Shalat Jenazah
Shalat Jenazah
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Shalat Jenazah merupakan salah satu praktik ibadah shalat yang dilakukan umat
Muslim jika ada Muslim lainnya yang meninggal dunia.
Shalat jenazah hukumnya fardhu kifayah bagi semua orang muslim yg hidup. Jika
telah dikerjakan oleh satu orang sekalipun maka gugurlah kewajibannya dari yg lain.
Salat ini mempunyai beberapa syarat rukun dan sunnah serta keutamaan
sebagaimana akan kami sebutkan. Dari Salamah bin Al-Akwa:
:
:
. .
Dari Salamah bin Al-Akwa,pada suatu saat kami duduk-duduk dekat Nabi
Saw.Ketika itu dibawa seorang mayat, beliau berkata kepada kami, shalakanlah
teman kamu.(riwayat Bukhari)
Siapa yang mengantar jenazah dan menyalatinya, maka baginya satu qirath. Siapa
mengantar jenazah samapai selesai (proses pemakaman), maka baginya dua qirath.
2
Yang paling kecil adalah seperti gunung Uhud atau salah satu dari keduanya adalah
seperti gunung Uhud.
Ibnu Umar lalu mengirim Khabab kepada Aisyah untuk menanyakan kebenaran
perkataan Abu Hurairah tersebut. Ketika kembali dari rumah Aisyah, Khabab
bercerita bahwa apa yang dikatakan Abu Hurairah itu benar. Mendengar apa yang
dikatakan Khabab, Ibnu Umar berkata, sungguh kami telah kehilangan banyak
kesempatan untuk mendapatkan beberapa qirath.
Dari Abdullah bin Abbas, bahwa seorang putranya meninggal di Qalid atau Usfan
dan yang menyalatinya sebanyak empat puluh orang , Rasullah bersabda :
,
.
,
Tidaklah seorang muslim mati lalu jenazahnya di shalatkan empat puluh orang
laki-laki yang tidak menyekutukan Allah, melainkan Allah memberikan syafaat
kepadanya lantaran mereka.
Shalatnya jenazah sebagaimana redaksi shalat lainnya. Shalat jenazah juga memilki
beberapa syarat sebagaimana syarat dalam melaksanakan shalat fardhu yaitu :
3
Yang membedakan shalat jenazah dengan shalat fardhu adalah bahwa shalat jenazah
tidak terikat waktu, shalat jenazah dilakukan kapan saja ketika jenazah tiba, bahkan
dalam waktu yang dilarang pun dapat melaksankan shalat jenazah, menurut Imam
Abu Hanifah dan Syafii. Menurut Imam Ahmad, Ibnu Mubarok dan Ishak
berpendapat bahwa melaksanakan shalat jenazah saat matahari terbit, tepat berada
diatas dan saat tenggelam, hukummnya makruh kecuali jika tubuh dikhawatirkan
akan membusuk.
1. Niat
Niat letaknya ada dalam hati, karenanya melafalkan niat disyariatkan. Jadi tidak
diharuskan membaca bacaan shalat jenazah.
Dalam pandangan mayoritas ulama, berdiri merupakan bagian dari rukun shalat
jenazah. Maka, jika ada yang melakukan shalat jenazah dalam keadaan duduk maka
shalatnya tidak sah, karena ia tidak memenuhi salah satu dari rukun shalat, yaitu
berdiri. Pendapat ini sesuai dengan pandangan Abu Hanifah, Syafii dan Abu Tsaur.
Dan dalam hal ini, tidak ditemukannya adanya perbedaan pendapat.
Pada saat berdiri hendaknya tangan kanan menggenggam tangan kiri. Ada juga yang
mengatakan tidak perlu. Tetapi sebagian besar lebih banyak menerima pendapat
yang pertama.
4
3. Takbir sebanyak empat kali.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah Hadist yang bersumber dari Jabir
ra, bahwasanya Rasulullah SAW melakukan shalat jenazah raja Najasyi dengan
emapt takbir. Tirmizi berkata, shalat dengan 4 takbir merupakan amalan yang
dilakukan para sahabat dan yang lain dengan melihat Rasulullah melakukan shalat
jenazah dengan takbir empat kali. Pendapat ini dikemukakan oleh Syafan, Malik,
Ibnu Mubarak, SyafiI, Ahmad dan Ishak.
Mengankat dua tangan saat shalat jenazah kecuali hanya pada takbir
pertama.Karenanya, takbir diberlakukan hanya pada saat takbiratul ihram, kecuali
jika berpindah dari rukun satu ke rukun lain sebagaimana yang berlaku dalam shalat
selain shalat jenazah. Sementara untuk shalat jenazah tidak dikenal takbiratul intiqal
(takbir yang menandakan perpindahan antara satu rukun dengan rukun yang lain).
4. Membaca Al-Fatihah
Tidaklah sah jika shalat jenazah tidak membaca surat Al-Fatihah (menurut ahli
hadist).
Imam syafii berkata, sebagaimana yang tercantum dalam musnadnya, dari Abu
memberitahukan kepadanya bahwa yang disunahkan dalam melaksanakan shalat
jenazah adalah hendaknya imam takbir, lalu diiringi dengan membaca al-Fatihah
setelah takbir yang pertama. Setelah itu membaca shalawat kepada Rasulullah saw.
Dan membaca doa untuk jenazah pada takbir selanjutnya yang disertai dengan
keikhlasan.
5
Ya Allah,
ampunilah (dosanya), sayangilah dia, maafkanlah (kesalahannya), muliakan
tempatnya, luaskan jalan masuknya, mandikan ia dengan air dan embun, bersihkan
dirinya dari segala kesalahan sebagaimana baju putih yang telah dibersihkan dari
segala kotoran, gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik dan gantilah
keluarganya dengan keluarga yang lebih baik dan gantilah pasangannya dengan
pasangan yang lebih baik, juga selamatkan dari fitnah kubur dan siksa neraka.
Meskipun sudah membaca setelah takbir ketiga, berdoa setelah takbir keempat juga
dianjurkan. Hal ini berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan Imam dari Abdullah
bin Aufa.Imam syafii berkata, setelah takbir keempat, hendaknya orang yang shalat
membaca doa,
Ibnu Abu Hurairah berkata, orang-orang masa dulu setelah takbir keempat sering
kali membaca.
Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: Ya Tuhan kami, berilah kami
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka
inilah doa yang sebaik-baiknya bagi seorang muslim.(Al- Baqarah;201).s
8. Salam
Ibnu Masud berkata, salam dalam shalat jenazah sama halnya dengan salam dalam
shalat yang lain. Adapun lafal salam yang paling sederhana adalah as-
Salamualaikum Warahmatullahhiwabarakatuh.
6
F. Cara Menyalati Jenazah
Posisi imam saat menyalati jenazah perempuan dan lelaki. Diantara cara yang
diajarkan Rasulullah saw. Bagi imam dalam meyalati jenazah lelaki adalah
hendaknya berada persis di bagian kepala jenazah. Dan untuk jenazah perempuan,
hendaknya imam berada di bagian tengah (perut).
Sebagai landasan atas hal ini adalah sebuah hadits yang bersumber dari Anas
ra.bahwasanya ada seseorang yang melakukan shalat tepat dibagian kepalanya.
Setelah jenazahnya dipangkat, kemudian di datangkan dengan jenazah perempuan
dan ia merubah posisinya tepat di bagian tengah jenazah.(HR Ahmad, Abu Daud,
Tirmidzi, Ibnu Majah).
Syahid adalah orang yang meninggal dunia ditangan-tangan orang-orang kafir saat
peperangan. Ada beberapa hadits yang dengan jelas menyatakan bahwa orang yang
syahid tidah perlu dishslati. Di antaranya adalah;
Adapun juga beberapa hadist yang menjelaskan bahwa jenazah para syuhada tetap
dishalati. Di antaranya adalah:
7
layaknya orang yang sedang berpamitan baik kepada orang yang masih hidup
ataupun orang yang sudah meninggal dunia.
2. Dari Abu Malik al-Ghifari, ia berkata, mereka yang terbunuh pada saat
perang Uhud sebanyak sembilan orang, sepuluh dengan Hamzah. Mereka
dihadapkan kepada Rasulullah saw.lalu di datangkan sembilan jenazah yang
lain, sementara jenazah Hamzah dibiarkan pada tempat semula.
H. Analisis
Dengan melihat kontrakdisi pada masalah hukum menyalati orang yang mati Syahid
itu menurut analisis kami kedua-duanya baik dilakukan, karena baik menyolati
maupun tidak menyolati, kedua-duanya memiliki dasar yang bersumber dari
rasullullah saw.kami berpegang dari riwayat Ibnu Hazm yang menyatakan
bahwasannya boleh dilakukan dan boleh ditinggalkan. Jika ia menyolatkan orang-
orang yang gugur dalam peperangan. Ini juga salah satu riwayatkan dari Ahmad,
dan dinilai benar oleh Ibnu al- Qayyim.
Pendapat ini mengompromikan nash-nash yang shahih. Selain itu dalam kitab Al-
Umm, Imam Syafii menyatakan bahwasannya ada beberapa hadist yang seakan-
akan hadist ini mutawatir, bahwa Rasulullah saw.tidak menyolati mereka yang
syahid di perang uhud. Adapun hadist yang berasal dari Uqbah bin Amir, bahwa
peristiwa tersebut terjadi setelah delapan tahun berlalu. Lebih lanjut Imam Syafii
berkata: seakan-akan rasulullah saw. Mendoakan saat itu mendoakan dan meminta
ampuna untuk mereka setelah beliau akan wafat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa menyolatkan dan tidak menyolatkan orang yang mati
syahid ssemuanya boleh dilakukan sesuai kehendaknya.
8
BAB III
PENUTUP
Shalat Jenazah merupakan salah satu praktik ibadah shalat yang dilakukan
umat Muslim jika ada Muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan
shalat jenazah ini adalah fardhu kifayah. Artinya apabila sebagian kaum muslimin
telah melaksanakan pengurusan jenazah orang muslim yang meninggal dunia, maka
didak ada lagi kewajiban kaum muslim yang lainnya untuk melaksanakan
pengurusan jenazah tersebut. Kemudian shalat jenazah sudah ada syarat dan rukun-
rukunnya yang berpegang pada dasar-dasar sunnah Rasulullah saw. Selain itu bahwa
menyolatkan jenazah yang matinya syahid boleh dan tidak disholatkan karena
Rasulullah pernah mengerjakan kedua-duanya, pernyataan ini didasarkan pada
hadist-hadist yang ada, kemudian telah diamati bahwa nash-nashnya shahih
9
DAFTAR PUSTAKA
www.wikipedia.com
www.pexaholic.blogspot.com
www.remo-xp.com
Al-Jurawi, Ali Ahmad. Hikmah al-Tasyri wa Falsafatuh, vil. II. Cairo: Al-
Yusufiyah, 1931
Al-Suyuti. Al-Jami' al-Shagir, vol. I dan II. Cairo: Mustafa al-Babi al-
Habibi wa Auladuh, s.a.
10