Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air berasal dari air hujan, air permukaan, air tanah, dan mata air. Namun,
sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan pesatnya industrialisasi di
beberapa wilayah terjadi kesulitan untuk pemenuhan kebutuhan air. Kesulitan
akan kebutuhan air ini terletak pada kuantitasnya, dan pada kualitas air tersebut.
Air yang dibutuhkan manusia adalah air sehat yang memiliki beberapa kriteria di
antaranya bebas dari bakteri, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, dan bebas
dari zat beracun. Kebutuhan air bersih perlu dilakukan proses pengolahan terlebih
dahulu agar air tersebut layak dan aman.
Air juga banyak mendapat pencemaran. Berbagai jenis pencemar air
kebanyakan berasal dari: Sumber domestik (rumah tangga), perkampungan, kota,
pasar, jalan, dan sebagainya.Sumber non-domestik (pabrik, industri, pertanian,
peternakan, perikanan, serta sumber-sumber lainnya).Semua bahan pencemar
diatas secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi kualitas air.
Berbagai usaha telah banyak dilakukan agar kehadiran pencemaran terhadap air
dapat dihindari atau setidaknya diminimalkan. Salah satu cara untuk
meninimalisir kekeruhan di dalam air yang diakibatkan oleh pencemaran yaitu
dengan metode koagulasi dn floakulasi menggunakan koagulan, dosis optimal
koagulan yang harus diberikan dapat ditentuka dengan melakukan percobaan
jartest.
Pelepasan air limbah industri tekstil ke lingkungan tanpa melalui proses
pengolahan terlebih dahulu dapat merusak ekosistem badan air penerima dan
menjadi racun bagi organisme air, bahkan beberapa jenis pewarna diduga bersifat
karsinogen dan membahayakan kesehatan manusia (Pinheiro, et al., 2004;Erdem,
et al., 2005; Babu,et al., 2007; Hameed, 2009). sampai saat ini, teknik adsorpsi
dengan menggunakan berbagai macam adsorben masih merupakan metode yang
paling menguntungkan karena efektifitas dan kapasitas adsorpsinya yang tinggi

1
serta biaya operasionalnya yang rendah (Syafalni, et al., 2012). Karbon aktif yang
didefinisikan sebagai bahan karbon yang telah mengalami proses karbonisasi
untuk meningkatkan porositasnya (Marsh, 1989)dan merupakan salah satu jenis
adsorben yang umum digunakan dalam pengolahan air limbah dinilai sangat
cocok untuk mengurangi zat organik dan warna (Alvares, et al., 2001; Kalderis, et
al., 2008; Ahmad, et al., 2009)

1.1 Tujuan
1. Menganalisis efektifitas penyisihan warna pada air limbah tekstil dengan karbon
aktif.
2. Mencari dosis optimum dari koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jartest
Jar test adalah suatu percobaan yang berfungsi untuk menentukan dosis
optimal dari koagulan (biasanya tawas/alum) yang digunakan pada proses
pengolahan air bersih. Jar Test merupakan proses penjernihan air dengan
menggunakan koagulan, dimana koagulan akan membentuk flok flok dengan
adanya ion ion yang terkandung dalam larutan sampel. Flok-flok ini
mengumpulkan partikel-partikel kecil dan koloid yang tumbuh dan akhirnya
bersama-sama mengendap.

Flok terbentuk dengan bantuan agitasi dari alat agitator. Dengan konsentrasi
dan volume koagulan yang berbeda akan membentuk koagulan yang berbeda dan
tentunya akan menghasilkan tingkat kejernihan yang berbeda. Umumnya
koagulan tersebut berupa Al2(SO4)3, namun dapat pula berupa garam FeCl3 atau
sesuatu poly-elektrolit organis.

Jar test adalah suatu percobaan yang berfungsi untuk menentukan dosis
optimum dari koagulan yang digunakan dalam proses pengolahan air minum.
Apabila percobaan dilakukan secara tepat, informasi yang berguna akan diperoleh
untuk membantu operator instalasi dalam mengoptimalkan proses koagulasi,
flokulasi dan penjernihan. Jar test memberikan data mengenai kondisi optimum
untuk parameter-parameter proses seperti :

Dosis koagulan dan koagulan pembantu.


pH.
Metode pembubuhan bahan kimia (pada atau dibawah permukaan air,
pembubuhan beberapa bahan kimia secara bersamaan atau berurutan).
Kecepatan larutan kimia. Waktu dan intensitas pengadukan cepat dan
pengadukan lambat (flokulasi) e. Waktu penjernihan

3
Metode jar test mensimulasikan proses koagulasi dan flokulasi untuk
menghilangkan padatan tersuspensi (suspended solid) dan zat-zat organik yang
dapat menyebabkan masalah kekeruhan, bau dan rasa. Jar test mensimulasikan
beberapa tipe pengadukan dan pengendapan yang terjadi diclarification plant pada
skala laboratorium. Jar test memiliki variable kecepatan putar pengaduk yang
dapat mengontrol energi yang diperlukan untuk proses.
Ada dua tahap proses dalam pengujian jar test. Jar test dilakukan dengan
menggunakan alat yang disebut floculator. Floculator adalah alat yang digunakan
untuk flokulasi. Berdasarkan cara kerjanya floculator dibedakan menjadi 3 jenis,
yaitu pneumatic, mechanic dan baffle. Floculator pada dasarnya bertugas untuk
melakukan pengadukan lambat supaya jangan sampai mikro flok yang ada
menggumpal (Anonim,2010).
Jar test memberikan data mengenai kondisi optimum untuk parameter-
parameter proses seperti :
Dosis koagulan
pH
Metode pembubuhan bahan kimia
Kepekatan larutan kimia
Waktu dan intensitas pengadukkan cepat dan pengadukan lambat
Waktu penjernihan
Sebagai contoh, jika Jartest dilakukan untuk menetukan dosis optimum
koagulan untuk air baku tertentu, kondisi proses berikut ini harus dibuat sama
pada semua tabung, yaitu : Contoh air baku, Temperature, pH, konfigurasi motor,
konfigurasi tabung, intensitas pencampuran, periode pencampuran, periode
sedimen (Masrun. 1987)

2.2 Isoterm Adsorpsi


Adsobsi adalah pengambilan komponen dari gas atau cairan dengan
penyerapan oleh suatu padatan. Pada penyerapan zat yang diserap menempel pada
permukaan padatan tidak sampai dalam padatan. Kapasitas adsorpsi ini biasanya
kecil, tetapi mampu dan mengambil komponen-komponen yang jumlahnya sangat

4
kecil dari (traces)dari gas atau cairan. Ikatan adsorpsi bisa berupa ikatan fisis atau
ikatan kimia. Proses ion-exchange dapat maupun digolongkan pula kedalam
adsorpsi kimiawi. Pada adsorpsi penjerap permukaan pori-pori padatan. Oleh
karena itu, dalam adsorpsi itu terjadi proses perpindahan massa dan penjerap di
permukaannya (fisis atau kimia). Langkah-langkah yang terjadi pada adsorpsi
menggunakan adsorben padatan pori-pori adalah perpindahan zat dari cairan atau
gas ke permukaan luar butir adsorben, perpindahan massa zat (difusi) dari
permukaan padatan ke bagian dalam padatan melewati cairan/gas dalam pori ke
permukaan dinding pori dan penjerap pada permukaan pori (Sediawan. 2000)
Adsorpsi merupakan penarikan atau pelekatan molekul suatu benda ke
permukaan benda lain, tanpa perubahan kimiawi. Atom atau molekul zat, tersebut
terkonsentrasikan pada bidang pemisah: gas-padat, cair-padat, gas-cair, cair-
cair,dan padat-padat. Semua proses adsorpsi ini disertai fase penurunan free
energy dan entropy. Sehingga proses tersebut bersifat eksotermis. Kebalikan
desorpsi adalah sifat endotermis. Adsorpsi ini dibagi atas 2 macam: 1) Adsorpsi
fisi atau Adsorpsi Waals. 2) Adsorpsi kimia atau Adsorpsi yang diaktifkan.
Beberap zat padat tertentu (misalnya: arang aktif) sangat mudah mengadsorpsi
gas. Butir-butir larutan koloid dapat mengadsorpsi pelarut. Adsorpsi dipakai untuk
menghilangkan warna dalam larutan, dalam penelitian gas. Pada hidrogenasi
minyak dan dalam pemotretan. Pada suhu tetap jumlah molekul dapat diadsorpsi
pada suatu permukaan bergantung kepada tekanan (jika gas) dan konsentrasi (jika
larutan). Hubungan antara banyaknya zat yang diadsorpsi dengan suhu dan
konsentrasi dapat diberikan secara grafik yang dikenal sebagai isoterm adsorpsi
(Shadily. 1973:16-17).
Isoterm adalah ungkapan tentang kesamaan susu bagi titik system atau
fase. Isoterm Serapan Langmuir Freunollich persamaan pertama yang menyetakan
hubungan antara jumlah materi dan diserap dengan konsentrasi materi dalam
larutan: m=kC1/n, m adalah jumlah gram yang diserap per gram penyerap, C
konsentrasi, k dan n adalah zat tetapan (Pudjaatmaka. 2002:341)
Isoterm yang menggambarkan suatu kesetimbangan adsorpsi biasanya tidak
linear. Banyak system mengikuti persamaannya Frendlich sekurang-kurangnya

5
jika konsentrasinya tidak terlalu tinggi. Persamaan ini yang ditemukan pada kahir
tahun 1800-an, suatu persamaan empiris yang tidak diturunkan dari model yang
khusus tetapi kebetulan saja cocok dengan data eksperimen dalam sejumlah kasus.
Persamaan tersebut dapat diberikan dalam bentuk:

C = k C1/2
Dimana C merupakan konsentrasi zat yang terlarut teradsorpsi pada suatu fasa
padat yang berkesetimbangan dengan suatu larutan dengan konsentrasi zat terlarut
CL. Satuan yang biasanya dipakai untuk C adalah milimol zat terlarut per gram
adsorben dan untuk CLmolaritas: k dan n adalah konstanta terlihat bahwa jika n=1
persamaan Frenndlich direduksi ke bentuk pernyataan kesetimbangan lain seperti
hokum Henry atau hokum distribusi Nernst untuk zat terlarut di dalam eksraksi
pelarut, ini umumnya n > 1 dan karena itu grafik C vs C L (disebut isotherm
adsorpsi) menyerupai kurva 2a. Untuk mengevaluasi k dan n kita dapat
mengambil logaritma dari kedua ruas persamaan Freundlich, menghasilkan:

Log C= Log k + ( ) log CL


(Day dan Underwood.2002:526-527)
Hubungan antara jumlah adsorbat yang terjerap dengan konsentrasi adsorbat
dalam larutan pada konsentrasi pada keadaan kesetimbangan dan suhu tetap, dapat
dinyatakan dengan isoterm dan adsorpsi. Model isoterm Freundlich menggunakan
asumsi bahwa zat adsorpsi terjadi secara fisika. Model isotherm Freundlich,
merupakan persamaan empirik yang dinyatakan dengan persamaan:
q= Kf C1/n
dengan Kf dan n merupakan konstanta Freundlich Kf dan n adalah fungsi
suhu dengan persamaan:

Kf= Kf, exp (-kf, 0 T)

dengan , Kf dan Kf, 0 adalah konstanta. Model isotherm Langmuir


menggunakan pendekatan kinetika, yaitu kesetimbangan terjadi bila
kecepatan adsorpsi sama dengan kecepatan desorpsi. Asumsi yang digunakan
pada persamaan Langmuir, adsorpsi secara kimia (Sembodo. 2005).

6
Selama bertahun-tahun adsorben-adsorben yang paling atau sangat lazim
adalah zat padat yang secara kasar dapat dilakukan karakterisasi sebagai polar. Ini
mencakup bahan-bahan organik seperti sukrosa, amilum dan selulosa atau bahan-
bahan anorganik seperti kalsium dan magnesiumkarbonat, gel silica dan
aluminium. Adsorpsi (adsorben-adsorben) seperti itu memperlihatkan afinitas
yang tinggi terhadap zat terlarut polar, terutama jika polaritasdari zat itu terlarut
tersebut rendah. Berdasarkan pengalaman dengan system-sistem sperti itu, mincul
beberapa aturan umum jika semua factor lain sama, semakin polar suatu senyawa
maka semakin kuat senyawa tersebut akan diadsorpsi. Jika factor-faktor lain sama,
berat molekul yang besar kecenderungan untuk mengisi tempat-tempat permukaan
zat terlarut (Day dan Underwood. 2002:528).

7
BAB III
METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Lokasi : Sungai Grogol


Alamat : Jl. Tanjung Duren Raya No.1, RT.3/RW.5, Tj. Duren Sel.,
Grogol petamburan, Kota Jakarta Barat, DKI Jakarta. (Depan
Polsek Tanjung Duren)
Koordinat : S 61025.032 E 1064723.6112
Pukul : 07.00-7.30 WIB

Gambar 3.1.1 Lokasi Pengambilan Sampling

Gambar 3.1.2 Kondisi Sungai.

8
3.2 Alat dan bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Alat yang digunakan
No Nama Alat Ukuran Jumlah
1. Gelas Beaker 500 ml 13 buah
2. Gelas ukur 50 ml 1 buah
3. Batang pengaduk - 1 buah
4. Timbangan analitik - 1 buah
5. Spektrofotometer - 1 buah
6. Jartest - 1 buah
7. Turbidimeter - 1 buah
8. Pipet volumetrik 10 ml 1 buah

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2 Bahan yang digunakan


No Nama Bahan Konsentrasi Jumlah
1. Air Sampel - 300 ml
2. Sampel Limbah 40 ppm 200 ml
3. PAC 1000 ppm -
4. Karbon aktif - -
5. Aluminium foil - -
6. Air Aquadest - -

9
3.3 Cara Kerja

Berikut ini adalah cara kerja untuk Jartest dan Isoterm Adsorpsi

3.3.1 Jartest

1. Ambil air sampel sebanyak 300 ml dan masukkan kedalam 7 gelas


Beaker,
2. Masukkan larutan PAC sesuai dengan volume yang telah ditentukan
kedalam tujuh sampel,
3. Lalukan pengadukan cepat dengan kecepatan 140 rpm selama 2 menit,
4. Kemudian turunkan kecepatan dan lakukan pengadukan lambat dengan
kecepatan 20 rpm selama 18 menit,
5. Diamkan sampel yang telah diaduk selama 10 menit,
6. Kemudian ukur ketujuh sampel dengan menggunakan turbidimetri.

3.3.2 Isoterm Adsorpsi

1. Ambil air sampel limbah dengan konsentrasi 40 ppm dan masukkan


sebanyak 200 ml kedalam 6 gelas Beaker,
2. Masukkan karbon aktif sebesar 0 gr, 0.1 gr, 0.3 gr, 0.5 gr, 0.9 gr, dan
1.2 gr masing masing kedalam 6 gelas kimia,
3. Lakukan pengadukan cepat dengan alat jartest dengan kecepatan 200
rpm selama 30 menit,
4. Saring sampel yang telah diaduk dengan kertas saring Whitman 42,
5. Ukur konsentrasi sampel dengan menggunakan spektrofotometer.

3.4 Metode

3.4.1 Uji Jartest dengan Proses Koagulasi dan Floakulasi

Metode JarTest mensimulasikan proses koagulasi dan flokulasi untuk


menghilangkan padatan tersuspensi (suspended solid) dan zat zat organik
yang dapat menyebabkan masalah kekeruhan, bau, dan rasa. Jar Test

10
mensimulasikan beberapa tipe pengadukan dan pengendapan yang terjadi di
clarification plant pada skala laboratorium. Dalam skala laboratorium,
memungkinkan untuk dilakukannya 6 tes individual yang dijalankan secara
bersamaan. Jartest memiliki variabel kecepatan putar pengaduk yang dapat
mengontrol energi yang diperlukan untuk proses.
Prinsip Jartest Suatu larutan koloid yang mengandung partikel-partikel
kecil dan koloid dapat dianggap stabil bila : Partikel-partikel kecil ini terlalu
ringan untuk mengendap dalam waktu yang pendek (beberapa jam). Partikel-
partikel tersebut tidak dapat menyatu, bergabung dan menjadi partikel yang
lebihbesar dan berat, karena muatan elektris pada permukaan elektrostatis
antara partikel satudengan yang lainnya. Jika pengadukan lambat, pengikatan
akan berlangsung tepat sasaran sehingga flok yang terbentuk juga sedikit dan
akibatnya proses penjernihan tidak maksimal. Demikian halnya jika
pengadukan berlangsung terlalu cepat, maka kemungkinan flok yang terbentuk
akan terurai kembali.
Pengadukan campuran dibagi menjadi 2 berdasarkan kecepatan
pengadukannya yaitu pengadukan cepat dengan kecepatan 120 rpm dan
pengadukan lambat dengan kecepatan 40 rpm. Pengadukan cepat dilakukan
selama 2 menit yang dihitung sejak penambahan koagulan. Pengadukan cepat
ini bertujuan untuk menghasilkan dispersi yang seragam dari partikel-partikel
koloid dan untuk meningkatkan kesempatan partikel untuk kontak dan
bertumbukan satu sama lain. Sedangkan pengadukan lambat dilakukan dengan
waktu pengadukan yang divariasikan mulai dari 5 hingga 25 menit, yang
dimulai tepat setelah pengadukan cepat selesai. Pengadukan lambat ini
berujuan untuk menggumpalkan partikel-partikel terkoagulasi berukuran
mikro menjadi partikel-partikel flok yang lebih besar. Flok-flok ini kemudian
akan beragregasi dengan partikel-partikel tersuspensi lainnya. Pengadukan
pelan akan memperpendek jarak antar partikel sehingga gaya tarik menarik
antar partikel menjadi lebih besar dan dominan dibanding gaya tolaknya, yang
menghasilkan kontak dan tumbukan antar partikel yang lebih banyak dan lebih
sering. Kontak inilah yang menggumpalkan partikel-partikel padat terlarut

11
terkoagulasi berukuran mikro menjadi partikel flok yang lebih besar. Ketika
pertumbuhan flok sudah cukup maksimal massa dan ukurannya flok-flok ini
akan mengendap ke dasar reservoir sehingga terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan
air jernih pada bagian atas reservoir dan lapisan endapan flok yang
menyerupai lumpur pada dasar reservoir (Karamah, 2014).
Beberapa koagulan anorganik yang banyak digunakan dalam pengolahan
air atau limbah cair di antaranya alumunium sulfat (alum), polialumunium
klorida (PAC), besi sulfat (II), besi klorida (II), dan lain-lain. Bahan koagulan
lain yang dapat digunakan selain tawas adalah PAC (Poly Alumunium
Chloride). PAC adalah suatu persenyawaan anorganik komplek, ion hidroksil
serta ion alumunium bertarap klorinasi yang berlainan sebagai pembentuk
polynuclear mempunyai rumus umum Alm(OH)nCl(3m-n) Beberapa
keunggulan yang dimiliki PAC dibanding koagulan lainnya adalah :
PAC dapat bekerja di tingkat pH yang lebih luas, dengan demikian tidak
diperlukan pengoreksian terhadap pH, terkecuali bagi air tertentu.
Kandungan belerang dengan dosis cukup akan mengoksidasi senyawa
karboksilat rantai siklik membentuk alifatik dan gugusan rantai
hidrokarbon yang lebih pendek dan sederhana sehingga mudah untuk
diikat membentuk flok.
Kadar khlorida yang optimal dalam fasa cair yang bermuatan negatifakan
cepat bereaksi dan merusak ikatan zat organik terutama ikatankarbon
nitrogen yang umumnya dalam truktur ekuatik membentuk suatu
makromolekul terutama gugusan protein, amina, amida dan penyusun
minyak dan lipida.
PAC tidak menjadi keruh bila pemakaiannya berlebihan, sedangkan
koagulan yang lain (seperti alumunium sulfat, besi klorida dan fero sulfat)
bila dosis berlebihan bagi air yang mempunyai kekeruhan yang rendah
akan bertambah keruh.

12
3.4.2 Penentuan Isoterm Adsorpsi dengan Absorben Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan senyawa karbon amorph dan berpori yang
mengandung 85-95% karbon yang dihasilkan dari bahan-bahan yang
mengandung karbon (batubara, kulit kelapa, dan sebagainya) atau dari karbon
yang diperlakukan dengan cara khusus baik aktivasi kimia maupun fisika
untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Karbon aktif dapat
mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya
selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan.
Daya serap karbon aktif sangat besar, yaitu 25 sampai dengan 100% terhadap
berat karbon aktif. Karena hal tersebut maka karbon aktif banyak digunakan
oleh kalangan industri, seperti industri minyak, lemak, kimia, dan farmasi.
Dalam satu gram karbon aktif, pada umumnya memiliki luas permukaan
seluas 500-1500 m2, sehingga sangat efektif dalam menangkap partikel-
partikel yang sangat halus berukuran 0.01-0.0000001 mm. Karbon aktif
bersifat sangat aktif dan akan menyerap apa saja yang kontak dengan karbon
tersebut. Dalam waktu 60 jam biasanya karbon aktif tersebut manjadi jenuh
dan tidak aktif lagi. Oleh karena itu biasanya karbon aktif di kemas dalam
kemasan yang kedap udara. Sampai tahap tertentu beberapa jenis karbon aktif
dapat di reaktivasi kembali, meskipun demikian tidak jarang yang disarankan
untuk sekali pakai.( Ningsih, Niken Muliati, 2010)

13
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Pengamatan Insitu
Tabel 4.1 Pengamatan Insitu
No. Nama Pengukuran Hasil Gambar
1. Cuaca Lokasi Cerah

2. Suhu Lokasi 25C

3. Suhu Sampel 22C

5. Bau Air Tidak sedap

6. Tampak warna Air Keruh

7. Kedalaman sungai 1,8 m

8. Debit 0,36 m3/s

4.1.2 Pengamatan Eksitu

Tabel 4.2 Pengamatan Eksitu


No. Parameter Gambar Keterangan

1. DO 5,54 mg/l

14
No. Parameter Gambar Keterangan

2. DHL 443 umhos/cm

3. pH 7,35

4.
Kekeruhan 43,4 NTU

Sebelum mengalami
pengadukan

Setelah mengalami
5. Jartest pengadukan

Gelas 0 ppm :
38,3 NTU

15
No. Parameter Gambar Keterangan

Gelas 5 ppm :
28 NTU

Gelas 10 ppm :
26,5 NTU

Gelas 15 ppm :
23,4 NTU

Gelas 20 ppm :
13,69 NTU

Jartest

Gelas 30 ppm :
7,73 NTU

Gelas 60 ppm :
2,81 NTU

16
No. Parameter Gambar Keterangan

Setelah mengalami
pengadukan

Setelah disaring dengan


filter
6. Isotherm
Adsorpsi
ABS :
0 gr = 0,106
0,1 gr = 0,031
0,3 gr = 0,035
0,5 gr = 0,025
0,9 gr = 0,024
1,2 gr = 0,017

4.2 Perhitungan
4.2.1 Jartest
Tabel 4.2.1 Konsentrasi terhadap Kekeruhan
C (ppm) Kekeruhan (NTU)
0 38,3
5 28
10 26,5
15 23,4
20 13,69
30 7,73
60 2,81

17
Kurva Kalibrasi Jartest
45
40
35
Kekeruhan (NTU)

30
25
20
y = -0.5626x + 31.313
15
R = 0.8262
10
5
0
-5 0 10 20 30 40 50 60 70
C (ppm)

Grafik 4.2.1 Kurva kalibrasi Jartest


Diketahui :
a : 31,31
b : -0,562
R2 : 0,826
Jadi, y = a + bx
y = 31,31 + 0,562 x

4.2.2 Isoterm Absorbsi


Tabel 4.2.2 Konsentrasi terhadap Absorbansi
C (ppm) ABS
0 0
2 0,012
5 0,018
10 0,04
20 0,083
30 0,116

18
Kurva Kalibrasi Isoterm
0.14
0.12
y = 0.0039x + 0.0014
0.1 R = 0.9964
0.08
Abs

0.06
0.04
0.02
0
0 5 10 15 20 25 30 35
C

Grafik 4.2.2 Kurva kalibrasi Isoterm

Diketahui :
a : 1,366 x 10-3
b : 3,892 x 10-3
R2 : 0,996
Jadi, y = a + bx
y = 1,366 x 10-3 + 3,892 x 10-3 X

Konsentrasi Akhir Zat Warna :


1. Diketahui :
Abs 0 gr = 0,106
y = 1,366 x 10-3 + 3,892 x 10-3 X
Jadi,

0,106 = 1,366 x 10-3 + 3,892 x 10-3 X


X = 26, 884 ppm

2. Diketahui :
Abs 0,1 gr = 0,031
y = 1,366 x 10-3 + 3,892 x 10-3 X
Jadi,
0,031 = 1,366 x 10-3 + 3,892 x 10-3 X
X = 7,6140 ppm

19
3. Diketahui :
Abs 0,3 gr = 0,035
y = 1,366 x 10-3 + 3,892 x 10-3 X
Jadi,
0,035 = 1,366 x 10-3 + 3,892 x 10-3 X
X = 8,6418 ppm

4. Diketahui :
Abs 0,5 gr = 0,025
y = 1,366 x 10-3 + 3,892 x 10-3 X
Jadi,
0,025 = 1,366 x 10-3 + 3,892 x 10-3 X
X = 6,0724 ppm

5. Diketahui :
Abs 0,9 gr = 0,024
y = 1,366 x 10-3 + 3,892 x 10-3 X
Jadi,
0,024 = 1,366 x 10-3 + 3,892 x 10-3 X
X = 5,8155 ppm

6. Diketahui :
Abs 1,2 gr = 0,017
y = 1,366 x 10-3 + 3,892 x 10-3 X
Jadi,
0,017 = 1,366 x 10-3 + 3,892 x 10-3 X
X = 4,0169 ppm

20
Tabel 4.2.3 Isoterm
No m (gr) Konsentrasi Selisih X X/m C/X/m Log Log C
Smpl Zat Warna X/m
Awal Akhir
1 0 40 40 0 0 0 0 0 0
2 0,1 40 7,6140 32,386 6,4772 64,772 0,5 1,81 1,510
3 0,3 40 8,6418 31,3582 6,271 20,903 1,5 1,32 1,4963
4 0,5 40 6,0724 33,9276 6,785 13,57 2,5 1,132 1,530
5 0,9 40 5,8155 34,1845 6,836 7,5955 4,5 0,88 1,5431
6 1,2 40 4,0169 35,9831 7,1966 5,997 6 0,777 1,556

Kurva Freundlich

Tabel 4.2.3 Hubungan Log C terhadap Log x/m


Log C Log X/m
0 0
1,510 1,81
1,496 1,32
1,53 1,132
1,543 0,88
1,55 0,77

Kurva Kalibrasi Isoterm Freundlich


2
1.8
1.6
1.4
1.2
Log X/m

y = 0.6486x + 0.0324
1 R = 0.3062
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 0.5 1 1.5 2
Log C

Grafik 4.2.3 Kurva kalibrasi Isoterm Freundlich

21
Diketahui :
a : 0,0201
b : 0,7605
Jadi, y = 0,0201 + 0,7605 X
Persamaan :
Y = a + bx
Log x/m = log K + 1/n log C
Jadi,

Log K = a
Log K = 0,0201
K = 1,047

1/n = b
1/n = 0,7605
n = 1,3149

Kurva Langmuir
Tabel 4.2.4 Hubungan C terhadap C/x/m
C Log C/x/m
0 0
32,386 0,5
31,3582 1,5
33,927 2,5
34,184 4,5
35,983 6

22
Kurva Kalibrasi Isoterm Langmuir
7
6
5
4 y = 0.1032x - 0.386
C/X/m

3 R = 0.3683
2
1
0
-1 0 10 20 30 40
C

Grafik 4.2.4 Kurva kalibrasi Isoterm Langmuir


Diketahui :
a : -0,3924
b : 0,1033
Jadi, y = -0,3896 + 0,1033 X
Persamaan :
Y = a + bx
C/x/m = l/ (x/m) max K + 1 x C / (x/m)max
Jadi,

1/(x/m)max = a
1/(x/m)max = 0,1033
(x/m)max = 9,6805

1/(x/m)maxK = b
1/9,6805 K = -0,3924
K = -0,2658

23
4.3 Pembahasan
Pengambilan sampel dilakukan di dekat Polsek Tanjung Duren, Jakarta Barat.
Pengambilan sampel diambil dari atas jembatan, pada pagi hari pukul 07.00 WIB
dan keadaan cerah dan panas. Dari pengamatan secara insitu praktikan melihat air
sungai berwarna hijau dan keruh, ditemukan banyak sampah yang mengapung
disungai baik sampah organik seperti ranting pohon, maupun sampah anorganik
seperti bungkus plastik, botol minuman dan barang-barang rumah tangga
lainnya.Dari pengukuran insitu yang dilakukan pada lokasi sampel didapatkan
suhu air sungai yaitu 25C. Air pada lokasi pengambilan sampel sangatlah keruh,
berwarna hijau, dan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Banyak sampah yang
mengapung pada badan air, dan beberapa bintik sungai pada permukaan air. Air
hampir tidak mengalami pergerakan atau aliran. Sehingga debit yang terhitung
adalah sebesar 0,36 m3/detik. Lalu pengamatan secara eksitu dilakukan untuk
mengetahui dosis optiman koagulan untuk menghilangkan kekeruhan dengan
metode jartest, dan melakukan pengamatan eksitu limah cair tekstil dengan
metode isotherm adsorpsi.
4.3.1 Jartest
Pada praktikum ini digunakan koagulan PAC (Poly Aluminium
Chloride) yang memiliki konsentrasi 1000 ppm, uji jartest dilakukan dengan
menggunakan sampel air sungai sebanyak 300 ml dengan penambahan
konsentrasi koagulan 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 60 ppm.
Dari grafik dapat kita lihat bahwa terjadi penurunan kekeruhan hingga
mencapai kekeruhan yang paling rendah yang menunjukkan semakin besar dosis
pembubuhan PAC.Terlihat telah terjadi perbaikan kekeruhan dimana kekeruhan
setelah dilakukan penambahan PAC (Poly Aluminium Chloride) dan uji jartest
lebih rendah dibandingkan kekeruhan awal yang dimana kekeruhan awal yaitu
38,3 dan kekeruhan setelah ditamahkan PAC semakin menurun sesuai dengan
semakin besarnya dosis PAC yang diberikan. Berdasarkan pada grafik tersebut
maka konsentrasi PAC (Poly Aluminium Chloride) 60 ppm dengan kekeruhan
2,81 merupakan konsentrasi efektif untuk menurunkan kekeruhan pada air. Dosis
PAC yang diberikan haruslah dapat menurunkan kekeruhan agar sesuai dengan

24
baku mutu yang telah ditetapkan. Namun perlu diingat bahwa tidak seluruh
kekeruhan akan dihilangkan dalam air. Hal ini disebabkan jika digunakan dosis
optimum jartest sehingga dihasilakn kekeruhan yang paling kecil pastilah biaya
yang diperlukan untuk proses pembubuhan akan mahal sehingga pada umumnya
dosis koagulan yang dibubuhkan adalah bukan pada kekeruhan yang paling
rendah namun pada saat kekeruhan yang dihasilkan adalah kurang dari atau sama
dengan 5 NTU. Hal ini disebabkan karena pada kekeruhan tersebut merupakan
baku mutu untuk kekeruhan pada air minum menurut PERMENKES No 492
Tahun 2010. Dengan demikian dosis pembubuhan PAC tidak perlu sampai
menghasilkan kekeruhan paling rendah namun cukup saat kekeruhannya sesuai
dengan baku mutu.
4.3.2 Isoterm Adsorpsi
Pada praktikum ini dilakukan unruk menentukan isotherm adsorpsi
dengan menggunakan absorben karbon aktif dengan metode jartest yang akan
diukur dengan metode spektrofotometri. Adsorben yang digunakan untuk
praktikum ini ialah karbon aktif yang merupakan suatu adsorben yang sangat
baik dan bentuknya yang berupa serbuk dapat menyebabkan besarnya
adsorpsi yang terjadi karena memiliki permukaan yang luas . hasil dari
percobaan adsorpsi pada umumnya dinyatakan dalam bentuk isotherm adsorpsi.
Percobaan ini terdiri dari lima perlakuan dosis karbon aktif ( 0,1 ; 0,3 ; 0,5 ; 0,9 ;
1,2 gr) dan satu perlakuan lama pengadukan yaitu 30 menit. Volume sampel
limbah cair tekstil yang digunakan pada masing masing satuan percobaan
sebanyak 200 ml, sedangkan kecepatan pengadukan yang digunakan sebesar 200
ppm. Kesetimbangan kapasitas adsorpsi pada kesetimbangan ditentukan dengan
persamaan isotherm Freudlinch dan Langmuir.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa efektifitas penyisihan warna
tertinggi yaitu konsentrasi akhir 8,6418 ppm terjadi pada dosis karbon aktif 0,3 gr
dengan lama pengadukan 30 menit, sedangkan yang terendah yaitu konsenttrasi
akhir sebesar 4,0169 ppm terjadi pada dosis karbon aktif 1,2 gr dengan lama
pengadukan 30 menit. Pada penelitian ini kesetimbangan adsorpsi juga tercapai
dalam waktu 30 menit dengan ditandai terjadinya efektifitas penyisihan warna

25
optimum pada dosis karbon aktif 0,1 gr, dan 0,3 gr masing-masing sebesar 7,6140
ppm dan 8,6418 ppm yang kemudian turun menjadi 6,0724 ; 5,8155 dan 4,0169
pada lama pengadukan 300 menit. Kondisi ini menunjukkan bahwa lama
pengadukan efektif untuk adsorpsi warna pada limbah cair tekstil dengan karbon
aktif adalah 30 menit, karena proses pengadukan yang berlangsung dalam waktu
yang terlalu lama dapat menyebabkan ikatan antara adsorbat dan karbon aktif
yang telah terbentuk akan terlepas kembali. Dengan efektifitas penyisihan warna
tertinggi terdapat pada konsentrasi akhir 8,6418 ppm, maka dapat dikatakan
bahwa efektifitas penyisihan warna pada limbah cair dengan adsorpsi karbon
aktif terjadi pada 0,3.

Gambar 4.2.3 menunjukkan plot linier (log C terhadap log X/m) dari
Isoterm Freundlich. Kuantitas x/m merupakan jumlah zat terlarut yang teradsorpsi
per-satuan berat adsorben dan C adalah konsentrasi zat terlarut yang tersisa dalam
larutan pada kesetimbangan. Dari Gambar 2 (a) diketahui bahwa koefisien
korelasi (R) sebesar 0,306 dengan nilai slope 0,7605 dan intersep 0,0201. Nilai
tetapan Freundlich (K dan n) adsorpsi warna pada limbah cair tekstil oleh karbon
aktif dapat dilihat bahwa nilai K (kapasitas adsorpsi) sebesar 1,047 mg/g
menunjukkan bahwa kinerja adsorpsi multilayer dari adsorbat pada permukaan
luar adsorben cukup signifikan, Nilai K adalah nilai yang paling menentukan
dalam kapasitas adsorpsi. Sedangkan 1 /n (intensitas proses adsorpsi) sebesar
1,3149 l/g menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi mengalami penurunan seiring
dengan penambahan waktu kontak setelah mengalami kesetimbangan dengan nilai
1 /n >1.
Plot linier nilai adsorpsi spesifik (Log C/x/m) terhadap konsentrasi
kesetimbangan (C) pada Gambar 4.2.4 dengan koefisien korelasi (R) sebesar
0.368, nilai slope 0,1033 dan intersep -0,3896 menunjukkan bahwa pola adsorpsi
warna oleh karbon aktif lebih cenderung mengikuti model Isoterm Langmuir.
Nilai (x/m)max (kapasitas adsorpsi) sebesar 9,6805 mg/g menunjukkan bahwa
kinerja adsopsi monolayer dari adsorbat pada permukaan luar adsorben lebih
signifikan, sedangkan nilai K (energi adsorpsi) sebesar -0,2658 l/g menunjukkan

26
bahwa energi adsorpsi mengalami penurunan seiring dengan penambahan waktu
kontak setelah mengalami kesetimbangan dengan nilai Ka< 1.
Berdasarkan hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa efektifitas
penyisihan warna pada limbah cair tekstil dengan menggunakan karbon aktif
komersil Pola adsorpsi warna oleh karbon aktif pada penelitian ini lebih
cenderung mengikuti model Isoterm Langmuir dengan kapasitas adsorpsi
maksimum sebesar 9,6805 mg/g. Untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi dan
efektifitas penyerapan warna pada limbah cair tekstil dengan menggunakan
karbon aktif perlu diperhatikan kondisi pH operasi dan konsentrasi zat pencemar
lain yang ada dalam limbah.

27
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan dan perhitungan diatas maka dapat ditarik


kesimpulan bahwa :

1. Konsentrasi PAC (Poly Aluminium Chloride) 60 ppm dengan kekeruhan


2,81 merupakan konsentrasi efektif untuk menurunkan kekeruhan pada
air.
2. Kekeruhan yang dihasilkan adalah kurang dari atau sama dengan 5
NTU sesuai dengan baku mutu PERMENKES No 492 Tahun 2010.
3. Dosis pembubuhan PAC tidak perlu sampai menghasilkan kekeruhan
paling rendah namun cukup saat kekeruhannya sesuai dengan baku
mutu.
4. Efektifitas penyisihan warna tertinggi yaitu konsentrasi akhir 8,6418
ppm terjadi pada dosis karbon aktif 0,3 gr dengan lama pengadukan 30
menit.
5. Nilai K (kapasitas adsorpsi) sebesar 1,047 mg/g menunjukkan bahwa
kinerja adsorpsi multilayer dari adsorbat pada permukaan luar adsorben
cukup signifikan.
6. Sedangkan 1 /n (intensitas proses adsorpsi) sebesar 1,3149 l/g
menunjukkan kapasitas adsorpsi mengalami penurunan.
7. Efektifitas penyisihan warna pada limbah cair tekstil dengan karbon
aktif lebih cenderung mengikuti model Isoterm Langmuir dengan
kapasitas adsorpsi maksimum sebesar 9,6805 mg/g.

28
DAFTAR PUSTAKA

Margaretha. Rizka Mayasari, dkk. 2012. Pengaruh Kualitas Air Baku Terhadap
Dosis Dan Biaya Koagulan Aluminium Sulfat Dan Poly Aluminium
Chloride (file:///D:/Users/User/Downloads/30-93-1-PB.pdf. Diakses pada
4 Juni 2017)

Kristijarti,A Prima. Merieanna, dkk. 2013. Penentuan Jenis Koagulan Dan Dosis
Optimum Untuk Meningkatkan Efisiensi Sedimentasi Dalam Instalasi
Pengolahan Air Limbah Pabrik Jamu X.
(http://journal.unpar.ac.id/index.php/rekayasa/article/viewFile/231/216.
Diakses pada 4 juni 2017)

Noviani, Hardina. 2012. Analisis Penggunaan Koagulan Poly Aluminium


Chloride (PAC) Dan Kitosan Pada Proses Penjernihan Air Di PDAM
Tirta Pakuan Bogor.
(http://perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Skripsi%20Hardina%20Novian
i.pdf. Diakses pada 4 juni 2017)

Manurung, Tambak, dkk. 2012. Efektivitas Biji Kelor (Moringa oleifera) Pada
Pengolahan Air Sumur Tercemar Limbah Domestik. Dalam Jurnal Ilmiah
Fakultas Teknik LIMITs. Vol 8, No.1: 37-41.
Karamah, Eva Fathul, dan Andrie Oktafauzan Lubis. 2007. Pralakuan Koagulasi
Dalam Proses Pengolahan Air Dengan Membran: Pengaruh Waktu
Pengadukan Pelan Koagulan Alumunium Sulfat Terhadap Kinerja
Membran. Program Studi Teknik Kimia Departemen Teknik
Gas&Petrokimia. Universitas Indonesia. Depok.
Ningsih, Niken Muliati. 2010. Isoterm Adsorpsi. Makassar ( diakses pada tanggan
21 September 2012 )

29
30

Anda mungkin juga menyukai