Kelompok :4
Pembahasan :
Dengan menentukan arah positif dari perpindahan kalor terhadap sistem, peningkatan
entropi dari sistem bereaksi ataupun tidak bereaksi adalah :
/ .(1)
Sistem dan lingkungannya membentuk sistem adiabatis, sehingga untuk sistem yang
demikian akan memiliki nilai 0. Sehingga suatu reaksi kimia pada chamber adiabatis
akan berlanjut ke arah peningkatan entropi. Saat entropi sistem mencapai maksimum, reaksi
akan berhenti. Dengan demikian, entropi adalah sifat yang dapat dimanfaatkan saat analisis
sistem adiabatis bereaksi.
Jika sistem bereaksi mengalami perpindahan kalor, maka penggunaan entropi pada
persamaan (1) tidak dapat dimanfaatkan. Pertimbangkan sistem kompresibel tunggal pada
massa tetap dengan kerja quasi-setimbang pada suhu tertentu T dan tekanan tertentu P.
Menggabungkan hukum pertama dan hukum kedua termodinamika, maka sistem akan memiliki
hubungan:
+ 0 (2)
Sehingga bentuk diferensial dari fungsi Gibbs (G = H TS) pada suhu dan tekanan
konstan:
(), = (3)
(), = ( + + ) . (4)
(), = + (5)
Gambar 1. Syarat kesetimbangan kimia pada kondisi adiabatis
Dengan demikian, sistem memiliki sifat (),0 dan reaksi kimia pada tekanan dan
suhu tertentu akan menuju ke arah fungsi Gibbs yang menurun (Gambar 1). Reaksi akan
berhenti dan mencapai kesetimbangan kimia saat fungsi Gibbs mencapai nilai minimum, maka
syarat kesetimbangan kimianya adalah (),=0. Reaksi kimia pada suhu dan tekanan tertentu
tidak dapat menuju arah dimana fungsi Gibbs bertambah (menyalahi hukum kedua
termodinamika). Saat suhu atau tekanan berubah, sistem yang bereaksi akan mengambil kondisi
kesetimbangan yang berbeda, yang merupakan kondisi fungsi Gibbs minimum pada suhu atau
tekanan baru.
+ + + = 0 (8)
Secara teoritis (stoikiometri), hubungan antara perubahan diferensial dari jumlah mol
komponen adalah (v adalah koefisien stoikiometri):
+ + ..(9)
= ; = ; = ; = (10)
26 + 722 22 + 32 ..(11)
Jika reaksi berjalan dengan 10-6 mol C2H6 menghasilkan pengurangan 3,5 10-6 mol O2,
peningkatan 2 10-6 mol CO2 dan 3 10-6 mol H2O, maka nilai = 10-6
+ = 0 ..(12)
Persamaan (5) melibatkan koefisien stoikiometrik dan fungsi Gibbs molar dari reaktan
dan produk, disebut juga syarat dari kesetimbangan kimia.
Menurut Karp (2010), seluruh reaksi kimia dalam sel (sistem biologis) bersifat
reversibel. Dengan demikian, reaksi biokimia bersifat setimbang dan dapat dilakukan
pendekatan yang telah dibahas di atas.
Penetapan konstanta kesetimbangan (K) dapat dipahami melalui contoh pada Karp
(2010) serta Neson dan Cox (2008). Berdasarkan hukum aksi massa, laju reaksi proporsional
dengan konsentrasi reaktan. Pertimbangkan sebuah reaksi:
+ + .(13)
Laju reaksi ke arah produk dapat dinyatakan sebagai 1[][] dimana 1 adalah
konstanta laju reaksi ke arah produk. Laju reaksi ke arah reaktan dapat dinyatakan sebagai
2[][] dimana 2 adalah konstanta laju reaksi ke arah reaktan. Kedua reaksi akan berlangsung
secara lambat menuju kondisi setimbang (kondisi dimana laju reaksi ke arah produk sama
dengan laju reaksi ke arah reaktan). Pada kondisi setimbang tersebut, jumlah mol A dan B yang
terkonversi menjadi C dan D per unit waktu akan sama. Sehingga pada kondisi setimbang dapat
ditentukan nilai konstanta kesetimbangan (Keq atau K):
Sel (sistem biologis) adalah sistem isothermal sehingga bekerja pada suhu konstan dan
tekanan konstan (Nelson dan Cox, 2008). Laju kalor tidak dimanfaatkan sebagai sumber energi,
karena kalor hanya bekerja jika melalui benda pada suhu yang lebih rendah. Dengan demikian,
sel (sistem biologis) hanya dapat menggunakan energi bebas (fungsi energi bebas Gibbs).
Energi bebas Gibbs tersebut dapat digunakan untuk memprediksi arah dari reaksi kimia, posisi
kesetimbangan reaksi kimia, serta jumlah kerja yang dapat dilakukan (teoritis) pada suhu dan
tekanan konstan.
= (/), (17)
Dengan mengambil hubungan dari koefisien stoikiometri v dan spesi kimia J serta
konsep potensi kimia (Atkins dan Paula, 2006) maka persamaan (13) dapat dimodifikasi
menjadi:
= (), = ..(18)
= + ln .(19)
= + ln ..(20)
Perubahan energi bebas standar akan berhubungan secara langsung pada konstanta
kesetimbangan (Nelson dan Cox, 2008). untuk suatu reaksi akan bergantung kepada
campuran reaksi yang ada pada suatu waktu tertentu, sehingga penggunaan tidak praktis saat
membandingkan berbagai reaksi. Maka, diperlukan basis yang diambil sehingga reaksi-reaksi
dapat dibandingkan dan dihitung. Perbandingan dan perhitungan bagi reaksi-reaksi dilakukan
dengan pertimbangan perubahan energi bebas yang terjadi saat reaksi berjalan pada kondisi
standar (Karp, 2010).
Untuk reaksi biokimia, kondisi standar yang diambil adalah suhu 25oC (298 K) dan
tekanan 1 atm, dengan seluruh reaktan dan produk memiliki konsentrasi 1 M (kecuali air, yang
memiliki konsentrasi 55,6 M), dan H+ pada 10-7 M (pH 7). Energi bebas yang dilepaskan saat
reaktan terkonversi menjadi produk pada kondisi standar adalah perubahan energi bebas standar
(). Perlu diperhatikan bahwa kondisi standar tidak mungkin terjadi pada sel sehingga
penggunaan nilai dari perbedaan energi bebas standar harus diperhatikan pada perhitungan
bioenergetika sel. Hubungan dari konstanta kesetimbangan K dengan perubahan energi bebas
standar dinyatakan dalam (dengan T = 298 K):
= ln .(21)
Dengan demikian, jika nilai K lebih besar daripada 1, maka nilai negatif dan
berarti reaksi tersebut berjalan spontan pada kondisi standar. Sebaliknya, jika nilai K lebih
kecil dari 1 akan menghasilkan positif sehingga reaksi tidak dapat berjalan spontan pada
kondisi standar. Dengan kata lain, jika nilai dari suatu reaksi kesetimbangan bernilai
negatif, reaksi akan berjalan ke kanan (produk) saat reaktan dan produk berada pada konsentrasi
1 M pada pH 7. Perlu diperhatikan bahwa dan K menyatakan kondisi saat pH 7,
sedangkan dan K menyatakan kondisi saat pH 0.
Untuk menghubungkan perubahan energi bebas standar dengan perubahan energi bebas
yang sebenarnya, maka persamaan (21) atau (22) harus dimasukkan ke dalam persamaan (20),
sehingga diperoleh:
memiliki nilai tetap untuk suatu reaksi dan menunjukkan arah dari jalannya reaksi
saat sistem berada pada kondisi standar (Karp, 2010). Sel dapat melakukan berbagai reaksi
dengan nilai positif karena konsentrasi relatif dari reaktan dan produk mendukung
jalannya reaksi.
Nelson dan Cox (2008) menyatakan bahwa kriteria kespontanan dari suatu reaksi adalah
nilai dari . Nilai dan menyatakan jumlah maksimum dari energi bebas yang dapat
dihasilkan secara teoritis oleh suatu reaksi, dengan kata lain adalah jumlah energi yang dapat
dihasilkan hanya jika sebuah alat yang efisien sempurna ada untuk menggunakannya. Karena
alat demikian tidak mungkin ada, maka jumlah kerja yang dihasilan oleh reaksi pada suhu dan
tekanan konstan akan selalu lebih kecil daripada jumlah teoritisnya.
Selain itu, reaksi yang lebih diinginkan secara termodinamika (nilai sangat besar
dan negatif) tidak terjadi pada laju yang dapat dihitung. Contohnya adalah pembakaran kayu
untuk menghasilkan CO2 dan H2O, yang akan lebih diinginkan secara termodinamika, akan
menyebabkan kayu untuk tetap stabil bertahun-tahun akibat energi aktivasi untuk pembakaran
lebih tinggi daripada energi yang tersedia pada suhu ruangan.
Contoh soal :
Pada suhu 25oC jika diketahui GoNO(g) = 86,8 kJ mol-1 dan Gof NO2(g) = 51,9 kJ mol-1
Penyelesaian:
Harga KP yang jauh lebih besar daripada 0 tersebut juga menunjukkan bahwa reaksi pada suhu
25oC bereaksi sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Kamil, Farhan. 2015. Tetapan Kesetimbangan dan Energi Bebas. [ONLINE] Diakses pada 28
September 2017 melalui http://farhan027mercubuana.co.id/2015/10/tetapan-
kesetimbangan-dan-energi-bebas.html
Smith, J.M , Van Ness, H.C dan Abbott, M.M . 2001 . Introduction to Chemical Engineering
Thermodynamics . New York : McGraw-Hill
Atkins, P. and De Paula, J., 2006. Atkins Physical Chemistry 8th Edition. Oxford University
Press