Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam thypoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemis di


Asia, Afrika, Amerika latin, Karibia, Oceania dan jarang terjadi di Amerika
Serikat dan Eropa. Menurut data WHO, terdapat 16 juta hingga 30 juta kasus
thypoid di seluruh dunia dan diperkirakan sekitar 500,000 orang meninggal
setiap tahunnya akibat penyakit ini. Asia menempati urutan tertinggi pada
kasus thypoid ini, dan terdapat 13 juta kasus dengan 400,000 kematian setiap
tahunnya.

Kasus thypoid diderita oleh anak-anak sebesar 91% berusia 3-19


tahun dengan angka kematian 20.000 per tahunnya. Di Indonesia, 14% demam
enteris disebabkan oleh Salmonella Parathypii A. Demam tifoid pada
masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah,cenderung meningkat
dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik
dibandingkan daerah berhawa dingin. Penyakit ini banyak diderita oleh anak-
anak, namun tidak menutup kemungkinan untuk orang dewasa. Penyebabnya
adalah kuman sallmonela thypi atau sallmonela paratypi A, B dan C. Penyakit
typhus abdominallis sangat cepat penularanya yaitu melalui kontak dengan
seseorang yang menderita penyakit typhus, kurangnya kebersihan pada
minuman dan makanan, susu dan tempat susu yang kurang kebersihannya
menjadi tempat untuk pembiakan bakteri salmonella, pembuangan kotoran
yang tak memenuhi syarat dan kondisi saniter yang tidak sehat menjadi faktor
terbesar dalam penyebaran penyakit typhus.

Dalam masyarakat, penyakit ini dikenal dengan nama thypus,


tetapi didalam dunia kedokteran disebut dengan Tyfoid fever atau thypus
abdominalis, karena pada umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa

1
jadi luka dan menyebabkan pendarahan serta bisa mengakibatkan kebocoran
usus.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penulisan makalah ini diantaranya ialah :

1. Apa konsep medik dan asuhan keperawatan pada penyakit demam thypoid
?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini diantaranya ialah :

1. Tujuan umum :
Mahasiswa dapat mengetahui dan mencegah terjadinya Demam
Thypiod serta mengimplementasikan asuhan keperawatan demam thypoid
di lapangan
2. Tujuan khusus :
Mengetahui konsep medik dan asuhan keperawatan pada penyakit
Demam Thypoid

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini diantaranya ialah :

a) Mendapatkan pengetahuan tentang penyakit Demam Thypoid


b) Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada psien dengan
Demam Thypoid

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

ANATOMI USUS HALUS DAN USUS BESAR

A. Usus halus (usus kecil)


Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaanyang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta.
Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang
membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus
juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan
lemak. Lapisan usus halus ; lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot
melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (M longitidinal) dan lapisan
serosa (sebelah luar). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas
jari (duodenum), usus kosong(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

Duodenum (Usus dua belas jari)


Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus
halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus
kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek
dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum
Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang
normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua
muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang
berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan

3
masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa
di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal
kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.

Jejenum (Usus Kosong)


Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah
bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari(duodenum)
dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus
halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong
dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat
jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari
usus.Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni
berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan
dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet danplak Peyeri. Sedikit
sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara
makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar" dalam
bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton,jejunus, yang
berarti "kosong".

Ileum (Usus Penyerapan)


Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa)
dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

Absorbsi
Absorbsi makanan yang sudah dicerna seluruhnya berlangsung didalam
usus halus melalui 2 saliran yaitu pembuluh darah kapiler dalam darah dan saluran
limfe disebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vili berisi laktat, pembuluh

4
darah epithelium dan jaringan otot yang diikat bersama oleh jaringan limfoid
seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh epithelium.
Fungsi usus halus
Menerima zat-zat makanan yang sudah di cernah untuk di serap melalui
kapiler kapiler darah dan saluran saluran limfe.
Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
Karbohidrat dalam bentuk monosakarida.

Di dalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yaitu :
Enterokinase , mengaktifkan enzim proteolitik.
Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino.
Laktase mengubah lactase manjadi monosakarida.
Maltose mengubah maltase menjadi monosakarida.
Sukrose mengubah sukrosa manjadi monosakarida.

B. Usus Besar (Kolon)


Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus
buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
Kolon asendens (kanan)
Kolon transversum
Kolon desendens (kiri)
Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus
besar berfungsimencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat
gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting,
seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa
penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri
didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan
dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

5
C. Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah
ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan
berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat
yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh
dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air
besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material
di dalam rektum akan memicusistem saraf yang menimbulkan keinginan
untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material
akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali
dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan
pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,
tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam
pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh
(kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur
oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang
air besar - BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
Fungsi usus besar adalah:
Menyerap air dan makanan
Tempat tinggal bakteri koli
Tempat feses

6
BAB III

ISI

3.1 KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Pengertian

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kumanSalmonella thypii ( Arief Mansjoer, 2000).
Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus
halus yang disebabkan oleh Salmonella thypii, yang ditularkan melalui
makanan, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella
thypii (Hidayat, 2006).
Menurut Nursalam et al. (2008), demam tipoid adalah penyakit infeksi
akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang
lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Typhoid
adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan
oleh Salmonella thypii dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu,
gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran yang ditularkan melalui
makanan, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella
thypii.

B. Epidemiologi
Penyakit typhus abdominalis biasa dikenal dengan penyakit typhus.
Namun, dalam dunia kedokteran disebut tyfoid fever.
Di Indonesia, diperkirakan angka kejadian penyakit ini adalah 300 810
kasus per 100.000 penduduk/tahun. Insiden tertinggi didapatkan pada anak-
anak. Orang dewasa sering mengalami infeksi ringan dan sembuh sendiri lalu
menjadi kebal. Insiden penderita berumur 12 tahun keatas adalah 70 80%,
penderita umur antara 12 dan 30 tahun adalah 10 20%, penderita antara 30
40 tahun adalah 5 10%, dan hanya 5 10% diatas 40 tahun.

7
C. Etiologi

Faktor Etiologi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang
tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C
yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah
diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah
minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak
mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari WC dan menyiapkan
makanan.
Salmonella typhosa, merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan
bulu getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam
antigen yaitu antigen O (Ohne Hauch) yaitu somatic antigen (tidak menyebar),
terdiri dari zat kompleks lipopolisakarida, antigen H (Hauch/menyebar)
terdapat pada flagella, antigen Vi merupakan polisakarida kapsul verilen.
Ketiga jenis antigen tersebut didalam tuibuh manusia akan menimbulkan
pembentukan tiga macam antibody yang lazim disebut aglutinin
(Ngastiyah,1997).
Selain itu penyakit Tipus Abdomnalis juga bisa didukung oleh faktor-
faktor antara lain : pengetahuan tentang kesehatan diri dan lingkungan yang
relative rendah, penyediaan air bersih yang tidak memadai. Keluarga dengan
hygiene sanitasi yang rendah, pemasalahan pada identifikasi dan pelaksanaan
karier, keterlambatan membuat diagnosis yang pasti, patogenesis dan faktor
virulensi yang belum dimengerti sepenuhnya serta belum tersedianya vaksin
yang efektif, aman dan murah Pang dalam (Soegijanto Soegeng, 2002).

D. Manifestasi Klinis

Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika
dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Masa
tunas tersingkat adalah empat hari, jika infeksi terjadi melalui makanan.
Sedangkan, masa tunas terlama berlangsung 30 hari, jika infeksi melalui
minuman.

8
Tanda dan gejala dari thypoid ialah :

1. Nyeri kepala, lemah, dan lesu


2. Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu,
minggu pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu
tubuh meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada
minggu kedua suhu tubuh terus meningkat dan pada minggu ketiga
suhu berangsur-angsur turun dan kembali normal.
3. Gangguan pada saluran cerna : halitosis, bibi kering dan pecah-pecah,
lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), meteorismus, mual,
tidak nafsu makan, hepatomegaly, splenomegaly yang disertai nyeri
pada perabaan
4. Gangguan kesadaran : penurunan kesadaran (apatis, samnolen)
5. Bintik-bintik kemerahan pada kulit (roseola) akibat emboli basil dalam
kapiler kulit
6. Epistaksis

D. Patofisiologi

Kuman Salmonella masuk bersama makanan atau minuman yang


terkontaminasi, setelah berada dalam usus halus mengadakan invasi ke
jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid
mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman
lewat pembuluh limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ
retikuloendotelial sistem (RES) terutama hati dan limpa. Di tempat ini kuman
difagosit oleh sel-sel fagosit retikuloendotelial sistem (RES) dan kuman yang
tidak difagosit berkembang biak.
Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah
menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk
ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman
tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan
menyebabkan reinfeksi usus. Dalam masa bakteremia ini kuman
mengeluarkan endotoksin. Endotoksin ini merangsang sintesa dan pelepasan

9
zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen
yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipothalamus
yang mengakibatkan timbulnya gejala demam.
Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut
monokines yang menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem,
instabilitas vaskuler, depresi sumsum tulang dan panas. Infiltrasi jaringan oleh
makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosist sudah berdegenerasi
yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini beragregasi maka terbentuk nodul
terutama dalam usus halus, jaringan limfe mesemterium, limpa, hati, sumsum
tulang dan organ yang terinfeksi.
Kelainan utama yang terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang
hiperplasi (minggu I), nekrosis (minggu II) dan ulserasi (minggu III). Pada
dinding ileum terjadi ulkus yang dapat menyebabkan perdarahan atau
perforasi intestinal.

10
11
E. Komplikasi

a) Komplikasi intestinal
Perdarahan usus
Perforasi usus
Ileus paralitik
b) Komplikasi ekstra intestinal
Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis.
Darah : anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitik.
Paru : pneumoni, empiema, pleuritis.
Hepar dan kandung empedu : hipatitis dan kolesistitis.
Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
Tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan arthritis

F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan darah tepi : leukopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia,
trombositopenia
Pemeriksaan sumsum tulang : menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum
tulang
Baiakn empedu : terdapat basil salmonella typhosa pada urin dan tinja.
Jika pada pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan
basil salmonella typhosa pada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan
betul-betul sembuh.
Pemeriksaan widal : didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau
lebih sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak
bermakna untuk menegakkan diagnosis karena titer H dapat tetap tinggi
setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh.

12
G. Penatalaksanaan

1. Non farmakologi
Perawatan
a) Tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih selama 14 hari.
b) Posisi tubuh harus diubah setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus.
c) Mobilisasi sesuai kondisi.
Diet
a) Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan
penyakitnya (mula-mula air, lalu makanan lunak, dan kemudian
makanan biasa).
b) Makanan mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein,
tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun
menimbulkan banyak gas.

Makanan yang dianjurkan antara lain :


a) Sumber karbohidrat : beras dibubur/tim, roti bakar, kentang rebus,
krakers, tepung-tepungan dibubur atau dibuat pudding
b) Sumber protein hewani: daging empuk, hati, ayam, ikan direbus,
ditumis, dikukus,diungkep, dipanggang; telur direbus, ditim, diceplok
air, didadar, dicampur dalam makanan dan minuman; susu maksimal 2
gelas per hari
c) Sumber protein nabati : tahu, tempe ditim, direbus, ditumis; pindakas;
susu kedelai
d) Sayuran : sayuran berserat rendah dan sedang seperti kacang panjang,
buncis muda, bayam, labu siam, tomat masak, wortel direbus,
dikukus, ditumis
e) Buah-buahan : semua sari buah; buah segar yang matang (tanpa kulit
dan biji) dan tidak banyak menimbulkan gas seperti pepaya , pisang,
jeruk, alpukat

13
f) Lemak nabati : margarin, mentega, dan minyak dalam jumlah terbatas
untuk menumis, mengoles dan setup
g) Minuman : teh encer, sirup
h) Bumbu : garam, vetsin, gula, cuka, salam, laos, kunyit, kunci dalam
jumlah terbatas

2. Farmakologi
Pemberian antibiotic : untuk menghentikan dan memusnakan
penyebaran kuman. Antibiotik yang dapat digunakan :
a) Kloramfenikoldosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x 500
mg, diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas
demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 x 250 mg selama 5
hari kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk di RSUP
Persahabatan), penggunaan kloramfenikol masih memperlihatkan
hasil penurunan suhu 4 hari, sama seperti obat-obat terbaru dari
jenis kuinolon.
b) Ampisilin / Amoksilin; dosis 50 150 mg / kg BB, diberikan
selama 2 minggu.
c) Kotrimoksasol; 2 x 2 tablet (a tablet mengandung 400 mg
sulfametoksasol 80 mg trimetoprim, diberikan selama 2 minggu
pula.
d) Sefalosporin generasi II dan III. Di Sub bagian Penyakit Tropik
dan Infeksi FKUI RSCM, pemberian sefalosporin berhasil
mengatasi demam tipoid dengan baik. Demam pada umumnya
mengalami reda pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4.

H. Pencegahan
Menurut Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (2006), ada 3 strategi pokok
untuk memutuskan transmisi thypoid yaitu:
Identifikasi dan eradikasi Salmonella thypii baik pada kasus demam
thypoid maupun pada kasus carrier thypoid.

14
Pencegahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi Salmonella
thypii akut maupun carrier.
Proteksi pada orang yang beresiko terinfeksi.
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci
tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau
mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum
dipasteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan
hindari makanan pedas karena akan memperberat kerja usus dan
pemberian vaksin.
Penyakit Tifus Abdominalis adalah penyakit menular yang sumber
infeksinya dari feses dan urine, sedangkan lalat pembawa atau penyebar
dari kuman tersebut.
Pasien thypoid harus di rawat di kamar isolasi yang dilengkapi
dengan peralatan untuk merawat pasien yang menderita penyakit menular,
seperti desinfektan untuk mencuci tangan, merendam pakain kotor dan pot
atau urine bekas pakaian pasien. Yang merawat atau sedang menolong
pasien agar memakai celemek.

3.2 KONSEP KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Pengumpulan Data
1. Identitas
Di dalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pendidikan, No. Registrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi
badan, berat badan dan tanggal MRS.
2. Keluhan utama
Pada pasien Typhoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung,
nafsu makan menurun, panas, dan demam.
3. Riwayat Penyakit dahulu
Apakah pasien sebelumnya pernah mengalami sakit Typhoid, dan apakah
menderita penyakit lainnya.

15
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien Typhoid demam, anorexia, mual, muntah, diare,
perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala/pusing, nyeri
otot, lidah kotor, gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Typhoid
atau sakit yang lainnya.
6. Riwayat Psikososial
Psikososial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan
timbul gejala-gejala yang dialami, apakah pasien dapat menerima pada apa
yang di deritanya.
7. Pola-pola fungsi kesehatan
Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan napsu makan selama sakit, lidah
kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi
status nutrisi berubah.
Pola aktivitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktivitasnya akibat adanya kelemahan fisik
serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
Pola tidur dan aktivitas
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang
meningkat, sehingga pasien merasa gelisah, pada waktu tidur.
Pola Eliminasi
Kebiasaan dalam BAK akan terjadi retensi bila dehidrasi karena panas
yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
Pola reproduksi dan seksual
Pola reproduksi dan seksual pada pasien yang telah atau sudah
menikah akan terjadi perubahan.
Pola persepsi dan pengetahuan
Bagaimanakah persepsi terhadap status kesehatan saat ini dan sampai
sejauh mana pasien memahami penyakit dan perawatannya.
Pola konsep diri

16
Adakah gangguan konsep diri.
Pola Penaggulangan Stres
Kaji apakah yang biasa dilakukan pasien dalam menghadapi setiap
stressor.
Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan mengalami hambatan dalam menjalankan perannya
selama sakit.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Adakah gangguan dalam pelaksanaan ibadah sehari-hari.
8. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat,
mual, perut tidak enak, anorexia.
Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal,
konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir
kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran
normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen
ditemukan nyeri tekan.
Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak
terdapat cuping hidung.
Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah
yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien
mengalami peningkatan suhu tubuh.
Sistem integumen
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral
hangat.

17
Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih
pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N -1 cc/kg
BB/jam.
Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada
gangguan.
Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid
dan tonsil.
Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam
penderita penyakit thypoid.

9. Pemeriksaan Penunjang
Untuk melakukan diagnosis penyakit typhus abdominalis, perlu
dilakukan pemeriksaan laboratorium yang mencakup pemeriksaan-
pemeriksaan sebagai berikut :
Pemeriksaan darah tepi : dapat ditemukan leukopenia, limfositosis
relatif, aneosinofilia, trombositopenia, anemia.
Biakan empedu : basil salmonella typhii ditemukan dalam darah
penderita biasanya dalam minggu pertama sakit.
Uji Widal
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi
terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang
yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah menentukan adanya
aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat
infeksi oleh Salmonella Thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin
yaitu :

18
a) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal
dari tubuh kuman).
b) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal
dari flagel kuman).
c) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal
dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar
klien menderita typhoid.

Analisa data
Data yang sudah terkumpul dikelompokkan dan dianalisis untuk
menentukan masalah klien. Untuk mengelompokkan data ini dilihat dari jenis data
yang meliputi data subyek dan dan data obyek. Data subyek adalah data yang
diambil dari ungkapan klien atau keluarga klien sedangkan data obyek adalah data
yang didapat dari suatu pengamatan atau pendapat yang digunakan untuk
menentukan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella thyposa
2. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat
4. Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
dan peningkatan suhu tubuh
5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus
gastrointestinal (penurunan motilitas usus)
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme sekunder terhadap infeksi akut.

19
C. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1 Hipertermi berhubungan NOC: Termoregulasi NIC :
dengan proses infeksi Fever treatment
salmonella thyposa Kriteria Hasil : 1. Monitor suhu
1. Suhu tubuh sesering mungkin
dalam batas 2. Monitor IWL
Definisi : suhu tubuh naik 3. Monitor warna dan
normal
diatas rentang normal suhu kulit
2. Nadi dan
4. Monitor tekanan
respirasi dalam
Batasan Karakteristik: darah, nadi dan RR
kenaikan suhu tubuh diatas batas normal
5. Monitor penurunan
rentang normal. 3. Tidak ada tingkat kesadaran
perubahan warna 6. Monitor WBC, Hb,
Ditandai dengan : kulit dan Hct
Serangan atau 4. Tidak ada pusing 7. Monitor intake dan
konvulsi (kejang) output
Kulit kemerahan 8. Kolaborasi
Pertambahan RR pemberian anti
Takikardi piretik
Saat disentuh tangan 9. Berikan
terasa hangat pengobatan untuk
mengatasi
Faktor faktor yang penyebab demam
berhubungan : 10. Selimuti pasien
- - Penyakit/ trauma 11. Lakukan tapid
- - Peningkatan sponge
metabolisme 12. Kolaboraikan
- - Aktivitas yang berlebih dengan dokter
- - Pengaruh mengenai
medikasi/anastesi pemberian cairan
- intravena sesuai
program
13. Kompres pasien
pada lipat paha dan
aksila
14. Tingkatkan
sirkulasi udara
15. Berikan
pengobatan untuk
mencegah
terjadinya
menggigil

Temperature
regulation
1. Monitor suhu

20
minimal tiap 2 jam
2. Rencanakan
monitoring suhu
secara kontinyu
3. Monitor TD, nadi,
dan RR
4. Monitor warna dan
suhu kulit
5. Monitor tanda-
tanda hipertermi
dan hipotermi
6. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
7. Selimuti pasien
untuk mencegah
hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada
pasien cara
mencegah
keletihan akibat
panas
9. Diskusikan tentang
pentingnya
pengaturan suhu
dan kemungkinan
efek negatif dari
kedinginan
10. Beritahukan
tentang indikasi
terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan
11. Ajarkan indikasi
dari hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
12. Berikan anti
piretik jika perlu

Vital sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah

21
3. Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi,
RR, sebelum,
selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas
dari nadi
7. Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola
pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban
kulit\Monitor
sianosis perifer
11. Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan
sistolik)
12. Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital sign

2 Nyeri akut berhubungan NOC : NIC : Manajemen


dengan proses peradangan Kontrol nyeri nyeri

Definisi : Kriteria Hasil : Intervensi :


Pengalaman sensori dan a) Nyeri berkurang/ 1. Kaji skala nyeri
emosional yang tidak hilang yang komprehensif,
b) Ekspresi wajah meliputi lokasi,
menyenangkan yang muncul
tidak tegang durasi, frekuensi,
akibat kerusakan jaringan
c) Menunjukkan kualitas, intensitas
yang actual atau potensial. teknik relaksasi nyeri
yang efektif 2. Gunakan teknik non
Batasan karakteristik: d) Mengenali faktor farmakologi,
a) Perubahan selera penyebab nyeri. misalnya teknik

22
makan relaksasi
b) Perubahan tekanan 3. Observasi isyarat
darah ketidaknyamanan
c) Perubahan frekuensi non verbal
jantung 4. Berikan analgetik
d) Perubahan frekuensi sesuai kebutuhan
pernafasan
5. Kondisikan
e) Diaphoresis
lingkungan yang
f) Perilaku distraksi
nyaman dengan
g) Sikap melindungi
area nyeri membatasi
h) Indikasi nyeri yang pengunjung.
dapat diamati
i) Perubahan posisi
untuk menghindari
nyeri
j) Sikap tubuh
melindungi
k) Dilatasi pupil
l) Melaporkan nyeri
secara verbal
m) Gangguan tidur

Faktor yang berhubungan :


Agen cedera ( mis : biologis,
zat kimia, fisik, psikologis)

3 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : Nutrition


kurang dari kebutuhan tubuh Nutritional Status : Management
berhubungan dengan intake food and Fluid Intake 1. Kaji adanya alergi
makanan
yang tidak adekuat
Kriteria Hasil : 2. Kolaborasi dengan
a) Adanya ahli gizi untuk
Definisi : Intake nutrisi tidak peningkatan berat menentukan jumlah
cukup untuk keperluan badan sesuai kalori dan nutrisi
metabolisme tubuh. dengan tujuan yang dibutuhkan
b) Berat badan ideal pasien.
Batasan karakteristik : sesuai dengan 3. Anjurkan pasien
a) Berat badan 20 % atau tinggi badan untuk meningkatkan
lebih di bawah ideal c) Mampu intake Fe
b) Dilaporkan adanya mengidentifikasi 4. Anjurkan pasien
intake makanan yang kebutuhan nutrisi untuk meningkatkan
kurang dari RDA d) Tidak ada tanda protein dan vitamin
(Recomended Daily tanda malnutrisi C
Allowance) e) Tidak terjadi 5. Berikan substansi
c) Membran mukosa dan penurunan berat gula

23
konjungtiva pucat badan yang berarti 6. Yakinkan diet yang
d) Kelemahan otot yang dimakan
digunakan untuk mengandung tinggi
menelan/mengunyah serat untuk
e) Luka, inflamasi pada mencegah
rongga mulut konstipasi
f) Mudah merasa kenyang, 7. Berikan makanan
sesaat setelah yang terpilih ( sudah
mengunyah makanan dikonsultasikan
g) Dilaporkan atau fakta dengan ahli gizi)
adanya kekurangan 8. Ajarkan pasien
makanan bagaimana
h) Dilaporkan adanya membuat catatan
perubahan sensasi rasa makanan harian.
i) Perasaan 9. Monitor jumlah
ketidakmampuan untuk nutrisi dan
mengunyah makanan kandungan kalori
j) Miskonsepsi 10. Berikan informasi
k) Kehilangan BB dengan tentang kebutuhan
makanan cukup nutrisi
l) Keengganan untuk 11. Kaji kemampuan
makan pasien untuk
m)Kram pada abdomen mendapatkan nutrisi
n) Tonus otot jelek yang dibutuhkan

Faktor-faktor yang
berhubungan : Nutrition Monitoring
Ketidakmampuan 1. BB pasien dalam
pemasukan atau mencerna batas normal
makanan atau mengabsorpsi 2. Monitor adanya
zat-zat gizi berhubungan penurunan berat
dengan faktor biologis, badan
psikologis atau ekonomi. 3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi
anak atau orangtua
selama makan
5. Monitor lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
7. Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi

24
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
10. Monitor mual dan
muntah
11. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
12. Monitor makanan
kesukaan
13. Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
14. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
15. Monitor kalori dan
intake nuntrisi
16. Catat adanya
edema, hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oral.
17. Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet

4 Resiko kekurangan cairan NOC: Fluid management


berhubungan dengan intake Fluid balance 1. Timbang
yang tidak adekuat dan Hydration popok/pembalut
Nutritional Status : jika diperlukan
peningkatan suhu tubuh.
Food and Fluid Intake 2. Pertahankan
catatan intake dan
Definisi : Kriteria Hasil : output yang akurat
Penurunan cairan 1. Mempertahankan 3. Monitor status
intravaskuler, interstisial, urine output sesuai hidrasi (
dan/atau intrasellular. Ini dengan usia dan kelembaban
mengarah ke dehidrasi, BB, BJ urine membran mukosa,
kehilangan cairan dengan normal, HT nadi adekuat,
pengeluaran sodium normal tekanan darah
2. Tekanan darah, ortostatik ), jika
Batasan Karakteristik : nadi, suhu tubuh diperlukan
1. Kelemahan dalam batas 4. Monitor vital sign
2. Haus normal 5. Monitor masukan
3. Penurunan turgor 3. Tidak ada tanda makanan / cairan

25
kulit/lidah tanda dehidrasi, dan hitung intake
4. Membran mukosa/kulit Elastisitas turgor kalori harian
kering kulit baik, 6. Lakukan terapi IV
5. Peningkatan denyut nadi, membran mukosa 7. Monitor status
penurunan tekanan darah, lembab, tidak ada nutrisi
penurunan rasa haus yang 8. Berikan cairan
volume/tekanan nadi berlebihan 9. Berikan cairan IV
6. Pengisian vena menurun pada suhu ruangan
7. Perubahan status mental 10. Dorong masukan
8. Konsentrasi urine oral
meningkat 11. Berikan
9. Temperatur tubuh penggantian
meningkat nesogatrik sesuai
10. Hematokrit meninggi output
11. Kehilangan berat badan 12. Dorong keluarga
seketika (kecuali pada untuk membantu
third spacing) pasien makan
13. Tawarkan snack (
Faktor-faktor yang jus buah, buah
berhubungan: segar )
- Kehilangan volume 14. Kolaborasi dokter
cairan secara aktif jika tanda cairan
- Kegagalan mekanisme berlebih muncul
pengaturan meburuk
15. Atur kemungkinan
tranfusi
16. Persiapan untuk
tranfusi

5 Konstipasi berhubungan NOC: NIC: Constipation/


dengan penurunan motilitas Bowel elimination Impaction
traktus gastrointestinal Hydration Management
(penurunan motilitas usus)
Kriteria Hasil : 1. Monitor tanda dan
1. Mempertahankan gejala konstipasi
bentuk feses lunak 2. Monior bising usus
setiap 1-3 hari 3. Monitor feses:
2. Bebas dari frekuensi,
ketidaknyamanan konsistensi dan
dan konstipasi volume
3. Mengidentifikasi 4. Konsultasi dengan
indicator untuk dokter tentang
mencegah penurunan dan
konstipasi peningkatan bising
usus
5. Monitor tanda dan
gejala
ruptur usus/peritoni

26
tis
6. Jelaskan etiologi
dan rasionalisasi
tindakan terhadap
pasien
7. Identifikasi faktor
penyebab dan
kontribusi
konstipasi
8. Dukung intake
cairan
9. Kolaborasikan
pemberian laksatif
6 Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
berhubungan dengan - Energy 1. Tingkatkan tirah
peningkatan kebutuhan conservation baring dan berikan
metabolisme sekunder - Activity tolerance lingkungan tenang
terhadap infeksi akut. - Self care dan batasi
pengunjung
Kriteria hasil : 2. Ubah posisi dengan
- Berpartisipasi sering, berikan
dalam aktivitas perawatan kulit yang
fisik tanpa disertai baik
peningkatan 3. Tingkatkan aktifitas
sesuai toleransi
tekanan darah,
4. Berikan aktifitas
nadi, dan RR
hiburan yang tepat
- Mampu melakukan (nonton TV, radio)
aktivitas sehari-hari
- Tanda-tanda vital
normal
- Energy psikomotor
- Level kelamahan
- Mampu berpindah
- Sirkulasi status
baik

D. Implementasi
Menurut Wilkinson (2007) implementasi yang bisa dilakukan oleh perawat
terdiri dari :
a) Melakukan, implementasi pelaksanaan kegiatan di bagi di dalam beberapa
kriteria yaitu :

27
Di laksanakan dengan mengikuti order dari pemberi perawatan kesehatan
lain.
Intervensi yang di lakukan dengan profesional kesehatan yang lain.
Intervensi di lakukan dengan melakukan nursing orders dan sering juga
digabungkan dengan order dari medis.
b) Mendelegasikan
Pelaksanaan dapat didelegasikan hanya saja ada beberapa tanggung
jawab yang perlu di cermati oleh pemberi delegasi.
c) Mencatat
Pencatatan bisa dilakukan dengan berbagai format tergantung pilihan
dari setiap institusi (NANDA, NIC & NOC : 2010).

E. Evaluasi
Menurut Wilkinson (2007), secara umum evaluasidiartikan sebagai proses
yang disengaja dan sistematik dimana penilaian di buat mengenai kualitas,
nilai atau kelayakan darisesuai dengan membandingkan pada kriteria yang
didefinisikan atau standart sebelumnya. Evaluasi ini bertujuan untuk
mengetahui kemajuan klien, dan keefektifan dari rencana asuhan keperawatan.
Evaluasi di mulai dengan penkajian dasar dan dilanjutkan selama setiap
kontak perawat dengan pasien(NANDA, NIC & NOC : 2010).

DISCHARGE PLANNING

1. Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah


defekasi
2. Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan
3. Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
4. Penderita memerlukan istirahat
5. Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat (Samsuridjal D dan
Heru S, 2003)
6. Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak

28
7. Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping
8. Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus
dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut
9. Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan. (Suriadi
& Rita Y, 2001)

29
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

30
DAFTAR PUSTAKA

Suriadi dan Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : CV.
Sagung Seto.

Amin Huda Nurarif dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan diagnose Medis dan Nanda Nic-Noc. Yogyakarta: Medication
Publishing Jogjakarta.

Rekawati Susilaningrum, dkk. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak untuk
Perawat dan Bidan. Jakarta : Salemba Medika.

http://nersjofan.blogspot.co.id/2013/11/materi-dan-pathway-demam-tifoid-
thypoid.html

31

Anda mungkin juga menyukai