Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tumor jinak dan tumor ganas kulit kebanyakan dapat berkembang menuju
kulit periokular, timbul mulai dari lapisan epidermis dermis atau struktur adneksa
palpebra. Tumor ganas palpebra (kelopak mata) merupakan tumor ganas yang
sering dijumpai dan dilaporkan sekitar 5-10% dari tumor kulit. Tumor ganas yang
paling sering mengenai palpebra adalah karsinoma sel basal, karsinoma sel
squamous, karsinoma sel sebasea dan melanoma. Sedangkan tumor jinak palpebra
seperti hemangioma dan xanthalesma bertambah banyak dengan meningkatnya
usia.
Karsinoma sel basal merupakan tumor ganas palpebra yang sering
ditemukan. Sembilan puluh lima persen karsinoma palpebra berjenis sel basal dan
sisa lima persen terdiri atas karsinoma sel squamosa, karsinoma kelenjar meibom,
dan tumor tumor lain yang jarang seperti karsinoma sel Merkel dan karsinoma
kelenjar keringat. Karsinoma sel basal berupa benjolan yang transparan, kadang
dengan pinggir yang seperti Mutiara, tumbuh lambat dan tanpa disertai rasa sakit.
Umumnya ditemukan di daerah berambut, bersifat invasif, jarang mempunyai
anak sebar atau bermetastasis. Ulserasi dapat terjadi yang menjalar dari samping
maupun dari arah dasar, sehingga dapat merusak bola mata sampai orbita.
Tumor palpebra kebanyakan mudah dikenali secara klinis, dan eksisi
dilakukan dengan alasan kosmetik. Meskipun begitu lesi ganas sering kali sulit
dikenali secara klinis dan biopsy harus selalu dilakukan pada kecurigaan
keganasan.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. DM
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Gunung Kerto Tanjung Sakti Pumi, Kab Lahat
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Status : Menikah
SukuBangsa : Indonesia
Tanggal Pemeriksaan : Agustus 2017

II. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Benjolan di kelopak bawah mata kiri semakin membesar sejak 3
bulan sebelum masuk rumah sakit

b. Riwayat Perjalanan Penyakit


3 bulan SMRS, pasien mengeluh timbul benjolan di kelopak
bawah mata kiri sebesar biji kacang hijau, semakin lama semakin
besar dan menjalar sampai ke kelopak atas mata kiri, nyeri (-), mata
merah (+), berair-air (+). mudah berdarah (-), rontok pada bulu mata (-
), nyeri (-), pandangan kabur (-). Pasien berobat ke RSUD Lahat
namun tidak ada perbaikan, lalu pasien dirujuk ke RSMH Palembang.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal.
Riwayat DM disangkal.
Riwayat hipertensi disangkal
2
Riwayat memakai kacamata tidak ada.
Riwayat trauma disangkal
Riwayat operasi sebelumnya disangkal

d. Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga
disangkal

III. Pemeriksaan Fisik


a. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 20 kali/menit
Suhu : 36,6oC
Berat badan : 68 kg
Tinggi badan : 165 cm
Status Gizi : Normoweight

b. Status Lokalis
Pembesaran kelenjar getah bening submandibula, retroaurikula,
dan colli (-)

c. Status Oftalmologikus
OD OS
Visus 6/6 6/6
Tekanan intraocular P=N+0 P=N+0

3
KBM Ortoforia
GBM

Palpebra Tenang Superior: Tampak massa


warna kehitaman ukuran
15x10mm, permukaan
berdungkul-dungkul,
immobile, tidak mudah
berdarah

Inferior: tampak massa


berwarna kehitaman ukuran
15x10mm dan memanjang
ke inferior 30mm,
permukaan berdungkul-
dungkul, immobile, tidak
mudah berdarah.

Konjungtiva Tenang Tenang


Kornea Jernih Jernih
Bilik Mata Depan Sedang Sedang
Iris Gambaran baik Gambaran baik
Pupil B, C, RC(+), 3mm, B, C, RC(+), 3mm, RAPD
RAPD (-) (-)
Lensa Jernih Jernih
Segmen Posterior
Refleks Fundus (+) (+)
Papil Bulat, batas tegas, warna Bulat, batas tegas, warna
merah (N), c/d 0,3 a:v 2:3 merah (N), c/d 0,3 a:v 2:3

Makula Refleks fovea (+) Refleks fovea (+)

Retina Kontur pembuluh darah Kontur pembuluh darah baik


baik

IV. Pemeriksaan Penunjang


Pro labor
Pro rontgen thorax
4
Pro biopsi insisi untuk pemeriksaan histopatologi

V. Diagnosis Banding
Karsinoma sel basal palpebra superior OS
Karsinoma glandula sebasea palpebra superior OS
Karsinoma sel skuamosa palpebra superior OS

VI. Diagnosis Kerja


Karsinoma sel basal palpebra superior et inferior OS

VII. Tatalaksana
a. Edukasi
- Informed consent
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit yang
dideritanya
- Menjelaskan kepada pasien tentang rencana pengobatan yang
akan dilakukan
- Mengurangi paparan matahari langsung dengan menggunakan
pakaian yang tertutup seperti topi atau kacamata hitam.
b. Rujuk kepada spesialis mata untuk rencana wide eksisi tumor +
rekonstruksi palpebra.

VIII. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam

5
IX. Lampiran

Gambar 1. Gambaran Mata Kanan dan Kiri

Gambar 2. Tampak massa di kelopak mata kiri

6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Palpebra


Berdasarkan struktur lapisannya, palpebra dibagi menjadi tujuh
bagian. Mulai dari lapisan terluar dan dalam adalah jaringan kulit dan
subkutan, otor protraksi, septum orbita, lemak orbita, otot retraksi, tarsus,
dan konjungtiva.4

Gambar 1. Lapisan palpebra

7
a. Jaringan Kulit dan Subkutan
Kulit palpebra adalah yang paling tipis dan unik karena tidak
mempunyai lapisan lemak subkutan. Karena kulit tipis pada kelopak
mata bergerak konstan dengan kedipan masing-masing, maka
kekenduran akan terjadi sering dengan usia. Dalam kedua bagian atas
dan kelopak mata bawah, jaringan pretarsal biasanya melekat erat pada
jaringan di bawahnya, sedangkan jaringan preseptal lebih longgar
melekat, menciptakan ruang-ruang potensial untuk akumulasi cairan.
Kontur kulit kelopak mata dibentuk oleh eyelid crease dan eyelid fold.
Lipatan kelopak mata atas mendekati lampiran dari levator yang
beraponeurosis ke bundel orbicularis pretarsal dan kulit. Daerah ini
terletak di dekat atau di tingkat perbatasan superior dari tarsus. Lipatan
kelopak mata bagian atas terdiri dari kulit preseptal longgar dan
jaringan subkutan di atas pertemuan aponeurosis levator dan septum.
Lipatan kelopak mata bervariasi pada beberapa ras. Kelopak mata
orang Asia biasanya memiliki lipatan palpebra superior yang relatif
rendah karena, berbeda dengan fusi supratarsal, septum orbital pada
kelopak mata Asia bergabung dengan aponeurosis levator antara marjin
kelopak mata dan batas atas dari tarsus. Hal ini juga memungkinkan
lemak preaponeurotic untuk menempati posisi yang lebih inferior dan
anterior pada kelopak mata. Meskipun lipatan kelopak mata bawah
yang kurang jelas dibandingkan lipatan kelopak mata bagian atas,
perbedaan-perbedaan ras juga tampak di kelopak mata bawah.

b. Otot Protaktor
Otot orbicularis oculi adalah busur utama kelopak mata. Kontraksi
otot ini, yang diinervasi oleh N.VII, mempersempit celah palpebral.
Bagian spesifik dari otot ini juga merupakan pompa lakrimal. Otot
orbikularis dibagi menjadi bagian pretarsal, preseptal, dan orbital.

8
Bagian pretarsal dari kelopak mata atas dan bawah orbicularis muncul
dari bagian terdalam puncak lacrimalis posterior dan bagian superfisial
pada anterior tendon kantus medial.
Dekat canaliculus, kepala dari pretarsal orbicularis bergabung
untuk membentuk bundel menonjol dari serat yang dikenal sebagai
Horner muscle. Segmen kelopak mata atas dan bawah dari orbicularis
pretarsal bergabung di daerah kantus lateral menjadi tendon canthal
lateralis.Preseptal orbicularis muncul dari batas atas dan bawah tendon
kantus medial. Di bagian atas kelopak mata, otot preseptal memiliki
kepala anterior dari tendon umum dan kepala posterior dari kedua
lengan superior dan posterior tendon. Secara lateral, otot-otot preseptal
membentuk palpebral lateralis raphe.
Bagian orbital dari otot orbicularis muncul dari cabang anterior
medial canthal tendon, prosesus orbital dari tulang frontal, dan prosesus
frontal dari tulang maksilaris di depan puncak lacrimalis anterior. Dekat
margin kelopak mata, bundel khusus otot lurik, the muscle of Riolan,
terletak lebih posterior dari bagian utama orbicularis dan membentuk
garis abu-abu. Otot Riolan mungkin memainkan peran dalam ekskresi
kelenjar meibom, berkedip, dan posisi bulu mata.

c. Septum Orbita
Septum orbital, lembaran tipis yang berlapis-lapis dari jaringan
fibrosa, muncul dari periosteum di atas rims orbital superior dan
inferior di arcus marjinal. Di bagian kelopak mata atas, septum orbital
bergabung dengan aponeurosis levator 2-5 mm di atas batas tarsal
superior pada orang non-Asia. Pada kelopak mata bawah, septum
orbital bergabung dengan fasia capsulopalpebral tepat pada atau di
bawah perbatasan tarsal inferior. Gabungan capsulopalpebral orbital
septum complex, bersama dengan kontribusi kecil dari otot polos tarsal
inferior, menyisip pada permukaan tarsal posterior dan anterior
bersamaan dengan batas inferior lancip dari tarsus. Sebagai akibat dari
9
penuaan, septum baik di atas dan kelopak mata bawah mungkin
menjadi sangat melemah. Penipisan septum dan kelemahan dari otot
orbicularis berkontribusi terhadap herniasi anterior dari lemak orbital
dalam penuaan kelopak mata.
d. Lemak Orbita
Lemak orbital terletak pada posterior septum orbital dan anterior
aponeurosis levator (kelopak mata superior) atau fasia capsulopalpebral
(kelopak mata inferior). Di bagian kelopak mata atas, ada 2 kantong
lemak: nasal dan sentral. Pada kelopak mata bawah, ada 3 kantong
lemak: hidung, sentral, dan temporal. Kantung-kantung ini dikelilingi
oleh selubung fibrosa tipis yang merupakan kelanjutan dari sistem
orbitoseptal anterior. Bantalan lemak orbital pusat adalah tanda penting
untuk operasi elektif di kedua kelopak mata dan perbaikan laserasi
kelopak mata karena terletak langsung di belakang septum orbital dan
di depan aponeurosis levator.

e. Musculus Retraktor
Retraktor dari kelopak mata bagian atas adalah otot levator dengan
aponeurosisnya dan yang otot tarsal superior (otot Mller). Pada
kelopak mata bawah, retraktor adalah fasia capsulopalpebral dan otot
tarsal inferior.

f. Tarsus
Tarsus merupakan pelat padat jaringan ikat yang berfungsi sebagai
dukungan struktural dari kelopak mata. Pelat tarsus kelopak mata
bagian atas berukuran 10 - 12 mm vertical di bagian tengah kelopak
mata, sedangkan kelopak mata bawah, ukuran maksimal pelat tarsal
adalah 4 mm. Piring tarsal melekat kuat pada periosteum melalui
tendon canthal medial dan lateral. Lempeng tarsal dapat berubah
menjadi horizontal seiring dengan usia sebagai hasil peregangan pada
tendon pendukung medial dan lateral. Kedua piring tarsal biasanya
10
tebal 1 mm dan lancip di ujung medial dan lateral ketika mereka
mendekati tendon canthal. Terletak di dalam tarsus tersebut, kelenjar
meibom adalah kelenjar sebaceous holocrine.

g. Konjungtiva
Konjungtiva terdiri dari epitel skuamosa non keratin, membentuk
lapisan posterior kelopak mata dan mengandung sel goblet yang
mensekresi musin dan kelenjar lacrimalis aksesori, Wolfring dan
Krause. Kelenjar lakrimal aksesori ditemukan dalam jaringan
subconjunctival terutama di kelopak mata atas dan bawah. Kelenjar
Wolfring ditemukan terutama di sepanjang perbatasan tarsal non-
marginal, dan kelenjar Krause ditemukan di fornices.

3.2 Histologi Kulit Palpebra

Gambar 2. Histologi normal lapisan palpebra

11
Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh manusia, bersifat elastis,
dan melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Beratnya 15% dari berat
tubuh dengan luas 1,50-1,75 m2. Tebal kulit bervariasi antara 0,5 mm 6
mm. Kulit yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir, dan
preputium penis, kulit yang tipis terdapat pada muka, yang lembut pada
leher dan badan, serta yang tebal terdapat pada telapak tangan dan kaki.
Kulit terbagi atas 3 lapisan pokok yaitu: Lapisan epidermis, lapisan dermis,
dan lapisan subkutis (hipodermis).5
a. Epidermis
Epidermis terbagi atas 5 lapisan yaitu mulai dari lapisan teratas:
stratum korneum, startum lusidum, startum granulosum, startum
spinosum, dan stratum basale.

Gambar 3. Lapisan epidermis kulit.

Stratum Korneum
Lapisan kulit yang paling luar. Terdiri dari 20-25 lapis sel tanpa
inti, gepeng, tipis dan mati serta protoplasmanya telah berubah
menjadi keratin (zat tanduk). Pada bagian permukaan, sel-sel ini
terus menerus mengelupas tanpa terlihat. Pada kulit normal

12
pembentukan epidermis dari basal sampai stratum korneum
berlangsung dalam 27 hari (turn over time).
Stratum Lusidum
Merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan
protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin.
Tampak jelas pada telapak tangan dan kaki.

Stratum Granulosum
Terdiri dari 2 3 lapisan sel tanpa inti, dengan sitoplasma
berbutir kasar (terdiri atas keratohialin) dan terdapat inti diantaranya.
Stratum Spinosum
Merupakan lapisan epidermis yang paling tebal dan kuat. Terdiri
dari 4 8 sel poligonal yang dibagian atas menjadi lebih gepeng.
Sel sel ini mempunyai protoplasma yang menonjol dan terlihat
seperti duri-duri. Sel-selnya mengandung banyak glikogen. Diantara
sel-selnya terdapat sel Langerhans.
Stratum Basale
Merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Terdiri dari 1
lapis sel- sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis. Tersusun
palisade (seperti pagar). Sel sel basal mengadakan mitosis dan
berfungsi reproduktif. Pada lapisan basal ini terdapat melanosit yaitu
sel dendrit yang membentuk melanin. Melanin berfungsi untuk
melindungi kulit terhadap pajanan sinar matahari.

13
Gambar 4. Struktur lapisan epidermis: lapisan sel basal mengandung sel
melanosit dan sel-sel yang mengadakan mitosis untuk produksi sel-sel muda
dengan pertumbuhan menuju ke atas.

b. Dermis
Merupakan lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal
daripada epidermis. Terdiri dari 2 bagian:6
1. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah
2. Pars retikulare, yaitu bagian yang menonjol ke arah subkutan, terdiri
atas serabut kolagen, elastin, dan retikulin

c. Subkutis
Merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis. Batas antara sub
kutis dan dermis tidak tegas. Bagian subkutis engandung banyak sel
liposit yang menghasilkan banyak lemak yang disebut panikulus adiposa.
Selain itu, pada subkutis terdapat banyak pembuluh darah, serabut saraf
dan limfe, rambut dan di lapisan atas jaringan ini terdapat kelenjar
keringat.6

14
3.3 Karsinoma Sel Basal
3.3.1 Definisi
Karsinoma sel basal (KSB) adalah tumor ganas berasal dari sel
nonkeratizing yang terletak pada lapisan basal epidermis dengan
berbagai manifestasi klinis pada kulit dengan gambaran morfologi
yang bervariasi dan perluasan tertentu. Metastasis pada KSB jarang
terjadi, namun destruksi lokal dan kerusakan jaringan sering terjadi.
KSB biasanya terlihat datar, meninggi, kemerahan, translusen,
mengkilat dengan ukuran tumor dapat bervariasi.7,8
KSB adalah tumor ganas terbanyak pada palpebra, sekitar 90%
dari semua keganasan pada palpebra. KSB sering berlokasi di
palpebra inferior (50-60%), dekat dengan kantus media (25-30%),
palpebra superior (15%) dan kantus lateral (5%). KSB pada palpebra
biasanya terjadi pada dekade 6 sampai 8, tetapi 15% bisa terjadi
pada umur yang lebih muda.7

3.3.2 Subtipe Karsinoma Sel Basal


Terdapat lima subtipe dari karsinoma sel basal, yaitu nodular
basal cell carcinoma, pigmented basa cell carcinoma, superficial
basal cell carcinoma, morpheaform basal cell carcinoma, dan
fibroepithelioma of pinkus.11
Nodular basal cell carcinoma (NBCC)
NBCC merupakan subtipe terbanyak dari KSB. Subtipe ini
umumnya mengenai bagian yang sering terkena pajanan matahari,
seperti bagian kepala dan leher. Gejala klinis adalah papul atau
nodul yang translusen, warna pucat seperti lilin serta terdapa
talengiektasis. Permukaan nodul mula-mula rata dan membesar
serta membentuk cekungan di tengahnya. Bagian pinggir lesi
menyerupai bintil-bintil seperti mutiara. Nodul mudah berdarah
pada trauma ringan dan terjadi erosi spontan kemudian menjadi
15
ulkus yang terlihat di sentral lesi. Bentuk ulkus seperti kawah,
berbatas tegas, dasar ireguler dan ditutupi krusta. Pada palpasi
teraba indurasi disekitar lesi, berbatas tegas, tidak sakit atau gatal.

Gambar 5. NBCC; tampak pinggir lesi berbintil-bintil dengan gambaran erosi

Pigmented basal cell carcinoma (PBCC)


Gambaran klinis hampir sama dengan NBCC. Lesi berwarna
cokelat atau berbintik-bintik, homogen, dan menyerupai
melanoma. Banyak dijumpai pada orang kulit gelap yang tinggal di
daerah tropis.

16
Gambar 6. PBCC; lesi berwarna cokelat seperti melanoma

Superficial basal cell carcinoma (SBCC)


Gambaran lesi berupa bercak kemerahan dengan skuama halus dan
tepi yang meninggi. Lesi dapat meluas secara lambat, tanpa
mengalami ulserasi. Umumnya multipel, terutama dijumpai pada
badan, kadang-kadang pada leher, dan kepala.

Gambar 7. Gambaran plak eritem, multipel dengan skuama halus pada SBCC

Morpheaform basal cell carcinoma (MBCC)


MBCC merupakan jenis yang jarang ditemukan. Lesi berbentuk
plakat berwarna kekuningan dengan tepi ireguler dan meninggi.

17
Permukaan tampak beberapa folikel rambut yang mencekung
sehingga memberikan gambaran sikatrik. Lesi tertutup krusta yang
melekat erat. Tipe ini jarang mengalami ulserasi. Tepi ini
cenderung invasif ke arah dalam. Tepi ini menyerupai penyakit
morphea atau skleroderma.

Gambar 8. MBCC; gambaran lesi kekuningan dengan tepi meninggi

Fibroephitelioma of pinkus (FEP)


FEP biasanya berbentuk papul pink, keras, bertangkai pendek, dan
permukaannya halus. FEP merupakan subtipe yang jarang
ditemukan.

Gambar 9. Gambaran papul kecil dengan lekukan di sentral pada FEP


3.3.3 Faktor Risiko
Faktor risiko untuk terjadinya karsinoma sel basal berhubungan
dengan faktor lingkungan dan faktor individu itu sendiri. Faktor
18
lingkungan yang utama adalah paparan terhadap radiasi ultraviolet
matahari khususnya UVB, sedangkan faktor risiko interna yang
dianggap berperan adalah adanya instabilitas genetik yang meliputi
mutasi dalam gen repair DNA, defek dalam sintesis asam folat atau
sintesis DNA.7,9
Paparan sinar matahari terutama radiasi ultraviolet merupakan
faktor risiko utama terjadinya karsinoma sel basal. Berdasarkan
sebuah penelitian didapatkan bahwa baik paparan sinar ultraviolet
yang bersifat kontinyu maupun intermiten dapat menyebabkan
karsinoma sel basal. Paparan sinar ultraviolet berkontribusi dalam
perkembangan karsinoma sel basal melalui beberapa jalur, di
antaranya yaitu mutasi DNA dan degradasi folat akibat
photoproduct. Paparan sinar UVB, menginduksi ikatan kovalen
dalam DNA dekat pirimidin, menghasilkan photoproduct lesi dimer
siklodipirimidin (TT) dan pirimidin yang mutagenik apabila tidak di-
repair.8
Jenis kelamin pada laki-laki lebih sering 30-80% dibandingkan
perempuan, kemungkinan disebabkan faktor pekerjaan yang lebih
banyak terkena paparan sinar matahari. KSB dapat terjadi pada
semua jenis kulit namun pada populasi kulit gelap lebih jarang
terjadi dibanding dengan kulit terang. Pada populasi kulit putih, KSB
terdapat sekitar 95%dari seluruh kanker kulit.8

3.3.4 Etiopatogenesis
Etiopatogenesis KSB berhubungan dengan faktor genetik,
lingkungan, dan yang paling sering dipicu oleh paparan sinar
matahari,terutama sinar Ultraviolet B (UVB) yang bergelombang
290 320 nm.9 Faktor genetik yang berperan terdapat pada
kromosom 1 dan satu varian dari setiap kromosom 5, 7, 9, dan 12.1
Varian kromosom tersebut diketahui berhubungan dengan
ketidakmampuan dalam proteksi terhadap paparan sinar matahari,
19
yang mungkin berhubungan dengan faktor risiko tambahan terhadap
paparan sinar matahari yang bersifat heterozigot. Kelainan genetik
yang bersifat homozigot terutama berhubungan dengan pengaturan
sonic hedgehog pathway signaling3, paling sering terjadi pada
sindrom nevoid KSB atau sindrom Gorlin. Hedgehog pathway (HP)
aktif pada perkembangan fetus dan akan berhenti bila jaringan sudah
dewasa. Pada kasus-kasus karsinoma terjadi pengaktifan HP
kembali, dan hal ini juga terjadi pada kasus KSB.
Faktor lingkungan yang diketahui dapat memicu terjadinya KSB
adalah hidrokarbon, arsenik, coal, tar, obat topikal methoxipsoralen,
dan sinar UV. Rangsangan onkogen, kondisi imunosupresif, luka
kronis, dan trauma akut juga terbukti sebagai faktor pencetus
timbulnya tumor kulit, memicu pertumbuhan keratinosit menjadi lesi
seperti KSB.9 Efek radiasi sinar ultraviolet terhadap kulit dapat
bersifat akut dan kronik. Secara klinis, efek akut dari radiasi UV
adalah sunburn inflammation, eritema, nyeri, panas, tanning sintesis
melanin, imunosupresif lokal dan efek sistemik. Kerusakan DNA
yang terjadi akibat pembentukan 6,4-photoproducts seperti
cyclobutane pyrimidine dimmers, diperbaiki dengan nucleotide
excision repair (NER).1 Jika DNA repair gagal dan sel yang
bersangkutan tetap hidup, akan terjadi kerusakan DNA menetap,
berarti telah terjadi mutasi gen yang bersangkutan. Radiasi UV-B
meningkatkan apoptosis keratinosit untuk membunuh sel yang
kerusakan DNA-nya gagal diperbaiki terutama pada daerah yang
aktif mengalami proliferasi pada lapisan basal epidermis, sehingga
kejadian mutasi oleh radiasi UV-B tidaklah mudah terjadi. Jika
mutasi ini mengenai gen yang menyandi sintesis faktor pertumbuhan
(protoonkogen) atau yang menyandi sintesis faktor penghambat
pertumbuhan (tumor supressor gene), maka karsinogenesis sudah
berlangsung.5

20
Sinar UV yang secara kronik mengenai stem cell kulit
menyebabkan photoaging, imunosupresi, dan fotokarsinogen.
Fotokarsinogen melibatkan pembentukan foto produk yang merusak
DNA. Jika DNA repair gagal, maka akan terjadi mutasi
protoonkogen menjadi onkogen atau inaktivasi tumor supressor
gene. Akumulasi mutasi akibat fotokarsinogen termasuk genetic
deletion menyebabkan tidak aktifnya tumor supressor gene yang
menyandi pembentukan protein penghambat proliferasi sel.
Akumulasi mutasi gen inilah yang berperan dalam memicu
terjadinya KSB.9

3.3.5 Penegakkan Diagnosis


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
klinis, dan pemeriksaan histopatologi dari salah satu lesi untuk
menentukan subtipe KSB. Biasanya penderita KSB datang dengan
keluhan bercak hitam di wajah mudah berdarah dan tidak sembuh-
sembuh, atau berupa tahi lalat yang bertambah besar dengan
permukaan tidak rata, dan biasanya terdapat riwayat trauma, serta
dapat disertai dengan rasa gatal atau nyeri. Basalioma harus
dibedakan dengan melanoma nodular dengan penyebaran superfi sial
apabila berpigmen dan dengan ulkus keras yang tidak nyeri seperti
pada karsinoma sel skuamosa. Idealnya dilakukan pemeriksaan
histopatologi lesi. Pemeriksaan penunjang seperti CT scan atau MRI
diperlukan jika ada kecurigaan mengenai tulang atau jaringan
lainnya.10,11

3.3.6 Diagnosis Banding


KSB tipe nodular didiagnosis banding dengan nevus dermal,
karsinoma sel skuamosa, tumor adneksa kulit, dermatofibroma,
sikatrik, dan keratosis seboroik. Untuk KSB berpigmen, diagnosis
bandingnya adalah melanoma nodular, melanoma dengan
21
penyebaran superfi sial, lentigo maligna, blue nevus, compound
nevus, dan tumor adneksa kulit. Diagnosis banding KSB superfi sial
adalah penyakit Bowen, penyakit Paget, melanoma dengan
penyebaran superfi sial, psoriasis, dan eksema. Sedangkan tipe
morpheaform, lesinya menyerupai morphea, sikatrik, dan
trikoepitelioma. Fibroepitelioma Pinkus didiagnosis banding dengan
skin tag, fibroma, dan papillomatous dermal nevus.11

3.3.7 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan karsinoma sel basal yaitu kesembuhan dengan
hasil kosmestik baik karena umumnya karsinoma sel basal terdapat pada wajah.
Selain itu perbaikan fungsional juga harus menjadi perhatian. Terapi dapat
bersifat preventif dan kuratif. Banyak metode pengobatan karsinoma sel basal
yaitu:
A. Preventif
Sinar matahari predisposisi utama terjadi kanker kulit maka diperlukan
diketahui perlindungan kulit terhadap sinar matahari, terutama bagi orang yang
sering melakukan aktifitas di luar rumah dengan cara memakai tabir surya. Tabir
surya yang digunakan adalah dengan SPF yang lebih tinggi (>15-30). Pemakaian
antioksidan dapat berfungsi untuk menetralkan kerusakan atau mempertahankan
fungsi dari serangan radikal bebas. Telah banyak bukti bahwa terpaparnya
jaringan dengan radikal bebas dapat mengakibatkan berbagai gejala klinik atau
penyakit yang cukup serius.
Akibat reaksi oksidatif radikal bebas di DNA menimbulkan mutasi yang
akhirnya menyebabkan kanker. Di antara antioksidan tersebut adalah: betakaroten,
vitamin E, dan vitamin C.
B. Kuratif
Pengobatan KSB dapat digolongkan dalam 2 kelompok, yaitu pembedahan
dan tanpa pembedahan. Pembedahan dapat dilakukan dengan cara eksisi dengan
skapel, bedah mikrografik Mohs, bedah dan bedah beku. Penatalaksanaan tanpa

22
pembedahan dilakukan dengan cara radioterapi, interferon intralesi, kemoterapi,
retinoid dan foto dinamik.1

1. Topikal:
a. Krim 5-fluorourasil (efudex 5%) selama 4 6 minggu, setiap hari
ganti, biasanya untuk kasus kasus multipel , rekurens dan orang
tua. 5-fluorourasil merupakan suatu antimetabolit fluoropirimidin
yang analog dengan nukleosida pirimidin dari aktivitas
antineoplastik. Dalam sintesis DNA metabolit dari 5-fluorourasil
nantinya akan menginhibisi thymidylate synthase, sehingga terjadi
deplesi dari thymidine triphosphate (TTP), yang merupakan 1 dari
4 nukleotida trifosfat yang digunakan pada saat sintesis DNA in
vivo. Hal ini nantinya akan menghambat sel neoplastik.1,5
b. Krim 5% imiquimod. 10 dari 19 karsinoma sel basal tipe nodular
menghilang setelah diterapi dengan imiquimod.5 Imiquimod
merupakan analog nukleosida dari golongan imidazoquinolon.
Obat ini sudah banyak diteliti menghambat pertumbuhan tumor.
Efek biologis terbesar dari imiquimod dihubungkan melalui
aktivititas agonis terhadap toll-like receptors (TLR) 7 dan 8, dan
secara bersamaan mengaktivasi nuclear factor-kappa (NF-kappa
8). Akibatnya, aktivasi ini akan menginduksi sitokin proinflamasi,
kemokin dan mediator lain yang mengarah pada aktivasi antigen-
presenting cells dan sel imun inat lainnya, bahkan meningkatkan
jumlah bentuk awal sel T-helper yang memiliki respon sistem
imun antitumor. Pada akhirnya imiquimod akan menginduksi
apoptosis sel tumor dalam jumlah besar.5
c. Radioterapi
Penyinaran lokal lapangan radiasi tumor dengan 1 2 cm jaringan
sehat di sekelilingnya. Terapi ini biasanya dilakukan apabila
jaringan tumor sullit diangkat atau tindakan operasi tidak dapat

23
dilakukan. Pasien dalam radioterapi akan membutuhkan 15 30
kali radiasi.6

2. Sistemik:
Jika cara lain tak berhasil diberikan bleomycin sebagai ajuvan.1 Walaupun
sangat jarang terjadi KSB dapat bermetastase ke bagian tubuh lain. Terapi
medikamentosa pada pasien dengan metastase adalah menggunakan
vismodegib. Obat ini termasuk dalam derivate siklopamin yang diketahui
dapat menginhibisi hedgehog pathway dalam onkogenesis. Obat ini
dapat menghambat pertumbuhan sel tumor, hingga 30% ukuran lesi. Dosis
yang digunakan satu kapsul vismodegib 150 mg satu kali sehari hingga
didapatkan efek yang dinginkan atau muncul toksisitas. Pengobatan
dengan vismodegib merupakan pengobatan medikamentosa lini pertama
pada KSB yang menyebar atau berulang.14
a. Radioterapi
Penyinaran lokal lapangan radiasi tumor dengan 1 2 cm jaringan
sehat di sekelilingnya. Terapi ini biasanya dilakukan apabila
jaringan tumor sullit diangkat atau tindakan operasi tidak dapat
dilakukan. Pasien dalam radioterapi akan membutuhkan 15 30
kali radiasi.6
3. Pembedahan
a. Bedah eksisi (bedah skalpel)
Bedah eksisi atau bedah skalpel pada KSB dini memberikan
tingkat kesembuhan yang tinggi. Tindakan ini dapat dilakukan
pada kunjungan rawat jalan. Eksisi jaringan tumor biasanya
disertai pengangkatan jaringan yang sehat disekelilingnya. Seperti
pada pemeriksaan biopsy jaringan, setelah spesimen diambil akan
dinilai di bawah mikroskop. Apabila pada jaringan yang tampak
sehat atau normal masih terdapat sel kanker, jaringan di sekitar
tumor yang sehat akan diambil lebih banyak lagi. Bedah eksisi ini

24
merupakan tindakan yang paling sering dilakukan untuk mengobati
karsinoma sel basal.6
b. Bedah beku (cryosurgery)
Bedah beku adalah suatu metode pengobatan dengan menggunalan
bahan yang dapat menunrunkan suhu jaringan tubuh dari puluhan
sampai ratusan derajat. Celcius di bawah nol (subzero). Zat yang
biasanya digunakan adalah nitrogen cair.6,15 Efek yang ingin
dicapai adalah cryonecrosis. Pada bedah beku terjadi destruksi
serta nekrosis sel dalam jaringan dermis dan jaringan di bawahnya
dengan cara pembentukkan kristal es intra dan ekstra sel, akibatnya
terjadi kerusakan membran sel dan perubahan konsentrasi
elektrolit, iskemik, respon immnunolgik selama masa pencarian
Kristal es (thaw period).
c. Bedah Mohs
Terapi ini dikenal dengan nama Mohs Surgery . Berasal dari
nama dokter yang mengembangkan teknik operasi ini, Mohs .
Tindakan ini merupakan tindakan operasi terspesialisasi yang
digunakan untuk mengangkat jaringan kanker kulit. Angka
kesembuhannya merupakan yang tertinggi untuk mengobati basal
sel karsinoma yang sulit untuk disembuhkan dengan tindakan lain.
Tindakan operasi diawali dengan pengangkatan jaringan tumor
disertai dengan sangat sedikit jaringan yang tampak sehat
disekeliling tumor. Kemudian dinilai di bawah mikroskop, apabila
masih tampak sel kanker pada jaringan yang normal, akan diangkat
sedikit lagi jaringan yang sehat hingga pada pemeriksaaan
mikroskop tidak ditemukan sel kanker.6
Indikasi Bedah Mohs pada karsinoma sel basal:
1. Lokasinya terletak anatomi resiko tinggi termasuk bagian
wajah yang tertutup, kulit kepala, anatomi lempeng gabungan,
dan area periorbital atau bulu mata.
2. Tumor berukuran > 2cm
25
3. Histopatologi subtipe agresif
4. Tumor rekuren
5. Eksisi basal sel karsinoma yang belum sempurna
6. Terletak pada kulit dengan riwayat radiasi
7. Pasien dengan imunosupresan pasca transplantasi organ utuh
8. Batas lesi secara klinis sulit ditentukan
9. Keadaan yang membutuhkan konservasi jaringan normal
untuk kepentingan fungsi kulit dan kosmetik
10. Keadaan yang membutuhkan kemungkinan kesembuhan
tertinggi untuk kepentingan fungsi kulit dan komestik
e. Bedah laser.
Ablasi laser dengan karbon dioksida merupakan tindakan yang
sudah digunakan dalam tatalaksana karsinoma sel basal. Terapi ini
biasanya dikombinasi dengan terapi kuretase.

3. Rehabilitatif
Bedah eksisi jaringan tumor karsinoma sel basal, akan meninggalkan
bagian yang tidak tertutup jaringan kulit. Bagian ini akan semakin luas
karena pengangkatan jaringan yang lebih luas untuk memastikan sudah
tidak terdapat sel kanker. Untuk menggantikan jaringan yang hilang dapat
dilakukan skin graft hingga bedah rekonstruksi. Dengan rekurensi yang
tinggi penderita karsinoma sel basal harus rutin melakukan pemeriksaan
kulit seluruh tubuh dan melakukan konseling untuk proteksi dari paparan
sinar matahari.5
Dalam menentukkan cara penatalaksanaan KSB, banyak hal yang harus
diperhatikan, baik dari faktor tumornya maupun pasien. Faktor tumor yang
perlu diperhatikan adalah tipe tumor, ukuran , lokasi, sifat pertumbuhan
dan apakah tumor primer atau rekurens. Sedangkan faktor pasien yang
perlu dipertimbangkan adalah usia, riwayat penyakit lain, faktor psikologis
dan riwayat pengobatan. Pengobatan lebih lanjut setelah pengobatan perlu
dilakukan, untuk mengawasi kemungkinan terjadinya kekambuhan dan
26
kemungkinan adanya tumor baru yang mungkin timbul. Kemungkinan
kambuh berulan dilaporkan 11%-49%.

3.3.8 Prognosis
Pengobatan pada KSB primer memberikan angka kesembuhan
sekitar 95 % sedangkan pada KSB rekuren sekitar 92%. Pengobatan
pada KSB rekuren lebih sulit dari pada KSB primer, dan angka
kekambuhan setelah dilakukan prosedur yang kedua adalah tinggi.
Karsinoma sel basal yang tidak diobati secara menyeluruh dapat
timbul kembali. Semua pengobatan yang telah dilakukan harus terus
dimonitor meningat sekitar 20% dari kekambuhan yang ada biasanya
terjadi antara 6 10 tahun pasca operasi. Rekurensi karsinoma sel
basal setelah follow-up adalah sebanyak 18% untuk kasus eksisi,
10% untuk teraoi radiasi, 40% untuk elektrodesikasi dan kuretasi
(dengan follow-up kurang dari lima tahun). Sedangkan tingkat
rekurensi dengan menggunakan terapi Mohs setelah follow-up lima
tahun adalah antara 3,4% dan 7,9%. Dengan demikian Mohs
mikrografi merupakan terapi pilihan untuk karsinoma sel basal yang
rekuren. 11

BAB IV
ANALISIS KASUS
27
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 48 tahun datang ke poli
mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin pada tanggal 2 Juni 2017 dengan keluhan
utama benjolan pada kelopak mata atas sebelah kiri.
Dari hasil anamnesis didapatkan terdapat benjolan pada kelopak atas mata
kiri sejak 2 tahun. Benjolan sebesar biji kacang hijau, bewarna kuning, semakin
lama semakin besar, nyeri (-). Pasien belum berobat. 6 bulan SMRS, pasien
mengeluh benjolan di kelopak atas mata kiri semakin membesar, tidak mudah
berdarah, rontok pada bulu mata tidak ada, bisa digerakkan, nyeri (-), pandangan
kabur (-). Pasien lalu berobat ke Poliklinik Mata RSUP dr. Mohammad Hoesin
Palembang. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dipikirkan adanya tumor pada
kelopak mata, karena ditemukan adanya masa yang abnormal pada kelopak mata.
Tumor pada kelopak mata dapat dalam kondisi yang jinak (benign) dan ganas
(maligna).
Berdasarkan anamesis tersebut dapat dicurigai adanya suatu keganasan
karena tanda-tanda keganasan pada kelopak mata berupa benjolan berukuran 6x3
mm, makin lama makin besar, tidak nyeri, benjolan tidak mudah berdarah, bulu
mata rontok tidak ada.
Dari ananmesis pasien saat ini berumur 48 tahun. Epidemiologi BCC
merupakan keganasan yang paling sering terjadi pada kelopak mata yaitu 90%,
dan sering mengenai pasien yang berusia 40 dan 79 tahun. Selain itu juga
didapatkan bahwa pasien seorang petani, sehingga sering terpapar dengan sinar
matahari. Sinar Ultra Violet merupakan salah satu faktor predisposisi untuk Basal
Cell Carcinoma (BCC) karena sinar UV dapat mengakibatkan penghambatan
pada perbaikan DNA dan mutasi pada proto-oncogen dan tumor supresor gene.
Adapun faktor risiko lain dari BCC adalah disfungsi imunitas lokal maupun
sistemik, riwayat radiasi dan trauma fokal, kulit kuning langsat, dan terpapar
arsenik. Faktor genetik dan penyakit kongenital juga memegang peranan penting
untuk terjadinya BCC seperti xeroderma pigmentosum, albinisme, rombo
syndrome. Pada pasien ini tidak ditemukan adanya riwayat keluarga yang

28
mengalami BCC, tidak ada faktor disfungsi imunitas, riwayat radiasi ataupun
trauma fokal pada kelopak mata.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan massa di palpebra superior ukuran 6 x 3
mm, bewarna kekuningan, permukaan berdungkul-dungkul, teraba keras, mudah
berdarah, nyeri tekan (+) di margo. Pada BCC terdapat beberapa bentuk gambaran
klinis yaitu nodular basal cell carcinoma, pigmented basa cell carcinoma,
superficial basal cell carcinoma, morpheaform basal cell carcinoma, dan
fibroepithelioma of pinkus. Pada kasus ini disimpulkan bahwa pasien menderita
karsinoma sel basal tipe noduler. Nodular Basal Cell Carsinoma (NBCC)
merupakan subtipe terbanyak dari KSB. Subtipe ini umumnya mengenai bagian
yang sering terkena pajanan matahari, seperti bagian kepala dan leher. Gejala
klinis adalah papul atau nodul yang translusen, warna pucat seperti lilin serta
terdapa talengiektasis. Permukaan nodul mula-mula rata dan membesar serta
membentuk cekungan di tengahnya. Bagian pinggir lesi menyerupai bintil-bintil
seperti mutiara. Nodul mudah berdarah pada trauma ringan dan terjadi erosi
spontan kemudian menjadi ulkus yang terlihat di sentral lesi. Bentuk ulkus seperti
kawah, berbatas tegas, dasar ireguler dan ditutupi krusta. Pada palpasi teraba
indurasi disekitar lesi, berbatas tegas, tidak sakit atau gatal

Tabel. Diagnosis Banding Karsinoma Sel Basal


Variabel Karsinoma sel basal Karsinoma glandula Karsinoma sel
sebasea skuamosa
Jenis Tumor ganas Ganas ganas
Usia Usia pertengahan >70 tahun Usia lanjut
usia tua
Asal Sel basal epidermis Kelenjar sebasea Intra epitelial, didaerah
peralihan epitel
Etiologi Diduga sinar Diduga sinar matahari,
matahari, UVB UVB

Sifat Destruktif lokal, Residif dan metastasis Lokal invasif ke


Metastasis (0,02 -0,1) intraorbita, kelenjar
getah bening regional /
metastasis

Klinis Nodul ulseratif lebih Palpebra superior dan Palpebra inferior :


banyak palpebra terlihat massa bewarna superior = 1,4 : 1
29
inferior kuning yang berisi
lemak
Gambaran Nodul seperti Nodul yang kecil, Tumor ditemukan
klinis mutiara, keras seperti kalazion, tumbuh lambat tanpa
telangiektasis konsistensi kenyal, rasa sakit,dari nodul
pembuluh darah, madarosis, hiperkeratotik berulkus
pseudokapsul pembengkakan, tanpa dapat mengikis jaringan
rasa sakit, masa yang sekitar dan menyebar
indurate atau ulserasi. kelimfonodus regional
melalui sistem limfatik.

Frekuensi Pria > wanita Wanita > pria Pria > wanita

Untuk menegakkan diagnosis karsinoma sel basal yang definitif dan akurat.
Pemeriksaan histopatologi sangat dibutuhkan dan biasanya didapatkan melalui
biopsi eksisional. Bagaimanapun pemeriksaan sitologi telah memberikan alternatif
pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosis selama kunjungan
pertama. Teknik ini telah dilaporkan memiliki akurasi yang cukup baik. Namun
sensitifitasnya dalam mendiagnosis karsinoma sel basal belum diketahui. Selain
pemeriksaan sitologi biopsi, pemeriksaan radiologis, ultrasonografi dan laser
dopler dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis.
Tujuan utama penatalaksanaan adalah eradikasi tumor, mempertahankan
fungsi penglihatan, hasil kosmetik yang baik dan angka penyembuhan yang
tinggi. Tingkat rekurensi yang tinggi menyebabkan harus dilakukannya
penatalaksanaan yang baik. Secara umum terapi berupa eksisi lalu pemeriksaan
sediaan beku untuk memastikan tepi luka eksisi sudah bebas dari tumor atau
dengan pembedahan beku. Ada dua teknik operasi yang dilakuakan, yaitu teknik
lama dan teknik baru. Teknik lama adalah cryosurgery, terapi radiasi,
elektrodesikasi, dan kuret, serta bedah eksisi. Masing-masing metode digunakan
sesuai situasi dan pilihan atau kemampuan dari ahli mata, dengan tingkat
keberhasilan 85%-95%.Teknik baru adalah operasi mikrografi Mohs. Dengan
tingkat keberhasilan pada basal sel karsinoma primer 96% dan pada yang
kambuhan 90%.
Tindakan lain selain operatif adalah radioterapi, namun radiasi diusahakan
untuk tidak dilakukan karena dampak negatif sinar ionisasi bisa menimbulkan

30
dermatitis, keratinisasi konjungtiva, dan keratitis kronis. Radiasi
dikontraindikasikan pada xeroderma pigmentosa, verukaformis,
epidermodisplasia, dan sindroma nevus sel basal. Tindakan terapi lain yang dapat
dilakukan pada tumor basalioma adalah kemoterapi. Sifat kemoterapi yang
diberikan tidak untuk menyembuhkan tetapi membantu menangani lesi
superfisial, lesi di medial kantus, basal sel karsinoma yang kambuh dan invasif,
dan tumor luas yang jika dioperasi akan berakibat deformitas dan kelainan fungsi
kosmetik. Perlu dilakukannya kontrol setelah pengobatan untuk mengawasi
terjadinya kekambuhan dan mendeteksi adanya tumor baru yang mungkin timbul.
Kemungkinan rekurensi pada tumor palpebra dilaporkan antara 11%-49%.
Dianjurkan kontrol tiap 6 bulan selama 3 tahun untuk jenis sklerotik dan tiap
tahun untuk jenis lain.
Prognosisnya baik, pada tumor yang dideteksi secara dini atau eksisi
dengan tepi sayatan bebas tumor sehingga rekonstruksi dapat dilakukan maksimal.
Jarang mengalami kekambuhan tapi kalau terjadi akan cenderung untuk lebih
agresif dan lebih sulit ditangani. Bila tumor masih berlokasi di palpebra dan
lesinya tidak terlalu luas, dapat dilakukan eksisi luas dengan tidak mengorbankan
bola mata. Bila eksisi tumor ini adekuat, dibantu dengan menilai tepi sayatannya
secara potong beku, angka kesembuhan penderita akan meningkat. Pada penilaian
patologi anatomi sebaiknya dinilai juga dasar sayatan. Ini untuk mencegah
tersisanya sel-sel tumor, karena tumor mudah berinvasi kejaringan dibawahnya
yaitu orbita. Bila orbita telah terinvasi sel-sel tumor, konsekuensinya yaitu
jaringan orbita beserta bola mata harus ikut diangkat pada pembedahan (eksentrasi
orbita). Operasi radikal ini harus dilakukan walau visus masih baik, karena
kebutaan tidak dapat dihindari. Bila kondisi penderita buruk dan invasi sel-sel
tumor telah sampai ke kranium, hanya dapat dilakukan radiasi paliatif. Terapi
radiasi ini dapat juga dilakukan pada stadium dini dengan keuntungannya tidak
hilangnya jaringan, tapi kerugiannya yaitu dosis radiasi tidak diterima secara
merata karena palpebra merupakan daerah yang tidak nyata terutama daerah
kantus. Kerugian lain yaitu terbentuknya jaringan fibrotik, sehingga bila kambuh
akan terjadi didalam orbita. Padahal biasanya kekambuhan itu terjadi didaerah
31
sentral atau perifer palpebra. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa
sebaiknya terapi harus dilakukan sedini mungkin pada saat lesi belum terlalu luas,
dan penatalaksanaan eksisi silakukan sesempurna mungkin.
Apabila dibiarkan tanpa terapi, karsinoma sel basal akan membesar dan
dapat menyebabkan peradarahan. Walaupun jarang bermetastasis, karsinoma sel
basal dapat berkembang bahkan sampai ke tulang sehingga menyebabkan
kerusakan akibat destruksi jaringan. Proses ini dapat menyebabkan terbentuknya
ulkus yang dikenal sebagai ulkus rodens. Kurang dari 1% karsinoma sel basal
menyebar ke area lain tubuh, namun setelah diterapi yang biasanya sembuh pada
lebih dari 95% kasus, karsinoma sel basal dapat muncul kembali di lokasi yang
berbeda.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Sukmawati TT, Gabriela R. Diagnosis dan Tatalaksana Karsinoma Sel


Basal. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK
Tarumanegara, 2015. Available on:
http://www.kalbemed.com/Portals/6/07_235CME%E2%80%93Diagnosis
%20dan%20Tatalaksana%20Karsinoma%20Sel%20Basal.pdf (diakses 2
November 2016)

2. Paul RE, Emmet T, Cunningham Jr. Vaughan & Asbury s General


Opthalmology. USA: McGraw Hill, 2011.

3. Aksay DB, Sree HT, Angela G, Michael HR, Harika T, Katherine K,


Nikhil HR. Basal cell carcinoma: a comprehensive review for radiologist.
American Journal of Roentgenology, 2015; 204(2): 132-40. Available on:
http://www.ajronline.org/doi/full/10.2214/AJR.14.13160 (diakses 2
November 2016)

4. American Academy of Ophthalmology. Section 7 Orbits, Eyelids, and


lacrimal System. The Eye M.D Association, 2014.

5. Victor PE. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional. Jakarta:


EGC, 2003.

6. Holden CA, Berth-Jones J. Structure of the Skin. In: Bums T, Breathnach


S, Cox N, Griffiths C, eds. Rook's textbook of dermatology. 8th ed.
Oxford: Blackwell science, 2010.

7. Kavotiner L, Ibrahim, Saleh I. Identification Insertion/ Deletion 6bp of


3 -Untranslated Region Thymidylate Synthase Gene in Orbital Region
Basal Cell Carcinoma. Ophthalmol Ina 41(3): Palembang; 2015.p. 311-5.

8. Khairunnisa A, Ibrahim. Identification of A1286C


Methylenetetrahydrofolate Reductase Gene Polymorphism in Orbital
Region Basal Cell Carcinoma Patients. Ophthalmol Ina 41(2): Palembang;
2015.p. 205-9.

33
9. Franjo G, Gordana Z, Marija K, Larisa PM, Leo C, Vesna P, Tanja B.
Photocarcinogenesismolecular mechanism. Coll Antrol Review, 2007;
31(1): 101-6

10. Bader RS, Santacroce L, Diomede L, Kennedy AS. Basal cell carcinoma
[Internet]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/276624-
overview (diakses 6 November 2016)

11. John AC, David JL, Julia SP. Chapter 115 Basal Cell Carcinoma. In:
Wolff K, Goldswith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ
(editors). Fitzpatrick s Dermatology in General Medicine Volume One 8th
Edition. New York: McGraw Hill; 2012. p. 266-78.

34

Anda mungkin juga menyukai