Anda di halaman 1dari 34

CASE REPORT

THALASEMIA PADA ANAK LAKI-LAKI USIA 12 TAHUN

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan


Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Kesehatan Anak

Pembimbing:
dr. Sudarmanto, Sp.A

Disusun Oleh:
Laela Nurrochmah J510170077
Iin Nila Nuraini J510170011

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. HARDJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
CASE REPORT

THALASEMIA PADA ANAK LAKI-LAKI USIA 12 TAHUN

Diajukan Oleh :

Laela Nurrochmah J510170077


Iin Nila Nuraini J510170011

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pembimbing:
dr. Sudarmanto, Sp.A (...............................)

Dipresentasikan dihadapan:
dr. Sudarmanto, Sp.A (...............................)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. HARDJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : An. RZ
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat dan tanggal lahir : Ponorogo, 26-12-2004
Umur : 12 tahun 8 bulan 7 hari
Nama Ayah : Tn. X
Pekerjaan ayah : Wiraswasta
Nama ibu : Ny. N
Pekerjaan ibu : Wiraswasta
Alamat : Bekiring, Pulung
Masuk RS tanggal : 23/09/2017
Diagnosis masuk : Thalasemia Mayor
Dokter yang merawat : dr. Eko Jaenudin, Sp.A

Tanggal : 23/09/2017 Autoanamnesis dan Alloanamnesis di Bangsal Delima


KELUHAN UTAMA : Badan terasa lemah dan lemas
KELUHAN TAMBAHAN :-
1. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Poli Anak RSUD DR Hardjono Ponorogo
diantarkan oleh ibunya dengan keluhan badan terasa lemah dan lemas.
Keluhan lemas sudah dirasakan sejak pagi hari. Badan terasa lemas dan
lemah dirasakan pasien pada aktivitas biasa dan tidak ada kegiatan khusus
yang membuat pasien kelelahan baik disekolah atau dirumah. Selain
keluhan terasa lemas, pasien juga mengeluhkan pusing yang sedikit
berputar dengan keringat yang muncul tetapi tidak banyak. Berdasarkan
hasil aloanamnesis, keluhan seperti ini sering terjadi pada pasien, selama 6
bulan terakhir pasien sudah menjalani rutin control dan transfusi darah
setiap kali kontrol pada tanggal 20-an disetiap bulannya.
2. Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat Alergi Obat : Disangkal
- Riwayat kejang : Disangkal
- Riwayat asma : Disangkal
- Riwayat Penyakit Serupa : Diakui
Berdasarkan hasil alloanamnesis, didapatkan bahwa pasien sudah
di diagnosa dengan Thalasemia sejak pasien berusia 9 tahun. Pada
waktu itu, pasien menjalani opname 6 hari di bangsal delima
RSUD Hardjono Ponorogo. Tetapi setelah itu, pasien tidak
merasakan adanya keluhan yang berarti hingga berumur 14 tahun.
Kemudian muncul keluhan serupa dan dianjurkan oleh dokter
untuk menjalani rutin kontrol tiap bulannya untuk mengecek dan
mengontrol Hb. Saat ini sudah menjalani kontrol untuk bulan ke 6.

3. Riwayat penyakit pada keluarga


- Riwayat Alergi obat : Disangkal
- Riwayat Hipertensi : Disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus : Disangkal
- Riwayat Penyakit Serupa : Disangkal

RIWAYAT PRIBADI

Riwayat kehamilan dan persalinan


a. Riwayat kehamilan ibu pasien / ANC
Ny. N P2A0 Hamil saat usia 29 tahun. Ny. SW rutin memeriksakan
kehamilannya ke bidan terdekat setiap bulan dan diberikan obat
penambah darah dan vitamin. Ibu tidak pernah mual dan muntah
berlebihan, tidak ada riwayat trauma maupun infeksi saat hamil, sesak
saat hamil (-), merokok saat hamil (-), kejang saat hamil (-). Tekanan
darah ibu dalam batasan normal. Berat badan ibu dinyatakan normal
dan mengalami kenaikan berat badan selama kehamilan. Perkembangan
kehamilan dinyatakan normal.
b. Riwayat persalinan ibu pasien / NC
Ny. N melahirkan bayi tunggal pasien dibantu oleh bidan di Rumah
sakit swasta wilayah ponorogo, umur kehamilan 39 minggu, persalinan
terjadi secara normal dengan presentasi kepala, bayi langsung menangis
dengan berat lahir 3100 gram, tidak ditemukan cacat bawaan saat lahir.
c. Riwayat paska lahir pasien / PNC
Bayi laki-laki lahir dengan BB 3100 gram, setelah lahir langsung
menangis, warna kulit kemerahan, bergerak secara aktif, tidak ada
demam atau kejang. ASI keluar pada hari pertama dan bayi langsung
dilatih menetek. Bayi kontrol ke rumah sakit 1 kali dan dinyatakan
dalam keadaan baik.
Kesan : Riwayat ANC baik, riwayat persalinan normal, riwayat PNC
baik.
d. Riwayat makanan
0-6 bulan : ASI
6 bulan- 2 tahun : ASI, susu formula, makanan tambahan.
2 tahun- sekarang : makanan dan susu formula
Kesan : Pasien mendapat ASI sampai umur 6 bulan dan berlanjut
sampai usia 2 tahun.
e. Riwayat perkembangan dan kepandaian
Motorik Kasar Motorik Halus

Menggambar orang, memilih


Melompat dengan 1 kaki, berdiri
garis yang lebih panjang,
dengan 1 kaki, lompat jauh
mencontoh

Bahasa Personal sosial

Bicara semua dimengerti, Berpakaian tanpa bantuan,


menyebutkan warna, mengambil makan, bermain
mengartikan kata dengan teman-teman

Kesan : Motorik kasar, motorik halus, bahasa, dan personal sosial


sesuai usia.
f. Riwayat Vaksinasi
Vaksin I II III IV V
Hepatitis B 0 hari 2 bulan 6 bulan - -
BCG 1 bulan - - - -
DTP 2 bulan 4 bulan 6 bulan 2 tahun 5 tahun
Polio 2 bulan 4 bulan 6 bulan 2 tahun 5 tahun
Campak 9 bulan 2 tahun 6 tahun - -
Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai PPI
g. Sosial, ekonomi, dan lingkungan
Sosial dan ekonomi
Ayah An. RZ, Tn. X bekerja wiraswasta, sedangkan Ibu An. RZ
menjadi ibu rumah tangga di rumah. Penghasilan keluarga Rp
3.500.000,00/bulan (keluarga merasa cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari).
Lingkungan
Pasien tinggal bersama ayah dan ibu. Seluruh keluarga tinggal di rumah
sendiri. Rumah terdiri dari 1 teras, 1 ruang tamu, 4 kamar tidur, 1
dapur, 2 kamar mandi. Atap terbuat dari genteng dan dinding dari
semen, tantai terbuat dari semen dan sudah dikeramik. Keadaan rumah
bersih, saluran air mengalir di got yang lancar. Penerangan rumah dan
ventilasi cukup.
Kesan: keadaan sosial ekonomi cukup baik& kondisi lingkungan rumah
cukup baik
h. Anamnesis sistem
- Cerebrospinal : sakit kepala (-), kejang (-), delirium (-)
- Kardiovaskuler : demam (-), sianosis (-), keringat dingin (-)
- Respiratori : batuk (-), pilek (-), nyeri tenggorokan (-), sesak
(-)
- Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), BAB cair
(-)
- Urogenital : BAK (+), nyeri (-), gatal (-)
- Muskuloskeletal : kelainan bentuk (-), nyeri sendi (-), nyeri otot (-),
bengkak (-)
- Integumentum : bercak-bercak kemerahan batas tegas dari bawah
pusat sampai ke kedua kaki.
Kesan : pasien tampak tidak memiliki masalah kesehatan di berbagai
organnya.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign
Tekanan Darah : 100/80mmHg
Heart Rate : 80 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 36,4oC

PEMERIKSAAN KHUSUS
Kulit : petekie (-), erosi mukosa (-), ikterik (-), turgor kulit berkurang (-)
Kepala : ukuran normocephal, rambut pendek, lurus, berwarna hitam
Mata : ca (+/+), si (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor, mata cekung(+)
Hidung : sekret (-/-), epistaksis (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Mulut : gusi berdarah (-), sianosis (-).
Leher : pembesaran limfonodi leher (-), massa (-) kaku kuduk (-)
Thorax : tulang iga tampak jelas, bentuk dan ukuran normal, pergerakan
dinding dada simetris, retraksi (-/-), penggunaan otot bantu napas (-), barrel
chest (+).
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat
Perkusi : Batas kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
Batas kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
Batas kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kiri bawah : SIC V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular.
Paru

Pemeriksaan Kanan Kiri


Inspeksi Simetris Simetris
Ketinggalan gerak (-) Ketinggalan gerak (-)
Depan Retraksi dinding dada (- Retraksi dinding dada (-
) )
Palpasi Fremitus (n) massa (-) Fremitus (n) massa (-)
Perkusi Sonor (+) Sonor (+)
Auskultasi SDV (+), Rh (-), Wh (-) SDV (+), Rh (-), Wh (-)
Inspeksi Simetris Simetris
Ketinggalan gerak (-) Ketinggalan gerak (-)
B
Palpasi Fremitus (n) Fremitus (n)
massa (-) massa (-)
Belakang Perkusi Sonor (+) Sonor (+)
Auskultasi SDV (+), Rh (-), Wh (-) SDV (+), Rh (-), Wh (-)
Kesan : Semua hasil pemeriksaan fisik paru normal

Abdomen
Inspeksi : distended (-), eritem (-)
Auskultasi : peristaltik normal
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : turgor kulit kurang (-), nyeri tekan (-)
Hepar : tidak teraba membesar
Lien : tidak teraba membesar
Anogenital : tidak ada kelainan
Ekstremitas
akral hangat (+), deformitas (-), kaku sendi (-), sianosis (-), edema (-)
Tungkai Lengan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan : bebas bebas bebas bebas
Tonus : normal normal normal normal
Trofi : entrofi eutrofi eutrofi eutrofi
Klonus Tungkai : (-) (-) (-) (-)
Reflek fisiologis : biceps (+) normal, triceps (+) normal, reflek patella (+)
normal, achilles (+) normal
Refleks patologis : babinski (-), chaddock (-), oppenheim (-), gordon (-),
rosolimo (-)
Meningeal Sign : kaku kuduk (-), brudzinski k I (-), brudzinski II (-),
brudzinski III (-), brudzinski IV (-)
Sensibilitas : dalam batas normal
Kesan : extremitas superior et inferior dalam batas normal

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARAH RUTIN

No Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan


1. Leukosit 10,0 uL 4000-10000 /uL
2. Eritrosit 3,89 uL 3,5-5,5 / uL
3. Hemoglobin 8,8 gr/dl 11,5-13,5 g/dl
4. Hematokrit 27,5 % 40-48%
5. MCV 70,6 femtoliter 82-92 fl
6. MCH 22,6 pikograms 27-31 pg
7. MCHC 32,0 g/dl 32-36 g/dl
8. Trombosit 403 uL 150.000-400.000/uL
9. Limfosit 39,2 % 20-60%
10. Monosit 9,8 % 3,0-15,0%
11. Segmen 51,0 % 50-70%
12. PCT 3,63 mL/L 1,08-2,82
13. P-LCC 136 103/uL 30-90

RINGKASAN ANAMNESIS
Keluhan lemas sudah dirasakan sejak pagi hari. Badan terasa lemas dan
lemah dirasakan pasien pada aktivitas biasa dan tidak ada kegiatan khusus yang
membuat pasien kelelahan baik disekolah atau dirumah. Selain keluhan terasa
lemas, pasien juga mengeluhkan pusing yang sedikit berputar dengan keringat
yang muncul tetapi tidak banyak. Berdasarkan hasil aloanamnesis, keluhan seperti
ini sering terjadi pada pasien, selama 6 bulan terakhir pasien sudah menjalani
rutin control dan transfusi darah setiap kali kontrol pada tanggal 20-an disetiap
bulannya.
Pasien sudah di diagnosa dengan Thalasemia sejak pasien berusia 9 tahun.
Pada waktu itu, pasien menjalani opname 6 hari di bangsal delima RSUD
Hardjono Ponorogo. Tetapi setelah itu, pasien tidak merasakan adanya keluhan
yang berarti hingga berumur 14 tahun. Kemudian muncul keluhan serupa dan
dianjurkan oleh dokter untuk menjalani rutin kontrol tiap bulannya untuk
mengecek dan mengontrol Hb. Saat ini sudah menjalani kontrol untuk bulan ke 6.
Riwayat ANC baik, persalinan spontan, riwayat PNC baik. Perkembangan
dan kepandaian baik. Keadaan sosial ekonomi cukup & kondisi lingkungan rumah
cukup baik
RINGKASAN PEMERIKSAAN FISIK
KU: Cukup. CM
Vital sign : TD: 100/80mmHg, N : 80 x/menit, Respirasi : 22 x/menit,
Suhu : 36,4oC
Status gizi baik menurut WHO
Kepala : dbn
Leher : PKGB (-/-)
Pemeriksaan thorax : auskultasi jantung S1S2 tunggal, regular,
Paru SDV (+/+), ronkhi (-/-), weezing (-/-)
Abdomen : distensi (-), peristaltik normal
Extremitas superior et inferior dan status neurologis dalam batas normal

LABORATORIUM
Nilai leukosit pada ambang atas, penurunan nilai hemoglobin dan
hematokrit, serta terjadi peningkatan PCT dan P-LCC

DAFTAR MASALAH AKTIF / INAKTIF


AKTIF
Badan terasa lemas dan lemah
Wajah pucat
Hb menurun hingga 8,8
INAKTIF
-
DIAGNOSA KERJA
Thalasemia

RENCANA PENGELOLAAN
Rencana Terapi
Infus RL
Transfusi PRC 250cc/4jam
Rencana Tindakan
1. Obsevasi Keadaan Umum dan Vital Sign
2. Bed rest

Rencana Edukasi
1. Informasi mengenai penyakit yang berkaitan dengan penyakit yang
diderita.
2. Informasi mengenai pertolongan pertama pada pasien jika pasien
mengeluhkan keluhan yang sama.
3. Memotivasi untuk terus rutin datang ke RS untuk mengontrol Hb dan
keadaan umum untuk selanjutnya diberi pengobatan rutin.

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
Quo ad sanam : dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Thalasemia adalah sekelompok heterogen gangguan genetik pada
sintesis hemoglobin yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya
sintesis rantai globin. Thalassemia merupakan sekelompok anemia
hipokromik herediter dengan berbagai derajat keparahan. Defek genetik yang
mendasari meliputi delesi total atau parsial gen globin dan substitusi, delesi,
atau insersi nukleotida. Akibat dari berbagai perubahan ini adalah penurunan
atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globin atau pembentukan
mRNA yang cacat secara fungsional. Akibatnya adalah penurunan dan
supresi total sintesis rantai polipeptida Hb. Kira-kira 100 mutasi yang berbeda
telah ditemukan mengakibatkan fenotip thalassemia, banyak di antara mutasi
ini adalah unik untuk daerah geografi setempat.
Pada umumnya, rantai globin yang disintesis dalam eritrosit
thalassemia secara struktural adalah normal. Pada bentuk thalassemia- yang
berat, terbentuk hemoglobin hemotetramer abnormal (4 atau 4) tetapi
komponen polipeptida globin mempunyai struktur normal. Sebaliknya,
sejumlah Hb abnormal juga menyebabkan perubahan hemotologi mirip
thalassemia. Gen thalassemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini
merupakan penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama
meliputi daerah-daerah perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika,
Timur Tengah, India, dan Asia Tenggara. Dari 3% sampai 8% orang Amerika
keturunan Itali atau Yunani dan 0,5 % dari kulit hitam Amerika membawa
gen untuk thalassemia-. Di beberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40 %
dari populasi mempunyai satu atau lebih gen thalassemia.
B. Epidemiologi
Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari
thalassemia. Fakta ini mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit
turunan yang terbanyak menyerang hampir semua golongan etnik dan
terdapat pada hampir seluruh negara di dunia. Beberapa tipe thalassemia lebih
umum terdapat pada area tertentu di dunia. Thalassemia- lebih sering
ditemukan di negara-negara Mediteraniam seperti Yunani, Itali dan Spanyol.
Banyak pulau-pulau Mediterania seperti Ciprus, Sardinia, dan Malta,
memiliki insidens thalassemia- mayor yang tinggi secara signifikan.
Thalassemia- juga umum ditemukan di Afrika Utara, India, Timur Tengah,
dan Eropa Timur. Sebaliknya, thalassemia- lebih sering ditemukan di Asia
Tenggara, India, Timur Tengah, dan Afrika..

Gambar 1. Daerah Penyebaran Thalassemia/Sabuk Thalassemia


Mortalitas dan Morbiditas
Thalassemia- mayor adalah penyakit yang mematikan, dan semua
janin yang terkena akan lahir dalam keadaan hydrops fetalis akibat anemia
berat. Beberapa laporan pernah mendeskripsikan adanya neonatus dengan
thalassemia- mayor yang bertahan setelah mendapat transfusi intrauterin.
Penderita seperti ini membutuhkan perawatan medis yang ekstensif
setelahnya, termasuk transfusi darah teratur dan terapi khelasi, sama dengan
penderita thalassemia- mayor. Terdapat juga laporan kasus yang lebih jarang
mengenai neonatus dengan thalassemia- mayor yang lahir tanpa hydrops
fetalis yang bertahan tanpa transfusi intrauterin. Pada kasus ini, tingginya
level Hb Portland, yang merupakan Hb fungsional embrionik, diperkirakan
sebagai penyebab kondisi klinis yang jarang tersebut.
Pada pasien dengan berbagai tipe thalassemia-, mortalitas dan
morbiditas bervariasi sesuai tingkat keparahan dan kualitas perawatan.
Thalassemia- mayor yang berat akan berakibat fatal bila tidak diterapi.
Gagal jantung akibat anemia berat atau iron overload adalah penyebab
tersering kematian pada penderita. Penyakit hati, infeksi fulminan, atau
komplikasi lainnya yang dicetuskan oleh penyakit ini atau terapinya
termasuk merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas pada bentuk
thalassemia yang berat. Mortalitas dan morbiditas tidak terbatas hanya
pada penderita yang tidak diterapi mereka yang mendapat terapi yang
dirancang dengan baik tetap berisiko mengalami bermacam-macam
komplikasi. Kerusakan organ akibat iron overload, infeksi berat yang
kronis yang dicetuskan transfusi darah, atau komplikasi dari terapi khelasi,
seperti katarak, tuli atau infeksi merupakan komplikasi yang potensial.

Usia
Meskipun thalassemia merupakan penyakit turunan (genetik), usia
saat timbulnya gejala bervariasi secara signifikan. Dalam thalasemia,
kelainan klinis pada pasien dengan kasus-kasus yang parah dan temuan
hematologik pada pembawa (carrier) tampak jelas pada saat lahir.
Ditemukannya hipokromia dan mikrositosis yang tidak jelas penyebabnya
pada neonatus, digambarkan di bawah ini, sangat mendukung diagnosis.
Namun, pada thalassemia- berat, gejala mungkin tidak jelas
sampai paruh kedua tahun pertama kehidupan sampai waktu itu, produksi
rantai globin dan penggabungannya ke Hb Fetal dapat menutupi gejala
untuk sementara. Bentuk thalassemia ringan sering ditemukan secara
kebetulan pada berbagai usia. Banyak pasien dengan kondisi thalassemia-
homozigot yang jelas (yaitu, hipokromasia, mikrositosis, elektroforesis
negatif untuk Hb A, bukti bahwa kedua orang tua terpengaruh) mungkin
tidak menunjukkan gejala atau anemia yang signifikan selama beberapa
tahun. Hampir semua pasien dengan kondisi tersebut dikategorikan
sebagai thalassemia- intermedia. Situasi ini biasanya terjadi jika pasien
mengalami mutasi yang lebih ringan.

C. Patofisiologi
Thalassemia adalah kelainan herediter dari sintesis Hb akibat dari
gangguan produksi rantai globin. Penurunan produksi dari satu atau lebih
rantai globin tertentu (,,,) akan menghentikan sintesis Hb dan
menghasilkan ketidakseimbangan dengan terjadinya produksi rantai globin
lain yang normal.
Karena dua tipe rantai globin ( dan non-) berpasangan antara
satu sama lain dengan rasio hampir 1:1 untuk membentuk Hb normal,
maka akan terjadi produksi berlebihan dari rantai globin yang normal dan
terjadi akumulasi rantai tersebut di dalam sel menyebabkan sel menjadi
tidak stabil dan memudahkan terjadinya destruksi sel. Ketidakseimbangan
ini merupakan suatu tanda khas pada semua bentuk thalassemia. Karena
alasan ini, pada sebagian besar thalassemia kurang sesuai disebut sebagai
hemoglobinopati karena pada tipe thalassemia tersebut didapatkan rantai
globin normal secara struktural dan juga karena defeknya terbatas pada
menurunnya produksi dari rantai globin tertentu.
Tipe thalassemia biasanya membawa nama dari rantai yang
tereduksi. Reduksi bervariasi dari mulai sedikit penurunan hingga tidak
diproduksi sama sekali (complete absence). Sebagai contoh, apabila rantai
hanya sedikit diproduksi, tipe thalassemia-nya dinamakan sebagai
thalassemia-+, sedangkan tipe thalassemia- menandakan bahwa pada
tipe tersebut rantai tidak diproduksi sama sekali. Konsekuensi dari
gangguan produksi rantai globin mengakibatkan berkurangnya deposisi Hb
pada sel darah merah (hipokromatik). Defisiensi Hb menyebabkan sel
darah merah menjadi lebih kecil, yang mengarah kegambaran klasik
thalassemia yaitu anemia hipokromik mikrositik. Hal ini berlaku hampir
pada semua bentuk anemia yang disebabkan oleh adanya gangguan
produksi dari salah satu atau kedua komponen Hb : heme atau globin.
Namun hal ini tidak terjadi pada silent carrier, karena pada penderita ini
jumlah Hb dan indeks sel darah merah berada dalam batas normal.
Pada tipe trait thalassemia- yang paling umum, level Hb A2
(2/2) biasanya meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya
penggunaan rantai oleh rantai bebas yang eksesif, yang mengakibatkan
terjadinya kekurangan rantai adekuat untuk dijadikan pasangan. Gen ,
tidak seperti gen dan , diketahui memiliki keterbatasan fisiologis dalam
kemampuannya untuk memproduksi rantai yang stabil dengan
berpasangan dengan rantai , rantai memproduksi Hb A2 (kira-kira 2,5-
3% dari total Hb). Sebagian dari rantai yang berlebihan digunakan untuk
membentuk Hb A2, dimana sisanya (rantai ) akan terpresipitasi di dalam
sel, bereaksi dengan membran sel, mengintervensi divisi sel normal, dan
bertindak sebagai benda asing sehingga terjadinya destruksi dari sel darah
merah. Tingkat toksisitas yang disebabkan oleh rantai yang berlebihan
bervariasi berdasarkan tipe dari rantai itu sendiri (misalnya toksisitas dari
rantai pada thalassemia- lebih nyata dibandingkan toksisitas rantai
pada thalassemia-).
Dalam bentuk yang berat, seperti thalassemia- mayor atau anemia
Cooley, berlaku patofisiologi yang sama dimana terdapat adanya
substansial yang berlebihan. Kelebihan rantai bebas yang signifikan
akibat kurangnya rantai akan menyebabkan terjadinya pemecahan
prekursor sel darah merah di sumsum tulang (eritropoesis inefektif).
Produksi Rantai Globin
Untuk memahami perubahan genetik pada thalassemia, kita perlu
mengenali dengan baik proses fisiologis dari produksi rantai globin pada
orang sehat atau normal. Suatu unit rantai globin merupakan komponen
utama untuk membentuk Hb : bersama-sama dengan Heme, rantai globin
menghasilkan Hb. Dua pasangan berbeda dari rantai globin akan
membentuk struktur tetramer dengan Heme sebagai intinya. Semua Hb
normal dibentuk dari dua rantai globin (atau mirip-) dan dua rantai
globin non-. Bermacam-macam tipe Hb terbentuk, tergantung dari tipe
rantai globin yang membentuknya. Masing-masing tipe Hb memiliki
karakteristik yang berbeda dalam mengikat oksigen, biasanya
berhubungan dengan kebutuhan oksigen pada tahap-tahap perkembangan
yang berbeda dalam kehidupan manusia.
Pada masa kehidupan embrionik, rantai (rantai mirip-)
berkombinasi dengan rantai membentuk Hb Portland (22) dan dengan
rantai untuk membentuk Hb Gower-1 (22). Selanjutnya, ketika rantai
telah diproduksi, dibentuklah Hb Gower-2, berpasangan dengan rantai
(22). Hb Fetal dibentuk dari 22 dan Hb dewasa primer (Hb A)
dibentuk dari 22. Hb fisiologis yang ketiga, Hb A2, dibentuk dari rantai
22.

Gambar 3. Gen rantai yang berduplikasi pada kromosom 16 berpasangan


dengan rantai-rantai non- untuk memproduksi bermacam-macam Hb normal.
Patofisiologi Seluler
Kelainan dasar dari semua tipe thalassemia adalah
ketidakseimbangan sintesis rantai globin. Namun, konsekuensi akumulasi
dari produksi rantai globin yang berlebihan berbeda-beda pada tiap tipe
thalassemia. Pada thalassemia- rantai yang berlebihan tidak mampu
membentuk Hb tetramer terpresipitasi di dalam prekursor sel darah merah
dan, dengan berbagai cara menimbulkan hampir semua gejala yang
bermanifestasi pada sindroma thalassemia-, situasi ini tidak terjadi pada
thalassemia-.
Rantai globin yang berlebihan pada thalassemia- adalah rantai
pada tahun-tahun pertama kehidupan dan rantai pada usia yang lebih
dewasa. Rantai-rantai tipe ini relative bersifat larut sehingga mampu
membentuk homotetramer yang, meskipun relatif tidak stabil, mampu
tetap bertahan (viable) dan dapat memproduksi molekul Hb seperti Hb
Bart (4) dan Hb H (4). Perbedaan dasar pada dua tipe utama ini
mempengaruhi perbedaan besar pada manifestasi klinis dan tingkat
keparahan dari penyakit ini.
Rantai yang terakumulasi di dalam prekursor sel darah merah
bersifat tidak larut (insoluble), terpresipitasi di dalam sel, berinteraksi
dengan membran sel (mengakibatkan kerusakan yang signifikan), dan
mengganggu divisi sel. Kondisi ini menyebabkan terjadinya destruksi
intramedular dari prekursor sel darah merah. Sebagai tambahan, sel-sel
yang bertahan yang sampai ke sirkulasi darah perifer dengan intracellular
inclusion bodies (rantai yang berlebih) akan mengalami hemolisis; hal ini
berarti bahwa baik hemolisis maupun eritropoesis inefektif menyebabkan
anemia pada penderita dengan thalassemia-.
Kemampuan sebagian sel darah merah untuk mempertahankan
produksi dari rantai , yang mampu untuk berpasangan dengan sebagian
rantai yang berlebihan untuk membentuk Hb F, adalah suatu hal yang
menguntungkan. Ikatan dengan sebagian rantai berlebih tidak diragukan
lagi dapat mengurangi gejala dari penyakit dan menghasilkan Hb
tambahan yang memiliki kemampuan untuk membawa oksigen.
Selanjutnya, peningkatan produksi Hb F sebagai respon terhadap
anemia berat, menimbulkan mekanisme lain untuk melindungi sel darah
merah pada penderita dengan thalassemia-. Peningkatan level Hb F akan
meningkatkan afinitas oksigen, menyebabkan terjadinya hipoksia, dimana
bersama-sama dengan anemia berat akan menstimulasi produksi dari
eritropoetin. Akibatnya, ekspansi luas dari massa eritroid yang inefektif
akan menyebabkan ekspansi tulang berat dan deformitas. Baik penyerapan
besi dan laju metabolisme akan meningkat, berkontribusi untuk menambah
gejala klinis dan manifestasi laboratorium dari penyakit ini. Sel darah
merah abnormal dalam jumlah besar akan diproses di limpa, yang
bersama-sama dengan adanya hematopoesis sebagai respon dari anemia
yang tidak diterapi, akan menyebabkan splenomegali masif yang akhirnya
akan menimbulkan terjadinya hipersplenisme.
Apabila anemia kronik pada penderita dikoreksi dengan transfusi
darah secara teratur, maka ekspansi luas dari sumsum tulang akibat
eritropoesis inefektif dapat dicegah atau dikembalikan seperti semula.
Memberikan sumber besi tambahan secara teori hanya akan lebih
merugikan pasien. Namun, hal ini bukanlah masalah yang sebenarnya
karena penyerapan besi diregulasi oleh dua faktor utama : eritropoesis
inefektif dan jumlah besi pada penderita yang bersangkutan. Eritropoesis
yang inefektif akan menyebabkan peningkatan absorpsi besi karena
adanya downregulation dari gen HAMP yang memproduksi hormone
hepar yang dinamakan hepcidin, regulator utama pada absorpsi besi di
usus dan resirkulasi besi oleh makrofag. Hal ini terjadi pada penderita
dengan thalassemia intermedia.
Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif
dapat diperbaiki, dan terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin;
sehingga penyerapan besi akan berkurang dan makrofag akan
mempertahankan kadar besi.
Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis),
absorpsi besi menurun akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal
ini tidak terjadi pada penderita thalassemia- berat karena diduga faktor
plasma menggantikan mekanisme tersebut dan mencegah terjadinya
produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus berlangsung meskipun
penderita dalam keadaan iron overload.
Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon
lain bernama ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan
makrofag menuju plasma dan menghantarkan besi dari plasenta menuju
fetus. Ferroportin diregulasi oleh jumlah penyimpanan besi dan jumlah
hepsidin. Hubungan ini juga menjelaskan mengapa penderita dengan
thalassemia- yang memiliki jumlah besi yang sama memiliki jumlah
ferritin yang berbeda sesuai dengan apakah mereka mendapat transfusi
darah teratur atau tidak. Sebagai contoh, penderita thalassemia-
intermedia yang tidak mendapatkan transfusi darah memiliki jumlah
ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan penderita yang
mendapatkan transfuse darah secara teratur, meskipun keduanya memiliki
jumlah besi yang sama.
Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan
kuat dengan protein pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron
overload, seperti pada thalassemia berat, transferrin tersaturasi, dan besi
bebas ditemukan di plasma. Besi ini cukup berbahaya karena memiliki
material untuk memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan
terakumulasi pada organ-organ, seperti jantung, kelenjar endokrin, dan
hati, mengakibatkan terjadinya kerusakan pada organ-organ tersebut
(organ damage).

D. Klasifikasi Thalassemia dan Presentasi Klinisnya


Saat ini dikenal sejumlah besar sindrom thalasemia; masing-masing
melibatkan penurunan produksi satu atau lebih rantai globin, yang
membentuk bermacam-macam jenis Hb yang ditemukan pada sel darah
merah. Jenis yang paling penting dalam praktek klinis adalah sindrom yang
mempengaruhi baik atau sintesis rantai maupun .
a. Thalassemia-
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-
banyak ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian
besar Asia. Delesi gen globin- menyebabkan sebagian besar kelainan ini.
Terdapat empat gen globin- pada individu normal, dan empat bentuk
thalassemia- yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua,
tiga, dan semua empat gen ini.
Genotip Jumlah gen Presentasi Hemoglobin Elektroforesis
Klinis Saat Lahir > 6 bulan
/ 4 Normal N N
-/ 3 Silent carrier 0-3 % Hb N
Barts
--/ atau 2 Trait thal- 2-10% N
/-
HbBarts
--/- 1 Penyakit Hb 15-30% Hb Hb H
H Bart
--/-- 0 Hydrops >75% Hb -
fetalis Bart
Tabel 1. Thalassemia-
Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Barts = 4, HbH = 4

a) Silent Carrier Thalassemia-


Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya
ditemukan secara kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-
Amerika. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen yang
terletak pada kromosom 16.
Pada tipe silent carrier, salah satu gen pada kromosom 16
menghilang, menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat
secara hematologis, hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit yang rendah
dalam beberapa pemeriksaan.
Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan
elektroforesis Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih.
Bisa juga dicari akan adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga (
misalnya orangtua) untuk mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah
lengkap pada salah satu orangtua yang menunjukkan adanya hipokromia
dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas merupakan bukti yang cukup
kuat menuju diagnosis thalasemia.

b) Trait Thalassemia-
Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah
merah yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen pada
satu kromosom 16 atau satu gen pada masing-masing kromosom.
Kelainan ini sering ditemukan di Asia Tenggara, India dan Timur Tengah.
Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (4)
dapat ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts
tidak terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.

Gambar 4. Thalassemia alpha menurut hukum Mendel


c) Penyakit Hb H
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin ,
merepresentasikan thalassemia- intermedia, dengan anemia sedang
sampai berat, splenomegali, ikterus dan jumlah sel darah merah yang
abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan pewarnaan
supravital akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh rantai
tetramer (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit,
sehingga menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan
sebagai Heinz bodies.

Gambar 5. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi


Penyakit Hb H yang menunjukkan Heinz-Bodies

d) Thalassemia- Mayor
Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi
semua gen globin-, disertai dengan tidak ada sintesis rantai sama sekali.
Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai , maka
tidak satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (4) mendominasi pada bayi
yang menderita dan karena 4 memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka
bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung
sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland = 22) yang berfungsi
sebagai pengangkut oksigen.
Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi
yang lahir hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat
hidropik, dengan gagal jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang
dapat hidup dengan manajemen neonatus agresif juga nantinya akan
sangat bergantung dengan transfusi.
b. Thalassemia-
Sama dengan thalassemia-, dikenal beberapa bentuk klinis dari
thalassemia-; antara lain :

a). Silent Carrier Thalassemia-


Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai
eritrosit yang rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan
merepresentasikan suatu thalassemia-+. Bentuk silent carrier
thalassemia- tidak menimbulkan kelainan yang dapat diidentifikasi
pada individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini, jika diwariskan
bersama-sama dengan gen untuk thalassemia-, menghasilkan sindrom
thalassemia intermedia.

Gambar 6. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel

b). Trait Thalassemia-


Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan
elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb
A2, Hb F atau keduanya. Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering
didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi
yang tidak tepat dengan preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih
dari 90% individu dengan trait thalassemia- mempunyai peningkatan Hb-
A2 yang berarti (3,4%-7%).
Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF,
sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas,
dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%,
yang mewakili thalassemia tipe .
c). Thalassemia- Yang Terkait Dengan Variasi Struktural Rantai
Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia media
hingga seberat thalassemia- mayor.
Ekspresi gen homozigot thalassemia (+) menghasilkan sindrom
mirip anemia Cooley yang tidak terlalu berat (thalassemia intermedia).
Deformitas skelet dan hepatosplenomegali timbul pada penderita ini, tetapi
kadar Hb mereka biasanya bertahan pada 6-8 gr/dL tanpa transfusi.
Kebanyakan bentuk thalassemia- heterozigot terkait dengan
anemia ringan. Kadar Hb khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari nilai
normal menurut umur.
Eritrosit adalah mikrositik hipokromik dengan poikilositosis,
ovalositosis, dan seringkali bintik-bintik basofil. Sel target mungkin juga
ditemukan tapi biasanya tidak mencolok dan tidak spesifik untuk
thalassemia. MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan MCH juga rendah (<26
pg). Penurunan ringan pada ketahanan hidup eritrosit juga dapat
diperlihatkan, tetapi tanda hemolisis biasanya tidak ada. Kadar besi serum
normal atau meningkat.
d). Thalassemia- Homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6
bulan kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada
penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal
jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita
meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.
Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang
menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan
eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-
tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif
sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang
khas.

Gambar 7. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies


Cooley)

Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan


coklat kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis
ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa
mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan ketidaknyamanan
mekanis dan hipersplenisme sekunder.

Gambar 8. Splenomegali pada thalassemia


Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas
terlambat atau tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes
mellitus yang disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin terjadi.
Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif kronis
yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering merupakan kejadian
terminal.
Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-
homozigot yang tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia
dan mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilosit yang terfragmentasi
aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada
di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi intraeritrositik yang
merupakan presipitasi kelebihan rantai , juga terlihat pasca splenektomi.
Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat
transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi
(iron binding capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya
kadar HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit.

E. Stadium Thalassemia
Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan
jumlah kumulatif transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk
menentukan tingkat gejala yang melibatkan kardiovaskuler dan untuk
memutuskan kapan untuk memulai terapi khelasi pada pasien dengan
thalassemia- mayor atau intermedia. Pada sistem ini, pasien dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu :
a. Stadium I
Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit
Packed Red Cells (PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada
echokardiogram (ECG) hanya ditemukan sedikit penebalan pada
dinding ventrikel kiri dan elektrokardiogram (EKG) dalam 24 jam
normal.
b. Stadium II
Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC
dan memiliki keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan
dilatasi pada dinding ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan
ventricular abnormal pada EKG dalam 24 jam.
c. Stadium III
Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif,
menurunnya fraksi ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam
ditemukan pulsasi premature dari atrial dan ventrikular.

F. Terapi
Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun
perawatan lanjut setelah diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi
sebaiknya tidak diberikan kecuali memang dipastikan terdapat defisiensi
besi dan harus segera dihentikan apabila nilai Hb yang potensial pada
penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada semua
penderita dengan kelainan genetik, khususnya mereka yang memiliki
anggota keluarga yang berisiko untuk terkena penyakit thalassemia berat.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan
regimen transfusi darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang
masa hidup. Transfusi darah harus dimulai pada usia dini ketika anak
mulai mengalami gejala dan setelah periode pengamatan awal untuk
menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam batas normal
tanpa transfusi.
1) Transfusi Darah
Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap
pada level 9 - 9.5 gr/dL sepanjang waktu. Pada pasien yang
membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan suatu studi
lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut meliputi
fenotip sel darah merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan
pemeriksaan hepatitis. Darah yang akan ditransfusikan harus rendah
leukosit, 10-15 mL/kg PRC dengan kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5
minggu biasanya merupakan regimen yang adekuat untuk
mempertahankan nilai Hb yang diinginkan. Pertimbangkan pemberikan
asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi untuk mencegah
demam dan reaksi alergi.
Komplikasi Transfusi Darah
Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan
transmisi bahan infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita
thalassemia mayor biasanya lebih mudah untuk terkena infeksi
dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi. Beberapa
tahun lalu, 25% pasien yang menerima transfusi terekspose virus
hepatitis B. Saat ini, dengan adanya imunisasi, insidens tersebut sudah
jauh berkurang. Virus Hepatitis C (HCV) merupakan penyebab utama
hepatitis pada remaja usia di atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi
oleh organisme opurtunistik dapat menyebabkan demam dan enteriris
pada penderita dengan iron overload, khususnya mereka yang
mendapat terapi khelasi dengan Deferoksamin (DFO). Demam yang
tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi dengan Gentamisin dan
Trimetoprim-Sulfametoksazol.
2) Terapi Khelasi (Pengikat Besi)
Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi
khelasi dapat menunda onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa
pasien, bahkan dapat mencegah kelainan jantung tersebut.
Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan
kompleks hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute
pemberiannya sangat penting untuk mencapai tujuan terapi, yaitu untuk
mencapai keseimbangan besi negatif (lebih banyak diekskresi dibanding
yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka rute pemberiannya
harus melalui parenteral (intravena, intramuskular, atau subkutan). Dosis
total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan selama 8-12 jam
saat pasien tidur selama 5 hari/minggu.
3) Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH)
TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk
thalassemia yang saat ini diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH
berhubungan dengan adanya hepatomegali, fibrosis portal dan terapi
khelasi yang inefektif sebelum transplantasi dilakukan. Prognosis bagi
penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah 59%, sedangkan
pada penderita yang tidak memiliki ketiganya adalah 90%. Meskipun
transfusi darah tidak diperlukan setelah transplantasi sukses dilakukan,
individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk menghilangkan
zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai pengobatan
tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis jangka panjang pasca
transplantasi, termasuk fertilitas tidak diketahui. Biaya jangka panjang
terapi standar diketahui lebih tinggi daripada biaya transplantasi.
Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus dipertimbangkan.
4) Terapi Bedah
Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang
digunakan pada pasien dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung
sejumlah besar besi nontoksik (yaitu fungsi penyimpanan). Limpa juga
meningkatkan perusakan sel darah merah dan distribusi besi. Fakta-fakta
ini harus selalu dipertimbangkan sebelum memutuskan melakukan
splenektomi.. Limpa berfungsi sebagai penyimpanan untuk besi nontoksik,
sehingga melindungi seluruh tubuh dari besi tersebut. Pengangkatan limpa
yang terlalu dini dapat membahayakan. Sebaliknya, splenektomi
dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif menyebabkan penghancuran
sel darah merah yang berlebihan dan dengan demikian meningkatkan
kebutuhan transfusi darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi besi.
Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan
lebih dari 200-250 mL/kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat
Hb 10 gr / dL karena dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah
sampai 30%.
Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak
prosedur sekarang dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur
ditunda bila memungkinkan sampai anak berusia 4-5 tahun atau lebih.
Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu diberikan untuk setiap
keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin
setiap hari juga bermanfaat jika platelet meningkat menjadi lebih dari
600.000 / L pasca splenektomi.
5) Diet
Pasien dianjurkan menjalani diet normal dengan suplemen sebagai
berikut: asam folat, asam askorbat dosis rendah dan alfa-tokoferol.
Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi
juga dihindari. Kopi dan teh diketahui dapat membantu mengurangi
penyerapan zat besi di usus.

G. Prognosis
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari
thalassemia. Seperti dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita
thalassemia sangat bervariasi dari ringan bahkan asimtomatik hingga berat
dan mengancam jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

Herman, Dicky Pribadi. Pediatrik Praktis Edisi 3. Bandung. 2007.

Risan, Nelly Amalia, dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu


Kesehatan Anak. Bandung : Ilmu kesehatan Anak UNPAD.
2005.
Hoffbrand,A. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC. 2005.

Robbins,dkk. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC. 2007.

Anda mungkin juga menyukai