Anda di halaman 1dari 21

Laporan Praktikum

Teknologi Pengolahan Hasil Ternak

PRAKTIKUM
PEMBUATAN ABON TELUR

Oleh
Nama : Siti Maria Ulfah
Nim : I111 15 525
Kel / Gel : VIII / I
Waktu : Senin, 27 Februari 2017
Asisten : Azmi Mangalisu

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Telur sebagai produk dari ternak unggas yang merupakan penyuplai

protein hewani terbesar bagi Indonesia. Telur adalah sumber protein hewani yang

murah dan mudah untuk didapatkan oleh masyarakat Indonesia. Telur ini memiliki

kandungan gizi yang lengkap mulai dari protein, lemak, vitamin dan mineral.

Telur merupakan sebagian produk ternak yang dapat diolah menjadi berbagai

produk sesuai dengan kebutuhan protein hewani masyarakat.

Berbagai produk olahan telur salah satunya adalah abon telur. Bahan

pangan hewani memiliki karakteristik yang membedakan dengan bahan pangan

nabati. Bahan pangan hewani memiliki daya simpan yang jauh lebih pendek

daripada bahan pangan nabati bila dalam keadaan segar (kecuali telur). Pendeknya

daya simpan ini terkait dengan struktur jaringan hasil hewani dimana bahan

pangan hewani tidak memiliki jaringan pelindung yang kuat dan kokoh

sebagaimana pada hasil tanaman.

Abon telur merupakan salah satu jenis makanan awetan dari telur yang

berbentuk serbuk-serbukan. Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu

selanjutnya digoreng. Pembuatan abon dapat dijadikan alternative pengolahan

bahan pangan sehingga umur simpan bahan pangan dapat lebih lama. Abon dapat

disimpan berbulan-bulan tanpa mebgalami penurunan mutu bila cara pengolahan

abon dilakukan dengan baik. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya

praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak mengenai pembuatan Abon Telur.

Tujuan dan Kegunaan


Tujuan dari praktikum mengenai permbuatan abon telur adalah untuk

mengetahui cara pengolahan telur menjadi abon, menghasilkan produk abon yang

dapat dijadikan alternatif pengolahan bahan pangan sehingga umur simpan bahan

pangan lebih lama, serta mengetahui kualitas abon yang baik dikonsumsi.

Kegunaan dari praktikum mengenai pembuatan abon telur adalah sebagai

sumber informasi ilmiah bagi masyarakat dan mahasiswa tentang pengolahan telur

menjadi abon supaya praktikan dapat mengaplikasikan kepada masyarakat cara

pengolahan telur menjadi abon yang merupakan salah satu alternatif pengolahan

bahan pangan sehingga umur simpan lebih lama dan higenis serta melalui

penilaian uji daya parameter.

TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Telur

Telur merupakan makanan sumber protein hewani yang murah dan mudah

untuk didapatkan oleh masyarakat Indonesia. Telur memiliki kandungan gizi yang

lengkap mulai dari protein, lemak, vitamin, dan mineral. Meskipun demikian telur

juga mudah mengalami penurunan kualitas yang disebabkan oleh kontaminasi

mikroba, kerusakan secara fisik, serta penguapan air dan gas-gas seperti

karbondioksida, amonia, nitrogen, dan hidrogen sulfida dari dalam telur (Jazil

dkk, 2013).

Kandungan gizi yang cukup lengkap menjadikan telur banyak dikonsumsi

dan diolah menjadi produk olahan lain. Kandungan protein telur terdapat pada

putih telur dan kuning telur. Kandungan gizi telur antara lain : air 73,7 %, protein

12,9 %, lemak 11,2%, karbohidrat 0,9%. Hampir semua lemak di dalam telur

terdapat pada kuning telur, yaitu mencapai 32%, sedangkan pada putih telur

kandungan lemaknya sangat sedikit, maka pengamatan lemak dan kolesterol lebih

efektif dilakukan pada kuning telur (Lestari dkk, 2013).

Telur terdiri dari protein 13%, lemak 12%, serta vitamin, dan mineral.

Nilai tertinggi telur terdapat pada bagian kuningnya. Kuning telur mengandung

asam amino esensial yang dibutuhkan serta mineral seperti besi, fosfor, sedikit

kalsium, dan vitamin B kompleks. Sebagian protein (50%) dan semua lemak

terdapat pada kuning telur. Adapun putih telur yang jumlahnya sekitar 60% dari

seluruh bulatan telur mengandung 5 jenis protein dan sedikit karbohidrat (Silalahi,

2014).
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (BSNI, 2008), tingkata mutu atau

persyaratan tingkatan mutu fisik telur ayam, yaitu :

Tabel 5. Persyaratan Tingkatan Mutu Fisik Teur Ayam


Tingkatan Mutu
No. Faktor Mutu
Mutu I Mutu II Mutu III
1 Kondisi Kerabang
a. Bentuk Normal Normal Abnormal
b. Kehalusan Halus Halus Sedikit kasar
c. Ketebalan Tebal Sedang Tipis
d. Keutuhan Utuh Utuh Utuh
Banyak noda
Sedikit noda
e. Kebersihan Bersih dan sedikit
kotor (stain)
kotor
2 Kondisi kantung udara (dilihat dengan peneropongan)
a.Kedalam kantong < 0,5 cm 0,5 cm-0,9 cm > 0.9 cm
Bebas bergerak
dan dapat
Bebas
b. Kebebasan bergerak Tetap ditempat terbentuk
bergerak
gelembung
udara
3 Kondisi Putih Telur
Ada sedikit
Bebas bercak Bebas bercak
bercak darah,
darah atau darah atau
a. Kebersihan tidak ada
benda asing benda asing
benda asing
lainnya lainnya
lainnya
Encer, kuning
telur belum
b. Kekentalan Kental Sedikit encer tercampur
dengan putih
telur
c. Indeks 0,134-0,175 0,092-0,133 0,050-0,091
4 Kondisi kuning telur
a. Bentuk Bulat Agak pipih Pipih
Posisi Ditengah Sedikitbergeser Jelas
c. Penampakan Batas Tidak jelas Agak jelas Ada sedikit
d. Kebersihan Bersih Bersih Bercak darah
e. Indeks 0,458-0,521 0,394-0,457 0,330-0,393
5 Bau Khas Khas Khas
Sumber : Badan Standarisasi Nasional Indonesia (BSNI), 2008
Jenis telur ayam ada dua yaitu telur ayam ras dan telur ayam kampung.

Telur ayam ras merupakan bahan pangan yang mengandung protein cukup tinggi

dengan susunan asam amino lengkap. Secara umum telur ayam ras merupakan

pangan hasil ternak yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat. Telur ayam

ras mengandung gizi yang tinggi, ketersediaan yang kontinyu, dan harga yang

relatif lebih murah dibandingkan dengan telur lainnya sehingga menjadikan

telurayam ras sangat diminati oleh para konsumen. Namun, telur mudah

mengalami kerusakan dan penurunan kualitas akibat masuknya bakteri ke dalam

telur (Saputra dkk, 2015).

Tinjauan Umum Sifat Fungsional Telur

Sifat fungsional adalah sifat sifat yang terdapat pada telur selain sifat

gizinya yang berperan dalam proses pengolahan. Sifat fisik dan kimia protein

sangat berperan dalam menentukan sifat fungsional telur. Oleh karena itu

terjadinya perubahan terhadap sifat fisik dan kimia protein telur juga akan

berpengaruh terhadap sifat-sifat fungsional telur tersebut (Siregar dkk, 2012).

Sifat fungsional telur yang berperan dalam proses pengolahan pangan

adalah pembentuk dan penstabil buih, pemberi warna, pengental, pembentuk gel,

dan pengemulsi. Peran sifat fungsional protein pada telur tergantung pada jenis

produk yang akan dibuat. Sifat fungsional protein pada telur berperan menentukan

kualitas produk akhir dalam industri pangan (Almunifah, 2014).

Emulsi merupakan suatu dispersi partikel minyak atau lemak dalam air, atau

air dalam minyak. Kuning telur adalah suatu contoh emulsi minyak/lemak dalam air.

Emulsi dibentuk oleh tiga komponen utama yaitu zat terdispersi, zat pendispersi dan
zat pengemulsi. Pembentukan emulsi dimulai dengan adanya pengocokan yang

memisahkan butir-butir zat terdispersi yang segera diselubungi oleh selaput tipis zat

pengemulsi. Bagian non polar dari zat pengemulsi (emulsifier) menghadap

minyak/lemak, sedangkan bagian polarnya menghadap air (Koswara, 2009).

Penurunan sifat emulsi pada putih telur terjadi setiap minggu karena putih

telur yang encer dan membuat rantai protein membuka. Kemudian dibandingkan

dengan telur yang tidak dipasteurisasi, telur yang dipasteurisas memiliki daya

emulsi dan busa yang lemah, tetapi memiliki kemampuan yang tinggi. Hal ini

karena adanya perubahan struktur protein selama pasteurisasi (Agustina dkk,

2013).

Perubahan warna yang terjadi pada hasi olahan telur antara lain : hitam

kehijauan, coklat atau merah. Warna hitam kehijauan disebabkan oleh pemanasan

yang terlalu lama sehingga terbentuk ikatan Fe dengan S. Warna coklat

disebabkan terjadinya reaksi pencoklatan (browning) sehingga terbentuk

karbonilamin, sedangkan warna merah disebabkan terbentuknya ikatan kompleks

antara conalbumin dengan ion besi (Koswara, 2009).

Daya buih adalah ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih

jika dikocok dan biasanya dinyatakan dalam persentase terhadap putih telur. Buih

merupakan dispersi koloid dari fase gas yang terdispersi di dalam fase cair atau

fase padat. Pengocokan putih telur pada suhu ruang (28 30 0C) lebih mudah

menghasilkanbusa daripada yang dilakukan pada suhu rendah. Suhu yang terbaik

yang dihasilkan dari pengocokan yaitu pada suhu 46,110C. Kestabilan buih
merupakan ukuran kemampuan struktur buih untukbertahan kokoh atau tidak

mencair selama waktu tertentu (Siregar dkk, 2012).

Koagulasi atau penggumpalan adalah perubahan struktur protein telur

yang mengakibatkan peningkatan kekentalan dan hilangnya kelarutan, atau dapat

juga berarti perubahan bentuk dari cairan (sol) menjadi bentuk padat atau semi

padat (gel). Koagulasi protein telur dapat terjadi karena panas, garam, asam, basa

atau pereaksi lain (misalnya urea). Koagulasi disebabkan karena molekul-molekul

protein mengalami agregasi dan terbentuknya ikatan-ikatan antar molekul yaitu

ikatan hidrofobik, ikatan hidrogen dan ikatan disulfida. Adanya ikatan-ikatan

tersebut menyebabkan protein yang terkoagulasi bersifat tidak larut (Koswara,

2009).

Tinjauan Umum Abon Telur

Pembuatan abon telur ayam merupakan suatu produk pangan hasil

pengolahan dari telur ayam yg diolah secara tradisional dengan cara yang sangat

sederhana namun memiliki kandungan protein yang tinggi yang meliputi proses

menggoreng, mengepres minyak, dan mencampur bumbu (Nigrum dan Hatta,

2014).

Abon merupakan salah satu produk olahan yang sudah dikenal banyak

orang. Berdasarkan SNI 01-3707-1995, abon merupakan hasil pengolahan yang

berupa pengeringan bahan baku yang telah ditambahkan bumbu-bumbu untuk

meningkatkan cita rasa dan memperpanjang daya simpan (Millah dan Sukesi,

2010).
Bahan utama pembuatan abon telur berupa telur diketahui juga sangat

berpengaruh terhadap kualitas produk abon yang dihasilkan. Pembuatan abon

telur biasanya menggunakan bahan telur segar untuk memberikan kualitas abon

yang baik. Permasalahannya adalah telur segar tidak selamanya selalu tersedia

secara kontinu sehingga perlu upaya mencari bahan baku alternatif yang bisa

mengantisipasi apabila hal tersebut terjadi (Nigrum dan Hatta, 2014).

Abon merupakan salah satu jenis produk olahan makanan kering

berbentuk khas yang dibuat dari daging yang direbus dan disayat-sayat dan diberi

bumbu, digoreng kemudian dipres. Pada prinsipnya abon merupakan suatu proses

pengawetan yaitu kombinasi antara perebusan dan penggorengan dengan

menambahkan bumbu-bumbu (Mustar, 2013).

Bahan Tambahan Pangan

Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang

ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat

ataupun bentuk makanan. Penambahan bahan tambahan pada

makanan memiliki dosis tertentu karena bahan tambahan

makanan dapat menyebabkan bahaya kesehatan (Kaunang dkk,

2010).

Garam merupakan komponen bahan makanan yang ditambahkan dan

digunakan sebagai penegas cita rasa dan bahan pengawet. Penggunaan garam

tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan

(salting out) dan rasa produk menjadi asin. Garam bisa terdapat secara alamiah

dalam makanan atau ditambahkan pada waktu pengolahan dan penyajian


makanan. Makanan yang mengandung kurang dari 0,3% garam akan terasa

hambar dan tidak disukai.Konsentrasi garam yang ditambahkan biasanya berkisar

2 sampai 3% dari berat daging yang digunakan (Afrisanti, 2010).

Gula merah adalah gula yang berwarna kekuningan atau kecoklatan. Gula

ini terbuat dari cairan nira yang dikumpulkan dari pohon kelapa, aren, tebu dan

lontar. Cairan nira yang dikumpulkan kemudian direbus secara perlahan sehingga

mengental lalu dicetak dan didinginkan. Setelah dingin maka gula merah siap

dikonsumsi atau dijualkepada orang lain. Gula merah mengandung 66.187%

sukrosa, 11.690% air, 0.763% zat tak larut dalam air, 5.990% gula pereduksi dan

15.370 zat bukan gula yang larut air (Aryanti dkk, 2013).

Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma

serta untuk meningkatkan cita rasa produk. Bawang putih merupakan bahan alami

yang ditambahkan ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera makan

serta untuk meningkatkan daya awet bahan akanan (bersifat fungistotik dan

fungisidal). Bau yangkhas dari bawang putih berasal dari minyak volatile yang

mengandung komponen sulfur (Afrisanti, 2010).

Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan salah satu komoditas

tanaman hortikultura yang banyak dikonsumsi manusia sebagai campuran bumbu

masak setelah cabe. Selain sebagai campuran bumbu masak, bawang merah juga

dijual dalam bentuk olahan seperti ekstrak bawang merah, bubuk, minyak atsiri,

bawang goreng bahkan sebagai bahan obat untuk menurunkan kadar kolesterol,

gula darah, mencegah penggumpalan darah, menurunkan tekanan darah serta

memperlancar aliran darah. Sebagai komoditas hortikultura yang banyak


dikonsumsi masyarakat, potensi pengembangan bawang merah masih terbuka

lebar tidak saja untuk kebutuhan dalam negeri tetapi juga luar negeri (Irfan, 2013).

Merica atau lada (Paperningrum) termasuk divisi Spermathophyta yang

sering ditambahkan dalam bahan pangan. Tujuan penambahan merica adalah

sebagai penyedap masakan dan memperpanjang daya awet makanan. Lada sangat

digemari karena memiliki dua sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas.Rasa

pedas merica disebabkan oleh adanya zat piperin dan piperanin,

Sertachaviciayang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida

(Afrisanti, 2010).

Asam jawa (Tamarindus indica L.) merupakan salah satu tanaman yang

berkhasiat sebagai obat herbal karena termasuk makanan yang tinggi serat dengan

indeks glikemik rendah. Zat kimia pada daging buah asam jawa yang berperan

dalam penurunan kadar glukosa darah adalah flavonoid. Flavonoid berpotensi

sebagai agen antiobesitas dan antidiabetes. Asam jawa juga mengandung protein

dengan asam amino essensial, tinggi karbohidrat untuk persediaan energi, kaya

akan mineral, kalium, kalsium, magnesium, dan sedikit mengandung zat besi dan

vitamin A (Puspitasari, 2014).

Ketumbar mempunyai aroma yang khas, aromanya disebabkan oleh

komponen kimia yang terdapat dalam minyak atsiri. Ketumbar mempunyai

kandungan minyak atsiri berkisar antara 0,4-1,1%. (Rahayu dkk, 2013).


METODE PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat

Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak mengenai Pembuatan Abon

Telur dilaksanakan pada hari Senin, 27 Februari 2017 pukul 14.00 WITA sampai

selesai bertempat di Laboratorium Teknologi Pengolahan Daging dan Telur

Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum pembuatan abon telur yaitu kompor,

wajan, saringan minyak, baskom, spinner, timbangan, wajan, sendok, saringan

telur dan spatula.

Bahan yang digunakan pada praktikum pembuatan abon telur yaitu telur

ayam 5 butir, gula merah 4% (20 gram), garam 1,6% (8 gram), bawang merah

0,8% (4 gram), bawang putih 0,8% (4 gram), penyedap rasa 0,8% (4 gram),

ketumbar 0,4% (2 gram), asam jawa tanpa biji 2% (10 gram), gula merah 4% (20

gram), minyak goreng, kecap, dan merica bubuk 0,4% (2 gram).

Prosedur Kerja

Menyiapkan alat dan bahan, menimbang bahan sesuai kebutuhan.

Memasukkan telur ke dalam baskom lalu di kocok dan menambahkan garam,

merica, penyedap rasa, ketumbar, bawang merah, bawang putih dan dikocok lagi.

Memisahkan asam jawa dari bijinya. Memasukkan lagi gula merah, asam jawa

dan kecap kocok hingga semua bahan tercampur. Menggoreng adonan tersembut

sedikit demi sedikit dengan menggunakan saringan telur dengan api yang kecil
sampai terjadi perubahan warna, angkat dan tiriskan serta memasukkan ke dalam

spinner. Siap melakukan uji organoleptik.

Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses

pengindraan (Sri, 2013). Pengujian dalam praktikum pembuatan abon telur

menggunakan beberapa parameter yaitu :

Warna

Coklat tua Coklat Muda

1 2 3 4 5 6
Keterangan :

1 : Coklat tua 4. Coklat agak muda

2 : Coklat sedikit tua 5. Kecoklatan

3 : Coklat agak tua 6. Coklat Muda

Tekstur

Kasar Halus

1 2 3 4 5 6
Keterangan :

1 : Kasar 4. Sedikit halus

2 : Sedikit kasar 5. Agak halus

3 : Agak kasar 6. Halus

Aroma
Tidak Beraroma Telur Sangat beraroma telur

1 2 3 4 5 6
Keterangan :

1 : Tidak Beraroma telur 4. Beraroma telur

2 : Sedikit Beraroma telur 5. Lumayan Beraroma telur

3 : Agak Beraroma telur 6. Sangat Beraroma telur

Kesukaan

Tidak suka Sangat suka

1 2 3 4 5 6
Keterangan :

1 : Tidak suka 4 : Suka

2 : Sedikit suka 5 : Lumayan suka

3 : Agak suka 6 : Sangat suka

Diagram Alir
Diagram alir pada pembuatan abon telur, dapat diihat sebagai berikut :

Menimbang bahan Telur


Memisahkan
asam
jawa dari biji
Dikocok

Semua bumbu dihaluskan Masukkan semua


bumbu ke dalam telur

Digoreng sambil diaduk

Ditiriskan dan dipress


menggunakan spinner

Gambar 3. Proses Pembuatan Abon Telur


Abon Telur

HASIL DAN PEMBAHASAN


Praktikum pembuatan abon telur yang telah dilakukan oleh kelompok

delapan dengan menggunakan beberapa parameter diperoleh uji daya seperti tabel

berikut ini.

Tabel 3. Uji Organoleptik Pembuatan Abon Telur


Parameter Uji Daya Keterangan
Warna 3,50 Coklat agak muda
Tekstur 4,09 Sedikit halus
Aroma 3,27 Agak beraroma telur
Kesukaan 3,36 Agak disukai
Sumber : Data Hasil Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak, 2017.

Hasil praktikum pada tabel. 3 dapat diketahui bahwa indeks warna 3,5

dengan skala 6 menunjukkan warna coklat agak muda dikarenakan adanya proses

penggorengan yang menyebabkan perubahan warna pada suatu produk. Hal ini

sesuai pendapat Mustar (2013) yang menyatakan bahwa pada prinsipnya abon

merupakan suatu proses pengawetan yaitu kombinasi antara perebusan dan

penggorengan dengan menambahkan bumbu-bumbu. Selain itu juga pada proses

penggorengan terjadi reaksi maillard yang merupakan reaksi pencoklatan.

Hasil praktikum pada tabel. 3 dapat diketahui bahwa indeks tekstur 4,09

dengan skala 6 menunjukkan tekstur yang sedikit halus dikarenakan telur

mengandung protein yang tinggi dan apabila protein dan lemak semakin banyak

maka tekstur abon semakin renyah dan halus. Hal ini sesuai dengan pendapat

Rohmawati dkk (2013) yang menyatakan bahwa semakin banyak kandungan

protein dan lemak, tekstur abon semakin halus dan renyah.

Hasil praktikum pada tabel. 3 dapat diketahui bahwa indeks aroma 3,27

dengan skala 6 menunjukkan agak beraroma telur dikarenakan adanya proses

pengeringan dengan menggunakan spinner sehingga berkurangnya aroma pada


abon telur tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Lahmudin (2006) yang

menyatakan bahwa kerugiaan akibat proses pengeringan adalah berubahnya sifat

fisik seperti pemucatan pigmen, perubahan struktur (pengerutan) dan hilangnya

aroma.

Hasil praktikum pada tabel. 3 dapat diketahui bahwa indeks kesukaan 3,36

dengan skala 6 menunjukkan abon telur agak disukai dikarenakan penambahan

garam pada adonan yang berlebih sehingga menimbulkan rasa yang asin. Hal ini

sesuai pendapat Afrisanti (2010) yang menyatakan bahwa garam merupakan

komponen bahan makanan yang ditambahkan dan digunakan sebagai penegas cita

rasa dan bahan pengawet. Penggunaan garam tidak boleh terlalu banyak karena

akan menyebabkan terjadinya penggumpalan (salting out) dan rasa produk

menjadi asin.

PENUTUP

Kesimpulan

Praktikum yang telah dilakukan mengenai pembuatan abon telur dapat

disimpulkan pembuatan abon telur dilakukan dengan mencampurkan semua bahan


dengan cara mengocok, dilakukan penggorengan dengan saringan telur, lalu

ditiriskan, kemudian mengepreskan untuk memisahkan minyak yang tersisah

sehingga dihasilkanlah produk abon telur. Kualitas abon telur dapat diketahui

dengan uji organoleptik dari berbagai parameter uji daya seperti warna, tekstur,

aroma dan tingkat kesukaan.

Saran

Proses pembuatan abon telur sebaiknya memperhatikan bahan tambahan

pangan yang dimasukkan kedalam adonan seperti garam, merica dan sebagainya

karena jika berlebihan dapat mengurangi tingkat kesukaan konsumen dan juga

penggorengan yang terlalu lama dapat menurunkan kualitas dari abon itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Afrisanti, D. W. 2010. Kualitas kimia dan organoleptic nugget daging kelici


dengan penambahan tepung tempe.Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.

Agustina, N. Thohari, I. dan Rosyidi, D. 2013. Evaluasi sifat putih telur ayam
pasteurisasi ditinjau dari pH, kadar air, sifat emulsi dan daya kembang angel
cake. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan. 23 (2) : 6-13.

Almunifah, M. 2014. Sifat fungsional telur ayam ras dan aplikasinya pada
pembuatan produk sponge cake. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Aryanti, F., Aji, M.B., dan Budiono, N. 2013. Pegaruh pemberian air gula merah
terhaap performans ayam kampung pedaging. Balai Besar Pelatihan
Kesehatan Hewan Cinagara. Bogor. Jurnal Sain Veteriner. 31 (2). ISSN :
0126-0421.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia (BSNI). 2008. Telur ayam konsumsi. SNI
3926 : 2008. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Jakarta.

Irfan, M. 2013. Respon bawang merah (Allium ascalonicum) terhadap zat


pengatur tumbuh dan unsur hara. Jurnal Agroteknologi. Vol 3 (2) : 35-40.
Jazil, N. Hintono, S. dan Mulyani, S. 2013. Penurunan kualitas telur ayam ras
dengan intesitas warna coklat kerabang berada selama penyimpanan.
Jurnal Teknologi Pangan. 2 (1) : 43 - 45.

Kaunang, J., Fatimawali., dan Fatimah, F. 2010. Identifikasi dan penetapan kadar
pegawet pada saus tomat produksi lokal yang beredar di pasaran kota
manado. Laporan Penelitian. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Koswara, S. 2009. Teknologi pengolahan telur (teori dan praktek). eBook
Pangan.com

Lahmudian, A. 2006. Proses Pembuatan Tepung Telur dengan Pengering. Skripsi.


Institut Pertanian Bogor.

Lestari, S., Malaka, R., dan Garantjang, S. 2013. Pengawetan telur dengan
perendaman ekstrak daun melinjo (Gnetum gnemon linn). J. Sains &
Teknologi. 13 (2) : 184 189.

Millah, F dan Sukesi. 2010. Produksi abon ikan pari (Rayfish) penentuan kualitas
gizi abon. Prosiding. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sepuluh November. Surabaya.
Mustar. 2013. Studi pembuatan abon ikan gabus (Ophiocephalusstriatus) sebagai
makanan suplemen (Food Suplement). Skripsi. Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Nigrum, M. E. dan Hatta, W. 2014. Karakteristik organoleptik abon telur ayam
dengan penambahan daging buah semu jambu mete sebagai bahan pengisi.
Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Puspitasari, E.H. 2014. Uji ekstrak etanol 70 % daging buah asam jawa
(Tamarindus indica L) terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus
jantan galur wistar (Rattus Norvegicus) yang diinduksi aloksan. Naskah
Publikasi. Fakultas Kedokteran. Universitas Muhammadiyah. Surakarta.
Rahayu, S. Tobing, M.C., dan Pangestiningsih, Y. 2013. Pengaruh perangkap
warna berperekat dan aroma untuk mengendalikan hma giudang
Lasioderma serricorne F.(coleoptera:anobiidae) bidang tembakau. Jurnal
Online Agroekteknologi. 1 (4) : 1-9
Rohmawati, N., Sulistiyani., dan Ratnawati, L.Y. Pengaruh penambahan keluwih
(Artocarpus camasi) terhadap mutu fisik, kadar protein, dan kadar air abon
lele dumbo (Claris garieptinus). Jurnal IKESMA. 9 (2) : 127-135.
Saputra, R. Septinova, D. dan Kurtini, T. 2015. Pengaruh lama penyimpangan dan
warna kerabang terhadap kualitas internal telur ayam ras. Jurnal Ilmiah
Peternakan Terpadu. 3 (1) : 75 80.

Silalahi, Marsudin. 2009. Pengaruh beberapa bahan pengawet nabati terhadap


nilai haugh nnit, berat dan kualitas telur konsumsi selama penyimpanan.
Laporan Penelitian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanin Lampung.
Lampung

Siregar, R. F., Hintono, A., dan Mulyani, S. 2012. Perubahan sifat fungsional telur
ayam ras pasca pasteurisasi. Animal Agriculture Journal. 1 (1) : 521-528.

Sri, M. 2013. Pengujian organolpetik. Program Studi Teknologi Pangan. Modul


Pembelajaran. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

LAMPIRAN

Lampiran 5. Perhitungan Uji Organoleptik

A. Warna
1(0) + 2(5) + 3(5) + 4(3) + 5(8) + 6(1)
22
= 3,5 (Coklat Agak Muda)

B. Tekstur
1(1) + 2(5) + 3(3) + 4(1) +5(6) + 6(6)
22
= 4,09 (Sedikit Halus)

C. Aroma
1(1) + 2(3) + 3(9) + 4(7) + 5(2) + 6(0)
22
= 3,27 (Agak Beraroma Telur)

D. Kesukaan
1(1) + 2(4) + 3(7) + 4(6) + 5(4) + 6(0)
22
= 3,36 (Agak disukai)

Lampiran 6. Dokumentasi Pembuatan Abon Telur

Anda mungkin juga menyukai