Jurnal Steven Johsen Word
Jurnal Steven Johsen Word
Jurnal Steven Johsen Word
Abstrak
Sindrom Stevens-Johnson adalah bentuk penyakit mukokutan dengan
tanda dan gejala sistemik yang parah berupa lesi target dengan bentuk yang tidak
teratur, disertai macula, vesikel, bula, dan purpura yang tersebar luas terutama
pada rangka tubuh. Sindrom Stevens-Johnson mempunyai tiga gelaja yang khas
yaitu kelainan pada mata berupa konjungtivitis, kelainan pada genital berupa
balanitis dan vulvovaginitis, serta kelainan oral berupa stomatitis. Diagnosis
sindrom Stevens-Johnson terutama berdasarkan atas anamnesis, pemeriksaan
klinis dan pemeriksaan penunjang perawatan pada penderita sindrom Stevens-
Johnson lebih ditekankan pada perawatan simtomatik dan suportif karena
etiologinya belum diketahui secara pasti.
Kata Kunci : Sindrom Stevens-Johnson, manifestasi oral, manajemen perawatan
Abstract
Stevens-Johnson Syndrome is a mucocutaneous disease with severe signs
and symptoms of systemic form of the target lesion with an irregular shape, with
the macula, vesicles, bullae, and widespread purpura, especially in the framework
of the body. Stevens-Johnson syndrome have a typical three gelaja disorders of the
eye such as conjunctivitis, genital abnormalities in the form of balanitis and
vulvovaginitis, as well as oral abnormalities such as stomatitis. Stevens-Johnson
syndrome diagnosis is mainly based on history, clinical examination and
investigations treatment in patients with Stevens-Johnson syndrome were focused
on symptomatic and supportive care because its etiology is not known with
certainty.
Key word : Stevens-Johnson syndrome, oral manifestation, treatment management
91
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.35. Juli-Desember 2011 92
berbagai macam bentuk lesi yang timbul spektrum luas, bersifat bakterisidal,
bersamaan atau bertahap. Diagnosis dan tidak nefrotoksik. Antibiotik
sindrom Stevens-Johnson terutama yang memenuhi syarat tersebut
berdasarkan atas anamnesis, antara lain siprofloksasin dengan
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan dosis 2 x 400mg intravena,
penunjang. Penatalaksanaan sindrom klindamisin dengan dosis 2 x
Stevens-Johnson didasarkan atas tingkat 600mg intravena dan gentamisin
(3,9)
keparahan penyakit yang secara umum dengan dosis 2 x 80 mg.
meliputi: 4. Infuse dan Transfusi Darah
1. Rawat inap Hal yang perlu diperhatikan kepada
Rawat inap bertujuan agar dokter penderita adalah mengatur keseim-
dapat memantau dan mengontrol bangan cairan atau elektrolit tubuh,
setiap hari keadaan penderita.(3, 9, 10) karena penderita sukar atau tidak
2. Preparat Kortikosteroid dapat menelan makanan atau
Penggunaan preparat kortikosteroid minuman akibat adanya lesi oral
merupakan tindakan life saving. dan tenggorokan serta kesadaran
Kortikosteroid yang biasa diguna- penderita yang menurun. Infuse
kan berupa deksametason secara yang diberikan berupa glukosa 5%
intravena dengan dosis permulaan dan larutan Darrow. Apabila terapi
4-6 x 5mg sehari. Masa kritis yang telah diberikan dan penderita
biasanya dapat segera diatasi dalam belum menampakkan perbaikan
2-3 hari, dan apabila keadaan dalam waktu 2-3 hari, maka
umum membaik dan tidak timbul penderita dapat diberikan transfuse
lesi baru, sedangkan lesi lama darah sebanyak 300 cc selama 2
mengalami involusi, maka dosis hari berturut-turut, khususnya pada
segera diturunkan 5mg secara cepat kasus yang disertai purpura yang
(3, 9)
setiap hari. Setelah dosis mencapai luas dan leucopenia.
5mg sehari kemudian diganti 5. KCl
dengan tablet korti-kosteroid, Penderita yang menggunakan
misalnya prednisone, yang kortikosteroid umumnya menga-
diberikan dengan dosis 20 mg lami penurunan kalium atau
sehari, kemudian diturunkan hipokalemia, maka diberikan KCl
menjadi 10mg pada hari berikutnya dengan dosis 3 x 500 mg sehari
selanjutnya pemberian obat (3,9,10)
peroral.
dihentikan. Lama pengobatan pre- 6. Adenocorticotropichormon
parat kortikosteroid kira-kira (ACTH)
(9)
berlangsung selama 10 hari. Penderita perlu diberikan ACTH
3. Antibiotik untuk menghindari terjadinya
Penggunaan preparat kortikosteroid supresi korteks adrenal akibat
dengan dosis tinggi menyebabkan pemberian kortikosteroid. ACTH
imunitas penderita menurun, maka yang diberikan berupa ACTH sin-
(6)
antibiotic harus diberikan untuk tetik dengan dosis 1 mg.
mencegah terjadinya infeksi 7. Agen Hemostatik
sekunder, misalnya bronco- Agen hemostatik terutama diberi-
pneneumonia yang dapat kan pada penderita disertai purpura
menyebabkan kematian. Antibiotik yang luas. Agen hemostatik yang
yang diberikan hendaknya yang sering digunakan adalah vitamin
jarang menyebabkan alergi, ber- K.(6)