Anda di halaman 1dari 12

Nama: Catur Nugraheni

NPM: 1006661506

ILMU PERUNDANG-UNDANGAN B

Tugas Ilmu Prundang-undangan Senin, 23 April 2012. Perbandingan Pendapat


Prof. Maria dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Kewenangan Lembaga Negara dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)

Pendapat Prof. Maria Farida dalam Buku ILMU PERUNDANG-UNDANGAN,


Bab VII (Lembaga Negara dan Peraturan Perundang-undangan sesudah
Perubahan UUD 1945)

Sesuai perubahan UUD 1945, Sistem Pemerintahan Negara sesudah Perubahan


UUD 1945 adalah sebagai berikut:

i. Negara Indonesia adalah negara hukum, sehingga prinsip


pemerintahannya berdasarkan sistem Konstitusi (Pasal 1 ayat (3) UUD
1945 Perubahan).
ii. Kekuasaan negara tertinggi di tangan rakyat. Kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar. (Pasal
1 ayat (2) UUD 1945 Perubahan)
iii. Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang
dipilih melalui pemilihan umum.
iv. Presiden adalah penyelenggara negara tertinggi di Negara Republik
Indonesia. Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-undang Dasar (Pasal 4 ayat (1) UUD
1945 Perubahan).
v. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada
dewan Perwakilan Rakyat. (Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 Perubahan).
Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 Perubahan, Dewan
Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang,
namun dalam membentuk undang-undang Dewan Perwakilan Rakyat
harus membahas bersama Presiden dan mendapat persetujuan dari
Presiden, (Pasal 20 ayat (2), (3) UUD 1945 Perubahan) .
Sesuai dengan ketentuan di atas Presiden seharusnya bekerja bersama-
sama dengan Dewan, tetapi Presiden tidak bertanggung jawab kepada
Dewan, kedudukan Presiden tidak tergantung kepada Dewan.
vi. Menteri-menteri negara tidak bertanggung jawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat tetapi kepada Presiden karena Presiden yang
mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri tersebut. Karena
menteri-menteri negara merupakan pembantu Presiden maka dari itu
hanya bergantung kepada Presiden.
vii. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Meskipun Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada Dewan
Perwakilan rakyat, ia bukan diktator, kekuasaannya tidak tak
terbatas.1

Presiden

Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Batang Tubuh UUD 1945 Perubahan,


kewenangan pembentukan undang-undang dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama Presiden. Artinya Presiden Negara
republik Indonesia adalah pemegang kekuasaan pemerintahan dalam arti
eksekutif dan kekuasaan membentuk undang-undang (kekuasaan legislatif)
bersama DPR.

Menurut Prof. Maria Farida sesudah Perubahan UUD 1945 Indonesia tidak
menganut sistem pemisahan kekuasaan (Separation of Powers).

Berdasarkan ketentuan UUD 1945 Perubahan, ketiga kekuasaan negara


(eksekutif, legislatif, yudikatif) dilaksanakan oleh lembaga-lembaga negara:

- Kekuasaan eksekutif, dipegang oleh Presiden


- Kekuasaan legislatif, dipegang oleh DPR bersama Presiden
- Kekuasaan yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah
Konstitusi, serta badan-badan peradilan lainnya.

Menurut Jellinek pemerintahan mengandung dua arti, yakni:

- Arti formal: pemerintahan mengandung kekuasaan mengatur dan


memutus.
- Arti materiil: pemerintahan mengandung unsur memerintah dan unsur
melaksanakan.2

1
Maria Farida Indrati S., ILMU PERUNDANG-UNDANGAN: Jenis,Fungsi, dan Materi Muatan),
(Yogyakarta: Penerbit Kanisius tahun 2007), hal. 126.
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945(sebelum dan sesudah
perubahan) bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-undang Dasar. Dapat ditarik kesimpulan bahwa
kekuasaan pemerintahan mengandung juga kekuasaan pengaturan dalam arti
membentuk peraturan.

Sesudah Perubahan UUD 1945, Presiden Republik Indonesia tetap sebagai


penyelenggara tertinggi pemerintahan negara, yang menjalankan tugas dan
fungsi pemerintahan yang menyangkut ketataprajaan, keamanan/kepolisian, dan
pengaturan.3

Sebagai penyelenggara pemerintahan, Presiden dapat membentuk peraturan


perundang-undangan yang diperlukan karena Presiden juga merupakan
pemegang kekuasaan pengaturan di Indonesia. Fungsi pengaturan terlihat dalam:

- Pembentukan undang-undang bersama DPR (Pasal 20 ayat (2), (3), (4)


UUD 1945 Perubahan.
- Pembentukan Peraturan Pemerintah (Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 sebelum
dan sesudah perubahan).
- Pembentukan Peraturan pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU)
berdasarkan Pasl 22 ayat (1) UUD 1945 (sebelum dan sesudah Perubahan).
Kesemuanyanya merupakan peraturan perundang-undangan yang disebut
secara langsung oleh UUD 1945, dan
- Pembentukan Keputusan Presiden yang merupakan peraturan perundang-
undangan yang berasal dari ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945
(sebelum dan sesudah perubahan).4

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 Perubahan merumuskan:

Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan


Dewan Perwakilan rakyat

Prof. Maria Farida menafsirkan ketentuan pasal tersebut bahwa Presiden hanya
berhak untuk mengajukan rancangan undang-undang usul inisiatif kepada DPR.
Akan tetapi jika dihubungkan dengan Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 Perubahan
yang menetapkan bahwa setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Prof.
Maria berpendapat bahwa ketentuan dalam Pasal 20 ayat (2) UUD 1945

2
Ibid., hal. 129-130.
3
Ibid., hal. 131.
4
Ibid., hal. 133.
Perubahan mempunyai makna, agar dalam membentuk undang-undang Dewan
Perwakilan Rakyat harus melaksanakannya dengan persetujuan, atau dengan
bebarengan, serentak, bersama-sama dengan Presiden. Agar undang-undang
dapat terbentuk, kedua kewenangan tersebut harus dilaksanakan bersama-sama,
oleh DPR dan Presiden.5

Lembaga-lembaga Negara Lainnya

Selain Lembaga Negara yang berhubunagn dengan pembentukan peraturan


perundang-undangan yaitu DPR dan presiden, terdapat lembaga-lembaga negara
lainnya yang mempunyai fungsi tertentu dalam penyelenggaraan kekuasaan
negara di indonesia.

Secara keseluruhan yang dapat dianggap sebagai Lembaga Negara menurut


Perubahan UUD 1945 adalah:

1. Majelis Permusyawaratan rakyat (MPR);


2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD);
4. Presiden;
5. Mahkamah Agung (MA);
6. Mahkamah Konstitusi (MK)
7. Komisis Yudisial (KY);
8. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).6

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan7

Pasal 1

(1) Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan


Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan.
(3) Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk
oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.

5
Ibid., hal. 133-134.
6
Ibid., hal.135.
7
www.hukumonline.com, lampiran, diunduh pada tanggal 26 April 2012.
(4)Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan
Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal
kegentingan yang memaksa.
(5)Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang
sebagaimana mestinya.
(6)Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan
kekuasaan pemerintahan.

Pasal 7

(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:


a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 8

(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa
Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau
komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau
Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
(2)Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau
dibentuk berdasarkan kewenangan.
www.hukumonline.com
Pasal 9

(1) Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-


Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya
dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
(2) Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-
Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya
dilakukan oleh Mahkamah Agung.

Alasan saya mengambil Pasal 1 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan karena berkaitan dengan kewenangan Prersiden
dan DPR seperti yang telah dibahas oleh Prof. Maria pada Bab VII di atas.
Sedangkan Pasal 7 saya ambil karena berkaitan dengan nama-nama peraturan
yang dibuat oleh Lembaga Negara dan Lembaga Pemerintahan. Namun
kemudian saya teruskan dengan mengambil Pasal 8 karena pendapat Prof. Maria
yang saya bahas adalah mengenai Lembaga Negara dan Peraturan perundang-
undangan. Jadi peraturan-peraturan yang dibuat oleh Lembaga Negara juga
tercakup dalam Pasal 8 tersebut. Pasal 9 saya hubungkan dengan pendapat Prof.
Maria yang menyatakan bahwa Pemerintahan Negara Indonesia tidak menganut
teori pemisahan secara kedap.

Pasal 65
(1) Pembahasan Rancangan Undang-Undang dilakukan oleh DPR bersama
Presiden atau menteri yang ditugasi.
(2) Pembahasan Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang berkaitan dengan:
a. otonomi daerah;
b. hubungan pusat dan daerah;
c. pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah;
d. pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya;
e.perimbangan keuangan pusat dan daerah, dilakukan dengan
mengikutsertakan DPD.

Pembahasan
Dari berbagai uraian pendapat yang telah disampaikan oleh Prof. Maria Farida
dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya Lembaga DPR yang disebut lembaga
legislatif pun dalam melaksanakan fungsi legislatifnya tetap harus berkoordinasi
dengan Presiden, artinya agar terbentuk suatu undang-undang baik rancangan
undang-undang itu berasal dari DPR sendiri, Presiden, maupun lembaga-lembaga
negara yang lainnya seperti Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan
lainnya tetap harus melalui tahap pembahasan bersama-sama atau persetujuan
bersama antara DPR dengan Presiden (sesuai Pasal 4 ayat (1) UUD 1945
Perubahan jo Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 Perubahan).
Hal ini berkaitan dengan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 65 ayat (1) UU
No. 12 tahun 2011 yang berbunyi sebagai berikut:
Pembahasan Rancangan Undang-Undang dilakukan oleh DPR bersama
Presiden atau menteri yang ditugasi.
Jadi terdapat kesamaan pemahaman antara kesimpulan-kesimpulan yang diambil
oleh Prof. Maria Farida dengan ketentuan yang ada dalam UU No. 12 tahun
2011 tersebut. Dalam ketentuan undang-undang tersebut DPR juga berkoordinasi
dengan Presiden untuk diadakannya persetujuan, atau bisa diwakili oleh Menteri
yang ditugaskan oleh Presiden. Namun sedikit perbedaan pembahasan yang
disebut oleh prof. Maria dalam pembahasan mengenai Lembaga Negara dan
Peraturan Perundang-undangan ini, Prof. Maria tidak menyinggung mengenai
adanya kemungkinan pendelegasian yang diberikan oleh Presiden kepada
Menteri dalam hal pembahasan rancangan undang-undang. Koordinasi antara
DPR dengan Presiden dalam pembentukan undang-undang juga terlihat dalam
Pasal 1 ayat (3) undang-undang tersebut yang berbunyi:
Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh
Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
Dalam Pembentukan undang-undang Dewan Perwakilan Rakyat harus
membahas bersama Presiden dan mendapat persetujuan dari Presiden, (Pasal 20
ayat (2), (3) UUD 1945 Perubahan), hal tersebut merupakan pokok-pokok yang
terkandung dalam UUD 1945 Perubahan yang merupakan kesimpulan yang
diambil oleh Prof. Maria, sangat sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) UU No. 12 tahun
20122 yang berbunyi:
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan
Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
Poin penting yang menunjukkan koordinasi antara DPR dan presiden ada pada
pembahasan dan pengesahan/penentapan, karena DPR harus membahas
rancangan undang-undang bersama Presiden, kemudian Presiden mengesahkan
ancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-
undang (Pasal 20 ayat (4) UUD 1945 Perubahan).

Kemudian Presiden yang merupakan lembaga eksekutif juga tidak semata-mata


merupakana lembaga negara yang melaksanakan peraturan (dari lembaga
Legislatif) saja, akan tetapi pada kenyataannya juga memegang kekuasaan
legislatif yakni membuat dan menetapkan peraturan. Fungsi pengaturan menurut
Prof. Maria terlihat dalam:
- Pembentukan undang-undang bersama DPR (Pasal 20 ayat (2), (3), (4)
UUD 1945 Perubahan.
Ketentuan ini terkandung juga dalam Pasal 65 ayat (1) UU No. 12 tahun
2011 yang berbunyi:

Pembahasan Rancangan Undang-Undang dilakukan oleh DPR


bersama Presiden atau menteri yang ditugasi.
Serta terkandung dalam Pasal 1 ayat (3) UU No. 12 tahun 2011 yang
berbunyi:
Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama
Presiden.

- Pembentukan Peraturan Pemerintah (Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 sebelum


dan sesudah perubahan).
Pokok pikiran yang ditarik oleh Prof. Maria ini juga terlihat di dalam
ketentuan Pasal 1 ayat (5) UU No. 12 tahun 2011 yang berbunyi:

Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang


ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang
sebagaimana mestinya.
Jadi Presiden mempunyai kewenangan legislatif untuk membuat Peraturan
Pemerintah yang berguna untuk melaksanakan ketentuan di dalam
undang-undang yang bersangkutan.

- Pembentukan Peraturan pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU)


berdasarkan Pasl 22 ayat (1) UUD 1945 (sebelum dan sesudah Perubahan).
Kesemuanyanya merupakan peraturan perundang-undangan yang disebut
secara langsung oleh UUD 1945. Hal ini juga sesuai dengan ketentuan
yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (4) UU No. 12 tahun 2011 yang
berbunyi:

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan


Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal
kegentingan yang memaksa.
Jadi kewenangan legislatif dari Presiden juga terlihat dari adanya
kewenangan membuat paraturan pemerintah sebagai pengganti dari
undang-undang dalam hal kegentingan yang memaksa atau kedaruratan.
- Pembentukan Keputusan Presiden yang merupakan peraturan perundang-
undangan yang berasal dari ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945
(sebelum dan sesudah perubahan).

Yang menjadi perbedaan antara pembahasan Prof. Maria dengan UU No. 12


tahun 2011 mengenai kewenangan Presiden dalam membentuk Undang-undang
yakni jika Prof. Maria menyebutkan kewenangan Presiden untuk membentuk
Keputusan Presiden sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 (sebelum dan
sesudah perubahan), sementara di dalam ketentuan UU No. 12 tahun 2011 Pasal
1 tidak disebutkan sama sekali tentang Keputusan presiden, akan tetapi yang
disebutkan dalam Pasal 1 adalah Peraturan Presiden. Jadi fungsi pengaturan yang
disebutkan oleh Prof. Maria bahwa Presiden berhak membuat Keputusan
Presiden itu sudah tidak sesuai dengan Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-
undangan (Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 tahun 2011), yang ada dalam hierarki
tersebut adalah peraturan Pemerintah.

Selain Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Lembaga Negara lainnya
juga berhak membuat peraturan tertentu, lembaga negara lainnya yang telah
disebutkan oleh Prof. Maria sesuai UUD 1945 Perubahan adalah:
1. Majelis Permusyawaratan rakyat (MPR);
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD);
4. Presiden;
5. Mahkamah Agung (MA);
6. Mahkamah Konstitusi (MK)
7. Komisis Yudisial (KY);
8. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Jadi lembaga-lembaga Negara tersebut juga berhak membuat suatu peraturan


dimana peraturannya diakui sebagai peraturan perundang-undangan sesuai
dengan Pasal 8 ayat (1) UU No. 12 tahun 2011, dalam ketentuan tersebut
terdapat Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi
Yudisial. Lembaga-lembaga Negara tersebut berhak menetapkan suatu peraturan.
Namun peraturan yang yang dibuat oleh lembaga-lembaga Negara tersebut
diakui keberadaannya sebagai peraturan perundang-undangan dan mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan sebagaimana
telah diatur dalam Pasal 8 ayat (2) UU No. 12 tahun 2011.
Menurut saya pendapat Prof. Maria menganai seistem pemerintahan Indonesia
yang tidak menganut pemisahan kekuasaan (separation of power) ini selain
terlihat dalam berbagai kenyataan yang telah saya jelaskan sebelumnya seperti
adanya koordoinasi antara lembaga eksekutif dan legislatif dalam pembentukan
suatu peraturan-perundang-undnagan juga terlihat jelas dengan adanya
ketentuan yang diatur oleh Pasal 9 UU No. 12 tahun 2011 yang berbunyi:
(1) Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya
dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
(2) Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-
Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya
dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Jadi meskipun lembaga legislatif dan lembaga eksekutif dalam hal ini DPR telah
berkoordinasi dengan Presiden dalam pembentukan suatu undang-undang, akan
tetapi masih terdapat suatu lembaga yukdikatif yang berhak menguji undang-
undang tersebut apakah bertentangan dengan Undang-undang Dasar atau tidak
yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (Constitutional review), selain itu
suatu undang-undang yang telah dibentuk juga berhak diuji apakah bertentangan
atau tidak terhadap undang-undang yang lebih tinggi yang dilakukan oleh
Mahkamah Agung (Judicial review). Jadi apabila suatu undang-undang yang
telah dibentuk dan ditetapkan bersama-sama antara DPR dengan Presiden
ternyata bertentangan dengan UUD atau undang-undang yang lebih tinggi,
sebagaimana yang telah diuji oleh Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung,
maka undang-undang tersebut tidaklah berlaku.

Suatu pengajuan pengujian undang-undang terhadap Undang-undang Dasar


dilakukan oleh pemohon atau kuasanya dan diajukan kepada Panitera
Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan MK berkaitan dengan pengajuan
permohonan pengujian undang-undang dapat berupa:

a. Dikabulkan; Apabila materi muatan yang terdapat dalam undang-undang


melanggar UUD dan apabila pembentukan undang-undang tidak
memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD;
b. Ditolak; Apabila dalam persidangan terbukti bahwa ternyata undang-
undang yang oleh pemohon diajukan uji materil baik pembentukan
maupun materinya tidak bertentangan dengan UUD;
c. Tidak diterima; Apabila syarat-syarat yang telah ditentukan dalam
undang-undang tidak dipenuhi.
Apabila sebuah permohonan pengujian undang-undang dikabulkan, maka
undang-undang, pasal, ayat atau bagian dari sebuah undang-undang yang
diajukan tersebut menjadi tidak berlaku. MK merupakan sebuah lembaga
peradilan yang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir serta putusannya
bersifat final. Tidak ada upaya hukum yang bisa ditempuh para pihak yang tidak
puas dengan putusan MK.8

Perlu untuk diketahui juga, bahwa pengujian peraturan perundang-undangan di


bawah undang-undang yang sedang dilakukan oleh Mahkamah Agung wajib
dihentikan apabila undang-undang yang menjadi dasar pengujian peraturan
tersebut sedang berada dalam proses pengujian Mahkamah Konstitusi sampai ada
putusan Mahkamah Konstitusi. Undang-undang yang diuji oleh Mahkamah
Konstitusi tetap berlaku selama belum ada putusan yang menyatakan bahwa
undang-undang tersebut bertentangan dengan UUD. Terhadap materi muatan
ayat, pasal, atau bagian undang-undang yang telah diuji tidak dapat dimohonkan
kembali.9

Dari uraian yang telah dibahas, dapat saya simpulkan bahwa pada dasarnya
pendapat Prof. Maria mengenai Lembaga Negara dan kewenangannnya dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan sudah sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang terdapat di dalam UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, hanya saja ada satu poin tertinggal dalam hal
koordinasi yang dilakukan oleh DPR dan Presiden dalam pembentukan dan
penetapan undang-undang yakni Prof. Maria tidak menyebutkan adalanya
kemungkinan delegasian yang diberikan oleh Presiden kepada Menteri
(pembantu Presiden) dalam pembahasan suatu undang-undang (Pasal 65 ayat (1)
UU No. 12 tahun 2011). Selain itu di dalam penjelasan Prof. Maria masih
disebutkan Keputusan Presiden sebagai peraturan perundang-undangan,
sementara di dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 tahun 2011, Keputusan Presiden
tidak termasuk dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. Namun
pendapat Prof. Maria yang paling penting yang bertentangan dengan ketentuan
jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah bahwa Undang-undang
Dasar 1945 tidak tepat apabila dimasukkan ke dalam jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan, karena UUD 1945 terdiri atas dua kelompok norma
hukum yaitu:
a. Pembukaan UUD 1945 merupakan Staatsfundamentalnorm atau norma
fundamental negara ini merupakan norma hukum tertinggi yang bersifat

8Efi Laila Kholis, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 28 /PUU-V/2007 Tentang Pengujian
Undang-undang RI No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI terhadap UUD 1945 (Kewenangan
Penyidikan), (Depok: Pena Multi Media tahun 2008)
9 http://parlemen.net/site/ldetails.php?docid=uji, diunduh pada tanggal 26 April 2012.
pre-supposed dan merupakan landasan dasar filosofis yang menagndung
kaidah-kaidah dasar bagi pengaturan negara itu lebih lanjut.
b. Batang Tubuh UUD 1945 merupakan Staatgrundgesetz atau Aturan Dasar
Negara yang merupakan garis-garis besaryang menggariskan tata cara
pembentukan peraturan perundang-undangan yang mengikat umum.
Masih merupakan norma hukum tunggal, belum dilekati sanksi.10

10Maria Farida Indrati S., ILMU PERUNDANG-UNDANGAN: Jenis,Fungsi, dan Materi Muatan),
(Yogyakarta: Penerbit Kanisius tahun 2007), hal. 75.

Anda mungkin juga menyukai