Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bidang kelautan yang didefinisikan sebagai sektor perikanan, pariwisata


bahari, pertambangan laut, industri maritim, perhubungan laut, bangunan
kelautan, dan jasa kelautan, merupakan andalan dalam menjawab tantangan
dan peluang tersebut. Pernyataan tersebut didasari bahwa potensi sumberdaya
kelautan yang besar yakni 75% wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) adalah laut dan selama ini telah memberikan sumbangan yang sangat
berarti bagi keberhasilan pembangunan nasional. Sumbangan yang sangat
berarti dari sumberdaya kelautan tersebut, antara lain berupa penyediaan
bahan kebutuhan dasar, peningkatan pendapatan masyarakat, kesempatan
kerja, perolehan devisa dan pembangunan daerah. Dengan potensi wilayah
laut yang sangat luas dan sumberdaya alam serta sumberdaya manusia yang
dimiliki Indonesia, kelautan sesungguhnya memiliki keunggulan komparatif,
keunggulan kooperatif dan keunggulan kompetitif untuk menjadi sektor
unggulan dalam kiprah pembangunan nasional dimasa depan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran umum kemaritiman Indonesia ?
2. Bagaimana kebijakan kemaritiman Indonesia ?
3. Apa saja potensi pem\bangunan kemaritiman yang dapat meningkatkan
perekonomian?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui gambaran umum Indonesia dan Sulawesi
2. Untuk mengenal potensi kemaritiman Indonesia
3. Untuk mengetahui potensi pembangunan kemaritiman yang dapat
meningkatkan perekonomian
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Indonesia


1. Letak Geografis Indonesia
Posisi Indonesia berada pada daerah tropis tepatnya dalam posisi
silang antara dua buah benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia selain
itu juga di apit oleh dua buah samudra, yaitu samudra Pasifik dan samudra
Hindia. Indonesia sering kita sebut Nusantara, kata nusantara berasal dari
kata nusaberarti pulau dan kata antara yang berarti di apit dua laut atau
dua benua.

2. Luas Wilayah Indonesia


Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, luas
wilayah Indonesia yang ditambah dengan jalur laut 12 mil yaitu 5,8 juta
km2 terdiri dari daratan 1,9 juta km2,luas wilayah laut 3,1 juta km2.

3. Panjang Garis Pantai dan Jumlah Pulau

Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah


Canada dengan panjang garis pantai 95.181 km. Wilayah Indonesia terdiri
dari 17.508 pulau dari jumlah tersebut baru 6.000 pulau yang mempunyai
nama. Dari luas tersebut, Indonesia memiliki 13 pulau atau sekitar 97%
pulau pulau besar, seperti Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, Sumatra,
Jawa, Madura, Halmahera, Seram, Sumbawa, Flores, Bali dan Lombok.

4. Distribusi dan Pemetaan Potensi Sumberdaya Kemaritiman


Wilayah pesisir dan lautan Indonesia sebagai salah satu sumber daya
alamnya yang telah dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia sebagai salah satu
sumber bahan makanan utama. Kekayaan hidrokarbon dan mineral lainnya
yang terdapat di wilayah ini juga telah dimanfaatkan untuk menunjang
pembangunan ekonomi nasional. Selain menyediakan berbagai sumber
daya tersebut, wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki berbagai
fungsi lain, seperti transportasi dan pelabuhan, kawasan industry,
agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata, serta kawasan
pemukiman.
Sumberdaya pesisir dan lautan ( sumberdaya kemaritiman
Indonesia) yang tersebar diseluruh wilayah nusantara mulai dari wilayah
laut teritorial, laut nusantara, maupun pada wilayah laut yang termasuk
dalam zona ekonomi eksklusif. Pada daerah ini telah dideteksi dan
ditentukan melalui pemetaan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan.

B. Kebijakan Ekonomi Kelautan


Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 merupakan nilai dasar bangsa
Indonesia dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Pasal 25 UUD 1945 melandasi pemikiran dalam pembangunan
bidang kelautan, karena disana dinyatakan secara eksplisit bahwa Indonesia
sebagai negara kepulauan. Demikian pula dengan pasal 33 yang secara
implisit mengamanatkan bahwa sumber daya alam (termasuk sumber daya
laut) harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Oleh karena itu, pembangunan bidang kelautan harus menjamin bahwa
rakyatlah yang akan menikmati hasilnya baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Perumusan kebijakan kelautan Indonesia dalam pembangunan bidang
kelautan harus menggambarkan keberpihakan kepada masyarakat luas. Pada
awal kemerdekaan, Indonesia masih menggunakan beberapa peraturan hukum
yang ditinggalkan Pemerintahan Hindia Belanda, termasuk landasan hukum
bidang kelautan, yakni Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonnantie
1939 (TZMKO). Namun, penggunaan ordonansi ini menyebabkan wilayah
Indonesia menjadi tidak utuh, karena perairan diantara kelima pulau besar
Indonesia terdapat perairan bebas (high seas). Keadaan ini dinilai dapat
mengancam keutuhan NKRI. Atas dorongan semangat tinggi dan kebulatan
tekad yang luar biasa di masa kepemimpinan Presiden Soekarno, dengan
berani dan secara sepihak mengeluarkan suatu deklarasi keutuhan wilayah
Indonesia pada tanggal 13 Desember 1957, yang dikenal dengan Deklarasi
Djoeanda. Pada dasarnya konsep deklarasi ini memandang bahwa kepulauan
Indonesia merupakan wilayah pulau-pulau, wilayah perairan, dan dasar laut di
dalamnya sebagai suatu kesatuan historis, geografis, ekonomis, dan politis.
Dengan adanya konsep ini, maka wilayah perairan nusantara yang tadinya
merupakan wilayah laut lepas kini menjadi bagian integral dari wilayah
Indonesia yang berada di bawah kedaulatan NKRI. Deklarasi Djoeanda
merupakan salah satu dari tiga pilar utama bangunan kesatuan dan persatuan
negara dan bangsa Indonesia, yaitu: Kesatuan Kejiwaan yang dinyatakan
dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928; Kesatuan Kenegaraan dalam NKRI
yang diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta tanggal 17 Agustus 1945; dan
Kesatuan Kewilayahan (darat, laut, dan udara) yang diumumkan H. Djoeanda,
13 Desember 1957.
Selanjutnya, Deklarasi ini diperkuat secara yuridis melalui Undang-
Undang No. 4. Prp. Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. Dalam UU ini,
pokok-pokok dasar dan pertimbangan-pertimbangan mengenai pengaturan
wilayah perairan Indonesia pada hakikatnya tetap sama dengan Deklarasi
Djoeanda, walaupun segi ekonomi dan pengamanan sumberdaya alam lebih
ditonjolkan. Kemudian, dalam perkembangan sejarah selanjutnya, telah
memungkinkan Indonesia menyempurnakan luas wilayahnya melalui Undang-
undang No. 5 tahun 1983 tentang Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) termasuk
didalamnya integrasi Timor Timur, yang disempurnakan lagi dengan Undang-
undang No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, dan Undang-undang No
61 tahun 1998 tentang penutupan Kantung Natuna dan keluarnya Timor
Timur. Pada tahun 1982, 119 negara di dunia, termasuk Indonesia, telah
menandatangani Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 atau United Nation
Convention on the Law of the Sea(UNCLOS 1982). Konvensi tersebut di
dalamnya memuat 9 buah pasal mengenai perihal ketentuan tentang prinsip
Negara Kepulauan. Salah satu pasal dalam prinsip Negara Kepulauan
tersebut menyatakan bahwa laut bukan sebagai alat pemisah, melainkan
sebagai alat yang menyatukan pulau-pulau yang satu dengan lainnya, yang
kemudian diimplementasikan oleh Indonesia dengan istilah Wawasan
Nusantara.
Pengakuan dunia internasional ini, pada masa pemerintahan Presiden
Soeharto, ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 17
tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang HUKUM LAUT 1982. Ratifikasi ini merupakan tindaklanjut dari
gagasan negara kepulauan yang pada 25 tahun lalu dicetuskannya Deklarasi
Djoeanda pada tanggal 13 Desember 1957. Sejak itu,
Indonesia mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk melaksanakan
Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982, dan UU No.17 tahun 1985 ini,
selanjutnya harus dijadikan pedoman dalam penyusunan rencana
pembangunan nasional, utamanya pembangunan di bidang kelautan
pada masa pemerintahan Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono,
adalah menggantinomenklatur Dewan Maritim Indonesia (DMI) menjadi
Dewan Kelautan Indonesia (DEKIN) melalui Keputusan Presiden (Keppres)
No. 21 Tahun 2007, ditetapkan Undang-undang No.17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 20052025
yang memuat pembangunan bidang kelautan, dan menyelenggarakan
Konferensi Kelautan Dunia atau World Ocean Conference(WOC) di Manado
pada bulan Mei 2009.
Dalam Undang-undang No. 17 Tahun 2007 disebutkan bahwa berdasarkan
kondisi bangsa Indonesia, tantangan yang akan dihadapi dalam 20 tahunan
mendatang dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia, dan amanat pembangunan yang tercantum dalam Pembukaan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, visi
pembangunan nasional tahun 20052025 adalah:
INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL DAN MAKMUR
Kemudian, untuk mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut
ditempuh melalui 8 (delapan) misi pembangunan nasional sebagai berikut:
1) Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya,
dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.
2) Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing.
3) Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum.
4) Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu.
5) Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan.
6) Mewujudkan Indonesia asri dan lestari.
7) Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju,
kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.
8) Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia
internasional.
Dari 8 misi yang diemban tersebut, terdapat satu misi yang terkait
langsung dengan pembangunan kelautan nasional, yakni: Mewujudkan
Indonesia menjadi Negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan
berbasiskan kepentingan nasional.
Pencapaian sasaran pokok misi ini ditandai oleh hal-hal berikut:
1) Terbangunnya jaringan sarana dan prasarana sebagai perekat semua pulau
dan kepulauan Indonesia.
2) Meningkat dan menguatnya sumber daya manusia di bidang kelautan yang
didukung oleh pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kebijakan
Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 13
3) Menetapkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, aset-aset, dan
hal-hal yang terkait dalam kerangka pertahanan negara.
4) Membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan
pemanfaatan
5) sumber kekayaan laut secara berkelanjutan.
6) Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran laut.
Kemudian, pilar strategi pembangunan nasional yang digunakan untuk
mencapai visi dan misi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No.
17 Tahun 2007 adalah pembangunan yang berkelanjutan dengan semangat
yang pro-poor, pro-growth, projob danpro-environment.
C. Potensi Pembangunan Ekonomi Kemaritiman Berdasarkan Jenis
Sumberdaya Alam

1. Sumber daya dapat di pulihkan ( renewable resources)


a. Potensi daya perikanan laut
Potensi sumber daya perikanan laut di Indonesia terdiri dari
sumberdaya perikanan palagis besar ( 451.830 ton/tahun) dan pelagis
kecil (2.423.000 ton/ tahun), sumberdaya perikanan 3.163.630 ton/
tahun,udang 100.720 ton/tahun, ikan karang 80.082 ton/tahun dan
cumi cumi 328.960 ton/tahun. Dengan demikian secara nasional
potensi lestari ikan laut sebesar 6,7 juta ton/tahun dengantingkat
pemanfaatan mencapai 48% ( Dirjen Perikanan 1995).

b. Hutan Mangrove
Merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting
diwilayah pesisir. Fungsi dan peran hutan Mangrove, yaitu: a)
menyusunmekanisme antara komponen mangrove dengan ekosistem
lain,pelindung pantai, dan pengendali banjir. b) penyerap bahan
pencemar,sumber energi bagi biota laut. C) menjaga kesetabilan
produktivitas danketersediaan sumberdaya hayati di perairan. d)
sebagai sumber kayu kelas satu, bahan kertas dan arang.
c. Padang Lamun dan rumput Laut
Padang lamun mempunyai fungsi: a) meredam ombak dan
melindungi pantai. b) daerah asuhan larva. c) tempat makan. d) rumah
tempat tinggal biota laut. e) wisata bahari.

d. Terumbu Karang
Peran terumbu Karang, yaitu: a) pelindung pantai dari hempasan
ombak dan arus kuat yang berasal dari laut. b) sebagai habitat tempat
mencari makanan.

2. Sumber daya yang tidak dapat di pulihkan (unrenewable resources)


a. Bahan tambang dan mineral
Bahan tambang dan mineral yang terdapat di laut Indonesia yaitu:
bahan bangunan, pasir

b. Jasa-jasa lingkungan
Jasa-jasa lingkungan yang dimaksud meliputi fungsi kawasan
pesisir dan lautan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, media
transportasi dan komunikasi, sumber energy , sarana pendidikan dan
penelitian, pertahanan keamanan, penampungan limbah, pengatur
iklim, kawasan lindung, dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi
fisiologis lainnya. sumber energy yang dapt dimanfaatkan antara lain.

3. OTEC ( Ocean Thermal Energy Convention )


OTEC merupakan salah satu bentuk pengalihan energy yang tersimpan
dari sifat fisik laut menjadi energy listrik. Suhu air laut akan menurun
sesuai dengan bertambahnya kedalaman. Perbedaan suhu air di permukaan
dengan suhu air di bagian dalam dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan
energi listrik.
a. Energi dari gelombang laut
Gelombang laut sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai
energi alternatif di hampir seluruh wilayah dan lautan dunia.
b. Energi pasang surut
Pasang surut dapat dikonversi menjadi energi listrik, terutama pada
daerah teluk yang memiliki amplitudo pasang surut 5 sampai 15 m.

D. Potensi Pembangunan Ekonomi Kemaritiman Sektor Kegiatan


Potensi pembangunan ekonomi kemaritiman dapat ditingkatkan dengan
pemanfataan potensi-potensi laut secara arif dan maksimal, sehingga dapat
mengahasilkan peningkatan devisa bagi Negara. Beberapa potensi tersebut
adalah sebagai berikut.
1. Perikanan tangkap
2. Perikanan budidaya
3. Industri pengolahan produk perikanan
4. Industri bioteknologi
5. Pariwisata bahari dan pantai
6. Pertambangan dan energi
7. Perhubungan laut
8. Industri kapal , bangunan laut dan pantai
9. Ekosistem pesisir dan laut
10. Pulau-pulau kecil
11. Benda-benda berharga.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sumberdaya Kelautan memiliki potensi yang besar untuk pengembangan
ekonomi nasional menyongsong abad 21, namun demikian pemanfaatannya
harus dilaksanakan secara hati-hati agar tidak terjadi kerusakkan ekosistemnya
seperti yang terjadi pada sumberdaya daratan , selama ini pembangunan yang
memanfaatkan potensi sumberdaya kelautan tidak dilakukan oleh satu
koordinasi lembaga negara tetapi dilakukan secara parsial oleh beberapa
lembaga negara seperti departemen pertahanan, dalam negeri, luar negeri,
perhubungan, energi, pariwisata, industri dan perdagangan, lingkungan hidup,
kelautan dan Perikanan. Departemen tersebut hanya bertanggungjawab pada
masing-masing sektor tersebut, dengan demikian menjadi agak rancu bila
memahami tolok ukur pembangunan kelautan hanya dilihat dan kinerja
perdepartemen seperti dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, Kami sangat mengaharapkan kritik dan sran dari
dosen dan mahasiswa untuk perbaikan makalah ini. Dan semoga makalah ini
bermanfaat untuk mengetahui daln menambah wawasan yang lebih luas untuk
ke arah yan lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai