Anda di halaman 1dari 21

ENERGI, LINGKUNGAN HIDUP DAN GLOBAL

WARMING

Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar Isu-isu Global
Kontemporer

Yang diampu oleh Prof. Drs. Budi Winarno, MA, PhD dan Dra. Ilien Halina, Msi.

Disusun oleh:
Ahmad Anwar : 13/352251/PSP/4663
Angela Merici Chrisan : 13/355890/PSP/4816
Anisa L. Umoro : 13/357118/PSP/4857
Anna C. Suwardi : 13/355733/PSP/4773
Bayu Setyawan : 13/355702/PSP/4766
Cut Fitri Indah Sari H. : 13/355826/PSP/4801
Nasikhatun Listya A.F. : 13/357057/PSP/4853
Novie Lucky A. : 13/352255/PSP/4665
Novian Uticha Sally : 13/352171/PSP/4659
Yan Abrar : 13/355977/PSP/4821
PROGRAM PASCA SARJANA ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2013
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan energi, lingkungan dan pemanasan global menjadi semakin


mencuat di era globalisasi. Kemajuan teknologi yang ditawarkan oleh globalisasi
memberikan kemudahan yang sangat besar dalam kehidupan manusia. Globalisasi juga
telah memberikan tuntutan standar yang sama bagi masyarakat di seluruh dunia sehingga
penggunaan suatu produk teknologi akan dengan cepat direspons oleh masyarakat di
negara lain.

Ibarat dua sisi mata uang, walaupun memberikan manfaat bagi kehidupan
manusia, kemajuan teknologi dan sistem informasi memicu sifat konsumerisme manusia
yang berakibat pada eksploitasi besar-besaran terhadap lingkungan untuk pemenuhan
kebutuhan. Eksploitasi yang terus menerus dan tidak diimbangi dengan pemberian
kesempatan bagi alam untuk memulihkan diri telah menyebabkan permasalahan yang
sangat mengancam generasi umat manusia ke depan. Tiga permasalahan yang cukup
menarik adalah permasalahan terkait kelangkaan energi, lingkungan dan pemanasan
global. Ketiga permasalahan tersebut merupakan rangkaian yang tidak bisa dipisahkan,
sehingga pemahaman kita terhadap satu permasalahan tidak bisa dilepaskan dari
permasalahan yang lain.

Permasalahan kelangkaan energi tidak bisa dipisahkan dari ketergantungan yang


masih sangat besar terhadap bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil seperti minyak bumi
memerlukan waktu jutaan tahun untuk terbentuknya, penggunaan secara massif untuk
pemenuhan kebutuhan produksi, distribusi dan konsumsi menyebabkan cadangan minyak
bumi dunia semakin menipis.

Pada tahap selanjutnya, penggunaan bahan bakar fossil juga memiliki akibat
buruk terhadap lingkungan termasuk salah satunya adalah produksi gas karbondioksida
yang mengakibatkan efek rumah kaca. Model perusakan lingkungan yang lain akibat
eksploitasi yang berlebihan adalah semakin minimnya lahan hutan akibat penebangan
liar, kerusakan terumbu karang, penggunaan teknologi yang merusak dan sebagainya.
Kemudian hal yang tidak bisa dipisahkan dari hal tersebut adalah penggunaan sumber
daya yang ada tanpa memperhatikan implikasi dari tindakan tersebut.
Penggunaan bahan bakar fosil dan penggundulan hutan semakin membebani bumi
sehingga pemanasan global menjadi sesuatu yang tidak terelakkan. Pemanasan Global
terjadi di mana peningkatan rata-rata suhu global bumi disebabkan oleh meningkatnya
konsentrasi gas-gas rumah kaca yang kemudian dikenal dengan istilah efek rumah kaca.
Keberadaan gas ini di udara memberikan efek menyerap dan menahan panas di dalamnya
sehingga suhu di sekitarnya menjadi panas. Sebagian besar gas-gas rumah kaca dewasa
ini dihasilkan oleh aktivitas manusia di antaranya pembakaran bahan bakar berbasis fosil
oleh mesin dan kendaraan bermotor seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Pada ranah hubungan internasional, kasus energi dan lingkungan hidup diwarnai
dengan berbagai kepentingan. Berbagai perundingan dan negosiasi yang dilakukan dalam
pengurangan emisi gas rumah kaca misalnya, tidak menghasilkan titik temu yang
memuaskan. Negara-negara maju cenderung enggan menaati setiap kesepakatan dalam
perundingan-perundingan tersebut. Amerika Serikat sebagai negara penyumbang emisi
gas rumah kaca paling besar menolak untuk meratifikasi Protokol Kyoto dalam komitmen
pengurangan emisi CO2. Padahal, untuk meningkatkan komitmen dunia dalam mengatasi
masalah lingkungan tersebut, setidaknya negara-negara yang turut berkontribusi dalam
kerusakan lingkungan, dalam hal ini negara-negara besar seharusnya memberikan contoh
dan menunjukkan kontribusi yang konstruktif dalam menghadapi masalah tersebut

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, maka kami mengajukan
rumusan masalah sebagai berikut:

Bagaimana permasalahan energi, lingkungan, dan global warming menjadi isu


global? Dan bagaimana internasional menyikapi isu ini?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kerusakan Lingkungan

Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungan tempat manusia


tumbuh dan tinggal. Lingkungan bahkan menjadi faktor utama bagi perkembangan
manusia. Isu lingkungan mulai bermunculan pada abad modern sekarang ini di mana
industri sudah tidak bisa dipisahkan lagi dari kehidupan dan kebutuhan manusia.
Terlepas dari berbagai fenomena kerusakan lingkungan secara alami karena bencana
alam seperti badai, gempa bumi, dan sebagainya, pengelolaan yang salah telah
menimbulkan banyak masalah lingkungan yang dampaknya akan segera dirasakan
dalam waktu yang singkat.

Salah satu fenomena kerusakan lingkungan yang menjadi ancaman global


adalah kelangkaan energi. Tidak bisa dipungkiri, era globalisasi ditunjukan dengan
perkembangan berbagai teknologi yang mempermudah pemenuhan kebutuhan
manusia. Berbagai fasilitas hidup tidak dihadirkan secara traditional lagi. Mesin-
mesin sebagai bagian dari berbagai peralatan/teknologi telah berkembang secara
pesat. Dalam hal ini mesin-mesin seperti pada dunia industri/pabrik dan kendaraan
bermotor membutuhkan bahan bakar minyak ataupun gas. Era globalisasi ditunjukan
dengan pesatnya persebaran penggunaan teknologi tersebut.

Sebagaimana yang kita ketahui minyak dunia sebagai energi untuk kebutuhan
hidup manusia sifatnya tak terbarukan. Energi yang demikian diperoleh dari sumber
daya alam yang waktu pembentukannya sampai jutaan tahun. Dikatakan tak
terbarukan karena, apabila sejumlah sumbernya dieksploitasikan, maka untuk
mengganti sumber sejenis dengan jumlah sama, baru mungkin atau belum pasti akan
terjadi jutaan tahun yang akan datang. Hal ini karena, di samping waktu terbentuknya
yang sangat lama, cara terbentuknya lingkungan tempat terkumpulkan bahan dasar
sumber energi ini pun tergantung dari proses dan keadaan geologi saat itu.

Ketika kebutuhan akan bahan bakar minyak menjadi sebuah kebutuhan global,
di mana semua negara di dunia membutuhkannya untuk keberlangsungan hidup, hal
itu akan menjadi ancaman di masa selanjutnya. Energi yang berasal dari bumi tersebut
memiliki jumlah yang terbatas. Yang dimaksud dengan terbatas di sini adalah
walaupun jumlahnya melimpah akan tetapi ketika di ambil dan bahkan di eksploitasi
secara terus menerus maka tentunya akan berkurang. Pada tahap selanjutnya bisa
diprediksi akan habis, sementara untuk mendapatkannya kembali membutuhkan
waktu yang sangat lama.

Sementara itu industrialisasi dan teknologi kendaraan telah menyumbangkan


kerusakan alam secara global. Banyaknya emisi gas yang dihasilkan memunculkan
sebuah fenomena. Temperatur global meningkat dari tahun ke tahun karena terjadinya
efek rumah kaca yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti
karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi
matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Fenomena itulah yang kita sebut sebagai
pemanasan global (global warming).

Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata


atmosfer, laut dan daratan bumi. Temperatur rata-rata global pada permukaan bumi
telah meningkat 0.18 C selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on
Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, sebagian besar peningkatan
temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar
disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas
manusia melalui efek rumah kaca.1

Peningkatan temperatur global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-


perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas
kejadian cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola hujan. Pada intinya,
pemanasan global merupakan peningkatan temperatur di planet bumi secara global,
meliputi peningkatan temperatur atmosfer, temperatur laut dan temperatur daratan
bumi.

Semakin meningkatnya temperatur di permukaan bumi ternyata berkaitan


dengan gas-gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktifitas manusia seperti yang telah
disebutkan sebelumnya. Beberapa jenis gas rumah kaca merupakan penyebab
meningkatnya temperatur di planet bumi yang berasal dari aktivitas manusia sendiri.
Artinya, aktivitas manusia merupakan kontributor terbesar bagi terbentuknya gas-gas
rumah kaca, seperti pembakaran pada kendaraan bermotor/industri (pabrik-pabrik),
dan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan bahan bakar fosil (bahan bakar
minyak, batu bara dan sebagainya).

1http://alimuhi.staff.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2011/08/ANCAMAN.GLOBALISASI.pdf diakses pada 16 November


2013
B. Faktor Penyebab

Berbagai kerusakan lingkungan dapat kita telusuri melalui penyebab


bagaimana fenomena tersebut dapat terjadi. Lebih jelas jika kita memilahnya ke
dalam dua kategori dasar penyebab kerusakan lingkungan itu sendiri. Pertama,
kerusakan lingkungan sebagai akibat dari bencana alam (disaster) dan kedua adalah
kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh ulah kesalahan manusia (human error).2

a. Kerusakan Lingkungan oleh disaster


Bencana alam menjadi salah satu penyebab kerusakan alam dengan
dampak yang ditimbulkan beragam sesuai dengan karakteristik bencana itu
sendiri. Contohnya bencana gunung meletus, maka kerusakan lingkungan yang
ditimbulkan terdekat jelas tentang terbakarnya hutan disepanjang daerah yang
dilewati lahar panas, korban penduduk baik materil maupun non meteril yang
tinggal dilereng gunung, matinya berbagai hewan penghuni hutan disekitar
gunung, dan juga kerusakan biota disepanjuang aliran lahar. Selanjutnya bencana
gempa bumi misalnya, kehancuran fisik bangunan dan juga korban jiwa dapat
terjadi disekitar wilayah guncangan gempa. Dan berbagai bencana alam lain,
seperti banjir, badai, angin topan, angin puting beliung, dan sebagainya.

b. Kerusakan Lingkungan oleh human error


Pada bagian inilah kerusakan lingkungan memberikan dampak yang
sedemikian ironisnya. Alam ini yang selayaknya dijaga dan dilestarikan guna
mencukupi kebutuhan hidup manusia, namun pada kenyataannya justru tangan-
tangan manusia itu sendiri yang melakukan perusakan kepada alam. Dari kasus
illegal-logging misalnya, penebangan liar di hutan-hutan, apalagi di hutan hujan
tropis dengan tanpa adanya reboisasi, memangkas kayu tanpa tanggung jawab dan
mengeruk sebanyak mungkin keuntungan sangat merugikan bagi alam. Kerusakan
hutan hujan tropis akan mengurangi persediaan oksigen bukan hanya untuk
wilayah tersebut namun juga oksigen untuk bumi secara keseluruhan.
Berkurangnya kualitas udara tentunya juga akan berakibat pada menurunnya
kualitas kesehatan manusia yang menghirupnya. Kerusakan yang terjadi di

2http://afidburhanuddin.files.wordpress.com/2013/03/dampak-akibat-kerusakan-lingkungan.pdf diakses pada


14 November 2013
perairan seperti pencemaran sungai dan laut, juga mengakibatkan menurunnya
kualitas hidup manusia. Akibat yang dihasilkan oleh perusakan alam ini sangat
merugikan khususnya bagi kualitas lingkungan itu sendiri.

Selain itu faktor human error lain yang sebenarnya patut diperhatikan
adalah perang. Perang yang terjadi menimbulkan banyak kerugian, terutama bagi
manusia dan juga kerusakan yang timbul terhadap lingkungan hidup. Apalagi
dengan adanya penggunaan senjata yang dapat menyebabkan kerusakan yang
besar seperti senjata kimia maupun nuklir oleh negara yang sudah maju dalam
sistem persenjataannya. Selain menimbulkan korban jiwa, perang juga
menimbulkan kerugian materil serta kerusakan lingkungan hidup yang dapat
menjadi punah dan tidak dapat dinikmati oleh generasi selanjutnya. Perang dunia I
(1914-1918) contohnya, menyisakan kerusakan parah yang tersebar di Eropa,
Afrika, Timur Tengah, Kepulauan Pasifik dan Cina.3 Belum lagi Perang Dunia II,
perang dingin, dan perang-perang yang lain yang juga terjadi di era kontemporer
ini.

Pemasalahan lingkungan nampaknya bukan masalah yang ringan. Efek


Rumah Kaca (green house effect) misalnya. Hutan yang merupakan paru-paru
bumi mempunyai fungsi menyerap gas Co2. Maraknya penebangan hutan menjadi
salah satu kontributor kenaikan suhu atau perubahan iklim bumi pada umumnya
(global warming). Karena siklus gas CO2 O2 tidak berjalan semestinya.
Oksigen yang harusnya dihasilkan dari hutan semakin berkurang dan digantikan
dengan banyaknya CO2. Penggundulan hutan sudah terjadi di seluruh belahan
dunia. Tidak bisa dipungkiri bahwa tujuannya untuk memanfaatkan sumber daya
hutan, membuka lahan, kayu, dan lain sebagainya. Namun pada dasarnya
pengurangan jumlah pohon akan mempengaruhi ketersediaan oksigen dan pola
hujan.

Selanjutnya penggunaan bahan kimia seperti freon untuk pendingin


ruangan dan hasil pembakaran yang dilakukan oleh berbagai industri pabrik-
pabrik berskala besar secara massif akan merusak lapisan Ozon (O3) yang
selanjutnya akan mengakibatkan kanker dan penyakit baru serta punahnya plasma
nuftah.

3Martin , Ali dan Sugiarto Pramono. 2011. Faktor-Faktor Pendorong Integrasi Regional: Studi Perbandingan Uni Eropa dan
ASEAN. SPEKTRUM: Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional Unwahas. vol.8. hal.32
Jumlah gas pembuangan yang tinggi merupakan alasan terbesar bagi
kerusakan lingkungan. Gas-gas yang dibuang oleh industri-industri akan
membahayakan lingkungan. Gas-gas yang banyak dibuang di antaranya ialah CO2,
SO2, dan NH3. Gas-gas ini adalah penyebab utama lubang ozon dan terjadinya
pemanasan global.4

Perilaku lain yang menyebabkan kerusakan lingkungan sebenarnya lebih


dekat dengan kebiasaan buruk sehari-hari, membuang sampah sembarangan
misalnya. Kebiasaan buruk ini rentan berakibat datangnya banjir, ketika banjir
telah menimpa maka akan semakin kompleks permasalahan yang ditimbulkan,
seperti penyakit kulit dan diare pasca banjir.

Dalam kasus lebih lanjut, pencemaran merupakan masalah yang cukup


kompleks. Berbagai macam pencemaran seperti pencemaran air, udara dan suara
serta tanah telah terjadi di dunia baik di negara maju maupun negara berkembang.
Pencemaran air ditandai dengan adanya limbah sebagai produk sampingan dari
industri yang menimbulkan ancaman bagi lingkungan. Banyak contoh seperti
industri kulit, industri minyak bumi, industri manufaktur kimia menciptakan
produk limbah utama yang dilepaskan langsung ke sungai tanpa treatment apapun,
sehingga menyebabkan pencemaran air sungai dan merugikan kehidupan
organisme air. Hal tersebut akan mengganggu kelangsungan hidup ekosistem di
sekitarnya baik manusia itu sendiri maupun makhluk hidup yang lainnya seperti
tumbuhan dan hewan.

Pencemaran udara dan suara juga tidak bisa di abaikan. Daya beli
masyarakat yang semakin meningkat, telah menjadikan jumlah kendaraan semakin
bertambah dan mengakibatkan polusi udara. Ini adalah bentuk polusi yang
mempengaruhi manusia secara langsung. Hidrokarbon yang dilepaskan dari mesin
adalah penyebab level ozon menjadi lebih rendah dan berbahaya bagi manusia.
Semakin banyak kendaraan bermotor beroperasi, maka semakin banyak liter
minyak yang digunakan.5 Akibatnya semakin banyak gas CO2 yang dibuang ke
udara. Pencemaran suara dapat timbul dari bising-bising suara mobil, kereta api,

4http://www.youthkiawaaz.com/2012/01/top-10-causes-of-environmental-damage/

5Winarno, Budi. 2002.Isu-isu Global Kontemporer.Yogyakarta:CAP


pesawat udara, dan jet. Tidak jarang, pencemaran suara pun dapat disebabkan oleh
suara deru mesin industri yang biasanya terdapat di industri pabrik besar.

Kemudian pencemaran tanah. Pada dasarnya tanah pun dapat mengalami


pencemaran, penyebabnya antara lain bangunan barang-barang atau zat-zat yang
tidak larut dalam air yang berasal dari pabrik-pabrik serta pembuangan ampas
kimia dan kertas plastik bekas pembungkus botol bekas.

C. Dampak Kerusakan lingkungan bagi Manusia

Beberapa faktor penyebab kerusakan lingkungan yang telah disebutkan


menunjukkan bahwa masalah lingkungan global tidak hanya dipengaruhi faktor alam,
seperti iklim, yang mencakup temperatur, curah hujan, kelembaban, tekanan udara
dan lain-lain, namun juga aktifitas manusia pun dapat mempengaruhi iklim dan
lingkungan secara signifikan. Menurut Biswas (2011) bahwa hubungan langsung
antara kerusakan lingkungan dengan pengaruh terhadap kemanusiaan mengarah pada
penurunan kualitas dan keberlanjutan kehidupan manusia. Peningkatan jumlah
penduduk memaksa meningkatnya jumlah penggunaan energi untuk memenuhi
kebutuhan manusia sebagai contoh penggunaan minyak bumi. Meningkatnya
penggunaan minyak bumi sebagai sumber daya yang tidak dapat diperbarui dapat
menyebabkan krisis energi. Krisis energi tersebut dapat mengantarkan pada konflik
perebutan sumber daya yang pada akhirnya akan mengganggu kepentingan nasional
bahkan internasional. sebagaimana yang diungkapkan Komunitas Intelijen Amerika
Serikat menganggap pemanasan global sebagai ancaman keamanan yang serius.
Analis intelijen terkenal AS Thomas Fingar menyatakan bahwa banjir dan kekeringan
akan segera menyebabkan migrasi masal dan kegelisahan di banyak bagian di dunia.6

Tidak hanya itu saja, dari sisi lingkungan, dan lebih spesifiknya sisi komposisi
udara di atmosfir, menunjukkan peningkatan gas carbon dioksida (CO2) yang
diketahui menjadi penyebab terjadinya efek pemanasan global (global warming).
Pemanasan global ditandai dengan adanya proses peningkatan suhu rata-rata
atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Menurut projek IPCC menunjukkan suhu

6Warrick, J. and Pincus, W. (2008, September 10). Reduced Dominance Is Predicted for U.S. The Washington Post.
http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2008/09/09/AR2008090903302.html diakses tanggal 13
November 2013
permukaan global akan meningkat, diperkirakan diantara tahun 1990-2100 akan
terjadi kenaikan rata-rata suhu global sekitar 1,4 sampai 5,8 derajat Celsius.7

Global warming sendiri memberikan dampak yang sangat besar terhadap


lingkungan dan dunia pada umumnya. Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC) memperkirakan beberapa dampak regional perubahan global berikut:8

Amerika Utara: Penurunan snowpack di pegunungan barat, peningkatan


frekuensi, intensitas dan durasi gelombang panas di kota-kota yang saat ini
sudah mengalaminya.

Amerika Latin: Perubahan bertahap hutan tropis menjadi padang rumput di


Amazonia timur; resiko kehilangan keanekaragaman hayati yang signifikan
akibat kepunahan spesies di daerah tropis, berkurangnya ketersediaan air
untuk konsumsi manusia, pertanian dan pembangkit energi.

Eropa: Naiknya resiko banjir bandang dan banjir rob, peningkatan erosi
akibat badai dan naiknya permukaan laut, salju berkurang, punahnya beberapa
spesies, berkurangnya produktivitas tanaman di Eropa selatan.

Afrika: Pada tahun 2020, antara 75 dan 250 juta orang diproyeksikan akan
terkena dampak kekurangan air, hasil dari pertanian tadah hujan berkurang
hingga 50 persen di beberapa daerah, produksi pertanian termasuk akses ke
makanan mungkin akan terancam.
Asia: Ketersediaan air tawar diproyeksikan akan berkurang di Asia Tengah,
Selatan, Timur dan Tenggara pada 2050-an, wilayah pesisir akan beresiko
karena meningkatnya banjir, angka kematian akibat penyakit yang terkait
dengan banjir dan kekeringan diperkirakan akan meningkat di beberapa daerah

Akibat pemanasan global seperti penjelasan di atas mempengaruhi perubahan


cuaca dan iklim yang cukup ekstrim, peningkatan permukaan air laut akibat
mencairnya permukaan es di kutub, meningkatnya suhu global, gangguan ekologis,
degradasi lingkungan yang menyebabkan bencana alam seperti banjir dan tanah

7 Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the
Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental Panel on Climate Change. diakses 13 November 2013.
8 http://climate.nasa.gov/effects diakses 18 november 2013
longsor, serta gangguan kesehatan. Perubahan iklim dapat mengancam keamanan
pangan akibat terganggunya produktivitas pertanian serta merebaknya penyakit yang
berkembang biak lewat air dan vektor misal malaria.

Banyaknya dampak yang ditimbulkan menunjukkan bahwa meningkatnya


berbagai macam faktor kerusakan lingkungan tidak hanya mengancam terhadap
kondisi alam di bumi tapi juga mengancam terhadap keberadaan manusia di muka
bumi. Ancaman yang hadir dari masalah lingkungan hidup sangat bervariasi karena
sesuai dengan faktor-faktor penyebab kerusakan lingkungan bahwa lingkungan hidup
memiliki keterkaitan dengan sistem yang berlaku secara global. Hal tersebut
ditunjukkan dengan munculnya dampak lain yang muncul dari permasalahan
lingkungan hidup yaitu munculnya masalah transnasional semisal masalah pengungsi
iklim dan lingkungan (environmental refugee). Pengungsi iklim, adalah pengungsi
yang dikarenakan adanya bencana alam, kelaparan, kemiskinan yang dikarenakan
terjadinya perubahan iklim di daerah asal atau negara asal. Menurut climate institute
terdapat sekitar 25-30 juta pengungsi iklim. Jumlah ini dapat meningkat sampai 200
juta, atau sampai 1 miliar pada tahun 2050.9 Selain itu, juga mengakibatkan
penurunan kualitas manusia serta mengakibatkan kematian secara langsung, seperti
yang dilansir Global Humanitarian Forum tahun 2009 bahwa meningkatnya berbagai
bencana akibat perubahan iklim menyebabkan kematian 315 ribu tiap tahun.10

9 Reed, S. Environment and Security. 2007. http://www.climate.org/topics/environmental-security/index.html, diakses 13


November 2013
10 http://www.reuters.com/article/2009/05/29/us-climate-human-idUSTRE54S29P20090529 diakses 13 November 2013
BAB III

RESPON INTERNASIONAL

Permasalahan lingkungan memerlukan penanganan yang segera dan komprehensif


agar tidak meluas. Banyak pendekatan yang bisa digunakan dalam melihat permasalahan
lingkungan ini. Beberapa di antaranya adalah yang dikenalkan oleh kaum enviromentalis dan
kaum ekologis. Kaum enviromentalis lebih menekankan pentingnya penggunaan teknologi
dalam menangani masalah lingkungan, sementara kaum ekologis menginginkan perubahan
yang mendasar dari hubungan antara manusia dan alam.11

Terlepas dari itu, di era kontemporer ini dalam penanganan permasalahan yang
ditimbulkan dari isu lingkungan, tercatat beberapa upaya yang telah dilakukan oleh negara-
negara di dunia internasional. Upaya-upaya tersebut kebanyakan berupa konferensi yaitu
pertemuan negara-negara dari seluruh belahan dunia. Upaya dengan bentuk seperti ini
dilakukan karena dampak yang ditimbulkan dari isu lingkungan tidak hanya berbahaya dan
mengancam satu atau dua negara saja, tapi juga memberi ancaman bagi seluruh negara di
dunia internasional. Konferensi yang menjadi media negara-negara dalam mengatasi isu
lingkungan antara lain,

1. Konferensi Stockholm, Konferensi yang diselenggarakan tahun 1972 ini adalah upaya
dari badan PBB yang bertajuk Conference on the Human Environment. Di dalamnya
dibahas kerusakan lingkungan hidup dan upaya-upaya pembangunan kerangka kerja
yang lebih terlembaga. Pertemuan terbesar tentang lingkungan yang pernah diadakan
PBB ini melahirkan 26 prinsip yang berhubungan dengan lingkungan dan
pembangunan, serta rencana tindakan dengan 209 rekomendasi dalam enam wilayah
sebagai berikut: human settlement, pengelolaan sumber daya alam, polusi, pendidikan
dan aspek lingkungan sosial, pembangunan dan lingkungan serta organisasi
internasional. Konferensi ini juga merupakan pelopor terlahirnya konferensi-
konferensi tentang lingkungan hidup yang lainnya, seperti konvensi Vienna dan
Protocol Montreal.

2. Konferensi Rio De Janiero, Konferensi yang di gelar di Rio De Jeniero, Brazil ini
menghasilkan deklarasi dasar kehutanan dan konferensi mengenai perubahan iklim
dan biodiversity. Deklarasi ini melahirkan 27 prinsip dasar yang berkenaan dengan
tanggung jawab nasional dan kerjasama internasional untuk melindungi lingkungan,

11Iva Rachmawati. MemahamiPerkembanganStudiHubunganInternasional.AswajaPresindo Yogyakarta, 2012, Hal 208


kebutuhan akan pembangunan dan pengurangan kemiskinan, dan peran dan hak
warga negara, perempuan dan anak. Konferensi ini juga menghasilkan rumusan
kerangka kerja internasional mengenai perubahan iklim atau yang biasa dikenal
dengan United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
Kerangka kerja ini kemudian menjadi media negara-negara untuk melakukan
negosiasi untuk membentuk aturan yang lebih detail mengenai pengurangan emisi gas
rumah kaca. UNFCC kemudian pula membagi negara-negara yang tergabung di
dalamnya menjadi dua kelompok besar12, Annex I Countries yang berisi negara-
negara berkembang, negara-negara yang berada di kawasan Eropa Timur dan Tengah.
Negara yang tergabung dalam kelompok pertama ini diminta untuk mengurasi emisi
karbon yang dihasilkan industrinya. Kelompok kedua Annex II Countries yaitu
negara-negara maju dengan bidang industri yang maju. Negara di kelompok ini
seperti kelompok pertama dituntut untuk mengurasi emisi karbon dan ditambah
dengan kewajiban untuk membantu negara-negara berkembang mengatasi isu
lingkungan ini.

3. Protokol Kyoto, Protokol ini merupakan hasil dari pertemuan yang dilangsungkan di
bawah naungan UNFCCC. Protokol ini juga menjadi satu-satunya peraturan yang
mengikat setiap anggotanya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Menyadari
bahwa negara-negara majulah yang menyumbangkan polusi terbanyak di dunia,
sebagai hasil dari perkembangan teknologi dan industri yang telah terjadi selama 150
tahun. Protokol Kyoto menerapkan peraturan tanggung jawab bersama namun
berbeda. Adapun isi Protokol Kyoto pada pokoknya mewajibkan negara-negara
industri maju untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (Green House Gases/GHGs) -
CO2, CH4, N2O, HFCS, PFCS dan SF6- minimal 5,5 % dari tingkat emisi tahun
1990, selama tahun 2008 sampai tahun 2012 13. Protokol Kyoto juga mengatur
mekanisme teknis pengurangan emisi gas rumah kaca (GHGs) yang dikenal dengan
Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism/CDM). CDM
adalah suatu mekanisme di bawah Protokol Kyoto yang dimaksudkan untuk
mambantu negara maju/industri memenuhi sebagian kewajibannya menurunkan emisi
GHGs serta membantu negara berkembang dalam upaya menuju pembangunan

12 John Vogler, 2001. Environment and Natural Resources, dalam Brian White, Richard Little, and Michael Smith (2nd eds.)
Issues In World Politics, New York : PALGRAVE. Hal 195

13 www. http://unfccc.int/kyoto_protocol/items/2830.php/ diakses pada 14 November 2013 pukul 22.00 Field Code Changed
berkelanjutan dan kontribusi terhadap pencapaian tujuan UNFCCC. Mekanisme ini
menawarkan win-win solution antara negara maju dengan negara berkembang dalam
rangka pengurangan emisi GHGs, dimana negara maju menanamkan modalnya di
negara berkembang dalam proyek-proyek yang dapat menghasilkan pengurangan
emisi GHGs dengan imbalan CER (Certified Emission Reduction).

Karena Protokol Kyoto yang dimulai pada tahun 1997 ini berakhir pada tahun
2012, maka pada pertemuan yang terakhir di Doha pada tahun 2012, diterapkanlah
Amandemen Doha untuk Protokol Kyoto. Amandemen ini berisi sebagai berikut:

Komitmen baru bagi anggota Annex 1, Protokol Kyoto untuk berkomitmen


melanjutkan protocol tersebut dari 1 Januari 2013 sampai dengan 31
Desember 2020.

Daftar dari efek rumah kaca akan disampaikan di pertemuan kedua.

Amandemen pada beberapa artikel Protokol Kyoto, terutama mengenai isu-isu


yang bersangkutan dengan komitmen pada pertemuan pertama, dan yang
dibutuhkan untuk memperbarui komitmen yang kedua.

Berakhirnya protokol ini juga menjadi momentum bagi negara-negara maju


seperti Amerika, dan Kanada untuk memutuskan mundur dari protokol ini. Sejak
protokol ini dihasilkan, negara-negara maju seperti Amerika, Rusia, Jepang, Kanada,
memilih untuk tidak meratifikasi protokol ini karena beranggapan pengurangan emisi
ini akan memberi dampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi mereka. Memang tidak
bisa dipungkiri, emisi karbon terbesar dihasilkan dari bidang-bidang industri yang
notabene menjadi tumpuan utama ekonomi negara-negara maju. Pengurangan emisi
berarti pengurangan laju industri yang akibatnya akan mengurangi penghasilan
negara-negara maju. Seharusnya negara-negara maju tidak menutup mata terhadap
dampak-dampak yang diakibatkan kerusakan lingkungan, seperti bencana alam dan
kegagalan panen.

Tapi dewasa ini yang menjadi negara penghasil emisi karbon terbesar tidaklah
lagi Amerika, namun Cina. Negara ini menjadi penghasil terbesar emisi karbon (lihat
bagan 1). Industri di negara ini memang sedang berkembang secara pesat sehingga
wajar negara ini menghasilkan emisi karbon yang tinggi, tapi negara ini juga
merasakan dampak dari tingginya emisi karbon tersebut dengan terjadinya beberapa
bencana yang terkait dengan kerusakan lingkungan. Oleh karenanya negara ini
memberikan komitmen yang kuat ditunjukkan dengan menjalin kerjasama dengan
Amerika untuk mengembangkan teknologi penangkapan karbon yang diharapkan bisa
mengurangi kerusakan lingkungan berkepanjangan akibat tingginya angka emisi
karbon. Komitmen dari Cina ini seharusnya bisa menjalar pada negara-negara maju
lainnya agar bersama untuk bisa mengurangi laju kerusakan lingkungan.

4. REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation), Ini


adalah skema yang memberikan insentif bagi negara-negara yang berhasil menekan
tingkat kegiatan deforestasi dan degradasi hutan. Insentif ini dapat mendorong
pengelolaan hutan yang lebih baik. Skema ini juga berada di bawah naungan
UNFCCC. Namun dalam proses implementasinya, skema ini menimbulkan dilema
bagi masyarakat negara-negara berkembang yang sebagian besar hidupnya
bergantung pada hutan. Meskipun REDD+ memberikan insentif sebagai pengganti
karena masyarakat tidak lagi bisa memanfaatkan hutan, namun belum jelas bentuk
insentif seperti apa yang akan diberikan.

5. The Global Commission on Economy and Climate, Komisi internasional ini baru saja
dibentuk pada September 2013. Komisi dunia ini terdiri dari para kepala
pemerintahan, keuangan dan bisnis dari 14 negara yang dipimpin oleh mantan
Presiden Meksiko Felipe Calderon.14 Isu lingkungan merupakan isu yang memiliki
keterkaitan dengan isu-isu sosial15 lainnya termasuk isu pembangunan dan ekonomi.
Dilema yang banyak dialami negara maju terkait pengurangan emisi karbon menjadi
salah satu contohnya. Komisi ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana kinerja
ekonomi yang lebih kuat dapat didukung oleh kebijakan iklim yang baik. Meskipun
hasil kajian dari komisi ini belum dihasilkan namun ini menjadi angin segar terhadap
masa depan di mana lingkungan bisa dijaga tanpa ada kekhawatiran akan
terganggunya sektor pembangunan dan ekonomi.

14 www.lensaindonesia.com/2013/09/24/respon-perubahan-iklim-komisi-dunia-untuk-ekonomi-dan-iklimdibentuk.html/
diakses pada 15 November 2013 Pukul 13.41
15 John Vogler, 2001. Environment and Natural Resources, dalam Brian White, Richard Little, and Michael Smith ( 2nd eds.)

Issues In World Politics, New York : PALGRAVE. Hal 197


Bagan 1, www.mangobay.co.id/2012/12/10/cop-18-doha-negara-negara-maju-lepas-tangan-dari-protokol-kyoto/

Upaya-upaya diatas dilakukan secara bersama oleh negara-negara internasional.


Masalah lain yang ditimbulkan adalah upaya bersama ini sering kali menemui titik buntu,
ketika satu kepentingan negara bertentangan dengan negara lain, sementara itu efek
lingkungan yang terjadi terus berlanjut alih-alih perundingan yang alot belum menemui jalan
tengah. Maka dari itu selain melalui konferensi internasional, upaya mengatasi isu ini juga
dilakukan oleh negara-negara yang tergabung dalam suatu kawasan tertentu, Uni Eropa
misalnya, mereka menerapkan peraturan pajak emisi penerbangan. Peraturan ini diterapkan
oleh Uni Eropa untuk mengurangi emisi karbon sebagai dampak dari perindustrian pesawat
terbang. Konsekuensi yang harus diterima adalah meningkatnya harga tiket pesawat, namun
hal ini pantas dilakukan, karena emisi dari penerbangan menyumbang 10 kilo ton karbon
dioksida pertahunnya16, sehingga menjadi polutan udara yang utama. Peraturan ini mengikat
keseluruhan 27 negara-negara Uni Eropa, yang kemudian akan mengkalkulasikan jumlah
pajak emisi yang harus dibayar pertahunnya, untuk selanjutnya disalurkan sebagai dana
upaya perubahan iklim.

16 Budi Winarno. 2011. Isu-isu global kontemporer. Jakarata: Caps. Hal. 158
Upaya lainnya dari dunia internasional adalah berkembangnya berbagai organisasi-
organisasi non-goverment yang bergerak dibidang lingkungan hidup. Misalnya Green Peace,
WWF (World Wide Fund for Nature), WALHI (Wahana Lingkungan Hidup), dan banyak
lainnya. Organisasi-organisasi ini menjalin hubungan dengan masyarakat secara global dan
akhirnya dapat memobilisasi agar masyarakat lebih peka terhadap isu lingkungan.
Organisasi-organisasi ini juga menjadi alat penekan bagi pemerintahan suatu negara agar
lebih peka dan peduli dalam mengatasi masalah lingkungan hidup.

Melihat upaya-upaya yang telah berusaha dilakukan dan dicanangkan oleh dunia
internasional untuk mengatasi isu lingkungan bisa disimpulkan bahwa isu ini sudah menjadi
isu yang diperhatikan seluruh dunia dan seluruh lapisan masyarakat. Kritikan kemudian
muncul ketika protokol kyoto yang telah berakhir tanpa bisa memaksa negara-negara maju
untuk berkontribusi secara lebih dalam. Hal ini menunjukkan kelemahan dari konferensi-
konferensi internasional yang telah dilakukan. Akhirnya memunculkan wacana, bahwa
memang dibutuhkan sebuah rezim internasional yang bergerak dan berfokus pada bidang
lingkungan. Kekuatan dari sebuah rezim internasional tentu akan lebih memberi pengaruh
dari sekedar aksi bersama dari organisasi-organisasi non-goverment. Tapi lagi-lagi
pewujudan wacana ini tentu tidak semudah membayangkannya, benturan kepentingan-
kepentingan negara akan terus muncul sehingga sulit untuk memunculkan sebuah inisiatif
dari negara untuk berupaya membentuk sebuah rezim internasional. Dan kelambatan
pergerakan dari negosiasi-negosiasi yang selama ini dilakukan negara internasional terkait isu
lingkungan berbanding terbalik dengan laju kerusakan lingkungan yang terus meningkat
selama negosiasi yang belum menemui kesepakatan bersama.
BAB IV

PENUTUP

Kemajuan teknologi yang ditawarkan oleh globalisasi memberikan kemudahan


yang sangat besar dalam kehidupan manusia. Globalisasi juga telah menuntut standar
yang sama bagi masyarakat di seluruh dunia. Hal ini ditandai dengan penggunaan suatu
produk teknologi dengan cepat direspons oleh masyarakat di negara lain.

Dalam perkembangannya globalisasi telah memunculkan fenomena baru yaitu


kelangkaan energi, kerusakan lingkungan, dan kemudian berlanjut pada pemanasan
global. Permasalahan ini mencuat di era globalisasi. Berbagai kerusakan lingkungan
sebagai akar dari permasalahan lain diketahui selain karena disaster, ternyata juga karena
human error. Penggunaan teknologi yang tidak ramah lingkungan merusak ekosistem
yang ada. Akibatnya manusia sebagai bagian dari ekosistem ini dapat terkena efeknya
juga.

Memperhatikan berbagai upaya yang telah dilakukan oleh dunia terhadap


permasalahan lingkungan ini maka dapat disimpulkan bahwa isu lingkungan ini telah
menjadi perhatian bersama di seluruh dunia. Berbagai kritik muncul ketika perundingan-
perundingan berakhir tanpa bisa memaksa negara-negara maju untuk berkontribusi lebih
dalam. Hal ini menunjukan lemahnya berbagai konsekuensi yang telah dicanangkan.
Sehingga memunculkan wacana perlunya rezim internasional baru yang bergerak dan
concern di bidang lingkungan. Sayangnya lagi-lagi wacana seperti ini tidak semudah
seperti yang dibayangkan. Dinamika kepentingan-kepentingan negara selalu muncul
sehingga menyulitkan untuk menyatukan inisiatif bersama. Kenyataan bahwa pergerakan
berbagai negosiasi yang selama ini dilakukan berjalan begitu lambat. Hal ini berbanding
terbalik dengan laju kerusakan yang terus meningkat selama kesepakatan bersama belum
menemui titik temu.
DAFTAR PUSTAKA

Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the
Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change.
Intergovernmental Panel on Climate Change. diakses 13 November 2013.

Iva Rachmawati. MemahamiPerkembanganStudiHubunganInternasional.AswajaPresindo


Yogyakarta, 2012

John Vogler, 2001. Environment and Natural Resources, dalam Brian White, Richard
Little, and Michael Smith (2nd eds.) Issues In World Politics, New York :
PALGRAVE

Martin , Ali dan Sugiarto Pramono. 2011. Faktor-Faktor Pendorong Integrasi Regional: Studi
Perbandingan Uni Eropa dan ASEAN. SPEKTRUM: Jurnal Ilmu Politik Hubungan
Internasional vol.8

Reed, S. Environment and Security. 2007. http://www.climate.org/topics/environmental-


security/index.html, diakses 13 November 2013

Steans, Jill dan Lloyd Pettiford, 2009. Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Warrick, J. and Pincus, W. (2008, September 10). Reduced Dominance Is Predicted for U.S.
The Washington Post. http://www.washingtonpost.com/wp-
dyn/content/article/2008/09/09/AR2008090903302.html diakses tanggal 13
November 2013

Winarno, Budi. 2002.Isu-isu Global Kontemporer.Yogyakarta: CAP

http://climate.nasa.gov/effects diakses 18 november 2013

http://unfccc.int/kyoto_protocol/items/2830.php/ Field Code Changed

http://alimuhi.staff.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2011/08/ANCAMAN.GLOBALISASI.pdf
diakses pada 16 November 2013

www.reuters.com/article/2009/05/29/us-climate-human-idUSTRE54S29P20090529 diakses
13 November 2013

www.youthkiawaaz.com/2012/01/top-10-causes-of-environmental-damage/
www.mangobay.co.id/2012/12/10/cop-18-doha-negara-negara-maju-lepas-tangan-dari-
protokol-kyoto/ diakses pada 15 November 2013

http://afidburhanuddin.files.wordpress.com/2013/03/dampak-akibat-kerusakan-
lingkungan.pdf diakses pada 14 November 2013

www.lensaindonesia.com/2013/09/24/respon-perubahan-iklim-komisi-dunia-untuk-ekonomi-
dan-iklimdibentuk.html/ diakses pada 15 November 20132wr

Anda mungkin juga menyukai