Anda di halaman 1dari 13

Keistimewaan indische partij adalah usia nya yang pendek, tetapi anggaran dasarnya di

jadikan program politik pertama di Indonesia. Organisasi ini didirikan oleh E.F.E. Douwes
Dekker atau Setyabudi di bandung pada tanggal 16 September 1912 dan merupakan organisasi
campuran indo dengan bumi putera. Douwes Dekker ingin melanjutkan Indische Bond,
Organisasi campuran antara Asia dan Eropa yang berdiri sejak tahun 1898. Indische Partij
sebagai organissai politik semakin bertambah kuat setelah bekerja sama dengan dr. Tjipto
Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketiga tokoh ini kemudian
di kenal dengan sebutan Tiga Serangkai .
Indische Partij sebagai organisasi campuran menginginkan adanya kerja sama orang indo
dengan bumi putera. Hal ini disadari benar karena jumlah orang indo sedikit, maka diperlukan
adanya kerja sama dengan orang Bumi putera agar kedudukan organisasinya makin bertambah
kuat. Di samping itu juga disadari betapa baiknya usaha yang di laksanakan oleh orang indo
tidak akan mendapat tanggapan rakyat tanpa bantuan orang-orang bumi putera. E.F.E. Douwes
Dekker memiliki segalanya, mempunyai akal yang terang, otak yang tajam, jiwa kritis, tekad
yang teguh, sedangkan keberaniaanya untuk melahirkan segala yang terkandung dalam hatinya
sangat besar. E.F.E.Douwes Dekker masih mempunyai hubungan keliarga dengan Edward
Douwes Dekker atau Multatuli, yang merupakan penulis buku Max Havelar yang dimana
membela petani banten dalam tanam paksa, lahir pada tahun 1874 dari keturunan campuran
ayahnya belanda dan ibunya indo. Pengalaman hidupnya itulah yang menjiwai gerakan
politiknya.
Setelah kita kita tinjau tentang perkembangan mengenai gagasan yang menandai adanya
kebangkitan kesadaran nasional dan kebangklitan revolusioner yang bersifat kerakyatan yang
berjiwa islam, maka sebagai fase ketiga di dalam perkembangan Sejarah Pergerakan Nasional
pada awal pertumbuhannya lahir konsepsi yang bercorak politik seratus persen dan program
nasional yang meliputi pengertian nasionalisme modern. Organisasi pendukung gagasan
Revolusioner nasional itu adalah Indische Partij yang didirikan pada tanggal 25 Desember 1912.
Organisasi ini juga ingin menggantikan Indische Bond sebagai organisasi kaum Indo dan Eropa
di Indonesia yang didirikan tahun1898. Perumusan gagsan itu adalah E.F.E.Douwes Dekker
kemudian terkenal dengan nama Danudirdja Setyabudi, seorang indo, yang melihat keganjilan
dalam masyarakat colonial khususnya diskriminasi antara keturunan Belanda totok dan kaum
indo. Lebih dari pada hanya membatasi pandangan dan kepentingan golongan kecil masyarakat
indo, Douwes Dekker meluaskan pandangannya terhadap masyarakat Indonesia umumnya, yang
masih tetap hidup didalam situasi colonial.
Nasib para Indo tidak di tentukan oleh pemerintah kolonial, tetapi terletak didalam
bentuk kerja sama dengan penduduk Indonesia lainnya. Bahkan menurut Suwardi Suryaningrat
ia tidak mengenal supremasi Indo atas penduduk Bumi Putera, ia menghendaki hilangnya
golongan Indo dengan jalan peleburan kedalam masyarakat bumi putera. Indische Partij berdiri
atas dasar nasionalisme yang luas menuju kemerdekaan Indonesia, dan Indische Partij
Merupakan Partai Politik Pertama Di Indonesia yang Berdasarkan Nasionalisme, Indische Partij
adalah suatu partai yang radikal dan dinyatakan Douwes Dekker didirikan partai ini merupakan
Penantang perang dari pihak koloni yang menyebar Lasting kepada Karajaan penjajah, Pemungut
pajak. Indonesia sebagai National Home semua orang keturunan bumi putera, belanda,
cina,arab dan sebagainya, yang mengakui Hindia sebagai tanah air dan kebangsaannya. Paha
mini dulunya di kenal sebagai Indische Nationalosme, yang kemudian hari melalui Perhimpunan
Indonesia dan PNI menjadi Indonesisch Nationalisme atau Nasionalisme Indonesia. Berbeda
dengan organisasi sebelumnya dimana organisasi sebelumnya bersifat sangat berhati-hati,
sedangkan organisasi ini bersifat keras dan langsung bergerak dalam bidang politik.
Sifat keberaniannya sangat menonjol, yaitu melalui tulisan-tulisannya yang dimuat dalam
berbagai majalah. Suwardi Suryaningrat menulis dalam harian De Expres dengan judul Als ik
eens Nederlander was (Andaikata saya seorang Belanda). Tulisan ini sebenarnya di tujukan
untuk menyindir pemerintah Hindia Belanda, yang pada waktu itu akan mengadakan peringatan
100 tahun pembebasan negeri Belanda dari penjajahan Perancis. Dalam peringatan tersebut di
perlukan biaya yang dipungut dari penduduk Hindia Belanda. Yang berarti penduduk di negeri
jajahan, diajak untuk berfoya-foya dalam peringatan bangsa yang menjajah itu untuk
kepentingan dirinya.
Hal tersebut memang sangat mengherankan dan dinilai tidak pada tempatnya. Oleh karena itu,
Suwardi Suryaningrat mengadakan protes secara halus melalui tulisannya itu. Dalam tulisannya
tersebut juga dikatakan sebagai berikut:
Jika sekiranya penulis seorang Belanda, maka ia akan mengusulkan kepada pemerintah Hindai
Belandda agar tidak merayakan hari pembebasan itu di Hindia Belanda.(Ruben Nalenan
1974:86.)
Kata-kata tersebut mengandung maksud, bahwa sebenarnya pemerintah Hindia Belanda
harus malu mengajak bangsa yang terjajah untuk peringatan negeri si penjajah, di negeri
jajahannya itu. Namun disadari atau tidak, bahwa pihak pemerintah Hindia Belanda juga telah
membuka mata rakyat Hindia Belanda tentang pentingnya kemerdekaan dan kebebasan suatu
bangsa. Oleh karena itu, tulisan tersebut segera di tarik dari peredaran, agar tidak dapat terbaca
oleh masyarakat luas.
Dengan tulisannya tersebut, maka Suwardi Suryaningrat di tangkap. Berhubung Suwardi
termasuk salah satu pendiri Indische Partij dan sesuai dengan anggaran dasar Indische Partij
yang di susun pada tanggal 25 Desember 1912 di Bandung, maka dr. Cipto Mangunkusumo
berusaha membelanya. Tulisan dr. Cipto Mangunkusumo tersebut dimuat di dalam majalah
Indische Partij yang bernama Het Tijdschift dan hariannya bernama De Express. Adapun Judul
tulisan tersebut berbunyi (dalam bahasa Indonesianya) Kekuatan atau Ketakutan. Setelah
tulisan dr. Cipto Mangunkusumo tersebut beredar di majalah dan juga di harian itu, maka tidak
lama kemudian dr Cipto juga ditangkap. Dengan demikian di antara pendiri Indische Partij
tersebut, tinggal satu lagi yang belum di tangkap, yaitu EFE. Douwes Dekker.
Dengan pendiriannya yang tetap teguh dan sangat berpegang kepada prinsip perjuangan,
Ketegasan sikap organisasi dalam bertindak dan asasnya yang telah mengandung wawasan
kebangsaan yang luas dan tegas itu, telah menarik tokoh-tokoh seperti Cipto Mangunkusumo dan
Suwardi Suryaningrat dapat menyalurkan dan merealisasi cita-citanya untuk memperjuangkan
politiknya dari berbagai daerah dan berbagai lapisan masyarakat yang terdapat di wilayah
Indonesia. Karena Indische Partij merupakan tempat pertemuan semua orang yang menaruh cinta
kepada tanah airnya lepas dari batas kedaerahan, dan sanggup memimpinnya kearah
kemerdekaan, daya tariknya demikian kuat. Lagi pula organisasi itu semata-mata organisasi
politik kearah kemerdekaan negara dan kesatuan bangsa.
2.2 Perkembangan Indische Partij
E.F.E. Douwes Dekker berpendapat bahwa hanya melalui kesatuan aksi melawan koloni,
bangsa Indonesia dapat mengubah sistem yang berlaku, juga keadilan bagi sesame suku bangsa
yang merupakan keharusan dalam pemerintahan. Pada waktu itu terdapat Antitesis antara
penjajah dan terjajah, penguasa dan yang dikuasai. E.F.E. Douwes Dekker berpendapa, setiap
gerakan politik haruslah menjadikan kemerdekaan yang merupakan tujuan akhir. Pendapatnya
itu di salurkan melalui majalah Het Tijdschrift dan surat kabar De Expres. E.F.E. Douwes
Dekker juga banyak berhubungan dengan para pelajar STOVIA di Jakarta, dan menjadi redaktur
Bataviaasch Nieuwsblad maka tidak mengherankan kalau E.F.E. Douwes Dekker banyak
berkenalan dan member kesempatan kepada penulis- penulis muda dalam surat kabar. Menurut
Suwardi Suryaningrat, meskipun pendiri Indische Partij adalah orang indo, tetapi tidak mengenal
supremasi indo atas bumi putera, bahkan menghendaki hilangnya golongan indo dengan
meleburkan diri dalam masyarakat bumi putera.
Perjuangan untuk menentang perbedaan sosio-politik inilah yang menjadi dasar tindakan
Suwardi Suryaningrat dan selanjutnya mendirikan Taman Siswa (1922) dan menentang Undang-
undang Sekolah liar (1933), di sisi lain dr. Tjipto Mangoenkoesoemo meneruskan perjuanagn
nya yang radikal, walaupun di buang bersana E.F.E.Douwes Dekker ke Belanda tahun 1913.
Pada tahun 1926 di buang lagi ke belanda dan sebelumnya di penjarakan dua tahun di bandung.
Sebelum jepang masuk mereka di bebaskan dari penjara dan pada tahun 1943 Suwardi
Suryaningrat meninggal dunia.
Jiwa dinamis E.F.E. Douwes Dekker diawali ketika melakukan propaganda ke seluruh
Jawa dari tanggal 15 September sampai dengan 3 Oktober 1912. Perjalanan itu di pergunakan
untuk melakukan rapat- rapat dengan golongan elit lokal seperti di Yogyakarta, Surakarta,
Madiun, Surabaya, Semarang, Tegal, Pekalongan, dan Cirebon. E,F.E. Douwes Dekker disambut
hangat oleh pengurus Budi Utomo di Yogyakarta. Mereka di ajak untuk mrmbangkitkan
semangat golongan Indiers sebagai kekuatan politik untuk menentang penjajah. Perjalanannya
itu menghasilkan tanggapan baik dan akhiryna di dirikan 30 cabang Indische Partij.
Konsep kebangsaan Hindia di sebarluaskan oleh E.F.E. Douwes Dekker, karena
berpendapat bahwa Hindia dalam koloni Nederlandshe Indie harus di sadarkan dan di bebaskan
dari belenggu penjajah. Dari anggaran Indische Partij dapat di simpulkan bahwa tujuannya
adalah untuk membangun lapangan hidup dan menganjurkan kerja sama atas dasar persamaan
ketatanegaraan guna memajukan tanah air hindia belanda dan untuk mempersiapkan kehidupan
rakyat yang merdeka. Hal ini berarti secara tidak langsung Indische Partij menolak kehadiran
orang belanda asli belanda sebagai penguasa dan sekaligus melahirkan perasaan kebangsaan
yang pertama karena mengalami Indonesia sebagai tanah airnya. Oleh karena itu, Indische Partij
berdiri atas dasar nasionalisme yang menampung semua suku bangsa di Hindia Belanda untuk
mencapai kemerdekaan Indonesia.
Walaupun usia Indische Partij sangat pendek, tetapi semangat jiwa dari dr. Tjipto
Mangkusumo dan Suwardi Suryaningrat sangat besar berpengaruh bagi para pemimpin
pergerakan waktu itu. Terlebih lagi Indische Partij menunjukan garis politiknya secara jelas dan
tegas serta menginginkan agar rakyat Indonesia dapat merupakan satu kesatuan penduduk yang
multirasial, dan tujuannya dari partai ini adalah benar- benar Revolusioner karena mau menobrak
kenyataan politik rasial yang di lakukan oleh pemerintah Kolonial. Tindakan ini terlihat nyata
pada tahun 1913, pemerintah belanda akan mengadakan upacara peringatan 100 tahun bebasnya
negeri belanda dari jajahan perancis( Napoleon), dengan cara memungut dana dari rakyat
Indonesia. Kecaman- kecaman yang semakin keras menentang pemerintah belanda menyebabkan
ketiga tokoh dari Indische Partij di tangkap tatun 1913 mereka di asingkan ke Belanda. Namun
tahun 1914 Tjipto Mangoenkoesoemo di kembalikan ke Indonesia karena sakit, sedangkan
Suwardi Suryaningrat dan Douwes Dekker baru di kembalikan ke Indonesia tahun 1919.
Douwes Dekker tetap terjun dalam bidang politik, Suwardi Suryaningrat terjun di bidang
pendidikan. Meskipun Indische Partij tenggelam tetap memperjuangkan bangsa Indonesia. Telah
lama Cipto Mangunkusumo mempunyai cita-cita tentang wawasan kebangsaan yang luas dan
tegas. Secara nyata ketika ia masih sebagai anggota Budi Utomo, pada tanggal 9 September 1909
ia pernah mengusulkan agar Budi Utomo memperluas keanggotaannya, membuka pintu untuk
semua Hindia Putera; bagi semua yang lahir, hidup, dan mati di tanah Hindia. Apa yang
diusulkannya itu tegas. Sayang keinginannya itu harus kandas, karena ditolak oleh Konggres
yang nyaris mayoritas terdiri dari golongan tua. Itulah sebabnya dalam Indische Partij apa yang
dicita-citakan itu memperoleh tempat penyalurannya.
Dengan masuknya kedua tokoh nasionalis tersebut ke dalam tubuh Indische Partij yang
baru berdiri itu, maka aktivitas politiknya menjadi lebih tegas dan keras. Dengan tambahnya
tokoh-tokoh itu lahirlah tiga serangkai yang memiliki cara pandang dan arah berfikir sehaluan.
Pada waktu itu pula Cipto Mangunkusumo memperkenalkan semboyan Indie los van Holland,
Hindia lepas dari negeri Belanda. Itulah tujuan yang sebearnya, di mana saja Cipto
Mangunkusumo berbicara, itulah kata-kata terakhir yang diucapkannya, yaitu Hindia lepas dari
Nederland. Pada waktu itu apa yang diucapkan Cipto Mangunkusumo tersebut merupakan kata
yang membuat telinga pemerintah kolonial panas.
Tujuan Indische Partij
Melalui karangan- karangan di dalam Het Tijdschrift tujaun dari Indische Partij kemudian
dilanjutkan didalam De Express, propagandanya meliputi, Pelaksaan suatu program Hindia
untuk setiap gerakan politik yang sehat dengan tujuan menghapuskan perhubungan kolonial,
Menyadari golongan Indo dan penduduk bumi putera, bahwa masa depan meraka terancam oleh
bahaya yang sama yaitu bahaya Eksploitasi Kolonial. Alat untuk melancarkan aksi-aksi
perlawanan ialah dengan membentuk suatu Partij: Indische Partij. Tujuan Indische Partij ialah
untuk membangunkan patriotisme semua Indiers terhadap kepada tanah air, yang telah memberi
lapangan hidup kepada mereka, agar mereka mendapat dorongan untuk bekerjasama atas dasar
persamaan ketatanegaraan untuk memajukan tanah air Hindia dan untuk mempersiapkan
kehidupan rakyat yang merdeka.(Sartono Kartodirjo, 1975,:191.)
Pendiri Indische Partij yang tinggal satu belum ditangkap itu, tetap terus berjuang
membela rakyat. Baginya, meskipun termasuk keturunan Belanda (Indo), namun dalam
perjuangan merasa satu dengan orang-orang kelahiran Hindia Belana asli. Dalam perjuangan
untuk kepentingan tanah air tidak ada perbedaan antar Indo maupun Pribumi. Dia merasa hidup
di tanah airnya sendiri dan tidak senang melihat kehidupan di masyarakat yang sangat
membedakan ras, derajat, maupun perlakuan. Dia berjuang untuk mendapatkan persamaan hak
bagi semua orang Hindia. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal-pasal dalam anggaran dasar Indische
Partij, seperti sebagai berikut:
1. Memelihara nasionalisme Hindia dengan meresapkan cita-cita kesatuan kebangsaan semua
Indiers, meluaskan pengetahuan umum tentang sejarah budaya Hindia, mengasosiasikan intelek
secara bertingkat kedalam suku dan antar suku yang masih hidup berdampingan pada mada ini,
menghidupkan kesadaran diri dan kepercayaan kepada diri sendiri.
2. Memberantas rasa kesombongan rasial dan keistimewaan ras baik dalam bidang ketatanegaraan
maupun bidang kemasyarakatan.
3. Memberantas usaha-usaha untuk membangkitkan kebencian agama dan sektarisme yang bisa
mengakibatkan Indiers ading sama lain, sehingga dapat memupuk kerjasama atas dasar nasional.
4. Memperkuatdaya tahan rakyat Hindia dengan memperkembangkan individu ke arah aktivitas
yang lebih besar secara taknis dan memperkuat kekuatan batin dalam soal kesusilaan.
5. Berusaha untuk mendapatkan persamaan hak bagi semua orang Hindia.
6. Memperkuat daya rakyat Hindia untuk dapat mempertahankan tanah air dari serangan asing.
7. Mengadakan unifikasi, perluasan, pendalaman, dan meng-Hindia-kan pengajaran, yang di dalam
semua hal terus ditujukankepada kepentingan ekonomi Hindia, dimana tidak diperbolehkan
adanya perbedaan perlakuan karena ras, seks atau kasta dan harus dilaksanakan sampai tingkat
yang setinggi-tingginya yang bisa di capai.
8. Memperbesar pengaruh pro-Hindia di dalam pemerintahan.
9. Memperbaiki keadaan ekonomi bangsa Hindia, terutama dengan memperkuat mereka yang
ekonominya lemah.

Jadi, jelas bahwa Indische Partij bergerak langsung terjun dalam bidang politik. Oleh
karena itu, tidak mustahil apabila tokoh-tokohnya mendapat pengawasan secara ketat.
Pergerakan dalam bidang politik pada saat itu memang masih sangat berbahaya. Organisasi yang
tampak bergerak dalam bidang poitik, sudah pasti mendapat tuduhan pemerintah kolonial
Belanda, bahwa organisasi tersebut akan melakukan pemberontakan terhadap pemerintah. Hal ini
dapat dirasakan Indische Partij pada saat mengajukan permohonan kepada Gubernur Jenderal
pada tanggal 4 Maret 1913, agar organisasi ini mendapat pengakuan sebagai badan hukum,
ternyata ditolak. Alasan penolakannya karena organisasi ini berdasarkan politik dan mengancam
hendak merusak keamanan umum.
Walaupun sudah jelas kegiatan Indische Partij mendapat pengawasan secara ketat, namun
pendirinya, yaitu EFE. Douwes Dekker tetap meneruskan perjuangannya. Dia berusaha
menghadap kepada Gubernur Jenderal dengan tujuan, ingin menjelaskan dan bersedia mengubah
pasal-pasal dan anggaran dasar Indische Partij, apabila dianggap membahayakan pemerintah.
Akan tetapi usaha EFE. Douwes Dekker ini sia-sia saja, karena pada tanggal 11 Maret 1913
pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peringatan kepada Indische Partij dan organisasi ini
tetap dinyatakan sebagai partai terlarang. Peringatan itu juga ditujukan kepada partai-partai lain.
Akhirnya Douwes Dekker menyimpulkan sebagai berikut:
Bahwa pengertian Pemerintah Hindia haruslah dipandang sebagai salah satu daripada partai
yang bertentangan dengan cita-cita kemerdekaan. Pemerintah yang berkuasadisuatu tanah
jajahan, bukanlah pemimpin namanya penindasan, dan penindasan itu adalah musuh yang
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat,.(DMG. Koch, 1951:39).
Adapun perkataan Pemerintah Hindia yang dimaksudkan adalah pemerintahan bagi
rakyat di negeri jajahan, apabila memang nantinya telah berhasil perjuangannya untuk mencapai
kemerdekaan bangsanya. Jadi bukan pemerintahan kolonial Belanda yang biasa disebut dengan
Pemerintah Hindia-Belanda (Nederlandsch Indie). Jadi, perjuangan rakyat di Hindia Belanda
itu bertujuan untuk mencapai mencapai negara merdeka, yang nantinya disebut Pemerintah
Hindia. Inilah yang menjadi tujuan utama dari Indische Partij. Oleh karena itu, Indische Partij
dapat dikatakan sebagai organisasi pergerakan nasional pertama yang bergerak dalam bidang
politik. Berbeda dengan Budi Utomo dan Sarekat Dagang Islam, dimana organisasi tersebut
bergerak sangat hati-hati, sehingga sampai tahun 1912 belum tampak radikal. Bagi anggota-
anggotanya yang menghendaki pergerakan radikal, menyatakan keluar dari Budi Utomo, yaitu
dr. Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat. Sedangkan untuk organisasi SDI, baru
berubah kearah pergerakan politik pada tahun 1913, setelah organisasi berubah namanya menjadi
Sarekat Islam (SI).
Pergerakaan Indische Partij, setelah Suwardi Suryaningrat dan dr. Cipto Mangunkusumo
di tangkap, maka Douwes Dekker terus mengadakan pembelaannya. Di dalam makalah dan
harian Indische Partij, EFE. Douwes Dekker menulis pembelaan itu dengan judul (bahasa
Indonesianya) Pahlawan kita Suwardi Suryaningrat dan Cipto Mangunkusumo. Setelah tulisan
tersebut diketahui oleh pihak pemerintah kolonial Belanda, maka EFE. Douwes Dekker
ditangkap oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun yang sama, yaitu tahun 1913. Jadi, umur
Indische Partij sangat singkat, kurang lebih hanya satu tahun saja. Namun apa yang dicita-
citakan Indische Partij, telah tertanam pada hati sanubari seluruh rakyat Indonesia.
Sebenarnya ketiga pemimpin Indische Partij tersebut ditawari dibuang didalam negeri
saja. Yaitu Douwes Dekker ke Timor (Kupang), dr. Cipto Mangunkusumo ke Banda, dan
Suwardi Suryaningrat ke Bangka. Namun ketiga-tiganya memilih dibuang ke luar negeri saja,
yakni ke negeri Belanda. Dengan pertimbangan, kalau dibuang ke luar negeri di perlakukan
hukum internasional. Sifat hukum internasional adalah liberal dan demokrasi, sehingga masih
dapat untuk mempelajari masalah-masalah perjuangan di negara-negara lain.
Hal tersebut memang benar dan ternyata setelah sampai di negeri Belanda, mereka dapat
bertemu dengan para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di negeri tersebut. Pada saat
itupara mahasiswa Indonesia di negeri Belanda juga sedang giat-giatnya berorganisasi, yaitu
Indische Vereniging. Dengan demikian para tokoh Indische Partij tersebut dapat bergabung
dalam organisasi tersebut. Bahkan Suwardi Suryaningrat sempat duduk menjadi ketua Indische
Vereniging.
Kedatangan tiga serangkai membawa udara segar bagi para mahasiswa Indonesia di
negeri Belanda. Cita-cita nasional yang tidak berhasil diperjuangkan ditanah air, diteruskan di
negari Belanda. Indische Vereniging yang sebelumnya hanya bergerak dalam bidang sosial =,
mulai berubah kearah bidang politik untuk mencapai cita-cita nasional. Untuk menyampaikan
gagasannya, agar diketahui oleh sesama kawan dalam perjuangan baik yang ada di negeri
Belanda maupun di tanah air, maka sejak tahun 1918 Indische Vereniging mendirikan Kantor
Berita yang diberi nama National Persbureau (Kantor Berita Nasional). Pemimpin kantor berita
ini adalah Suwardi Suryaningrat dan telah menerbitkan majalah yang di beri nama Hindia
Putera. Pada tahun 1919, nama majalah dan nama organisasi, di usulkan oleh Ahmad
Soebardjo, agar diganti nama yang mengarah kepada kepentingan nasional. Nama organisasi
diusulkan menjadi Indische Vereniging. Jadi, ada perubahan dari Indische menjadi Indonesische
kemudian nama Hindia Putera agar diganti menjadi Indonesia Merdeka.
Atas usul tersebut pada prinsipnya disetujui, namun untuk memasyarakatkan secara luas,
masih harus dipertimbangkan secara matang. Baru pada tahun 1922 nama itu diperkenalkan ke
masyarakat dan secara resmi, yaitu pada tahun 1925 kata-kata yang berbau kolonial tidak boleh
dipakai lagi. Sepertiga Indonesische Vereniging harus diterjemahkan menjadi Perhimpunan
Indonesia.
Sepeninggalnya Tiga Serangkai ke negeri Belanda, keadaan organisasi Indische Partij
semakin lama semakin mundur. Mundurnya Indische Partij bukan karena ditinggalkan oleh
ketiga tokoh pendirinya, melainkan karena adanya larangan dari pihak pemerintah kolonial
Belanda. Akibatnya hampir setiap langkah geraknya tertutup, walaupun penerusnya berusaha
mengubah nama organisasi, yaitu dari Indische Partij menjadi Partai Insulinde. Namun pihak
pemerintah tetap curiga terhadap organisasi yang baru ini. Dari program partainya masih tampak
sebagai penerus dari Indische Partij yang telah dilarang itu. Antara lain menyebutkan sebagai
berikut:
Mendidik suatu Nasionalisme Hindia dengan memperkuat cita-cita persatuan bangsa.(Sartono
Kartodirjo, 1975:193).
Sementara itu juga disebabkan oleh pengaruh Sarekat Islam yang semakin kuat
dikalangan masyarakat, maka banyak para penerus Indische Partij yang mengikuti jejak Sarekat
Islam. Dengan deemikian, Indische Partij semakin lemah dan mati dengan sendirinya. Walaupun
sebenarnya Douwes Dekker sekembalinya dari negeri Belanda pada tahun 1918, masih berusaha
untu menghidupkan kembali kegiatan Indiche Partij, namun usahanya sia-sia saja. Usaha
Douwes Dekker itu antara lain dengan mengubah nama Indische Partij menjadi National
Indische Partij (NIP) pada tahun 1919. Berhubung sudah dicatat oleh pemerintah sebagai
organisasi yang berbahaya, maka dalam bentuk apapun Indische Partij tetap dilarang.
Akhirnya Tiga Serangkai yang masih dapat diharapkan adalah cita-citanya yang masih
hidup di kalangan masyarakat, yaitu dapat disalurkan melalui bidang pendidikan. Suwardi
Suryaningrat pada tanggal 3 Juli 1922, berhasil mendirikan Taman Siswa yang bergerak dalam
bidang pendidikan, sehingga banyak berdiri Sekolah-sekolah Taman Siswa hampir di seluruh
Indonesia dan yang pertama kali berdiri adlah Sekolah Taman Siswa di Yogyakarta. Kemudian
pada tahun yang sama, Douwes Dekker juga mendirikan sekolah di Cigelereng, Bandung dengan
nama Ksatria School. Pada tahun 1926 sekolah ini maju pesat, dan Douwes Dekker berhasil
mendirikan sebuah yayasan yang diberi nama Yayasan Ksatria Institut . Demikian juga dr.
Cipto Mangunkusumo tidak mau ketinggalan, ia mendirikan sekolah Kartini Club, tetapi
karena kekurangan dana, sehingga tidak dapat berkembang dan akhirnya bubar.
Dari anggaran dasarnya dapat diketahui bahwa program-program menunjukkan sifat
revolusionernya. Tujuan Indische Partij adalah membangunkan patriotisme semua Indiers
terhadap tanah air, yang telah memberikan lapangan hidup kepada mereka, agar mereka
mendapat dorongan untuk bekerjasama atas dasar persamaan ketatanegaraan untuk memajukan
tanah air Hindia dan untuk mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka. Cara-cara untuk
mencapai tujuan tersebut diantaranya adalah:
a. Memelihara nasionalisme Hindia dengan meresapkan cita-cita kesatuan kebangsaan semua
Indiers.
b. Memberantas rasa kesombongan rasial dan keistimewaan ras baik dalam bidang ketatanegaraan
maupun kemasyarakatan.
c. Memberantas usaha-usaha untuk membangkitkan kebencian agama dan sektarisme.
d. Memperkuat daya tahan rakyat Hindia dengan memperkembangkan individu kearah aktivitas
yang lebih besar.
e. Berusaha mendapatkan persamaan hak bagi semua orang.
f. Memperkuat daya rakyat Hindia untuk dapat mempertahankan tanah air.
g. Mengadakan unifikasi, perluasan, pendalaman dalam pengajaran.
h. Memperbesar pengaruh pro-Hindia di dalam pemerintahan dan
i. Memperbaiki keadaan ekonomi bangsa Hindia.
Berkat propaganda yang dilakukan dengan cermat baik melalui persuratkabaran, surat
edaran, selebaran, maupun segala macam pertemuan dan rapat-rapat, Indische Partij mengalami
kemajuan yang demikian pesat. Kemajuan yang demikian pesat itu merupakan ancaman yang
membahayakan bagi keberlangsungan penjajahan Belanda. Itulah sebabnya dengan berbagai
daya upaya pihak penjajah mencoba menghalang-halangi lajunya pertumbuhan organisasi
pergerakan tersebut. Persuratkabaran Belanda seperti Preanger, Mataram, Soerabajaasch
Handelsblod, dan Semarang Handelsblod melancarkan serangkaian aksi dengan komentar-
komentar yang sangat merugikan Indische Partij.
Sudah barang tentu sikap pemerintah kolonial Hindia Belanda terhadap Indische Partij
sangat berbeda dengan sikapnya yang hati-hati terhadap Budi Utomo dan Sarekat Islam, yaitu
dua organisasi pergerakan yang telah lahir lebih dahulu. Pemerintah kolonial Hindia Belanda
bersikap tegas terhadap keberadaan Indische Partij. Hal itu terbukti dari permohonan para
pendirinya yang diajukan kepada Gubernur Jenderal Idenburg untuk mendapatkan pengakuan
sebagai organisasi yang berbadan hukum (rechtspersoon) pada tanggal 4 Maret 1913, dengan
tegas ditolak. Alasan penolakan itu adalah karena dipandang organisasi baru ini dipandang
bersifat politik dan mengancam hendak merusak keamanan umum. Juga setelah pihak pimpinan
Indische Partij mengadakan audensi kepada Gubernur Jenderal serta diubahnya pasal 2 anggaran
dasar, sebuah pasal yang dikhawatirkan oleh pemerintah kolonial Belanda akan mengakibatkan
hal-hal yang tidak dikehendaki tetap saja Indische Partij dinyatakan sebagai partai terlarang.
2.4 Penyebab Mundurnya Indische Partij
Dilihat dari aktivitasnya, sejak semula Indische Partij memang menunjukkan
keradikalannya sehingga pemerintah kolonial Belanda merasa perlu untuk cepat-cepat
menghentikannya. Itulah sebabnya organisasi ini tidak dapat berumur panjang karena pada
akhirnya pemimpinnya dibuang ke luar negeri (1913). Adalah menarik, bahwa persoalan yang
menyangkut nasib tiga serangkai tersebut erat hubungannya dengan tindakan Belanda pada tahun
1913, dalam rangka memperingati bebasnya negeri Belanda dari penindasan Prancis pada tahun
1813. Adalah suatu ironi bahwa negara yang menjajah, merayakan kebebasan negerinya itu di
negeri yang dijajahnya sendiri, lebih-lebih untuk perayaan tersebut pemerintah akan memungut
biaya dari rakyat Hindia.
Melihat fenomena menarik tersebut, Suwardi Suryaningrat dan kawan-kawan akhirnya
membentuk Komite Bumi Putera, suatu komite yang bertujuan menentang peringatan tersebut.
Komite ini kemudian mengeluarkan brosur yang didalamnya dimuat tulisan Suwardi
Suryaningrat dengan judul: Als ik een Nederlander Was...(Andaikata saya seorang Belanda),
yang isinya menyindir dengan tajam sikap pemerintah kolonial Belanda yang ingin merayakan
kebebasannya di tanah jajahan dengan cara memungut biaya dari rakyat. Karena tulisannya
itulah kemudian Suwardi Suryaningrat ditangkap, dan teman-temannya tang tergabung dalam
Komite Bumi Putera juga tidak luput dari pemeriksaan pemerintah. Setelah penangkapan
Suwardi, Cipto mangun Kusumo kemudian menlis sebuah karangan di harian De Expres dengan
julul Kracht of Vrees (Kekuatan atau Ketakutan). Tulisan itu jelas merupakan sindiran
terhadap pemerintah kolonial. Selanjutnya Douwes Dekker yang merasa senasib dengan kawan-
kawannya itu kemudian juga menulis sebuah karangan yang berjudul Onze Helden: Cipto
Mangunkusumo en R.M. Suwardi Suryaningrat (Pahlawan kita: Cipto Mangunkusumo dan R.M.
Suwardi Suryaningrat), yang isinya sangat membangga-banggakan kedua temannya tersebut.
Akibatnya sudah jelas, ketiga tokoh tersebut akhirnya dieksernisasi ke negeri Belanda.
Mulai saat itu, berhembuslah gerakan politik yang menusuk kekuasaan kolonial.
Ditambah lagi meledaknya Perang Dunia I (1914-1918), membuat pemerintah Hindia Belanda
selalu berhati-hati terhadap gerakan-gerakan politik disini. Walaupun peperangan itu tidak terjadi
secara riil di Indonesia, getarannya menyentuh alam pikiran kaum pergerakan. Semboyan
presiden Amerika Serikat Wilson, The Right of Self Ditermination sangat mempengaruhi sikap
para tokoh Indonesia.
Kepergian dari ketiga pemimpin tersebut membawa pengaruh terhadap kegiatan Indische
partij yang makin lama makin menurun, kemudian Indische Partij nama menjadi partaiInsulinde.
Sebagai asas yang utama dalam programnya tertera: Mendidik suatu nasionalisme Hindia
dengan memperkuat cita- cita persstuan bangsa, kepada anggota- anggota ditekankan supaya
menyebut dirinya Indiers , orang Hindia ( Indonesia ). Pengaruh Serekat Islam yang kuat telah
menarik orang- orang Indonesia, sehingga Partai Insulinde menjadi semakin lemah. Kembalinya
Douwes Dekker dari negeri Belanda tahun 1918 tidak begitu mempunyai arti bagi partai
insulinde, yang kemudian pada bulan juni 1919 berganti nama menjadi National Indische
Partij(NIP). Dalam perkembangannya partai ini tidak mempunyai pengaruh kepada rakyat
banyak bahkan akhirnya hanya merupakn perkumpulan orang- orang terpelajar.
Sungguhpun Indische Partij hidup tidak lama, konsep kebangsaan yang dicanangkan dan
dikembangkan sangat berpengaruh terhadap tokoh-tokoh pergerakan kebangsaan Indonesia dan
sepak terjang organisasi-organisasi pergerakan kebangsaan Indonesia pada masa-masa
selanjutnya. Pemimpin-pemimpin Indische Partij setelah organisasinya dibubarkan dan dianggap
sebagai partai terlarang bersepakat secara perorangan tetap terus mempropagandakan cita-cita
organisasi tersebut melalui tulisan-tulisan ataupun organisasi lain. Dengan demikian, meskipun
Indische Partij telah dibubarkan, pemimpin-pemimpinnya sebagai seorang pribadi tetap
meneruskan propaganda dengan berbagai tulisan, terutama surat kabar De Express Bandung
menjadi media tulisan mereka.

Anda mungkin juga menyukai