PENDAHULUAN
1
jadi luka dan menyebabkan pendarahan serta bisa mengakibatkan kebocoran
usus.
1. Apa konsep medik dan asuhan keperawatan pada penyakit demam thypoid
?
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum :
Mahasiswa dapat mengetahui dan mencegah terjadinya Demam
Thypiod serta mengimplementasikan asuhan keperawatan demam thypoid
di lapangan
2. Tujuan khusus :
Mengetahui konsep medik dan asuhan keperawatan pada penyakit
Demam Thypoid
1.4 Manfaat
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa
di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal
kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
Absorbsi
Absorbsi makanan yang sudah dicerna seluruhnya berlangsung didalam
usus halus melalui 2 saliran yaitu pembuluh darah kapiler dalam darah dan saluran
limfe disebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vili berisi laktat, pembuluh
4
darah epithelium dan jaringan otot yang diikat bersama oleh jaringan limfoid
seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh epithelium.
Fungsi usus halus
Menerima zat-zat makanan yang sudah di cernah untuk di serap melalui
kapiler kapiler darah dan saluran saluran limfe.
Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
Karbohidrat dalam bentuk monosakarida.
Di dalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yaitu :
Enterokinase , mengaktifkan enzim proteolitik.
Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino.
Laktase mengubah lactase manjadi monosakarida.
Maltose mengubah maltase menjadi monosakarida.
Sukrose mengubah sukrosa manjadi monosakarida.
5
C. Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah
ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan
berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat
yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh
dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air
besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material
di dalam rektum akan memicusistem saraf yang menimbulkan keinginan
untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material
akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali
dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan
pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,
tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam
pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh
(kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur
oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang
air besar - BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
Fungsi usus besar adalah:
Menyerap air dan makanan
Tempat tinggal bakteri koli
Tempat feses
6
BAB III
ISI
A. Pengertian
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kumanSalmonella thypii ( Arief Mansjoer, 2000).
Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus
halus yang disebabkan oleh Salmonella thypii, yang ditularkan melalui
makanan, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella
thypii (Hidayat, 2006).
Menurut Nursalam et al. (2008), demam tipoid adalah penyakit infeksi
akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang
lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Typhoid
adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan
oleh Salmonella thypii dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu,
gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran yang ditularkan melalui
makanan, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella
thypii.
B. Epidemiologi
Penyakit typhus abdominalis biasa dikenal dengan penyakit typhus.
Namun, dalam dunia kedokteran disebut tyfoid fever.
Di Indonesia, diperkirakan angka kejadian penyakit ini adalah 300 810
kasus per 100.000 penduduk/tahun. Insiden tertinggi didapatkan pada anak-
anak. Orang dewasa sering mengalami infeksi ringan dan sembuh sendiri lalu
menjadi kebal. Insiden penderita berumur 12 tahun keatas adalah 70 80%,
penderita umur antara 12 dan 30 tahun adalah 10 20%, penderita antara 30
40 tahun adalah 5 10%, dan hanya 5 10% diatas 40 tahun.
7
C. Etiologi
Faktor Etiologi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang
tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C
yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah
diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah
minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak
mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari WC dan menyiapkan
makanan.
Salmonella typhosa, merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan
bulu getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam
antigen yaitu antigen O (Ohne Hauch) yaitu somatic antigen (tidak menyebar),
terdiri dari zat kompleks lipopolisakarida, antigen H (Hauch/menyebar)
terdapat pada flagella, antigen Vi merupakan polisakarida kapsul verilen.
Ketiga jenis antigen tersebut didalam tuibuh manusia akan menimbulkan
pembentukan tiga macam antibody yang lazim disebut aglutinin
(Ngastiyah,1997).
Selain itu penyakit Tipus Abdomnalis juga bisa didukung oleh faktor-
faktor antara lain : pengetahuan tentang kesehatan diri dan lingkungan yang
relative rendah, penyediaan air bersih yang tidak memadai. Keluarga dengan
hygiene sanitasi yang rendah, pemasalahan pada identifikasi dan pelaksanaan
karier, keterlambatan membuat diagnosis yang pasti, patogenesis dan faktor
virulensi yang belum dimengerti sepenuhnya serta belum tersedianya vaksin
yang efektif, aman dan murah Pang dalam (Soegijanto Soegeng, 2002).
D. Manifestasi Klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika
dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Masa
tunas tersingkat adalah empat hari, jika infeksi terjadi melalui makanan.
Sedangkan, masa tunas terlama berlangsung 30 hari, jika infeksi melalui
minuman.
8
Tanda dan gejala dari thypoid ialah :
D. Patofisiologi
9
zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen
yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipothalamus
yang mengakibatkan timbulnya gejala demam.
Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut
monokines yang menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem,
instabilitas vaskuler, depresi sumsum tulang dan panas. Infiltrasi jaringan oleh
makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosist sudah berdegenerasi
yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini beragregasi maka terbentuk nodul
terutama dalam usus halus, jaringan limfe mesemterium, limpa, hati, sumsum
tulang dan organ yang terinfeksi.
Kelainan utama yang terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang
hiperplasi (minggu I), nekrosis (minggu II) dan ulserasi (minggu III). Pada
dinding ileum terjadi ulkus yang dapat menyebabkan perdarahan atau
perforasi intestinal.
10
11
E. Komplikasi
a) Komplikasi intestinal
Perdarahan usus
Perforasi usus
Ileus paralitik
b) Komplikasi ekstra intestinal
Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis.
Darah : anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitik.
Paru : pneumoni, empiema, pleuritis.
Hepar dan kandung empedu : hipatitis dan kolesistitis.
Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
Tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan arthritis
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan darah tepi : leukopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia,
trombositopenia
Pemeriksaan sumsum tulang : menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum
tulang
Baiakn empedu : terdapat basil salmonella typhosa pada urin dan tinja.
Jika pada pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan
basil salmonella typhosa pada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan
betul-betul sembuh.
Pemeriksaan widal : didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau
lebih sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak
bermakna untuk menegakkan diagnosis karena titer H dapat tetap tinggi
setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh.
12
G. Penatalaksanaan
1. Non farmakologi
Perawatan
a) Tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih selama 14 hari.
b) Posisi tubuh harus diubah setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus.
c) Mobilisasi sesuai kondisi.
Diet
a) Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan
penyakitnya (mula-mula air, lalu makanan lunak, dan kemudian
makanan biasa).
b) Makanan mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein,
tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun
menimbulkan banyak gas.
13
f) Lemak nabati : margarin, mentega, dan minyak dalam jumlah terbatas
untuk menumis, mengoles dan setup
g) Minuman : teh encer, sirup
h) Bumbu : garam, vetsin, gula, cuka, salam, laos, kunyit, kunci dalam
jumlah terbatas
2. Farmakologi
Pemberian antibiotic : untuk menghentikan dan memusnakan
penyebaran kuman. Antibiotik yang dapat digunakan :
a) Kloramfenikoldosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x 500
mg, diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas
demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 x 250 mg selama 5
hari kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk di RSUP
Persahabatan), penggunaan kloramfenikol masih memperlihatkan
hasil penurunan suhu 4 hari, sama seperti obat-obat terbaru dari
jenis kuinolon.
b) Ampisilin / Amoksilin; dosis 50 150 mg / kg BB, diberikan
selama 2 minggu.
c) Kotrimoksasol; 2 x 2 tablet (a tablet mengandung 400 mg
sulfametoksasol 80 mg trimetoprim, diberikan selama 2 minggu
pula.
d) Sefalosporin generasi II dan III. Di Sub bagian Penyakit Tropik
dan Infeksi FKUI RSCM, pemberian sefalosporin berhasil
mengatasi demam tipoid dengan baik. Demam pada umumnya
mengalami reda pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4.
H. Pencegahan
Menurut Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (2006), ada 3 strategi pokok
untuk memutuskan transmisi thypoid yaitu:
Identifikasi dan eradikasi Salmonella thypii baik pada kasus demam
thypoid maupun pada kasus carrier thypoid.
14
Pencegahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi Salmonella
thypii akut maupun carrier.
Proteksi pada orang yang beresiko terinfeksi.
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci
tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau
mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum
dipasteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan
hindari makanan pedas karena akan memperberat kerja usus dan
pemberian vaksin.
Penyakit Tifus Abdominalis adalah penyakit menular yang sumber
infeksinya dari feses dan urine, sedangkan lalat pembawa atau penyebar
dari kuman tersebut.
Pasien thypoid harus di rawat di kamar isolasi yang dilengkapi
dengan peralatan untuk merawat pasien yang menderita penyakit menular,
seperti desinfektan untuk mencuci tangan, merendam pakain kotor dan pot
atau urine bekas pakaian pasien. Yang merawat atau sedang menolong
pasien agar memakai celemek.
15
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien Typhoid demam, anorexia, mual, muntah, diare,
perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala/pusing, nyeri
otot, lidah kotor, gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Typhoid
atau sakit yang lainnya.
6. Riwayat Psikososial
Psikososial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan
timbul gejala-gejala yang dialami, apakah pasien dapat menerima pada apa
yang di deritanya.
7. Pola-pola fungsi kesehatan
Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan napsu makan selama sakit, lidah
kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi
status nutrisi berubah.
Pola aktivitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktivitasnya akibat adanya kelemahan fisik
serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
Pola tidur dan aktivitas
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang
meningkat, sehingga pasien merasa gelisah, pada waktu tidur.
Pola Eliminasi
Kebiasaan dalam BAK akan terjadi retensi bila dehidrasi karena panas
yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
Pola reproduksi dan seksual
Pola reproduksi dan seksual pada pasien yang telah atau sudah
menikah akan terjadi perubahan.
Pola persepsi dan pengetahuan
Bagaimanakah persepsi terhadap status kesehatan saat ini dan sampai
sejauh mana pasien memahami penyakit dan perawatannya.
Pola konsep diri
16
Adakah gangguan konsep diri.
Pola Penaggulangan Stres
Kaji apakah yang biasa dilakukan pasien dalam menghadapi setiap
stressor.
Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan mengalami hambatan dalam menjalankan perannya
selama sakit.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Adakah gangguan dalam pelaksanaan ibadah sehari-hari.
8. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat,
mual, perut tidak enak, anorexia.
Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal,
konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir
kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran
normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen
ditemukan nyeri tekan.
Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak
terdapat cuping hidung.
Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah
yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien
mengalami peningkatan suhu tubuh.
Sistem integumen
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral
hangat.
17
Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih
pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N -1 cc/kg
BB/jam.
Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada
gangguan.
Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid
dan tonsil.
Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam
penderita penyakit thypoid.
9. Pemeriksaan Penunjang
Untuk melakukan diagnosis penyakit typhus abdominalis, perlu
dilakukan pemeriksaan laboratorium yang mencakup pemeriksaan-
pemeriksaan sebagai berikut :
Pemeriksaan darah tepi : dapat ditemukan leukopenia, limfositosis
relatif, aneosinofilia, trombositopenia, anemia.
Biakan empedu : basil salmonella typhii ditemukan dalam darah
penderita biasanya dalam minggu pertama sakit.
Uji Widal
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi
terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang
yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah menentukan adanya
aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat
infeksi oleh Salmonella Thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin
yaitu :
18
a) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal
dari tubuh kuman).
b) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal
dari flagel kuman).
c) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal
dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar
klien menderita typhoid.
Analisa data
Data yang sudah terkumpul dikelompokkan dan dianalisis untuk
menentukan masalah klien. Untuk mengelompokkan data ini dilihat dari jenis data
yang meliputi data subyek dan dan data obyek. Data subyek adalah data yang
diambil dari ungkapan klien atau keluarga klien sedangkan data obyek adalah data
yang didapat dari suatu pengamatan atau pendapat yang digunakan untuk
menentukan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella thyposa
2. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat
4. Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
dan peningkatan suhu tubuh
5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus
gastrointestinal (penurunan motilitas usus)
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme sekunder terhadap infeksi akut.
19
C. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1 Hipertermi berhubungan NOC: Termoregulasi NIC :
dengan proses infeksi Fever treatment
salmonella thyposa Kriteria Hasil : 1. Monitor suhu
1. Suhu tubuh sesering mungkin
dalam batas 2. Monitor IWL
Definisi : suhu tubuh naik 3. Monitor warna dan
normal
diatas rentang normal suhu kulit
2. Nadi dan
4. Monitor tekanan
respirasi dalam
Batasan Karakteristik: darah, nadi dan RR
kenaikan suhu tubuh diatas batas normal
5. Monitor penurunan
rentang normal. 3. Tidak ada tingkat kesadaran
perubahan warna 6. Monitor WBC, Hb,
Ditandai dengan : kulit dan Hct
Serangan atau 4. Tidak ada pusing 7. Monitor intake dan
konvulsi (kejang) output
Kulit kemerahan 8. Kolaborasi
Pertambahan RR pemberian anti
Takikardi piretik
Saat disentuh tangan 9. Berikan
terasa hangat pengobatan untuk
mengatasi
Faktor faktor yang penyebab demam
berhubungan : 10. Selimuti pasien
- - Penyakit/ trauma 11. Lakukan tapid
- - Peningkatan sponge
metabolisme 12. Kolaboraikan
- - Aktivitas yang berlebih dengan dokter
- - Pengaruh mengenai
medikasi/anastesi pemberian cairan
- intravena sesuai
program
13. Kompres pasien
pada lipat paha dan
aksila
14. Tingkatkan
sirkulasi udara
15. Berikan
pengobatan untuk
mencegah
terjadinya
menggigil
Temperature
regulation
1. Monitor suhu
20
minimal tiap 2 jam
2. Rencanakan
monitoring suhu
secara kontinyu
3. Monitor TD, nadi,
dan RR
4. Monitor warna dan
suhu kulit
5. Monitor tanda-
tanda hipertermi
dan hipotermi
6. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
7. Selimuti pasien
untuk mencegah
hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada
pasien cara
mencegah
keletihan akibat
panas
9. Diskusikan tentang
pentingnya
pengaturan suhu
dan kemungkinan
efek negatif dari
kedinginan
10. Beritahukan
tentang indikasi
terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan
11. Ajarkan indikasi
dari hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
12. Berikan anti
piretik jika perlu
21
3. Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi,
RR, sebelum,
selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas
dari nadi
7. Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola
pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban
kulit\Monitor
sianosis perifer
11. Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan
sistolik)
12. Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital sign
22
makan relaksasi
b) Perubahan tekanan 3. Observasi isyarat
darah ketidaknyamanan
c) Perubahan frekuensi non verbal
jantung 4. Berikan analgetik
d) Perubahan frekuensi sesuai kebutuhan
pernafasan
5. Kondisikan
e) Diaphoresis
lingkungan yang
f) Perilaku distraksi
nyaman dengan
g) Sikap melindungi
area nyeri membatasi
h) Indikasi nyeri yang pengunjung.
dapat diamati
i) Perubahan posisi
untuk menghindari
nyeri
j) Sikap tubuh
melindungi
k) Dilatasi pupil
l) Melaporkan nyeri
secara verbal
m) Gangguan tidur
23
konjungtiva pucat badan yang berarti 6. Yakinkan diet yang
d) Kelemahan otot yang dimakan
digunakan untuk mengandung tinggi
menelan/mengunyah serat untuk
e) Luka, inflamasi pada mencegah
rongga mulut konstipasi
f) Mudah merasa kenyang, 7. Berikan makanan
sesaat setelah yang terpilih ( sudah
mengunyah makanan dikonsultasikan
g) Dilaporkan atau fakta dengan ahli gizi)
adanya kekurangan 8. Ajarkan pasien
makanan bagaimana
h) Dilaporkan adanya membuat catatan
perubahan sensasi rasa makanan harian.
i) Perasaan 9. Monitor jumlah
ketidakmampuan untuk nutrisi dan
mengunyah makanan kandungan kalori
j) Miskonsepsi 10. Berikan informasi
k) Kehilangan BB dengan tentang kebutuhan
makanan cukup nutrisi
l) Keengganan untuk 11. Kaji kemampuan
makan pasien untuk
m)Kram pada abdomen mendapatkan nutrisi
n) Tonus otot jelek yang dibutuhkan
Faktor-faktor yang
berhubungan : Nutrition Monitoring
Ketidakmampuan 1. BB pasien dalam
pemasukan atau mencerna batas normal
makanan atau mengabsorpsi 2. Monitor adanya
zat-zat gizi berhubungan penurunan berat
dengan faktor biologis, badan
psikologis atau ekonomi. 3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi
anak atau orangtua
selama makan
5. Monitor lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
7. Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
24
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
10. Monitor mual dan
muntah
11. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
12. Monitor makanan
kesukaan
13. Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
14. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
15. Monitor kalori dan
intake nuntrisi
16. Catat adanya
edema, hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oral.
17. Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet
25
kulit/lidah tanda dehidrasi, dan hitung intake
4. Membran mukosa/kulit Elastisitas turgor kalori harian
kering kulit baik, 6. Lakukan terapi IV
5. Peningkatan denyut nadi, membran mukosa 7. Monitor status
penurunan tekanan darah, lembab, tidak ada nutrisi
penurunan rasa haus yang 8. Berikan cairan
volume/tekanan nadi berlebihan 9. Berikan cairan IV
6. Pengisian vena menurun pada suhu ruangan
7. Perubahan status mental 10. Dorong masukan
8. Konsentrasi urine oral
meningkat 11. Berikan
9. Temperatur tubuh penggantian
meningkat nesogatrik sesuai
10. Hematokrit meninggi output
11. Kehilangan berat badan 12. Dorong keluarga
seketika (kecuali pada untuk membantu
third spacing) pasien makan
13. Tawarkan snack (
Faktor-faktor yang jus buah, buah
berhubungan: segar )
- Kehilangan volume 14. Kolaborasi dokter
cairan secara aktif jika tanda cairan
- Kegagalan mekanisme berlebih muncul
pengaturan meburuk
15. Atur kemungkinan
tranfusi
16. Persiapan untuk
tranfusi
26
tis
6. Jelaskan etiologi
dan rasionalisasi
tindakan terhadap
pasien
7. Identifikasi faktor
penyebab dan
kontribusi
konstipasi
8. Dukung intake
cairan
9. Kolaborasikan
pemberian laksatif
6 Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
berhubungan dengan - Energy 1. Tingkatkan tirah
peningkatan kebutuhan conservation baring dan berikan
metabolisme sekunder - Activity tolerance lingkungan tenang
terhadap infeksi akut. - Self care dan batasi
pengunjung
Kriteria hasil : 2. Ubah posisi dengan
- Berpartisipasi sering, berikan
dalam aktivitas perawatan kulit yang
fisik tanpa disertai baik
peningkatan 3. Tingkatkan aktifitas
sesuai toleransi
tekanan darah,
4. Berikan aktifitas
nadi, dan RR
hiburan yang tepat
- Mampu melakukan (nonton TV, radio)
aktivitas sehari-hari
- Tanda-tanda vital
normal
- Energy psikomotor
- Level kelamahan
- Mampu berpindah
- Sirkulasi status
baik
D. Implementasi
Menurut Wilkinson (2007) implementasi yang bisa dilakukan oleh perawat
terdiri dari :
a) Melakukan, implementasi pelaksanaan kegiatan di bagi di dalam beberapa
kriteria yaitu :
27
Di laksanakan dengan mengikuti order dari pemberi perawatan kesehatan
lain.
Intervensi yang di lakukan dengan profesional kesehatan yang lain.
Intervensi di lakukan dengan melakukan nursing orders dan sering juga
digabungkan dengan order dari medis.
b) Mendelegasikan
Pelaksanaan dapat didelegasikan hanya saja ada beberapa tanggung
jawab yang perlu di cermati oleh pemberi delegasi.
c) Mencatat
Pencatatan bisa dilakukan dengan berbagai format tergantung pilihan
dari setiap institusi (NANDA, NIC & NOC : 2010).
E. Evaluasi
Menurut Wilkinson (2007), secara umum evaluasidiartikan sebagai proses
yang disengaja dan sistematik dimana penilaian di buat mengenai kualitas,
nilai atau kelayakan darisesuai dengan membandingkan pada kriteria yang
didefinisikan atau standart sebelumnya. Evaluasi ini bertujuan untuk
mengetahui kemajuan klien, dan keefektifan dari rencana asuhan keperawatan.
Evaluasi di mulai dengan penkajian dasar dan dilanjutkan selama setiap
kontak perawat dengan pasien(NANDA, NIC & NOC : 2010).
DISCHARGE PLANNING
28
7. Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping
8. Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus
dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut
9. Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan. (Suriadi
& Rita Y, 2001)
29
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
30
DAFTAR PUSTAKA
Suriadi dan Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : CV.
Sagung Seto.
Amin Huda Nurarif dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan diagnose Medis dan Nanda Nic-Noc. Yogyakarta: Medication
Publishing Jogjakarta.
Rekawati Susilaningrum, dkk. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak untuk
Perawat dan Bidan. Jakarta : Salemba Medika.
http://nersjofan.blogspot.co.id/2013/11/materi-dan-pathway-demam-tifoid-
thypoid.html
31