NPM: 1006661506
ILMU PERUNDANG-UNDANGAN B
Presiden
Menurut Prof. Maria Farida sesudah Perubahan UUD 1945 Indonesia tidak
menganut sistem pemisahan kekuasaan (Separation of Powers).
1
Maria Farida Indrati S., ILMU PERUNDANG-UNDANGAN: Jenis,Fungsi, dan Materi Muatan),
(Yogyakarta: Penerbit Kanisius tahun 2007), hal. 126.
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945(sebelum dan sesudah
perubahan) bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-undang Dasar. Dapat ditarik kesimpulan bahwa
kekuasaan pemerintahan mengandung juga kekuasaan pengaturan dalam arti
membentuk peraturan.
Prof. Maria Farida menafsirkan ketentuan pasal tersebut bahwa Presiden hanya
berhak untuk mengajukan rancangan undang-undang usul inisiatif kepada DPR.
Akan tetapi jika dihubungkan dengan Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 Perubahan
yang menetapkan bahwa setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Prof.
Maria berpendapat bahwa ketentuan dalam Pasal 20 ayat (2) UUD 1945
2
Ibid., hal. 129-130.
3
Ibid., hal. 131.
4
Ibid., hal. 133.
Perubahan mempunyai makna, agar dalam membentuk undang-undang Dewan
Perwakilan Rakyat harus melaksanakannya dengan persetujuan, atau dengan
bebarengan, serentak, bersama-sama dengan Presiden. Agar undang-undang
dapat terbentuk, kedua kewenangan tersebut harus dilaksanakan bersama-sama,
oleh DPR dan Presiden.5
Pasal 1
5
Ibid., hal. 133-134.
6
Ibid., hal.135.
7
www.hukumonline.com, lampiran, diunduh pada tanggal 26 April 2012.
(4)Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan
Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal
kegentingan yang memaksa.
(5)Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang
sebagaimana mestinya.
(6)Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan
kekuasaan pemerintahan.
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 65
(1) Pembahasan Rancangan Undang-Undang dilakukan oleh DPR bersama
Presiden atau menteri yang ditugasi.
(2) Pembahasan Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang berkaitan dengan:
a. otonomi daerah;
b. hubungan pusat dan daerah;
c. pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah;
d. pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya;
e.perimbangan keuangan pusat dan daerah, dilakukan dengan
mengikutsertakan DPD.
Pembahasan
Dari berbagai uraian pendapat yang telah disampaikan oleh Prof. Maria Farida
dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya Lembaga DPR yang disebut lembaga
legislatif pun dalam melaksanakan fungsi legislatifnya tetap harus berkoordinasi
dengan Presiden, artinya agar terbentuk suatu undang-undang baik rancangan
undang-undang itu berasal dari DPR sendiri, Presiden, maupun lembaga-lembaga
negara yang lainnya seperti Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan
lainnya tetap harus melalui tahap pembahasan bersama-sama atau persetujuan
bersama antara DPR dengan Presiden (sesuai Pasal 4 ayat (1) UUD 1945
Perubahan jo Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 Perubahan).
Hal ini berkaitan dengan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 65 ayat (1) UU
No. 12 tahun 2011 yang berbunyi sebagai berikut:
Pembahasan Rancangan Undang-Undang dilakukan oleh DPR bersama
Presiden atau menteri yang ditugasi.
Jadi terdapat kesamaan pemahaman antara kesimpulan-kesimpulan yang diambil
oleh Prof. Maria Farida dengan ketentuan yang ada dalam UU No. 12 tahun
2011 tersebut. Dalam ketentuan undang-undang tersebut DPR juga berkoordinasi
dengan Presiden untuk diadakannya persetujuan, atau bisa diwakili oleh Menteri
yang ditugaskan oleh Presiden. Namun sedikit perbedaan pembahasan yang
disebut oleh prof. Maria dalam pembahasan mengenai Lembaga Negara dan
Peraturan Perundang-undangan ini, Prof. Maria tidak menyinggung mengenai
adanya kemungkinan pendelegasian yang diberikan oleh Presiden kepada
Menteri dalam hal pembahasan rancangan undang-undang. Koordinasi antara
DPR dengan Presiden dalam pembentukan undang-undang juga terlihat dalam
Pasal 1 ayat (3) undang-undang tersebut yang berbunyi:
Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh
Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
Dalam Pembentukan undang-undang Dewan Perwakilan Rakyat harus
membahas bersama Presiden dan mendapat persetujuan dari Presiden, (Pasal 20
ayat (2), (3) UUD 1945 Perubahan), hal tersebut merupakan pokok-pokok yang
terkandung dalam UUD 1945 Perubahan yang merupakan kesimpulan yang
diambil oleh Prof. Maria, sangat sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) UU No. 12 tahun
20122 yang berbunyi:
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan
Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
Poin penting yang menunjukkan koordinasi antara DPR dan presiden ada pada
pembahasan dan pengesahan/penentapan, karena DPR harus membahas
rancangan undang-undang bersama Presiden, kemudian Presiden mengesahkan
ancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-
undang (Pasal 20 ayat (4) UUD 1945 Perubahan).
Selain Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Lembaga Negara lainnya
juga berhak membuat peraturan tertentu, lembaga negara lainnya yang telah
disebutkan oleh Prof. Maria sesuai UUD 1945 Perubahan adalah:
1. Majelis Permusyawaratan rakyat (MPR);
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD);
4. Presiden;
5. Mahkamah Agung (MA);
6. Mahkamah Konstitusi (MK)
7. Komisis Yudisial (KY);
8. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dari uraian yang telah dibahas, dapat saya simpulkan bahwa pada dasarnya
pendapat Prof. Maria mengenai Lembaga Negara dan kewenangannnya dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan sudah sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang terdapat di dalam UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, hanya saja ada satu poin tertinggal dalam hal
koordinasi yang dilakukan oleh DPR dan Presiden dalam pembentukan dan
penetapan undang-undang yakni Prof. Maria tidak menyebutkan adalanya
kemungkinan delegasian yang diberikan oleh Presiden kepada Menteri
(pembantu Presiden) dalam pembahasan suatu undang-undang (Pasal 65 ayat (1)
UU No. 12 tahun 2011). Selain itu di dalam penjelasan Prof. Maria masih
disebutkan Keputusan Presiden sebagai peraturan perundang-undangan,
sementara di dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 tahun 2011, Keputusan Presiden
tidak termasuk dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. Namun
pendapat Prof. Maria yang paling penting yang bertentangan dengan ketentuan
jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah bahwa Undang-undang
Dasar 1945 tidak tepat apabila dimasukkan ke dalam jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan, karena UUD 1945 terdiri atas dua kelompok norma
hukum yaitu:
a. Pembukaan UUD 1945 merupakan Staatsfundamentalnorm atau norma
fundamental negara ini merupakan norma hukum tertinggi yang bersifat
8Efi Laila Kholis, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 28 /PUU-V/2007 Tentang Pengujian
Undang-undang RI No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI terhadap UUD 1945 (Kewenangan
Penyidikan), (Depok: Pena Multi Media tahun 2008)
9 http://parlemen.net/site/ldetails.php?docid=uji, diunduh pada tanggal 26 April 2012.
pre-supposed dan merupakan landasan dasar filosofis yang menagndung
kaidah-kaidah dasar bagi pengaturan negara itu lebih lanjut.
b. Batang Tubuh UUD 1945 merupakan Staatgrundgesetz atau Aturan Dasar
Negara yang merupakan garis-garis besaryang menggariskan tata cara
pembentukan peraturan perundang-undangan yang mengikat umum.
Masih merupakan norma hukum tunggal, belum dilekati sanksi.10
10Maria Farida Indrati S., ILMU PERUNDANG-UNDANGAN: Jenis,Fungsi, dan Materi Muatan),
(Yogyakarta: Penerbit Kanisius tahun 2007), hal. 75.