang kedisiplinan diet baik sebanyak 22 (55%)

responden dan yang kedisiplinan diet kurang sebanyak 18

(45%) responden.

4.1.3 Analisa Bivariat


1. Hubungan Pengetahuan Terhadap Lamanya Perawatan
Pada Pasien Thypoid di RSUD Haji Pemprov Sulawesi
Selatan
Tabel 4.8
Hubungan Pengetahuan Terhadap Lamanya Perawatan Pada Pasien
Thypoiddi Ruangan Rawat InapRSUD Haji Pemprov Sulawesi
SelatanTahun 2017 (n = 40)
Lama Rawat Inap Frekuensi Persen
Pengetahuan Lama Cepat (f) (% )
Frekuensi Persen Frekuensi Persen
(f) (% ) (f) (% )
Baik 6 15 15 37,5 21 52,5
Kurang 13 32,5 6 15 19 47,5 0,012
Total 19 47,5 21 52,5 40 100
Sumber : Data Primer Mei 2017

Berdasarkan tabel 4.8 diatas menunjukkan bahwa dari 40

responden yang pengetahuan baik sebanyak 21 (52,5%)

responden dengan lama rawat inap lama sebanyak 6 (15%)

responden dan pengetahuan baik dengan lama rawat inap cepat

sebanyak 15 (37,5%) responden. Sedangkan pengetahuan

kurang sebanyak 19 (47,5%) responden dengan lama rawat inap

lama sebanyak 13 (32,5%) responden dan pengetahuan kurang

dengan lama rawat inap cepat sebanyak 6 (15%) responden.

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji chi-square

diperoleh hasil (0,012) < (0,05), H1 diterima dan H0 ditolak

sehingga dapat dikatakan bahwa ada hubungan pengetahuan

terhadap lamanya perawatan pada pasien thypoid di RSUD Haji

Pemprov Sulawesi Selatan.


2. Hubungan Kedisiplinan Diet Terhadap Lamanya Perawatan
Pada Pasien Thypoid di RSUD Haji Pemprov Sulawesi
Selatan
Tabel 4.9
Hubungan Kedisiplinan Diet Terhadap Lamanya Perawatan Pada
Pasien Thypoid di Ruangan Rawat InapRSUD Haji Pemprov Sulawesi
SelatanTahun 2017 (n = 40)
Lama Rawat Inap Frekuensi Persen
Kedisplinan Lama Cepat (f) (% )
Diet Frekuensi Persen Frekuensi Persen
(f) (% ) (f) (% )
Baik 7 17,5 15 37,5 22 55
Kurang 12 30 6 15 18 45 0,028
Total 19 47,5 21 52,5 40 100
Sumber : Data Primer Mei 2017

Berdasarkan tabel 4.9 diatas menunjukkan bahwa dari 40

responden yang diet baik sebanyak 22 (55%) responden dengan

lama rawat inap lama sebanyak 7 (17,5%) responden dan diet

baik dengan lama rawat inap cepat sebanyak 15 (37,5%)

responden. Sedangkan dietkurang sebanyak 18 (45%)

responden dengan lama rawat inap lama sebanyak 12 (30%)

responden dan diet kurang dengan lama rawat inap cepat

sebanyak 6 (15%) responden.

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji chi-square

diperoleh hasil (0,028) < (0,05), H1 diterima dan H0 ditolak

sehingga dapat dikatakan bahwa ada hubungan diet terhadap

lamanya perawatan pada pasien thypoid Di RSUD Haji Pemprov

Sulawesi Selatan.
4.2. Pembahasan

4.2.1. Hubungan Pengetahuan Terhadap Lamanya Perawatan Pada

Pasien Thypoid di RSUD Haji Pemprov Sulawesi Selatan

Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 40

responden yang pengetahuan baik sebanyak 21 (52,5%) responden

dengan lama rawat inap lama sebanyak 6 (15%) responden. Hal ini

dikarenakan adanya faktor lain seperti responden tidak memiliki

sikap yang baik yang terkesan selalu bergerak dan berjalan

sehingga hari rawat inap menjadi lama.

Hasil lain juga menunjukkan pengetahuan baik dengan

lama rawat inap cepat sebanyak 15 (37,5%) responden. Hal ini

dikarenakan responden memiliki pengetahuan yang baik sehingga

penyembuhan thypoid cepat dan hari rawat inap cepat pula.

Sedangkan pengetahuan kurang sebanyak 19 (47,5%)

responden dengan lama rawat inap lama sebanyak 13 (32,5%)

responden. Hal ini dikarenakan pengetahuan responden tentang

thypoid kurang sehingga pasien memiliki rawat inap yang lama.

Hasil lain pula menunjukkan pengetahuan kurang dengan

lama rawat inap cepat sebanyak 6 (15%) responden. Hal ini

dikarenakan oleh beberapa faktor seperti pasien pulang paksa, serta

pasien menjalani terapi pengobatan dengan baik sehingga jumlah

rawat inap cepat meskipun tingkat pengetahuan kurang.


Berdasarkan hasil penelitian di atas peneliti

menyimpulkan bahwa semakin baik pengetahuan seseorang maka

semakin baik cepat pula jumlah hari rawat inapnya. Sebaliknya

semakin kurang pengetahuan seseorang maka semakin lama jumlah

pula hari rawat inapnya.

Menurut Budiman & Riyanto (2013) pengetahuan adalah

sesuatu yang diporeleh seseorang secara alami atau diintervesi baik

langsung maupun tidak langsung menurut. Pengetahuan responden

berbeda dikarenakan tingkatan pendidikan responden yang berbeda

sehingga pengetahuan responden tentang thypoid berbeda.

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji chi-square

diperoleh hasil (0,012) < (0,05), H1 diterima dan H0 ditolak

sehingga dapat dikatakan bahwa ada hubungan pengetahuan

terhadap lamanya perawatan pada pasien thypoid di RSUD Haji

Pemprov Sulawesi Selatan.

Hasil penelitian ini sejalan menurut Rokayah (2014) yang

menyatakan bahwa ada hubungan pengetahuan pasien typhoid

abdominalis tentang diet typhoid abdominalis di Rumah sakit

Kabupaten Ponorogo.

Penelitian ini didukung juga hasil penelitian Widodo (2012)

hubungan antara tingkat pengetahuan dengan upaya pencegahan

kekambuhan demam tifoid pada penderita demam tifoid di Wilayah


Kerja Puskesmas Jatiyoso Karanganyar dengan nilai (0,013) <

(0,05)

4.2.2. Hubungan Kedisiplinan Diet Terhadap Lamanya Perawatan

Pada Pasien Thypoid Di RSUD Haji Pemprov Sulawesi Selatan

Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa dari 40 responden

yang diet baik sebanyak 22 (55%) responden dengan lama rawat

inap lama sebanyak 7 (17,5%) responden. Hal ini dikarenakan

responden tidak menjalan proses perawatan dengan baik seperti

banyak bergerak dan beraktivitas sehingga proses penyembuhan

thypoid lama yang berakibat pada hari rawat yang lama pula

meskipun responden telah melakukan kedisiplinan diet dengan

baik.

Hasil lain pula menunjukkan diet baik dengan lama rawat

inap cepat sebanyak 15 (37,5%) responden. Hal ini dikarenakan

responden menjalankan program diet yang telah diberikan dengan

baik sehingga penyembuhan thypoid dapat berjalan dengan cepat

sehingga hari rawat inap juga cepat.

Sedangkan dietkurang sebanyak 18 (45%) responden dengan

lama rawat inap lama sebanyak 12 (30%) responden. Hal ini

dikarenakan pasien tidak menjalankan diet dengan baik dimana

responden mengkonsumsi makanan yang tidak dianjurkan sehingga

penyembuhan thypoid lama karena ketidakdisiplinan diet yang

kurang.
Hasil lain dari penelitian ini menunjukkan diet kurang

dengan lama rawat inap cepat sebanyak 6 (15%) responden. Hal ini

dikarenakan adanya kemauan responden untuk sembuh ada serta

adanya dukungan keluarga sehingga pasien menjalani proses

penyembuhan dengan cepat meskipun responden tidak menjalani

diet dengan baik.

Berdasarkan hasil penelitian diatas peneliti menyimpulkan

bahwa kedisiplinan diet yang baik dapat mempercepat hari rawat

inap pasien penderita thypoid dan kedisiplinan diet yang kurang

mengakibatkan lama hari rawat menjadi lama.

Status gizi yang kurang dapat menurunkan daya tahan tubuh,

sehingga mudah terserang penyakit, status gizi dipengaruhi oleh

diet yang baik yang dijalani oleh responden. Penurunan nafsu

makan pada penderita thypoid dikarenakan anoreksia karena

terjadinya luka pada saluran pencernaan dan kebiasaan penderita

mengurangi makan pada saat sakit.

Berdasarkan hasil uji statistik pada studi ini dengan

menggunakan uji chi-square diperoleh hasil (0,028) < (0,05),

H1 diterima dan H0 ditolak.Hal ini menjelaskan bahwa ada

hubungan diet terhadap lamanya perawatan pada pasien thypoid Di

RSUD Haji Pemprov Sulawesi Selatan.

Penelitian yang dilakuakn oleh Rokayah (2014) yang meneliti

tentang diet typhoid abdominalismenyatakan bahwa ada hubungan


typhoid abdominalis dengan diet typhoid abdominalis di Rumah

sakit Kabupaten Ponorogo.

Penelitian ini didukung juga oleh Suryani (2016) yang

meneliti tentang penatalaksanaan diet di Puskesmas Toroh yang

menyatakan bahwapelaksanaan diet berhubungan dengan lama

rawat inap pasien thypoid dengan nilai (0,019) < (0,05). Sampel

yang diperoleh berjumlah 16 orang. Tingkat kecukupan energi dan

protein diperoleh dari perhitungan asupan energi dan protein yang

berasal dari penimbangan dan recall 3 hari. Lama perawatan dilihat

dari masa rawat di rumah sakit.

Penelitian ini didukung juga oleh Retnani (2007) yang

meneliti tentang hubungan asupan makanan dari rumah sakit

dengan perubahan status gizi pada pasien anak penderita demam

tifoid di Rumah Sakit menyatakan bahwa asupan energi dari

makanan rumah sakit dan lama rawat inap merupakan variabel

yang berhubungan dengan perubahan status gizi dengan nilai

(0,000) < (0,05).


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunkan pada penelitian ini yaitu Survey

Analitik dengan pendekatan Cross Sectional Study dimana peneliti

melakukan peneliti yang dilakukan satu kali dalam satu waktu (Saryono,

2013)

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan 28 Mei 2017- 19 Juni

2017di RSUD Haji Pemprov Sulawesi Selatan.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi merupakan seluruh objek dengan karakteristik

tertentu yang akan diteliti (Supriyadi, 2014).Populasi dalam

penelitian ini adalah semua pasien yang mengalami thypoid di ruang

interna RSUD Haji Pemprov Sulawesi Selatan pada bulan Mei-Juni

2017

3.3.1 Sampel

Sampel adalah bagian populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam,

2013). Sampel dalam penelitian ini adalah yang mengalami thypoid

di ruang Rinra Sayang, Ar-Rahim, dan ruang Ad-Dhuha RSUD Haji


Pemprov Sulawesi Selatan pada bulan 28 Mei 2017- 19 Juni 2017

sebanyak 40.

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam

penelitian adalah teknik pengambilan sampel dengan Accidental

Sampling, dimana peneliti mengambil sampel yang di temui dengan

kasus thypoid saat penelitian. Adapun kriteria responden adalah

1. Kriteria Inklusi

a. Pasein thypoid yang berulang.

b. Bersedia menjadi responden.

c. Bisa membaca dan menulis.

2. Kriteria Eksklusi

a. Pasein pulang paksa.

b. Pasien dengan komplikasi penyakit lain.

3.4. Jenis dan Sumber Data

3.4.1 Data Primer

Data primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data

pada setiap responden di RSUD Haji Pemprov Sulawesi Selatan.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait (Rekam

Medik RSUD Haji Pemprov Sulawesi Selatan).


3.5. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini digunakan kuesioner untuk memperoleh data

dari responden untuk melihat hubungan pengetahuan dan kedisplinan diet

terhadap lamanya perawatan pasien thypoid. Pada kuesioner lama rawat

menggunakan kuesioner lama dan cepat. Menurut Depkes (2011) pasien

lama rawat jika hari rawat 6 hari dan cepat jika < 6 hari. Pada kuesioner

pengatahuan menggunakan kuesioner dengan multiple choice dengan 10

pertanyaan dengan bobot nilai 2 jika responden menjawab dengan benar

dan 1 jika responden menjawab salah. Kuesioner kedisiplinan diet

menggunakan kuesioner dengan skala guttman berisi 10 pertanyaan dengan

bobot nilai 2 jika responden menjawab ya pada pertanyaa postif (1,2,3,9

dan 10) dan nilai 1 jika menjawab tidak. Pada pertanyaan negatif

(4,5,6,7,dan 8) responden diberi nilai 1 jika menjawab ya dan diberi nilai 2

jika menjawab tidak.

3.6. Metode Analisis Data

Pengolahan data dilakukan secara manual (dengan mengisi lembar

observasi yang disediakan), sen.,lanjutnya menggunakan bantuan program

SPSS 22 for Windows dengan urutan sebagai berikut :

3.6.1 Selecting

Seleksi merupakan pemilihan untuk mengklarifikasi data

menurut kategori.
3.6.2 Editing

Editing dilakukan untuk meneliti setiap daftar pertanyaan

yang sudah diisi, editing meliputi kelengkapan pengisian, kesalahan

pengisian dan konsistensi dari setiap jawaban.

3.6.3 Koding

Koding merupakan tahap selanjutnya dengan memberi kode

pada jawaban dari responden tersebut.

3.6.4 Tabulasi Data

Setelah dilakukan kegiatan editing dan koding dilanjutkan

dengan mengelompokkan data ke dalam suatu tabel menurut sifat-

sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian.

3.6.5 Analisa Data

Setelah dilakukan tabulasi data, kemudian data diolah dengan

menggunakan metode uji statistik yaitu analisis univariat. Uji ini

dilakukan untuk variabel tunggal yang dianggap terkait dengan

penelitian sedangkan analisis bivariat untuk melihat distribusi

beberapa variabel yang dianggap terkait dengan menggunakan uji

chi Square dengan kemaknaan 0,05.

Setelah memperoleh nilai skor dari tabel, selanjutnya data

dianalisa dengan menggunakan:

1. Analisa Univariat

Variabel penelitian dideskripsikan dan disajikan dalam tabel

distribusi frekuensi, dengan rumus sebagai berikut :



= X 100
n

Keterangan
p : Prensentase
f : Frekuensi
n : Jumlah Sampel
2. Analisa Bivariat

Dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel bebas secara

sendiri-sendiri dengan variabel terikat dengan menggunakan uji

statistik chi-Square test.

3.7. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi dari pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan

permohonan izin kepada instansi tempat penelitian dalam hal ini Direktur

RSUD Haji Pemprov Sulawesi Selatan. Setelah mendapat persetujuan

barulah dilakukan penelitian dengan menekankan masalah etika penelitian

yang meliputi :

3.7.1 Autonomy(aspek)

Dalamkegiatanpenelitian, aspekautonomidigunakan saat partisipan

dipersilahkan untuk menentukan keterlibatannya sebagai calon

partisipan hinggabersedia menjadi partisipan tanpa paksaan.

3.7.2 Confidentiality (prinsipkerahasiaan)

Kerahaisaaninformasi yang

telahdikumpulkandarirespondendijaminolehpeneliti. Data

tersebuthanyaakandisajikandandilaporkanpadapihak yang
terkaitdenganpenelitian.

3.7.3 Justice(prinsip)

Dalam penenelitian ini peneliti memperlakukan semua partisipan

secara adil dan terbuka. Semua partisipan yang terlibat dalam

penelitian ini mempunyai hak yang sama.

3.7.4 Anonymity(tanpanama)

Agar kerahasiaan partisipan tetap terjaga, maka peneliti tidak akan

mencantumkan nama partisipan, tapi peneliti menggunakan kode

tertentu untuk masing-masing partisipan.

Anda mungkin juga menyukai