Anda di halaman 1dari 7

Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan suatu proses

pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi
pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan
mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki
pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel da-pat diterapkan (ditransfer) dari satu
permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.

CTL merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam
kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan
konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran
berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer
pengetahuan dari guru ke siswa.

Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme dipandang sebagai salah satu


strategi yang memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi. Dengan lima strategi
pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning), yaitu relating, experiencing,
applying, cooperating, dan transferrini diharapkan peserta didik mampu mencapai kompetensi
secara maksimal.

Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru lebih
banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas
sebagai sebuah tim yang bekerja ber-sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota
kelas (siswa). Sesu-atu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.
Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan-nya dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidu-pan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama
pembelaaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning),
menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan
penilaian sebenarnya (authentic assessment).

Best regards,
Dedi Siswoy

Pembelajaran Konvensional
Menurut Djamarah (1996), metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran
tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah
dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar
dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah
yang diiringi dengan penjelasan serta pembagian tugas dan latihan.

Pembelajaran pada metode konvesional, peserta didik lebih banyak mendengarkan penjelasan guru
di depan kelas dan melaksanakan tugas jika guru memberikan latihan soal-soal kepada peserta
didik. Yang sering digunakan pada pembelajaran konvensional antara lain metode ceramah,
metode tanya jawab, metode diskusi, metode penugasan.

Metode lainnya yang sering digunakan dalam metode konvensional antara lain adalah ekspositori.
Metode ekspositori ini seperti ceramah, di mana kegiatan pembelajaran terpusat pada guru sebagai
pemberi informasi (bahan pelajaran). Ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan
contoh soal disertai tanya jawab. Peserta didik tidak hanya mendengar dan membuat catatan. Guru
bersama peserta didik berlatih menyelesaikan soal latihan dan peserta didik bertanya kalau belum
mengerti. Guru dapat memeriksa pekerjaan peserta didik secara individual, menjelaskan lagi
kepada peserta didik secara individual atau klasikal.

A. Metode Ceramah

Menurut Sinarno Surakhmad dalam Suryobroto (2009) yang dimaksud dengan ceramah sebagai
metode mengajar ialah penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelasnya. Selama
ceramah berlangsung, guru dapat menggunakan alat-alat bantu seperti gambar-gambar agar
uraiannya menjadi lebih jelas. Metode utama yang digunakan dalam hubungan antara guru dengan
peserta didik adalah berbicara.

* Kelebihan metode ceramah

1. Guru mudah menguasai kelas


2. Mudah mengorganisasikan tempat duduk/kelas
3. Dapat diikuti oleh jumlah peserta didik yang besar
4. Mudah mempersiapkan dan melaksanakan
5. Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik
* Kekurangan metode ceramah

1. Mudah menjadi verbilisme (pengertian kata-kata)


2. Bila selalu digunakan dan terlalu lama, membosankan.
3. Guru menyimpulkan bahwa peserta didik mengerti dan tertarik pada ceramahnya
4. Menyebabkan peserta didik menjadi pasif

B. Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran yang harus dijawab, terutama dari guru
kepada peserta didik, tetapi dapat pula dari peserta didik kepada guru Djamarah dan Zain (2006).

* Kelebihan medote tanya jawab

1. Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhatian peserta didik


2. Merangsang peserta didik untuk melatih dan mengembangkan daya pikir, termasuk daya
ingatan
3. Mengembangkan keberanian dan keterampilan peserta didik dalam menjawab dan
mengemukakan pendapat.

* Kekurangan medote tanya jawab

1. Guru yang kurang dapat mendorong peserta didik untuk berani, menyebabkan peserta didik
menjadi takut bertanya
2. Tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkat berfikir dan mudah
dipahami peserta didik.
3. Waktu banyak terbuang, terutama apabila peserta didik tidak dapat menjawab pertanyaan
sampai dua atau tiga orang
4. Dalam jumlah peserta didik yang banyak, tidak mungkin cukup waktu untuk memberikan
pertanyaan kepada setiap peserta didik

C. Ciri-ciri Pembelajaran Konvensional

Secara umum, (Djamarah, 1996) menyebutkan ciri-ciri pembelajaran konvensional sebagai


berikut:

1. Peserta didik adalah penerima informasi secara pasif, dimana peserta didik menerima
pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari informasi dan
keterampilan yang dimiliki sesuai standar.
2. Belajar secara individual
3. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
4. Perilaku dibangun berdasarkan kebiasaan
5. Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final
6. Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran
7. Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik
8. Interaksi di antara peserta didik kurang
9. Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-
kelompok belajar.

Namun perlu diketahui bahwa pembelajaran dengan model ini dipandang cukup efektif atau
mempunyai keunggulan, terutama:

1. Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain


2. Menyampaikan informasi dengan cepat
3. Membangkitkan minat akan informasi
4. Mengajari peserta didik yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan
5. Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.

Sedangkan kelemahan dari pembelajaran model ini, menurut Suyitno (dalam Sulistiyorini, 2007)
antara lain sebagai berikut:

1. Kegiatan belajar adalah memindahkan pengetahuan dari guru ke peserta didik. Tugas guru
adalah memberi dan tugas peserta didik adalah menerima.
2. Kegiatan pembelajaran seperti mengisi botol kosong dengan pengetahuan. Peserta didik
merupakan penerima pengetahuan yang pasif.
3. Pembelajaran konvensional cenderung mengkotak-kotakkan peserta didik.
4. Kegiatan belajar mengajar lebih menekankan pada hasil daripada proses.
5. Memacu peserta didik dalam kompetisi bagaikan ayam aduan, yaitu peserta didik bekerja
keras untuk mengalahkan teman sekelasnya. Siapa yang kuat dia yang menang.

D. Pendekatan Pembelajaran Konvensional

Ujang Sukandi (2003), mendefenisikan bahwa pendekatan konvensional ditandai dengan guru
mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah
peserta didik mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu dan pada saat proses
pembelajaran peserta didik lebih banyak mendengarkan. Di sini terlihat bahwa pendekatan
konvensional yang dimaksud adalah proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya
sebagai pentransfer ilmu, sementara peserta didik lebih pasif sebagai penerima ilmu.

Philip R. Wallace (dalam Sunarto, 2009) memandang pembelajaran ekspoisitori adalah proses
pembelajaran yang dilakukan sebagai mana umumnya guru membelajarkan materi kepada peserta
didiknya. Guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, sedangkan peserta didik lebih
banyak sebagai penerima. Sistem pembelajaran konvensional (faculty teaching) cenderung kental
dengan suasana instruksional dan dirasa kurang sesuai dengan dinamika perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat. Di samping itu sistem pembelajaran
konvensional kurang fleksibel dalam mengakomodasi perkembangan materi kompetensi karena
guru harus intensif menyesuaikan materi pelajaran dengan perkembangan teknologi terbaru.
Selanjutnya Philip R. Wallace (dalam Sunarto 2009), menyatakan pembelajaran dikatakan
mengggunakan pendekatan konvensional apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Otoritas seorang guru lebih diutamakan dan berperan sebagai contoh bagi murid-muridnya.
2. Perhatian kepada masing-masing individu atau minat sangat kecil
3. Pembelajaran di sekolah lebih banyak dilihat sebagai persiapan akan masa depan, bukan
sebagai peningkatan kompetensi peserta didik di saat ini.
4. Penekanan yang mendasar adala pada bagaimana pengetahuan dapat diserap oleh peserta
didik dan penguasaan pengetahuan tersebutlah yang menjadi tolak ukur keberhasilan
tujuan, sementara pengembangan potensi peserta didik terabaikan.

Jika dilihat dari tiga jalur modus penyampaian pesan pembelajaran, penyelenggaraan
pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus telling (pemberian informasi),
ketimbang modus demonstrating (memperagakan) dan doing direct performance (memberikan
kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Dalam kata lain, guru lebih sering
menggunakan strategi atau metode ceramah atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam
kurikulum secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dair
ketuntasannya menyampaikan seluruh meteri yang ada dalam kurikulum.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pendekatan konvensional dapat dimaklumi sebagai


pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru
ke peserta didik, metode pembelajaran lebih pada penguasaan konsep-konsep bukan kompetensi.
Meskipun banyak terdapat kekurangan, model pembelajaran konvensional ini masih diperlukan,
mengingat model ini cukup efektif dalam memberikan pemahaman kepada para murid pada awal-
awal kegiatan pembelajaran

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran kelompok dengan jumlah peserta didik
2-5 orang dengan gagasan untuk saling memotivasi antara anggotanya untuk saling membantu
agar tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang maksimal. Berikut ini merupakan beberapa
pengertian pembelajaran kooperatif (cooperative learning) menurut para ahli.
1. Depdiknas (2003:5) Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) merupakan strategi
pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
2. Bern dan Erickson (2001:5) Cooperative learning (pembelajaran kooperatif) merupakan
strategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok
belajar kecil di mana siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar.
3. Johnson, et al. (1994); Hamid Hasan (1996) Belajar kooperatif adalah pemanfaatan
kelompok kecil (2-5 orang) dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja
bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam
kelompok.
4. Suprijono, Agus (2010:54) Model pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih
luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh
guru atau diarahkan oleh guru.
5. Slavin (Isjoni, 2011:15) In cooperative learning methods, students work together in
four member teams to master material initially presented by the teacher. Ini berarti
bahwa cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6
orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang peserta didik lebih bergairah dalam
belajar. Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah cara belajar dalam bentuk kelompok-kelompok kecil
yang saling bekerjasama dan diarahkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang diharapkan.
6. Eggen and Kauchak (1996:279) Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok
strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai
tujuan bersama.
7. Sunal dan Hans (2000) Cooperative learning merupakan suatu cara pendekatan atau
serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta
didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran.
8. Stahl (1994) Cooperative learning dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan
meningkatkan sikap tolong menolong dalam perilaku sosial.
9. Kauchak dan Eggen dalam Azizah (1998) Cooperative learning merupakan strategi
pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaboratif dalam mencapai
tujuan.
10. Djajadisastra (1982) Metode belajar kelompok merupakan suatu metode mengajar
dimana murid-murid disusun dalam kelompok-kelompok waktu menerima pelajaran atau
mengerjakan soal-soal dan tugas-tugas.

Anda mungkin juga menyukai