Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang menular langsung antar manusia yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis. Kuman ini cepat mati oleh cahaya
sinar matahari langsung karena terkena sinar ultraviolet dan radiasi panas. Dalam tempat
yang gelap dan lembab kuman tersebut dapat bertahan hidup selama beberapa
jam. Mycobacterium tubeculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Hingga saat
ini Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu penyakit infeksi menular yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat di tingkat dunia.
Pada tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC, karena
pada sebagian besar negara di dunia, penyakit TBC tidak terkendali penularanya. Hal ini
disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan, Di Negara-negara
berkembang kematian TBC merupakan 25% dari penyakit seluruh kematian. Diperkirakan
95% penderita TBC berada di negara berkembang, 75 % penderita TBC adalah kelompok
usia produktif (1550 tahun).
Indonesia menempati urutan ketiga terbesar di dunia dalam hal jumlah penderita
TBC (583 ribu orang) setelah China (2 juta orang) dan India (1,5 juta orang), Di Indonesia
kematian akibat penyakit TBC setiap tahun ada sekitar 140.000 orang meninggal dunia dari
total penderita. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995
menunjukkan bahwa TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan. Pada golongan penyakit infeksi TBC
menjadi kematian nomor satu.
Penanggulangan penyakit Tuberkulosis di Indonesia sudah berlangsung sejak
lama. Sejak tahun 1909, penanggulangan penyakit Tuberculosis dilakukan secara
nasional melalui Puskesmas dengan penyediaan obat secara gratis. Program ini dinilai
kurang berhasil akibat kurangnya kesadaran pasien untuk melakukan pengobatan secara
teratur. Sedang pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap diduga
dapat menimbulkan kekebalan ganda kuman Tuberkulosis terhadap obat anti Tuberkulosis.
Menurut Leavell (1953), terdapat lima tahapan dalam pencegahan penyakit menular,
yaitu promosi kesehatan, proteksi khusus, diagnosis dini dan pengobatan yang cepat,
pembatasan disabilitas, dan rehabilitasi. Berkaitan dengan upaya penurunan angka kasus

1
baru TB di Indonesia, maka tahapan ke-3 (diagnosis dini dan pengobatan yang cepat) sangat
penting guna memutuskan rantai penularan dari penderita ke orang yang sehat.
Menurut laporan Jumlah TB Paru suspek dan TB Paru BTA Positif Menurut
Puskesmas dalam Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2014 menyebutkan bahwa yang tertinggi
adalah Puskesmas Muaro Kumpeh, dengan umlah TB Paru suspek sebanyak 514 kasus dan
TB Paru positif 38 kasus. Dari hasil laporan Puskesmas pada tahun 2015 dan 2016 yang
terbanyak adalah di Desa Muara Kumpeh yang didapatkan 20 kasus yang diobati dan
sembuh 100%. Oleh karena itu dipilih tempat penelitian ini di Desa Muara Kumpeh.
Kemudian hasil pemantauan di lapangan jumlah penderita penyakit TB paru dalam
Kecamatan Kumpeh Ulu tahun 2016 dari laporan Puskesmas di dapat bahwa tingkat
penyembuhan penyakit TB Paru hampir sebahagian besar telah dapat terlaksana dengan baik
hanya saja ada beberapa Pasien tingkat penyembuhannya masih belum sepenuhnya teratasi,
namun dimungkinkan bahwa ada penemuan penyakit TB Paru yang baru melaksanakan
pengobatan sehingga pencapaian tingkat penyembuhan belum terlaksana sebesar 100 %.
Selain dari itu masih ada perilaku penderita TB Paru yang malas minum obat, namun tidak
dilaporkan jumlah penderita yang malas minum obat tersebut.

1.2 Pernyataan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa pernyataan
masalah, yaitu:
1. Kurangnya pengetahuan masyarakat Desa Muara Kumpeh mengenai TB Paru.
2. Kurangnya kesadaran masyarakat Desa Muara Kumpeh mengenai pengobatan
TB Paru.
3. CDR TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Muaro Kumpeh terbilang kurang

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai TB Paru di Desa Muara
Kumpeh.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat Desa Muara Kumpeh mengenai
TB Paru

2
2. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Desa Muara Kumpeh untuk berobat
TB Paru
3. Untuk meningkatkan CDR di wilayah kerja Puskesmas Muaro Kumpeh

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi Puskesmas
Sebagai bahan informasi bagi Puskesmas untuk meningkatkan CDR di Wilayah
kerja Puskesmas Rawat Inap Muaro Kumpeh.
1.4.2 Manfaat bagi Pasien
Bagi pasien diharapkan dapat membuka wawasan dan pandangan masyarakat Desa
Muara Kumpeh mengenai TB Paru.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan
2.1.1 Definisi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang tersebut melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga. Pengetahuan kognitif adalah domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (over behavior). Dari hasil pengalaman serta penelitian terbukti bahwa
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Penelitian yang dilakukan oleh Rogers (1974) mengungkapkan
bahwa sebelum seseorang mengadaptasi perilaku yang baru didalam diri orang tersebut
terjadi proses yang beruntun yaitu:
a. Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih
dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik) merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut disini
sikap subjek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya) hal
ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
e. Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran
dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang, karena dari pengalaman dan penelitian yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

2.1.2 Tingkatan Pengetahuan


Menurut Bloom (1987) dikutip oleh Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang dicakup
didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
a. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

4
(recall), terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (Aplication) diartikan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis (Analysis) merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Syntesis) menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemajuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu :
a. Pengalaman, dimana dapat diperoleh dari pengalaman diri sendiri atau orang lain.
Misalnya, jika seseorang pernah merawat seorang anggota keluarga yang sakit
hipertensi, umumnya menjadi lebih tahu tindakan yang harus dilakukan jika terkena
hipertensi.
b. Tingkat pendidikan, dimana pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan
seseorang. Secara umum, seseorang yang memiliki pengetahuan yang tingi akan
mempunyai pengalaman yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat
pendidikannya lebih rendah.
c. Sumber informasi, keterpaparan seseorang terhadap informasi mempengaruhi tingkat
pengetahuaannya. Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang,
misalnya televise, radio, Koran, buku, majalah dan internet.

2.1.4 Pengukuran Pengetahuan


Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita
ketahui dapat disesuaikan dengan tingkat domain diatas.

5
2.2 Tuberkulosis
2.2.1 Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh basil
aerob yang tahan asam, Mycobacterium tuberculosis atau spesies lain yang dekat seperti M.
bovis dan M. africanum. Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat pula
menyerang susunan saraf pusat, sistem limfatik, sistem pernapasan, sistem genitourinaria,
tulang, persendian, bahkan kulit.

2.2.2 Etiologi
Bakteri utama penyebab penyakit tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis.
Berikut ini adalah taksonomi dari M. tuberculosis:

Skema penggolongan turunan bakteri Mycobacterium tuberculosis

Basil tuberkel (merah) di bawah mikroskop dengan pewarnaan tahan asam

M. tuberculosis berbentuk basil atau batang ramping lurus yang berukuran kira-kira
0,2-0,4 x 2-10 m, dan termasuk gram positif. Pada medium kultur, koloni bakteri ini
berbentuk kokus dan filamen. Identifikasi terhadap bakteri ini dapat dilakukan melalui

6
pewarnaan tahan asam metode ziehl-neelsen maupun tanzil, yang mana tampak sebagai basil
berwarna merah di bawah mikroskop.
Pada umumnya, genus mycobacterium kaya akan lipid, mencakup asam mikolat
(asam lemak rantai panjang C78-C90), lilin, dan fosfatida. Lipid dalam batas-batas tertentu
bertanggung jawab terhadap sifat tahan-asam bakteri. Selain lipid, mycobacterium juga
mengandung beberapa protein yang dapat memicu reaksi tuberkulin, dan mengandung
berbagai polisakarida.
Mycobacterium tidak menghasilkan toksin, tetapi termasuk organisme yang virulen
sehingga bila masuk dan menetap dalam jaringan tubuh manusia dapat menimbulkan
penyakit. Bakteri ini terutama akan tinggal secara intrasel dalam monosit, sel
retikuloendotelial, dan sel-sel raksasa.

2.2.3 Epidemiologi
Tabel Insiden, prevalensi, dan mortalitas kasus TB di 22 negara yang termasuk sebagai
high-burden countries

TB merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia, terutama di kawasan Asia


dan Afrika. Sekitar 55% dari seluruh kasus global TB terdapat pada negara-negara di Benua
Asia, 31% di benua Afrika, dan sisanya yang dalam proporsi kecil tersebar di berbagai

7
negara di benua lainnya. Secara global, pada tahun 2008 tercatat 9,4 juta kasus baru TB,
dengan prevalensi 11,1 juta, dan angka kematian berkisar 1,3 juta pada kasus TB dengan
HIV negatif dan 0,52 juta pada kasus TB dengan HIV positif. Sementara itu, hingga tahun
2007, Indonesia berada di urutan ketiga penyumbang kasus tuberkulosis di dunia, dan
termasuk ke dalam 22 high-burden countries dalam penanggulangan TB. Tabel 2.1 berikut
ini menunjukkan kedudukan Indonesia dalam beban TB yang ditanggung di antara 22 negara
lainnya di tahun 2007.

2.2.4 Patofisiologi
Terdapat 4 stadium infeksi TB saat mikroba tersebut mulai masuk ke dalam alveolus,
antara lain sebagai berikut:
1. Stadium 1
Makrofag akan memfagosit basil tuberkel dan membawanya ke kelenjar limfe regional
(hilus dan mediastinum). Basil ini kemudian akan berkembang biak, dihambat atau
dihancurkan, tergantung tingkat virulensi organisme dan pertahanan alamiah dalam hal
ini kemampuan mikrobisidal makrofag. Makrofag yang terinfeksi mengeluarkan
komplemen C5a, yang memanggil monosit ke area infeksi. Makrofag yang
mengandung basil yang bermultiplikasi dapat mati dan memanggil lebih banyak
monosit.
2. Stadium 2
Terjadi pada hari ke-7 sampai hari ke-21, basil tetap akan memperbanyak diri sementara
sistem imun spesifik belum teraktivasi dan monosit masih terus bermigrasi ke area
infeksi.
3. Stadium 3
Terjadi setelah 3 minggu, ditandai oleh permulaan imunitas selular dan respon Tdth.
Makrofag alveolar, yang pada saat itu telah menjadi limfokin yang diaktivasi oleh
limfosit T, menunjukkan peningkatan kemampuan untuk membunuh basil tuberkel
intraselular. Proses ini menghasilkan kompleks ghon dan nekrosis kaseosa yang dapat
terbentuk.
4. Stadium 4
Menunjukkan reaktivasi (sekunder atau post primer) stadium TB. Pada stadium terakhir
ini, basil akan lebih memperbanyak diri secara ekstraselular. Basil tuberkel akan
menyebar ke peredaran darah secara hematogen. Basil tuberkel biasanya tetap dalam
kondisi stabil sebagai dorman, sepanjang sistem imun penjamu masih intak.

8
Sekitar 10% individu yang terinfeksi berkembang menjadi penyakit TB pada waktu
tertentu dalam hidupnya, tetapi risiko ini lebih tinggi pada individu dengan penyakit
defisiensi imun seperti HIV/AIDS, sering mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan usia
lanjut. Faktor lainnya seperti kurang gizi, kemiskinan, individu alkoholik, juga dapat
meningkatkan kerentanan terhadap penyakit TB.

2.2.5 Diagnosis
Secara singkat, alur diagnosis TB paru dapat digambarkan pada skema 2.1 berikut
ini.

Alur diagnosis TB paru

9
Diagnosis tuberkulosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisis, radiologi, dan
laboratorium.
1. Anamnesis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat
malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala
tersebut dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis,
bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia
saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke unit pelayanan kesehatan dengan
gejala tersebut di atas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu
dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan demam (subfebris), badan kurus atau berat
badan menurun, dan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia. Pada
tuberkulosis paru lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi
otot-otot interkostal.
3. Pemeriksaan radiologi
Radiografi dada merupakan alat yang penting untuk diagnosis dan evaluasi tuberkulosis.
Akan tetapi, tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis. Foto toraks penderita TB dapat memberikan
gambaran berupa kompleks Ghon yang membentuk nodul perifer bersama dengan
kelenjar limfe hilus yang mengalami kalsifikasi. Infiltrasi multinodular pada segmen
apikal posterior lobus atas dan segmen superior lobus bawah merupakan lesi yang paling
khas pada tuberkulosis paru.
4. Pemeriksaan laboratorium:
a. Tes tuberkulin/PPD yang paling sering digunakan adalah tes Mantoux yakni dengan
menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purifed Protein Derivative) intrakutan
berkekuatan 5 TU (intermediate strength).
b. Pada pemeriksaan darah saat tuberkulosis baru mulai (aktif) ditemukan jumlah
leukosit sedikit meninggi, limfosit dibawah normal, dan peningkatan laju endap
darah.
c. Pada pemeriksaan sputum, kriteria sputum BTA (Bakteri Tahan Asam) positif adalah

10
bila ditemukan sekurang-kurangnya 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Semua
suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi -
sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA
melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
d. Pemeriksaan biakan sangat berperan dalam mengidentifikasi M.tuberkulosis pada
penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan
masih peka terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan
dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam
beberapa situasi: 1) Pasien TB yang masuk tipe pasien kronis, 2) Pasien TB ekstra
paru dan pasien TB anak, dan 3) Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan
kekebalan ganda.
e. Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat mendeteksi DNA bakteri
tuberkulosis dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi bakteri yang tidak
tumbuh pada sediaan biakan.

2.2.6 Terapi
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip antara lain sebagai
berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan, dan OAT tidak dapat digunakan
secara tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT
= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu
2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.

11
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhadap OAT. Jenis, sifat, dan dosis OAT lini-1 dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut
ini.

Jenis dan sifat obat anti tuberkulosis (OAT) dan dosis yang direkomendasikan sesuai
dengan berat badan
Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)
Jenis OAT Sifat
Harian 3x seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 10
(4-6) (8-12)
Rifampisin (R) Bakterisid 10 10
(8-11) (8-12)
Pyrazinamide Bakterisid 25 35
(Z) (20-30) (30-40)
Streptomycin Bakterisid 15 15
(S) (12-15) (12-18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 30
(15-20) (20-35)

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis


di Indonesia:
1. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3. Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru TB paru
BTA positif, pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif, atau pasien TB ekstra
paru.
2. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Paduan OAT ini diberikan untuk pasien
BTA positif yang telah diobati sebelumnya, yakni pasien yang kambuh, pasien gagal
OAT, dan pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default).
3. Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE).
4. Kategori Anak: 2HRZ/4HR.

Terdapat beberapa tipe penderita berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya,


yaitu:

12
1. Baru: penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
OAT < 4 minggu.
2. Kambuh (Relaps): penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3. Putus berobat (Default): penderita yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif.
4. Gagal (Failure): penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kronik: penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan.

2.2.7 Tuberkulosis dengan Multidrug-Resistant (TB-MDR)


TB-MDR adalah keadaan penyakit tuberkulosis yang bakteri penyebabnya telah
menjadi resisten sekurang-kurangnya terhadap dua jenis OAT yang paling efektif yaitu
isoniazid dan rifampicin. Ada beberapa penyebab terjadinya resistensi terhadap OAT
termasuk jenis MDR-TB, yaitu:
1. Penggunaan obat yang tidak adekuat
2. Pemberian obat yang tidak teratur
3. Evaluasi dan cakupan yang tidak adekuat
4. Penyediaan obat yang tidak reguler
5. Program yang belum berjalan serta kurangnya tata organisasi di program

Pasien tuberkulosis yang disebabkan kuman resisten obat (khususnya MDR) diobati
dengan paduan obat khusus yang mengandung obat anti-tuberkulosis lini-2, misalnya
golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon. Pengobatan untuk
pasien ini setidaknya menggunakan empat obat yang masih efektif dan pengobatan harus
diberikan paling sedikit 18 bulan. Menurut WHO, pengobatan TB-MDR diberikan selama
18-24 bulan setelah sputum konversi.
Dibandingkan dengan OAT lini-1, OAT lini-2 ini jumlahnya terbatas, efektivitasnya
belum jelas, dan tidak tersedia secara gratis untuk pasien TB-MDR. Sampai saat ini, belum
ada data atau penelitian yang memberikan bukti tentang keberhasilan pengobatan TB-MDR
dengan OAT lini-2. Lebih jauh lagi, rejimen obat, dosis, dan lama pengobatan OAT lini-2
untuk TB-MDR yang tidak sesuai dapat mengakibatkan TB-XDR (extensively drug-

13
resistant TB). TB-XDR ini ditandai dengan resistensi bakteri terhadap isoniazid dan
rifampicin, ditambah dengan resistensi satu obat apapun dari golongan fluoroquinolone, dan
salah satu dari OAT jenis injeksi (amikasin, kanamisin, atau capreomisin).

14
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif
sederhana. Desain penelitian ini tidak melakukan intervensi dari peneliti. Penelitian untuk
melihat, mendeskripsikan dan menggambarkan suatu fenomena kesehatan yang terjadi di
masayarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan
tentang hipertensi pada masyarakat yang merokok di Desa Muara Kumpeh.

3.2 Populasi dan Sampel


Populasi dari penelitian ini adalah masyarakat di Desa Muara Kumpeh. Dari tingkat
pendidikannya, objek penelitan ini (masyarakat Desa Muara Kumpeh) tergolong objek
penelitian dengan data yang luas. Oleh karena itu, sampel yang diambil dengan metode
Cluster sampling, yaitu dengan menentukan tingkat pendidikan tertentu yang dijadikan
sampel, yaitu tingkat pendidikan SMP, SMA, dan S1. Selain itu sampel juga menggunakan
teknik Insidental sampling untuk melakukan penambahan jumlah sampel. Awalnya hanya
didapat 43 orang sampel, kemudian dengan penambahan dengan metode Insidental
sampling didapatkan lagi 22 orang sampel, jadi total sampelnya adalah 65 responden.
Peneliti ini mengadopsi teknik pengambilan sampling dengan menggunakan
purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang akan diambil adalah:
a. Warga Desa Muara Kumpeh
b. Penderita TB ataupun bukan penderita TB yang sedang menjalani pengobatan
c. Bisa membaca dan menulis
d. Berumur 20 tahun
e. Tidak mengalami gangguan mental dan fisik
f. Bersedia menjadi responden

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian


Pengumpulan data dilakukan di Desa Muara Kumpeh Kecamatan Kumpeh Ulu pada
tanggal 1 September 2017 sampai 30 September 2017.

15
3.4 Etika Penelitian
Etika penelitian dilakukan dengan tujuan untuk melindungi hak subjek penelitian
dengan menjamin kerahasian responden. Sebelum dilakukan pengumpulan data, terlebih
dahulu peneliti melakukan pendekatan dengan calon responden. Peneliti menjelaskan tujuan
dan manfaat penelitian. Responden dijamin hak dan kerahasiaannya. Partisipasi responden
dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tidak memaksa sehingga responden diberi
kebebasan untuk mengundurkan diri atau menolak dalam pengisian kuesioner. Peneliti
memberi kebebasan kepada koresponden dalam pengisian kusioner, jika responden tidak
dapat menyelesaikan pengisian kusioner saat ini karena kondisi yang tidak memungkinkan
seperti merasa lelah atau kondisi lainnya, maka pengisian dapat dilanjutkan sesuai dengan
keadaan responden.

3.5 Alat Pengumpulan Data


Pengumpulan data merupakan langkah yang penting dalam suatu penelitian, karena
ada yang diporoleh digunakan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Pada
penelitian ini, alat pengumpulan data yang digunakan adalah kusioner. Penelitian ini
menggunakan skala tingkat pengetahuan yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan
kusioner.
Kuesioner yang disusun terdiri dari dua bagian, yaitu data demografi dan tingkat
pengetahuan masyarakat tentang tuberkulosis.
a. Bagian A untuk data umum yang merupakan data karakteristik responden. Data tentang
karakteristik responden meliputi data tentang umur, pendidikan, pekerjaan, jenis
kelamin, riwayat TB paru dan pernah atau tidak pernah mendapat informasi mengenai
TB paru.
b. Bagian B dipergunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan tentang TB paru, terdiri
dari 20 pertanyaan yang telah disediakan pilihan jawabannya. Jawaban yang benar
diberi nilai 1 dan jawaban yang salah diberi nilai 0. Soal nomor
2,4,7,8,9,11,12,13,14,15,16,17,18 jawaban yang benar adalah Benar. Soal nomor
1,3,5,6,10,19,20 jawaban yang benar adalah Salah.

Pertanyaan dibuat dalam bentuk skala Gutman yaitu skala yang bersifat tegas dan
konsisten dengan memberikan jawaban tegas pada pertanyaan. Responden harus memilih
salah satu jawaban yang telah disediakan yaitu benar (B) atau Salah (S) dapat memberikan
tanda check list (). Skor penilaiannya jika jawaban benar maka nilainya 1, dan skor jika

16
jawaban salah maka nilainya 0. Penilaian tingkat pengetahuan dilakukan dengan cara
membandingkan jumlah skor jawaban benar dengan skor yang diharapkan (tertinggi)
kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa persentase. Selanjutnya persentase jawaban
diinterpretasikan dalam kalimat kualitatif dengan acuan sebagai berikut:
Tabel 3.1 Skor Penilaian dan Interpretasi Tingkat Pengetahuan
Skor Penilaian Interpretasi Tingkat Pengetahuan
76-100% atau 15-20 poin jawaban benar Baik
56-75% atau 11-14 poin jawaban benar Cukup
0-55% atau 0-10 poin jawaban benar Kurang

3.6 Prosedur Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan secara langsung terhadap masyarakat yang memenuhi
kriteria sampel yang bertempat tinggal di Desa Muaro Kumpeh.
a. Responden diberi penjelasan mengenai cara pengisian kuisioner dan memberi
kesempatan responden untuk bertanya apabila ada yang kurang dipahami.
b. Responden diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan saat itu juga.
c. Responden diminta memberikan secara langsung kusioner yang telah diisi kepada
peneliti. Kemudian peneliti memeriksa kelengkapannya dan apabila belum lengkap
maka peneliti meminta responden untuk melengkapinya kembali.
d. Peneliti mengakhiri pertemuan dengan responden setelah kusioner terisi lengkap
dan memberikan penyuluhan mengenai penyakit tuberkulosis.

3.7 Analisis dan Pengolahan Data


Menurut Arikunto pengolahan data dapat dilakukan dengan tahap-tahap sebagai
berikut:
1. Mengedit (editing)
Editing adalah pengisian kusioner, kelengkapan data, kelengkapan identitas, lembar
kusioner dan kelengkapan isian kusioner, sehingga apabila terdapat ketidaksesuaian
dapat dilengkapi segera oleh peneliti.
2. Pengkodean (coding)
Coding adalah melakukan pemberian kode berupa angka untuk memudahkan
pengolahan data.
3. Memasukkan Data (entry)

17
Entry adalah memasukkan data yang diperoleh menggunakan fasilitas komputer
dengan menggunakan program komputer.
4. Tabulasi (tabulation)
Tabulasi adalah mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian
dimasukkan dalam tabel yang sudah disiapkan.

Data primer yang diperoleh berupa data kualitatif dari hasil kunjungan ke Desa
Muara Kumpeh melalui penyuluhan, dimana hubungan sebab-akibat dianalisa berdasarkan
tinjauan pustaka dan dideskripsikan secara naratif.

3.8 Diagnosis Komunitas


Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang telah lama menjadi
permasalahan kesehatan di dunia. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik
yang disebabkan oleh basil aerob yang tahan asam, Mycobacterium tuberculosis atau
spesies lain yang dekat seperti M. bovis dan M. africanum. Tuberkulosis biasanya
menyerang paru-paru tetapi dapat pula menyerang susunan saraf pusat, sistem limfatik,
sistem pernapasan, sistem genitourinaria, tulang, persendian, bahkan kulit.
Keberhasilan penanggulangan penyakit Tuberkulosis tidak hanya ditentukan oleh
cakupan program pemerintah, tetapi juga harus didukung oleh kesadaran penderita dan
masyarakat sekitar. Faktor pengetahuan, sikap dan praktek mempunyai pengaruh yang besar
terhadap status kesehatan individu maupun masyarakat dan berperan penting dalam
menentukan keberhasilan suatu program pencegahan; pengobatan dan pemberantasan suatu
penyakit Tuberkulosis paru.

3.9 Intervensi
Bentuk intervensi yang dilakukan dalam mini-project ini berupa penyuluhan/edukasi
langsung kepada masyarakat. Hal penting yang harus disampaikan dalam penyuluhan yaitu
bagaimana gambaran penyakit TB, bagaimana penularan penyakit, bagaimana pengobatan
penyakit dan yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana mencegah agar hidup kita
terbebas dari infeksi TB paru. Penjelasan mengenai isi penyuluhan dideskripsikan pada Bab
Pembahasan.

18
BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Profil Komunitas Umum


4.1.1 Data Geografik
Puskesmas Rawat Inap Muara Kumpeh merupakan salah satu Puskesmas induk yang
ada dalam wilayah Kecamatan Kumpeh Ulu, dimana secara geografis Kecamatan Kumpeh
Ulu memiliki luas wilayah 99,138 km2. Dan batasan wilayah Kecamatan Kumpeh Ulu
adalah :
- Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Muara Sebo
- Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Kumpeh ilir
- Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Sungai Gelam
- Sebalah Barat berbatasan dengan Kota Jambi
Batas Kecamatan Kumpeh Ulu dengan kecamatan lain dan Kota Jambi dapat di lihat
pada gambar di bawah ini :

Peta Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Muara Kumpeh

19
Secara administratif Kecamatan Kumpeh Ulu memiliki 18 (delapan belas)
Desa/Kelurahan, termasuk Desa Muara Kumpeh yang menjadi tempat penelitian dilakukan.
Desa yang memiliki luas wilayah paling besar adalah Desa Arang arang (14.120 km2 )
atau 14 % dari luas wilayah Kecamatan Kumpeh Ulu dan Desa yang memiliki luas wilayah
terkecil adalah Kasang Kota Karang (363 km2) atau 2,2 % dari luas wilayah Kecamatan
Kumpeh Ulu. Sedangkan Desa Muara Kumpeh yang menjadi tempat penelitian ini memiliki
luas 820 km2.

4.1.2 Data Demografik


Perkembangan penduduk Kecamatan Kumpeh ulu menunjukkan peningkatan yang
cukup signifikan dari tahun 2014 2016 yakni meningkat dari 50.680 jiwa menjadi 53.298
jiwa. Adapun kepadatan penduduk Kecamatan Kumpeh Ulu pada Tahun 2016 dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :

Rata Jumlah
Jumlah Kepadatan Rata Rumah
No Kecamatan Luas Wilayah
Penduduk Penduduk/ Km2 Jiwa / Tangga
KK (KK)
1 Muara Kumpeh 820 km2 3.994 Jiwa 1.815 Jiwa / km2 4 Jiwa 891 kk
2 2
2 Pudak 1.800 km 5.105 Jiwa 917 Jiwa / km 4 Jiwa 1.208 KK

3 Kota Karang 663 km2 1.874 Jiwa 899 Jiwa / km2 6 Jiwa 423 KK

4 Lopak Alai 660 km2 5.045 Jiwa 376 Jiwa km2 5 Jiwa 1251 KK

5 Sakean 3.500 km2 1.915 Jiwa 464 Jiwa km2 5 Jiwa 333 KK
2 2
6 Tarikan 4.375 km 1.819 Jiwa 1.156 Jiwa / km 5 Jiwa 492 KK

7 Sungai Terap 4.000 km2 1.053 Jiwa 378 Jiwa / km2 6 Jiwa 224 KK

8 Sumber Jaya 7.500 km2 1.624 Jiwa 186 Jiwa / km2 5 Jiwa 310 KK

9 Arang - Arang 14.120 km2 2.832 Jiwa 271 Jiwa / km2 5 Jiwa 573 KK

10 SipinTeluk Duren 3.200 km2 1.889JIwa 536 Jiwa / km2 6 Jiwa 321 KK

11 Teluk Raya 7.040 km2 2.306 Jiwa 395 Jiwa/ km2 5 Jiwa 476 KK

12 Ramin 3.325 km2 1.714 JIwa 419 Jiwa / km2 5 Jiwa 318 KK

13 Pemunduran 4.500 km2 1.393 Jiwa 385 Jiwa / km2 3 JIwa 428 KK

14 Solok 2.400 km2 1.974 Jiwa 781 Jiwa / km2 4 Jiwa 365 KK

15 Ksg. Kumpeh 76,2 km2 1.277 Jiwa 2.836 Jiwa / km2 4 Jiwa 283 KK

16 Ksg. Kota Karang 1.500 km2 1.884 Jiwa 1.116Jiwa / km2 4 Jiwa 456 KK

17 Ksg. Pudak 450 km2 13.595 Jiwa 3.021 Jiwa / km2 3 JIwa 4000 KK
2 2
18 Ksg. Lopak Alai 3,63 km 2.003 Jiwa 367 Jiwa / km 3 JIwa 595 KK

20
Gambaran tabel di atas dapat diketahui bahwa kepadatan penduduk di atas 1000
jiwa/ km2 adalah Desa Kasang Pudak (3021 jiwa/ km2), Desa Kasang Kumpeh (2836
jiwa/Km2), Desa Muara Kumpeh (1815 jiwa/Km2), Desa Tarikan (1156 jiwa/Km2) serta
Desa Kasang Kota Karang ( 1116 jiwa/Km2). Desa lainnya tingkat kepadatan penduduk
dibawah 1000 jiwa/ km2 meliputi Desa Pudak (917 jiwa/Km2), Desa Kota Karang (889
jiwa/Km2), Desa Solok (781 jiwa/Km2), Desa Spin Teluk Duren (546 jiwa/Km2), Desa
Sakean (464 jiwa/Km2), Desa Ramin (419 jiwa/Km2), Desa Teluk Raya (395 jiwa/Km2),
Desa Pemunduran (385 jiwa/Km2), Desa Sungai Terap ( 378 Jiwa/ Km2), Desa Kasang
Lopak Alai (368 Jiwa/ Km2), Desa Arang-arang (271 Jiwa/Km2),Desa Sumber Jaya (186
Jiwa/Km2).
Dari kepadatan penduduk ini dapat dianalisa bahwa Desa yang memiliki kepadatan
penduduk di atas 1000 jiwa/ km2 dalam wilayah Kecamatan Kumpeh Ulu tersebut
dikarenakan berdekatan atau berbatasan dengan Kota Jambi yang mengalami peningkatan
penduduk yang cukup signifikan.

4.1.3 Sumber Daya Kesehatan yang Ada


Jumlah tenaga kesehatan yang mencukupi merupakan suatu hal yang sangat penting,
karena dengan jumlah yang cukup sesuai dengan keprofesiannya baik itu tenaga medis,
paramedis maupun tenaga kesehatan penunjang lainnya akan sangat membantu sekali dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat baik pada daerah perkotaan maupun di pedesaan
secara cepat.
Data jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas Rawat Inap Muaro Kumpeh tahun 2017
belum dirinci karena sudah ada perubahan jumlah ataupun perubahan penempatan tenaga
kesehatan. Namun secara umum jumlah tenaga kesehatan yang ada di Kabupaten Muaro
Jambi Tahun 2014 dapat dilihat dari tabel berikut ini:

TENAGA KESEHATAN
NO UNIT KERJA PERAWAT TEKNISI
MEDIS FARMASI GIZI SANITASI KESMAS JUMLAH
& BIDAN MEDIS
1 Dinas Kesehatan 1 13 3 1 0 4 28 50
2 Puskesmas
1. Sengeti 9 36 1 1 2 2 0 51
2. Sekernan Ilir 4 30 4 0 0 1 0 39
3. Tantan 2 24 0 1 0 1 2 30
4. P.Olak 3 32 3 0 1 2 3 44
5. Sei. Duren 6 57 3 1 3 2 2 74

21
6. Pir II Bajubang 3 30 2 0 4 2 1 42
7. Jambi Kecil 3 48 1 1 1 0 0 54
8. Kmk. Dalam 2 26 0 0 0 0 0 28
9. Tempino 5 38 1 0 2 2 1 49
10. Pondok Meja 5 50 1 0 0 3 0 59
11. Ma. Kumpeh 6 73 3 0 1 1 6 90
12. Tanjung 5 34 0 0 1 1 0 41
13. Puding 3 38 1 1 2 1 1 47
14. Markanding 4 22 0 0 2 2 2 32
15. Sungai Bahar I 0 23 0 0 0 0 0 23
16. Sungai Bahar IV 2 13 0 0 3 0 0 18
17. Sungai Bahar VII 3 23 0 1 0 0 0 27
18. Tangkit 6 57 2 1 2 3 6 77
19. Kebon IX 2 45 1 0 4 5 3 60
3 IFK 0 0 4 0 0 0 0 4
4 Labkesda 0 0 0 0 3 0 1 4
5 RSUD Ahmad Ripin 46 127 19 2 23 8 13 238
6 RS. Sungai Bahar 22 76 5 2 6 2 2 115
7 RS. Sungai Gelam 15 77 3 2 7 1 6 111
JUMLAH 157 992 57 14 67 44 77 1408
RASIO THADAP 100.000 PDDK 41,5 262,35 15,07 3,70 17,72 11,64 20,36 372,37

Tabel Jumlah Tenaga Kesehatan di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2014

4.2 Sarana Pelayanan Kesehatan yang Ada


Data sarana pelayanan kesehatan di Puskesmas Rawat Inap Muaro Kumpeh tahun
2017 belum dirinci karena sudah ada perubahan jumlah sarana pelayanan kesehatan. Namun
secara umum sarana pelayanan kesehatan yang ada di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2014
dapat dilihat dari tabel berikut ini:

KEPEMILIKAN/PENGELOLA

NO FASILITAS KESEHATAN PEM. PEM. PEM.KAB/ TNI/


BUMN SWASTA JML
PUSAT PROP KOTA POLRI

1 RUMAH SAKIT UMUM - - 3 - - - 3

2 RUMAH SAKIT JIWA - - - - - - -

3 RUMAH SAKIT BERSALIN - - - - - - -

4 RUMAH SAKIT KHUSUS LAINNYA - - - - - - -

5 PUSKESMAS - - 19 - - - 19

6 PUSKESMAS PEMBANTU - - 88 - - - 88

7 PUSKESMAS KELILING - - 27 - - - 27

8 POSYANDU - - 379 - - - 379

9 POLINDES - - 85 - - 1 86

10 POSKESDES - - - - - - 114

22
11 RUMAH BERSALIN - - - - - 3 3

12 BALAI PENGOBATAN/KLINIK - - - - - 11 11

13 APOTIK - - 22 - - 10 32

14 TOKO OBAT - - - - - 8 8

15 GFK - - 1 - - - 1

16 LABKESDA - - 1 - - - 1

17 INDUSTRI OBAT TRADISIONIL - - - - - - -

18 INDUSTRI KECIL OBAT TRADISIONIL - - - - - - -

19 PRAKTEK DOKTER BERSAMA - - - - - 1 1

20 PRAKTEK DOKTER PERORANGAN - - - - - 38 38

21 PRAKTEK PENGOBATAN TRADISIONAL - - - - 1 1

Berdasarkan data pada tabel di atas sarana pelayanan kesehatan dalam Kabupaten
Muaro Jambi tahun 2014 berdasarkan kepemilikan ternyata diketahui bahwa hampir
keseluruhan sarana pelayanan kesehatan tersebut milik pemerintah dan sebahagian kecil
milik swasta.

4.2 Data Primer Hasil Penelitian


4.2.1 Prevalensi Masalah Kesehatan dan Perilaku Kesehatan Masyarakat Sebelum
Intervensi
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan beberapa data antara lain sebagai
berikut:
1. Warga Desa Muara Kumpeh berdasarkan jenis kelamin
Berikut ini adalah tabel responden berdasarkan jenis kelamin:
No. Jenis Kelamin Jumlah Responden Persentase
1. Laki-laki 30 46,2 %
2. Perempuan 35 53,8 %

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden perempuan adalah
35 responden (53,8%) lebih banyak dibandingkan responden laki-laki yaitu 30
responden (46,2%). Berdasarkan jenis kelaminnya, responden dipilih secara acak.

2. Warga Desa Muara Kumpeh berdasarkan kelompok umur


Berikut ini adalah tabel responden berdasarkan kelompok umur:
No. Kelompok Umur Jumlah Responden Persentase

23
1. 21-30 tahun 24 36,9 %
2. 31-40 tahun 35 53,8 %
3 41-50 tahun 6 9,3%
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden paling banyak adalah
kelompok umur 31-40 tahun dengan 35 responden (53,8%), diikuti kelompok umur
21-30 tahun dengan 24 responden (36,9%) dan sisanya kelompok umur 41-50 tahun
dengan 6 responden (9,3%). Berdasarkan kelompok umur, responden dipilih secara
acak.

3. Tingkat pendidikan warga Desa Muara Kumpeh


Berikut ini adalah tabel responden berdasarkan tingkat pendidikan:
No. Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase
1. SMP 9 13,8 %
2. SMA 23 35,4 %
3 Sarjana Strata 1 33 50,8 %

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden paling banyak adalah tingkat
pendidikan Sarjana Strata 1 dengan 33 responden (50,%), diikuti adalah tingkat
pendidikan SMA dengan 23 responden (35,4%) dan sisanya adalah tingkat
pendidikan SMP dengan 9 responden (13,8%). Jika digrafikkan, maka persentasenya
akan tampak sebagai berikut:

Tingkat Pendidikan
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
SMP SMA Sarjana Strata 1

4. Warga Desa Muara Kumpeh yang sudah dan yang belum mendapat Informasi
tentang Tubekulosis
Berikut ini adalah tabel responden berdasarkan jenis kelamin:

24
No. Informasi TB Jumlah Responden Persentase
1. Sudah 42 64,6 %
2. Belum 23 35,4 %

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang sudah mendapat
informasi tentang tuberkulosis adalah 42 responden (64,6%) lebih banyak
dibandingkan responden yang belum mendapat informasi tentang tuberkulosis yaitu
23 responden (35,4%).

5. Tingkat pengetahuan warga Desa Muara Kumpeh tentang Tuberkulosis


Berikut ini adalah tabel responden berdasarkan tingkat pengetahuan:
No. Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase
1. Kurang 6 9,3 %
2. Cukup 47 72,3 %
3 Baik 12 18,4 %

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden paling banyak adalah tingkat
pengetahuan tentang tuberculosis kategori cukup dengan 47 responden (72,3%),
diikuti kategori baik dengan 12 responden (18,4%) dan sisanya adalah kategori
kurang dengan 9 responden (9,3%). Jika digrafikkan, maka persentasenya akan
tampak sebagai berikut:

Tingkat Penggetahuan tentang Tuberkulosis


80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
Kurang Cukup Baik

4.2.2 Prevalensi Masalah Kesehatan dan Perilaku Kesehatan Masyarakat Setelah


Intervensi

25
Setelah dilakukan pengumpulan data primer, kemudian dilakukan intervensi berupa
penyuluhan baik itu secara menyeluruh maupun personal kepada responden. Namun tidak
dilakukan penelitian ulang kepada responden setelah intervensi. Hal tersebut dikarenakan
keterbatasan waktu dari peneliti maupun dari responden.
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan Hasil Penelitian


Jika dilihat dari segi jenis kelamin dan umur responden, hasil penelitian tidak dapat
menggambarkan persentase rata-rata jenis kelamin ataupun umur warga Desa Muara
Kumpeh. Hal tersebut dikarenakan metode pengambilan sampel yang digunakan secara acak
yaitu Cluster sampling dan Insidental sampling. Dengan metode tersebut tidak dapat
menggambarkan rasio jenis kelamin ataupun kelompok umur warga desa Muara kumpeh.
Berdasarkan tingkat pendidikannya, responden yang paling banyak adalah tamatan
Sarjana strata S1. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan warga Desa Muara
Kumpeh cukup tinggi meskipun masih ada beberapa responden yang mendeskripsikan
tingkat pendidikan warga Desa Muara Kumpeh di bawah itu. Hasil ini mungkin bisa menjadi
acuan akan tingkat pendidikan warga Desa Muara Kumpeh.
Informasi tentang TB juga sudah banyak diperoleh oleh warga Desa Muara Kumpeh.
Hal tersebut terlihat bahwa lebih banyak responden yang telah menerima informasi tentang
TB, meskipun tidak dijelaskan apa dan bagaimana informasi yang diperoleh tersebut.
Dari tingkat pengetahuannya, warga Desa Muara Kumpeh banyak tergolong kategori
cukup dalam pengetahuannya tentang Tuberkulosis. Hal tersebut tentunya diharapkan akan
berpengaruh pada menurunnya angka penderita Tuberkulosis di desa Muara Kumpeh.

5.2 Keterbatasan Penelitian


Waktu penelitian ini tergolong singkat, sehingga tidak dapat menilai ulang tingkat
pengetahuan responden setelah dilakukan intervensi. Selain itu, hasil penelitian ini tentunya
belum dapat mendeskripsikan pengetahuan warga Desa Muara Kumpeh secara keseluruhan
karena sampel yang diambil jumlahnya sedikit. Selain itu juga disebabkan adanya
keberagaman informasi tentang Tuberculosis yang diperoleh oleh siapa, dimana, mengapa,
dan bagaimana informasi itu diperoleh belum diketahui. Oleh karena itu diharapkan adanya
penelitian lanjutan untuk melengkapi penelitian ini.

26
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berikut ini adalah kesimpulan dari penelitian yang dilakukan, antara lain sebagai
berikut:
1. Tingkat pendidikan warga Desa Muara Kumpeh cukup tinggi meskipun masih ada
beberapa responden yang mendeskripsikan tingkat pendidikan warga Desa Muara
Kumpeh di bawah itu.
2. Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat pengetahuan warga Desa Muaro Kumpeh
tentang Tuberkulosis tergolong dalam kategori cukup.
3. Hasil penelitian ini tentunya belum dapat mendeskripsikan pengetahuan warga Desa
Muara Kumpeh secara keseluruhan karena sampel yang diambil jumlahnya sedikit.
Penyebab lain ialah adanya keberagaman informasi tentang Tuberculosis yang
diperoleh oleh siapa, dimana, mengapa, dan bagaimana informasi itu diperoleh
belum diketahui.

6.2 Saran
Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, diperlukan penelitian lanjutan dengan
metode yang lebih baik tentunya.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood, Luralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC; 2001.
2. Guyton, Arthur C dan John E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Jakarta:
EGC; 2008.
3. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: InternaPublishing FKUI; 2009.
4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6th Ed.
Jakarta: EGC; 2012.
5. Amir S. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.
6. Katzung G, Bertram. Basic and Clinical Pharmacology. 10th Ed. United states of
America: McGraw-Hill Companies; 2007.
7. DepKes RI., 2003. Prosedur Kerja Surveilan Faktor Resiko Penyakit Menular dalam
Intensifikasi Pemberantasan Penyakit Menular Terapdu Berbasis Wilayah, khusus:
Faktor Resiko Lingkungan dan Perilaku, Dirjen PPM & PL, DepKes RI, Jakarta.
8. Achmad H.M., 1997. Praktisi Aplikasi Chi- Square dalam bidang kesehatan, Alfa
Publicing, Semarang.

28
Lampiran

KUESIONER TENTANG TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT


TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT TUBERKULOSIS
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWAT INAP MUARA KUMPEH
TAHUN 2017

a. Karakteristik Responden
Nama :
Usia :
Jenis kelamin :
Status pendidikan :
Status pekerjaan :
Riwayat TB/ Info TB :
b. Pengetahuan
Isilah pernyataan dibawah ini dengan memberi tanda memberi check list ( ) pada
kotak benar atau salah sesuai pilihan jawaban Anda!
No Pernyataan Benar Salah
1 TBC merupakan penyakit keturunan dari orang tua
2 Penyakit TBC disebabkan oleh bakteri TBC
3 Penyebaran penyakit TBC dapat melalui pemakaian sabun
yang digunakan bersama-sama penderita penyakit TBC
4 Batuk, nyeri dada dan demam merupakan tanda dan gejala
dari penyakit TBC
5 Anggota keluarga yang tidak tinggal serumah dengan
penderita TBC memiliki resiko yang besar terserang atau
tertular penyakit TBC

29
6 Sering begadang dan kurang istirahat merupakan salah
satu faktor penyebab terjangkit TBC
7 Pencegahan penularan TBC dengan menutup mulut saat
bersin dan batuk
8 TBC bila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan
komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti otak,
jantung dan ginjal
9 Cahaya yang terang dan sinar matahari yang dapat masuk
ke rumah dapat membunuh kuman TBC
10 TBC dapat disebut juga Paru-paru basah
11 Penderita TBC dapat mengalami kematian akibat kuman
TBC yang ada didalam tubuhnya
12 Supaya tidak tertular penyakit TBC maka sebaiknya anak
balita diberikan imunisasi BCG
13 Membersihkan lingkungan rumah setiap hari merupakan
tindakan efektif dalam pencegahan TBC
14 Perumahan yang terlalu padat dan kumuh merupakan
kondisi yang tidak dapat menyebabkan TBC
15 Lingkungan yang lembab merupakan kondisi yang dapat
menyebabkan TBC
16 Membuka jendela pada siang hari merupakan salah satu
tindakan pencegahan TBC
17 Upaya pencegahan yang lain yaitu dengan membuang
dahak/ludah disembarangan tempat
18 Meminum obat secara tekun dan teratur bagi penderita
TBC merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah
penularan penyakit
19 Tidur dan istirahat yang cukup dapat mencegah
tertularnya TBC
20 Pencegahan TBC dapat dilakukan dengan menyediakan
makanan dengan gizi seimbang seperti nasi, lauk, sayur,
dan buah

30
Terima Kasih

31

Anda mungkin juga menyukai