Anda di halaman 1dari 23

Anemia adalah suatu kondisi ketika tubuh kekurangan sel

darah yang mengandung hemoglobin untuk menyebarkan


oksigen ke seluruh organ tubuh. Dengan kondisi tersebut,
penderita biasanya akan merasa letih dan lelah, sehingga tidak
dapat melakukan aktivitas secara optimal.
Anemia dapat terjadi dalam jangka waktu pendek maupun
panjang, dengan tingkat keparahan ringan sampai berat.
Pengobatan kondisi ini bervariasi tergantung pada
penyebabnya. Anemia dapat diobati dengan mengonsumsi
suplemen secara rutin atau prosedur pengobatan khusus.

Gejala Anemia
Anemia dapat dikenali dari gejala-gejala berikut ini:
Badan terasa lemas dan cepat lelah.
Kulit terlihat pucat atau kekuningan.
Detak jantung tidak beraturan.
Napas pendek.
Pusing dan berkunang-kunang.
Nyeri dada.
Tangan dan kaki terasa dingin.
Sakit kepala.
Sulit Berkonsentrasi.
Insomnia.
Kaki kram.
Pada awalnya, gejala anemia sering kali tidak disadari oleh
penderita. Gejala anemia akan semakin terasa apabila kondisi
yang diderita semakin memburuk. Konsultasi pada dokter
sebaiknya dilakukan jika seseorang kerap merasakan lelah
tanpa sebab yang jelas.
Penyebab Anemia
Anemia terjadi pada saat tubuh kekurangan sel darah merah
sehat yang mengandung hemoglobin. Terdapat sekitar 400
kondisi yang dapat menyebabkan anemia pada seseorang dan
dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
Tubuh tidak cukup memproduksi sel darah merah.
Terjadi perdarahan yang menyebabkan tubuh
kehilangan darah lebih cepat dibanding kemampuan
tubuh untuk memproduksi darah.
Kelainan pada reaksi tubuh dengan menghancurkan
sel darah merah yang sehat.
Berikut ini adalah uraian singkat mengenai jenis-jenis anemia
berdasarkan penyebabnya, di antaranya:
Anemia akibat kekurangan zat besi. Anemia jenis ini
merupakan yang paling umum terjadi di seluruh dunia.
Kekurangan zat besi dapat menyebabkan tubuh
mengalami anemia dikarenakan sumsum tulang
membutuhkan zat besi untuk membuat sel darah. Anemia
dapat terjadi pada wanita hamil yang tidak mengonsumsi
suplemen penambah zat besi. Anemia juga dapat terjadi
pada perdarahan menstruasi yang banyak, tukak organ
(luka), kanker, dan penggunaan obat pereda nyeri seperti
aspirin. Gejala-gejala yang umumnya dialami penderita
anemia kekurangan zat besi adalah:
Memiliki nafsu makan terhadap benda-benda
aneh seperti kertas, cat atau es (kondisi ini
dinamakan pica).
Mulut terasa kering dan pecah-pecah di bagian
sudutnya.
Kuku yang melengkung ke atas (koilonychia).
Anemia akibat kekurangan vitamin. Selain
membutuhkan zat besi, tubuh juga membutuhkan vitamin
B12 dan asam folat untuk membuat sel darah merah.
Kekurangan dua unsur nutrisi tersebut dapat
menyebabkan tubuh tidak dapat memproduksi sel darah
merah sehat dalam jumlah cukup sehingga terjadi anemia.
Pada beberapa kasus, terdapat penderita anemia akibat
lambung tidak dapat menyerap vitamin B12 dari makanan
yang dicerna. Kondisi tersebut dinamakan anemia
pernisiosa. Gejala-gejala yang umumnya dialami oleh
penderita anemia kekurangan vitamin B-12 dan asam folat
adalah:
Geli dan rasa menggelenyar di bagian tangan
dan kaki.
Kehilangan kepekaan pada indera peraba.
Sulit berjalan.
Mengalami kekakuan pada kaki dan tangan.
Mengalami demensia.
Anemia akibat penyakit kronis. Sejumlah penyakit
dapat menyebabkan anemia karena terjadinya gangguan
pada proses pembentukan dan penghancuran sel darah
merah. Contoh-contoh penyakit tersebut
adalah HIV/AIDS, kanker, rheumatoid arthritis, penyakit
ginjal, penyakit Crohn, dan penyakit peradangan kronis.
Gejala-gejala yang dapat muncul pada kasus anemia
akibat penyakit kronis di antaranya adalah:
Warna mata dan kulit menjadi kekuningan.
Warna urine yang berubah menjadi merah atau
cokelat.
Borok pada kaki.
Gejala batu empedu.
Keterlambatan perkembangan pada anak-anak.
Anemia aplastik. Anemia aplastik merupakan kondisi
yang langka terjadi namun berbahaya bagi hidup
penderita. Pada anemia aplastik, tubuh tidak mampu
memproduksi sel darah merah dengan optimal. Anemia
aplastik dapat disebabkan oleh infeksi, efek samping obat,
penyakit autoimun, atau paparan zat kimia beracun.
Anemia akibat penyakit sumsum tulang. Beberapa
penyakit seperti leukemia atau mielofibriosis dapat
mengganggu produksi sel darah merah di sumsum tulang
dan menimbulkan anemia. Gejala yang ditimbulkan dapat
bervariasi, dari ringan hingga berbahaya.
Anemia hemolitik. Anemia hemolitik terjadi pada saat
sel darah merah dihancurkan oleh tubuh lebih cepat
dibanding waktu produksinya. Beberapa penyakit dapat
mengganggu proses dan kecepatan penghancuran sel
darah merah. Anemia hemolitik dapat diturunkan secara
genetik atau bisa juga didapat setelah lahir.
Anemia sel sabit (sickle cell anemia). Anemia ini
bersifat genetis dan disebabkan oleh bentuk hemoglobin
yang tidak normal sehingga menyebabkan sel darah
merah berbentuk seperti bulan sabit, bukan bulat bikonkaf
seperti sel darah merah Sel darah merah berbentuk sabit
memiliki waktu hidup lebih pendek dibanding sel darah
merah normal. Gejala yang dialami oleh penderita anemia
sel sabit adalah:
Kelelahan.
Mudah terkena infeksi.
Nyeri tajam pada bagian sendi, perut, dan
anggota gerak.
Keterlambatan pertumbuhan dan
perkembangan pada anak-anak.
Anemia jenis lain, yang disebabkan oleh thalassemia
atau penyakit malaria.
Beberapa fakor risiko yang dapat meningkatkan risiko
munculnya anemia pada diri seseorang adalah:
Kekurangan vitamin dan zat besi. Membiasakan diri
mengonsumsi makanan yang rendah vitamin B12, asam
folat, dan zat besi dapat meningkatkan risiko terkena
anemia.
Gangguan pencernaan pada usus. Beberapa
penyakit seperti penyakit Crohn dan penyakit celiac dapat
menyebabkan gangguan penyerapan nutrisi di usus
sehingga meningkatkan risiko terkena anemia.
Menstruasi. Umumnya wanita yang masih
mengalami menstruasi memiliki risiko terkena anemia
lebih besar dibandingkan dengan wanita yang sudah
menopause atau pria. Hal tersebut disebabkan oleh
kehilangan darah pada saat terjadinya menstruasi.
Mengandung. Ibu hamil yang tidak mengonsumsi
suplemen asam folat dalam jumlah cukup memiliki risiko
terkena anemia yang lebih tinggi.
Penyakit kronis. Jika seseorang menderita kanker,
gagal ginjal, atau penyakit kronis lainnya, maka risiko
terkena anemia akan meningkat akibat kekurangan sel
darah merah. Luka pada organ dalam yang diiringi
perdarahan juga dapat menyebabkan tubuh kekurangan
zat besi sehingga meningkatkan risiko terjadinya anemia
akibat kekurangan zat besi.
Riwayat anemia di keluarga. Seseorang yang
memiliki anggota keluarga dengan riwayat anemia
bawaan, memiliki risiko tinggi untuk terkena kondisi yang
sama. Umumnya anemia yang diwariskan adalah anemia
sel sabit (sickle cell anemia).
Usia. Penambahan usia akan meningkatkan risiko
seseorang terkena anemia. Anemia karena kekurangan
vitamin B12 dan asam folat lebih umum terjadi pada lansia
di atas 75 tahun.
Faktor lain, seperti infeksi, kelainan darah, penyakit
autoimun, kecanduan alkohol, terkena zat kimia beracun,
dan efek samping dari obat dapat meningkatkan risiko
anemia pada seseorang.
Komplikasi Anemia
Jika tidak ditangani, anemia berisiko menyebabkan beberapa
komplikasi berikut ini:
Kelelahan berat. Tanpa penanganan yang baik,
anemia dapat menimbulkan kelelahan berat pada
penderitanya sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Rentan terkena infeksi. Kekurangan zat besi yang
menyebabkan anemia dapat berpengaruh pada
kemampuan sistem imun dalam memerangi berbagai
patogen, sehingga penderita anemia lebih rentan terkena
penyakit infeksi.
Komplikasi dan gangguan kehamilan. Wanita hamil
yang kekurangan asam folat berisiko mengalami
gangguan kehamilan dan perkembangan janin. Selain itu,
anemia juga dapat menyebabkan sang ibu mengalami
depresi pasca kelahiran melahirkan dan gangguan pada
bayi yang dilahirkan, seperti:
Kelahiran prematur sebelum minggu 37.
Berat badan di bawah normal.
Masalah pada kandungan zat besi dalam darah.
Hasil tes kemampuan mental yang kurang
Gangguan jantung. Anemia dapat menyebabkan
detak jantung menjadi tidak beraturan (aritmia) akibat
harus memompa darah lebih keras untuk mengompensasi
kekurangan oksigen dalam darah. Kondisi tersebut dapat
menyebabkan pembesaran jantung atau gagal jantung.
Kematian. Beberapa anemia yang bersifat bawaan,
seperti anemia sel sabit, bisa menjadi serius dan
mengancam hidup penderitanya. Kehilangan darah
dengan tanpa penanganan yang baik dapat menyebabkan
anemia berat dan kematian.
Diagnosis Anemia
Untuk mengetahui apakah seorang pasien mengalami anemia
atau tidak, dokter akan melakukan langkah-langkah diagnosis
sebagai berikut:
Pemeriksaan darah lengkap. Metode penghitungan
sel darah digunakan untuk menghitung jumlah sel darah
merah yang ada di dalam darah. Pada diagnosis anemia,
parameter yang diukur oleh dokter adalah hematokrit dan
hemogloboin dalam darah. Patokan jumlah hematokrit
normal pada orang dewasa berbeda-beda di setiap
laboratorium, akan tetapi umumnya berkisar di 40-52%
untuk pria dan 35-47% untuk wanita. Hemoglobin normal
pada orang dewasa pria berkisar di 14-18 gram/desiliter
dan 12-16 gram/desiliter untuk wanita. Pada pemeriksaan
darah lengkap, dapat juga diperiksa:
Bentuk dan ukuran sel darah. Tes ini bertujuan
untuk melihat struktur sel darah merah guna
menentukan apakah struktur dan warna sel darah
merah tersebut nomal atau tidak, terutama pada
pasien anemia sel sabit.
Kandungan vitamin B12 dan asam folat. Jika
dokter menduga penyebab anemia adalah
kekurangan vitamin B12 dan asam folat, maka dokter
akan memeriksa kandungan kedua zat tersebut
dalam tubuh penderita untuk memastikannya.
Kandungan zat besi dalam darah. Apabila ada
dugaan anemia diakibatkan oleh kekurangan zat
besi, dokter akan melakukan pemeriksaan kadar
protein besi dalam darah yang disebut serum ferritin.
Kadar serum ferritin yang rendah mengindikasikan
bahwa anemia yang diderita disebabkkan oleh
kekurangan zat besi.
Pemeriksaan tambahan lain untuk menentukan
penyebab utama terjadinya anemia. Beberapa kasus
anemia didasari oleh masalah kesehatan tertentu, seperti
luka pada suatu organ, sehingga diharuskan untuk
dilakukannya pemeriksaan guna memastikannya.
Pemeriksaan sumsum tulang dapat dilakukan untuk
menilai fungsi sumsum tulang dalam meregenerasi sel
darah.
Pada saat melakukan diagnosis, dokter juga akan menanyakan
beberapa hal kepada pasien untuk membantu mengetahui
penyebab utama anemia, yaitu:
Pola makan untuk menentukan apakah pasien
mengonsumsi makanan dengan kandungan zat besi,
vitamin B-12, dan asam folat yang tinggi.
Pengobatan yang sedang dijalani. Beberapa jenis
obat dapat menyebabkan terjadinya perdarahan pada
lambung atau usus, misalnya aspirin atau ibuprofen.
Siklus menstruasi. Jarak menstruasi yang terlalu
dekat, durasi yang panjang dan jumlah perdarahan yang
banyak dapat menyebabkan anemia.
Riwayat dalam keluarga. Untuk mencari informasi
apakah ada anggota keluarga yang mengalami anemia,
perdarahan gastrointestinal, atau kelainan pada darah.
Jadwal donor darah. Dokter akan menanyakan
apakah pasien melakukan donor darah secara rutin.
Jika dokter tidak menemukan penyebab yang pasti setelah
melakukan pengecekan riwayat medis serta gejala anemia
pada pasien, dokter dapat melakukan pemeriksaan fisik. Jenis-
jenis pemeriksaan fisik yang mungkin dilakukan adalah:
Pemeriksaan pada bagian perut untuk memeriksa
apakah ada perdarahan internal pada saluran pencernaan
pada pasien.
Pengecekan gejala-gejala gagal jantung seperti
pembengkakan pada pergelangan kaki. Gagal jantung
memiliki gejala yang mirip dengan anemia
Pemeriksaan rektal (colok dubur) untuk memeriksa
perdarahan atau kelainan pada usus bagian bawah dan
anus.
Pemeriksaan pelvis untuk memeriksa perdarahan
yang menyebabkan anemia saat menstruasi.
Pemeriksaan pelvis tidak akan dilakukan tanpa
persetujuan dari pasien.
Pengobatan Anemia
Pengobatan anemia berbeda-beda tergantung jenis anemia
yang diderita oleh pasien. Prinsip pengobatan anemia adalah
menemukan penyebab utama anemia. Pengobatan terhadap
anemia sebaiknya tidak dilakukan hingga diketahui penyebab
utamanya. Hal ini dikarenakan pengobatan untuk satu jenis
anemia bisa berbahaya untuk anemia jenis lain. Beberapa
contoh pengobatan anemia berdasarkan jenisnya antara lain:
Anemia akibat kekurangan zat besi. Anemia jenis ini
dapat diatasi dengan mengonsumsi suplemen penambah
zat besi, serta memperbanyak konsumsi makanan yang
kaya zat besi. Selain itu, pasien juga dapat diberikan
vitamin C untuk meningkatkan penyerapan zat besi. Perlu
diperhatikan bahwa suplemen yang mengandung kalsium
dapat menghambat penyerapan zat besi.Konsultasikan
dengan dokter sebelum mengonsumsi suplemen
penambah zat besi untuk mendapatkan dosis yang tepat.
Kelebihan zat besi pada tubuh dapat berbahaya bagi
pasien karena dapat menimbulkan kelelahan, mual, diare,
sakit kepala, penyakit jantung dan nyeri sendi. Untuk
meringankan efek samping dari konsumsi suplemen zat
besi, pasien dapat mengonsumsi suplemen setelah
makan. Jika efek samping berlanjut segera temui dokter
kembali.
Anemia akibat kekurangan vitamin. Anemia jenis ini
dapat diobati dengan mengonsumsi makanan yang kaya
akan asam folat dan vitamin B12, serta mengonsumsi
suplemen yang mengandung keduanya. Jika tubuh pasien
memiliki gangguan penyerapan asam folat dan vitamin
B12, pengobatan dapat melibatkan injeksi vitamin B12
setiap hari. Setelah itu pasien akan diberikan injeksi
vitamin B12 setiap bulan satu kali yang dapat berlangsung
sepanjang hidup atau tergantung kepada kondisi pasien.
Anemia akibat penyakit kronis. Tidak ada
pengobatan yang spesifik pada jenis ini karena tergantung
pada penyakit yang mendasari terjadinya anemia. Jika
anemia bertambah parah, dokter dapat memberikan
transfusi darah atau injeksi eritropoietin, yaitu suatu
hormon peningkat produksi darah dan penghilang rasa
lelah.
Anemia akibat perdarahan. Jika seseorang
mengalami perdarahan dan kehilangan darah dalam
jumlah banyak, pengobatan utama yang harus dilakukan
adalah mencari dan mengobati sumber perdarahan.
Setelah sumber perdarahan diatasi, pasien dapat
diberikan transfusi darah, oksigen, dan suplemen
penambah darah yang mengandung zat besi dan vitamin.
Anemia Aplastik. Pengobatan anemia aplastik dapat
diawali dengan transfusi darah untuk meningkatkan
jumlah sel darah merah. Jika diperlukan, dapat dilakukan
pencangkokan sumsum tulang apabila sumsum tulang
tidak bisa lagi memproduksi sel darah merah yang sehat.
Anemia akibat penyakit sumsum tulang. Pengobatan
anemia jenis ini dapat bervariasi sesuai dengan penyakit
yang diderita pasien. Pengobatan dapat melibatkan
kemoterapi dan pencangkokan sumsum tulang.
Anemia Hemolitik. Penanganan anemia hemolitik
dapat dilakukan dengan beberapa cara tergantung faktor
penyebabnya. Penanganan bisa dengan menghindari
obat-obatan yang memiliki efek samping hemolisis,
dengan mencari dan mengobati infeksi yg menjadi
penyebab hemolitik, atau dengan imunosupresan untuk
menekan sistem imun yang diduga merusak sel darah.
Anemia sel sabit (sickle cell anemia). Pengobatan
utama anemia sel sabit adalah dengan mengganti sel
darah merah yang hancur melalui transfusi darah,
suplemen asam folat, dan antibiotik. Pengobatan lainnya
adalah dengan mengonsumsi obat penghilang rasa sakit
serta menambahkan cairan melalui oral maupun intravena
untuk mengurangi nyeri dan menghindari komplikasi.
Pencangkokan sumsum tulang dapat digunakan untuk
mengobati anemia sel sabit pada kondisi tertentu. Obat
untuk kanker hidroksiurea dapat juga digunakan untuk
mengobati anemia sel sabit.
Thalassemia. Thalassemia dapat diobati melalui
transfusi darah, konsumsi suplemen asam folat,
splenektomi untuk mengambil limpa, serta pencangkokan
sel punca darah dan sumsum tulang.
Pencegahan Anemia
Beberapa jenis anemia tidak dapat dihindari, akan tetapi
anemia yang disebabkan oleh kekurangan vitamin dan zat besi
dapat dicegah dengan cara mengatur pola makan. Beberapa
makanan yang dapat membantu mencegah anemia antara lain
adalah:
Makanan yang kaya akan zat besi, seperti daging
sapi, kacang-kacangan, sereal yang diperkaya zat besi,
sayuran berdaun hijau gelap, dan buah kering.
Makanan yang kaya akan asam folat, seperti buah-
buahan, sayuran berdaun hijau gelap, kacang hijau,
kacang merah, kacang tanah, gandum, sereal, pasta, dan
nasi.
Makanan yang kaya akan vitamin B12, seperti
daging, susu, keju, sereal, dan makanan dari kedelai
(tempe atau tahu).
Makanan yang kaya akan vitamin C, seperti jeruk,
merica, brokoli, tomat, melon, dan stroberi. Makanan-
makanan tersebut dapat membantu penyerapan zat besi.
Jika terdapat kekhawatiran bahwa makanan yang dikonsumsi
tidak mengandung cukup vitamin, disarankan untuk
mengonsumsi multivitamin. Bagi vegetarian, hendaknya
berkonsultasi kepada ahli gizi untuk mengatur pola makan agar
kebutuhan zat besi bagi tubuh tetap tercukupi dengan baik.
Jika pada keluarga terdapat riwayat munculnya penderita
anemia bawaan seperti anemia sel sabit atau thalassemia,
hendakya dikonsultasikan kepada dokter. Konsultasi ini
bertujuan untuk memperkirakan jika terdapat risiko anemia
serupa yang dapat muncul pada anak.
Anemia juga dapat muncul sebagai komplikasi dari penyakit
malaria. Jika akan bepergian ke tempat yang umum ditemukan
penyakit malaria, konsultasikan ke dokter terkait obat pencegah
malaria. Pencegahan dapat juga dilakukan dengan cara
menghindari gigitan nyamuk, misalnya menggunakan kelambu,
obat anti nyamuk, atau insektisida.
Pengertian Kanker Darah
Kanker darah atau leukemia adalah kanker yang menyerang
sel-sel darah putih. Sel darah putih merupakan sel darah yang
berfungsi melindungi tubuh terhadap benda asing atau
penyakit. Sel darah putih ini dihasilkan oleh sumsum tulang
belakang.

Pada kondisi normal, sel-sel darah putih akan berkembang


secara teratur di saat tubuh membutuhkannya untuk
memberantas infeksi yang muncul. Namun lain halnya dengan
pengidap kanker darah. Sumsum tulang akan memproduksi
sel-sel darah putih yang abnormal, tidak dapat berfungsi
dengan baik, dan secara berlebihan. Jumlahnya yang
berlebihan akan mengakibatkan penumpukan dalam sumsum
tulang sehingga sel-sel darah yang sehat akan berkurang.
Selain menumpuk, sel abnormal tersebut juga dapat menyebar
ke organ lain, seperti hati, limfa, paru-paru, ginjal, bahkan
hingga ke otak dan tulang belakang.
Jenis-jenis Kanker Darah
Ada berbagai jenis kanker darah. Berdasarkan kecepatan
perkembangannya, kanker ini dapat dikelompokkan menjadi
akut dan kronis.
Kanker darah akut berkembang dengan cepat akibat
penambahan jumlah sel darah putih yang abnormal atau sel
yang belum matang sehingga tidak dapat berfungsi secara
normal. Pertumbuhan ini sangat pesat begitu pun
penyebarannya ke dalam aliran darah. Jenis ini harus ditangani
dengan segera. Jika dibiarkan, tubuh akan kekurangan oksigen
dan kekebalan tubuh terhadap penyakit atau infeksi menurun.
Sementara itu, kanker darah kronis berkembang secara
perlahan-lahan dan dalam jangka panjang. Sel-sel darah putih
yang seharusnya sudah mati akan tetap hidup dan menumpuk
dalam aliran darah, sumsum tulang, serta organ-organ lain
yang terkait. Sel-sel ini lebih matang sehingga dapat berfungsi
dengan baik untuk beberapa saat, Oleh karena itu, gejalanya
cenderung tidak segera dirasakan sehingga baru terdiagnosis
setelah bertahun-tahun.
Kanker darah juga dapat dikategorikan menurut jenis sel darah
putih yang diserang. Kanker darah yang menyerang sel-sel
limfa dikenal dengan istilah leukemia limfotik dan yang
menyerang sel-sel mieloid disebut leukemia mielogen.
Berdasarkan dua pengelompokan di atas, terdapat empat jenis
kanker darah yang paling sering terjadi. Berikut ini penjelasan
untuk masing-masing jenis.
Leukemia limfotik akut atau acute lymphocytic leukemia (ALL)
ALL dapat menghambat fungsi limfosit sehingga pengidapnya
berpotensi mengalami infeksi serius. Kanker darah ini
umumnya diidap oleh anak-anak, tapi bisa juga menyerang
dewasa.
Leukemia mielogen akut atau acute myelogenous leukemia
(AML)
Ini adalah jenis kanker darah yang umumnya menyerang
dewasa. Tetapi AML juga dapat diidap oleh anak-anak serta
remaja. Kanker ini akan membentuk sel-sel mieloid yang tidak
sempurna dan dapat menyumbat pembuluh darah.
Leukemia limfotik kronis atau chronic lymphocytic leukemia
(CLL)
Jenis kanker darah ini hanya dialami oleh orang dewasa. CLL
umumnya baru terdeteksi pada stadium lanjut karena pasien
cenderung tidak merasakan gejala-gejalanya untuk waktu yang
lama.
Leukemia mielogen kronis atau Chronic myelogenous leukemia
(CML)
Jenis kanker darah ini kebanyakan diderita oleh orang-orang
dengan usia di atas 20 tahun. CML memiliki dua tahap. Pada
tahap pertama, sel-sel abnormal akan berkembang secara
perlahan-lahan. Ketika memasuki tahap kedua, jumlah sel-sel
abnormal akan bertambah dengan pesat sehingga akan
menurun secara drastis.
Secara umum, kanker darah atau leukemia menyangkut
sumsum tulang yang menjadi tempat pembuatan sel darah
putih. Sel yang umumnya efektif membasmi infeksi ini tumbuh
secara tidak normal sehingga akhirnya membuat kekebalan
tubuh tidak berfungsi secara maksimal.
Gejala-gejala Kanker Darah
Gejala kanker darah sangat beragam. Tiap penderita biasanya
mengalami indikasi yang berbeda-beda, tergantung kepada
jenis kanker darah yang diidap.
Indikasi-indikasi kanker ini juga cenderung sulit dikenali karena
cenderung mirip dengan kondisi lain, seperti flu. Karena itu, kita
perlu mewaspadai gejala-gejala umum yang tidak kian
membaik atau mereda, seperti:
Lemas atau kelelahan yang berkelanjutan.
Demam.
Menggigil.
Sakit kepala.
Muntah-muntah.
Keringat berlebihan, terutama pada malam hari.
Nyeri pada tulang atau sendi.
Penurunan berat badan.
Pembengkakan pada limfa noda, hati, atau limpa.
Muncul infeksi yang parah atau sering terjadi.
Mudah mengalami pendarahan (misalnya sering mimisan)
atau memar.
Muncul bintik-bintik merah pada pada kulit.
Jika Anda atau anak Anda mengalami gejala-gejala di atas,
segera hubungi dan periksakan diri ke dokter. Terutama untuk
gejala yang sering kambuh atau tidak kunjung membaik.
Penyebab dan Faktor Risiko Kanker Darah
Penyebab dasar kanker darah belum diketahui secara pasti.
Namun, diduga mutasi DNA dalam sel darah putih
menyebebakan perubahan tindakan setiap sel, Selain itu,
perubahan lain dalam sel darah putih akibat faktor gen dan
lingkungan juga diperkirakan turut berperan memicu leukemia.
Faktor-faktor yang diduga bisa meningkatkan risiko kanker
darah meliputi:
Faktor keturunan atau genetika. Penderita down syndrome
atau gangguan genetika lain yang langka meningkatkan
risiko mengalami leukemia akut. Sedangkan leukemia
limfatik kronis sering diturunkan dalam keluarga dan
biasanya dialami pria. Selain itu, riwayat keluarga yang
mengidap leukemia juga dapat memperbesar risiko
mengalami penyakit yang sama.
Pernah menjalani pengobatan kanker. Kemoterapi atau
radioterapi tertentu diduga dapat memicu kanker darah.
Pernah mengalami pajanan terhadap radiasi tingkat tinggi
atau zat-zat kimia tertentu. Misalnya orang yang pernah
terlibat dalam kecelakaan yang berhubungan dengan
reaktor nuklir atau mengalami pajanan zat kimia seperti
benzena.
Merokok. Rokok tidak hanya akan meningkatkan risiko kanker
darah (terutama leukemia mielogen akut), tapi juga
berbagai penyakit lain.
Meskipun begitu, sebagian besar orang dengan risiko tinggi di
atas tidak mengalami leukemia. Di sisi lain, penderita leukemia
sering kali ditemukan justru pada orang yang tidak memiliki
risiko tersebut.
Diagnosis dan Pengobatan Kanker Darah
Pada tahap awal, dokter akan menanyakan gejala-gejala yang
ada sebelum memeriksa kondisi fisik Anda. Pada pemeriksaan
fisik, dokter akan mencari beberapa tanda-tanda leukimia
seperti kulit pucat akibat anemia, pembengkakan limfonodi,
serta hati dan limpa yang membesar. Jika dokter menduga
Anda mengidap kanker darah, dokter akan menganjurkan
pemeriksaan lebih mendetail yang meliputi tes darah serta
biopsi sumsum tulang.
Pada tes darah, dokter akan mencari kelainan dari jumlah sel
darah putih atau platelet. Penderita leukimia umumnya memiliki
kadar sel darah putih yang jauh lebih tinggi dibandingkan
normal.
Selain itu, dokter mungkin akan menyarankan Anda untuk
melakukan tes sumsum tulang belakang. Pada pemeriksaan
ini, dokter akan menggunakan jarum tipis panjang untuk
mengambil sampel jaringan sumsum tulang belakang
Anda. Sampel jaringan ini kemudian akan diperiksa lebih lanjut
di laboratorium untuk menunjukkan jenis kanker darah yang
Anda alami serta pilihan pengobatan yang paling tepat.
Pengobatan Kanker Darah
Setelah diagnosis kanker darah positif, dokter akan
mendiskusikan langkah pengobatan yang tepat. Jenis
penanganan yang akan Anda jalani tergantung kepada usia,
kondisi kesehatan Anda, dan jenis atau stadium kanker darah
yang Anda idap.
Berikut ini adalah metode pengobatan yang umumnya
dianjurkan untuk menangani kanker darah, antara lain:
Kemoterapi merupakan pilihan terapi paling umum untuk
kasus leukimia. Pengobatan kemoterapi menggunakan
bahan-bahan kimia untuk membunuh sel-sel kanker
darah.
Radioterapi. Teknik pengobatan ini menggunakan sinar X
untuk menghancurkan dan menghambat pertumbuhan
sel-sel kanker. Radioterapi dapat dilakukan hanya pada
area tertentu yang terserang kanker, ataupun pada
seluruh tubuh, bergantung dari kondisi Anda. Radioterapi
juga dapat dilakukan untuk persiapan melakukan
transplantasi sel induk.
Transplantasi sel induk atau stem cell untuk mengganti
sumsum tulang yang sudah rusak dengan yang sehat.
Sel-sel induk yang digunakan bisa berasal dari tubuh
Anda sendiri atau tubuh orang lain sebagai pendonor.
Kemoterapi atau radioterapi biasanya akan dilakukan
sebagai langkah persiapan sebelum menjalani prosedur
transplantasi ini.
Terapi terfokus untuk menyerang bagian-bagian rentan dalam
sel-sel kanker.
Terapi biologis untuk membantu sistem kekebalan tubuh
mengenali dan menyerang sel-sel kanker.
Penantian dengan pengawasan. Ini ditujukan bagi penderita
leukemia limfatik kronis. Dalam terapi ini, pengamatan secara
seksama dilakukan guna melihat perkembangan penyakit.
Terapi ini juga dapat dilakukan jika seseorang sudah terbukti
mengidap leukemia limfatik kronis, namun tidak mengalami
gejala yang menunjukkan penyakit tersebut.
HEMOFILIA
Pengertian Hemofilia
Hemofilia adalah suatu penyakit yang menyebabkan gangguan
perdarahan karena kekurangan faktor pembekuan darah.
Akibatnya, perdarahan berlangsung lebih lama saat tubuh
mengalami luka.
Dalam keadaan normal, protein yang menjadi faktor pembeku
darah membentuk jaring penahan di sekitar platelet (sel darah)
sehingga dapat membekukan darah dan pada akhirnya
menghentikan perdarahan. Pada penderita hemofilia,
kekurangan protein yang menjadi faktor pembeku darah
tersebut mengakibatkan perdarahan terjadi secara
berkepanjangan.

Hemofilia merupakan penyakit bawaan yang umumnya dialami


pria. Penyakit ini dapat diturunkan karena mutasi gen yang
mengakibatkan perubahan dalam untaian DNA (kromosom)
sehingga membuat proses dalam tubuh tidak berjalan
dengan normal. Mutasi gen ini dapat berasal dari ayah, ibu,
atau kedua orang tua. Terdapat banyak jenis hemofilia, namun
jenis yang paling banyak terjadi adalah hemofilia A dan B.
Tingkat keparahan yang dialami penderita hemofilia tergantung
dari jumlah faktor pembekuan dalam darah. Semakin sedikit
jumlah faktor pembekuan darah, semakin parah hemofilia yang
diderita. Meski tidak ada obat yang dapat menyembuhkan
hemofilia, penderitanya dapat hidup dengan normal
selama penanganan gejala dilakukan dan menghindarkan diri
dari semua kondisi yang memicu perdarahan.
Gejala Hemofilia
Gejala utama hemofilia adalah perdarahan yang sulit berhenti
atau berlangsung lebih lama, termasuk perdarahan pada
hidung (mimisan), otot, gusi, atau sendi. Tingkat keparahan
perdarahan tergantung dari jumlah faktor pembeku dalam
darah.
Pada hemofilia ringan, jumlah faktor pembekuan berkisar
antara 5-50%. Gejala berupa perdarahan berkepanjangan baru
muncul saat penderita mengalami luka atau pasca prosedur
medis, seperti operasi.
Pada hemofilia sedang, jumlah faktor pembekuan berkisar
antara 1-5%. Gejala yang dapat muncul meliputi:
Kulit mudah memar.
Perdarahan di area sekitar sendi.
Kesemutan dan nyeri ringan pada lutut, siku dan pergelangan
kaki.
Jenis hemofilia yang terakhir adalah hemofilia berat dengan
jumlah faktor pembekuan kurang dari 1%. Penderita biasanya
sering mengalami perdarahan secara spontan, seperti gusi
berdarah, mimisan, atau perdarahan sendi dan otot tanpa
sebab yang jelas. Gejala perdarahan yang perlu diwaspadai
adalah perdarahan di dalam tengkorak kepala (perdarahan
intrakranial). Gejala tersebut ditandai dengan sakit kepala
berat, muntah, leher kaku, kelumpuhan di sebagian atau
seluruh otot wajah, dan penglihatan ganda. Penderita hemofilia
yang mengalami perdarahan intrakranial butuh penanganan
darurat.
Penyebab Hemofilia
Proses pembekuan darah membutuhkan unsur-unsur dalam
darah, seperti platelet dan protein plasma darah.
Di dalam kasus hemofilia, terdapat mutasi gen yang
menyebabkan tubuh kekurangan faktor pembekuan tertentu
dalam darah. Penyebab hemofilia A adalah mutasi gen yang
terjadi pada faktor pembekuan VIISedangkan hemofilia B
disebabkan oleh mutasi yang terjadi pada faktor pembekuan IX
(9) dalam darah.
Mutasi gen pada hemofilia A dan B terjadi pada kromoson X
dan bisa diturunkan dari ayah, ibu, atau kedua orang tua.
Sebagian besar wanita dapat menjadi pembawa gen abnormal
ini dan menurunkannya pada anaknya, tanpa dirinya
sendiri mengalami gejala hemofilia. Sedangkan pria dengan
gen abnormal ini cenderung akan menderita penyakit hemofilia.
Di sisi lain, mutasi gen ini juga dapat terjadi secara spontan
pada penderita hemofilia yang tidak memiliki riwayat keluarga
penderita hemofilia.
Diagnosis hemofilia
Apabila tidak ada riwayat keluarga yang menderita hemofilia,
biasanya kondisi ini terdiagnosis dari gejala-gejala yang
terlihat. Anak-anak biasanya dicurigai menderita penyakit ini
pada saat mereka mulai merangkak atau berjalan yang ditandai
dengan kulit yang mudah memar atau perdarahan sendi.
Sebagian lainnya ada yang terdeteksi saat memasuki usia
dewasa ketika mereka menjalani prosedur gigi atau prosedur
lainnya.
Bila ada riwayat hemofilia dalam keluarga, dokter akan
menyarankan pemeriksaan secara dini untuk mengetahui
adanya risiko hemofilia pada anak. Pemeriksaan tersebut
meliputi:
Pemeriksaan sebelum kehamilan, yang terdiri dari tes darah
dan sampel jaringan untuk meneliti tanda-tanda mutasi
gen penyebab hemofilia pada kedua orang tua.
Pemeriksaan selama kehamilan. Dalam pemeriksaan ini,
dokter akan mengambil sampel plasenta dari rahim
(chronionic villus sampling) untuk melihat apakah janin
memiliki penyakit hemofilia. Tes ini biasanya dilakukan
pada minggu ke-11 hingga ke-14 masa kehamilan.
Pemeriksaan lainnya adalah amniocentesis, yaitu uji
sampel air ketuban pada minggu ke-15 hingga ke-20
masa kehamilan.
Pemeriksaan setelah kelahiran anak. Dalam hal ini dokter
akan melakukan pemeriksaan darah secara lengkap dan
tes fungsi faktor pembekuan,termasuk faktor pembekuan
VIII (8) dan IX (9). Selain itu, darah dari tali pusat bayi
pada saat mereka lahir juga dapat diuji untuk memastikan
adanya hemofilia.

Pengobatan Hemofilia
Penanganan hemofilia dikelompokkan menjadi dua, yaitu
penanganan untuk mencegah timbulnya perdarahan
(profilaksis) dan penanganan pada saat terjadi perdarahan (on-
demand).
Untuk mencegah terjadinya perdarahan, penderita biasanya
diberikan suntikan faktor pembekuan darah. Suntikan yang
diberikan untuk penderita hemofilia A adalah octocog alfa yang
dirancang untuk mengontrol faktor pembekuan VIII
(8). Pemberian suntikan ini dianjurkan tiap 48 jam. Efek
samping yang mungkin timbul, di antaranya adalah gatal, ruam
kulit, serta nyeri dan kemerahan pada area yang disuntik.
Sementara itu, penderita hemofiilia B dengan kekurangan
faktor pembekuan IX (9) akan mendapat suntikan nonacog alfa.
Penyuntikan obat ini biasanya dilakukan 2 kali dalam
seminggu. Efek samping yang mungkin timbul berupa mual,
pembengkakan pada area yang disuntik, pusing, dan rasa
tidak nyaman. Suntikan untuk mencegah perdarahan ini
biasanya diberikan seumur hidup, dan perkembangan kondisi
pasien yang akan terus dipantau melalui jadwal pemeriksaan
rutin.
Tujuan penanganan yang kedua adalah untuk menghentikan
terjadinya perdarahan secara berkepanjangan. Dalam hal ini,
obat yang diberikan pada saat terjadinya perdarahan hampir
sama seperti obat yang diberikan untuk mencegah
perdarahan Untuk menghentikan perdarahan pada kasus
hemofilia A, dokter akan memberikan suntikan octocog alfa
atau desmepressin. Sedangkan untuk kasus hemofilia B,
dokter akan memberikan suntikan nonacog alfa. Penderita
yang mendapat suntikan ini harus melakukan pemeriksaan
kadar inhibitor secara teratur, karena obat faktor pembekuan
darah terkadang dapat memicu pembentukan antibodi
sehingga obat menjadi kurang efektif.
Komplikasi Hemofilia
Sejumlah komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit
hemofilia adalah:
Kerusakan sendi yang berpotensi merusak jaringan halus
sendi atau tulang rawan dan lapisan tipis di dalam sendi
(synovium).
Perdarahan internal. Perdarahan ini dapat terjadi di dalam
otot dan menyebabkan tungkai membengkak.
Infeksi. Penderita hemofilia berisiko mengalami infeksi,
terutama jika melakukan transfusi darah.
Pencegahan Perdarahan pada Penderita Hemofilia
Jika Anda terdiagnosis menderita hemofilia, beberapa upaya
yang dapat dilakukan guna mencegah perdarahan adalah:
Menjaga kebersihan gigi agar terhindar dari penyakit gigi dan
gusi yang dapat menyebabkan perdarahan.
Menghindari olahraga yang melibatkan kontak fisik. Lakukan
olahraga yang direkomendasikan oleh dokter guna
menguatkan otot dan sendi.
Melindungi diri dari luka. Misalnya adalah dengan
menggunakan helm atau sabuk pengaman ketika
Menghindari penggunaan obat pengencer darah yang dapat
menghambat pembekuan darah.
Menghindari obat nyeri yang berpotensi meningkatkan
perdarahan.

Anda mungkin juga menyukai