Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI

PEMBUATAN MEDIA

Nama : Choirun Nisa

NIM : 125040200111015

Kelompok : Selasa, 07.30 (Minggu I)

Asisten : Mukhih Bathul Husna

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Media adalah faktor penentu dalam perbanyakan


dengan kultur jaringan. Media eksplan terdiri dari
berbagai macam campuran bahan yakni unsur
mineral baik mikronutrient dan makronutrient, zat
pengatur tumbuh, senyawa organik, vitamin, dan
masih banyak lainnya. Namun perlu diingat, bahan-
bahan dalam suatu media eksplan memiliki fungsi
yang berbeda sehingga setiap tanaman yang akan
dikulturkan komposisi bahan untuk media eksplan
pun berbeda. Kita juga harus memahami jenis
kontaminasi dan teknik pencegahan kontaminasi
pada media eksplan, serta ciri-ciri media yang
sesuai untuk perkembangan eksplan agar hasil
kultur jaringan yang dilakukan berhasil.

Dalam pembuatan media dibutuhkan kesterilan


alat maupun orang yang melakukan pembuatan
media agar media kultur tidak terkontaminasi
dengan bakteri dan jamur sehingga dalam
pembuatan media kultur tidak berhasil.

1.2 Tujuan
Mengetahui proses pembuatan media untuk
media kultur jaringan dan;
mengetahui komposisi bahan untuk pembuatan
media kultur jaringan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengartian Media MS

Media MS merupakan perbaikan komposisi


media skoog terutama kebutuhan garam
anorganiknya. Media MS mengandung NH4+.
Kandungan N ini, 5 kali lebih tinggi dari N total yang
terdapat pada media Miller,15 kali lebih tinggi dari
media tembakau Hildebrant,dan 19 kali lebih tinggi
dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai
20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro
lainnya konsentrasinya dinaikkan sedikit. Pertama
kali unsur-unsur makro dalam media MS dibuat
untuk kultur kalus tembakau,tetapi komposisi MS ini
sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis
tanaman lain. Media MS paling banyak digunakan
untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun
sesudah penemuan media MS (Hendaryono, 1994).

2.2 Komposisi Media MS serta Fungsi


Media dalam kultur jaringan tanaman umumnya
terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut:

Senyawa mg/l Fungsi


NH4NO3 1650,000 Berfungsi membentuk
protein, lemak, dan
berbagai senyawa
organik lain,
morfogenesis
(pertumbuhan akar
dan tunas),
pertumbuhan dan
pembentukan embrio,
pembentukan embrio
zigotik dan
pertumbuhan
vegetatif.
KNO3 1900,000
CaCl2.2H2O 440,000 Berfungsi untuk
pemanjangan sel
tanaman,
memperkuat tubuh
tanaman,
memperlancar
metabolisme dan
penyerapan
makanan, ion kalsium
ditransfer secara
cepat menyebrangi
membran sel dan
mengatur pH dan
tekanan osmotik di
antara sel.
MgSO4.7H2O 370,000 Berfungsi untuk
meningkatkan
kandungan fosfat,
pembentukan protein.
KH2PO4 170,000 Berfugsi untuk
metabolisme energi,
sebagai stabilitor
membran sel,
pengaturan
metabolisme
tanaman, pengaturan
produksi pati/ amilum,
pembentukan
karbohidrat, sangat
penting dalam
transfer energi,
protein, dan sintesis
asam amino serta
konstribusi terhadap
struktur dan asam
nukleat.
KI 0,8300
H3BO3 6,2000
MnSO4.4H2O 22,300 Mengatur oksidasi
auksin
ZnSO4.7H2O 8,600 Menjadi kofaktor
ensim, biosintesis
klorofil
Na2MoO4.2H2O 0,250 Kofaktor ensim,
komponen dari nitrat
reduktase
CuSO4.5H2O 0,025 Mengontrol jamur
CoCl2.6H2O 0,025 Komponen dari
beberapa vitamin
Na2EDTA 37,300 Mencegah koagulasi
dengan cara
mengikat atau
mengkhelasi kalsium.
FeSO4.7H2O 27,800 Berfungsi untuk
membantu asilmilasi
nitrogen
Thiamin 1000 Mempercepat laju
pembelahan sel
Asam Nikotinat 0,500 Berfungsi penting
dalam reaksi-reaksi
enzimatis.
Pyridoxin HCl 0,500
(vitamin B6)
Glycine 2000 Glisin dalam media
dengan konsentrasi
tertentu dapat
melengkapi vitamin
sebagai sumber
bahan organic
Asam sistein 50,000 Berfungsi sebagai
antioksidan untuk
mencegah atau
mengurangi
pencoklatan atau
penghitaman
eksplan.
Asam pantotenat 3000
Myo- inositol 100,000 Terbukti bersinergis
dengan zat pengatur
tumbuh merangsang
pertumbuhan jaringan
yang dikulturkan
Sukrosa 30.000,00 Sebagai sumber
energi
Agar 7.000,00 Sebagai pemadat
media
pH 5,6-5,8 Menjaga kestabilan
membrane sel dan
sitoplasma
Membantu
penyerapan unsur
hara,
Mengatur sifat padat
pada agar (dalam
media padat)

(Marlina,2004)

2.3 Teknik aseptik Dalam Pembuatan Media

Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3


cara yaitu secara mekanik, fisik dan kimiawi.

a. Sterilisai secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu


saringan yang berpori sangat kecil (0.22 mikron atau
0.45 mikron) sehingga mikroba tertahan pada
saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk
sterilisasi bahan yang peka panas,misalnya larutan
enzim dan antibiotik. (Machmud, 2008)
b. Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan
pemanasan dan penyinaran.
Pemanasan
Pemijaran (dengan api langsung) yaitu membakar
alat pada api secara langsung contoh alatnnya
yaitu inokulum,pinset,batang L. Panas kering:
sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800C.
Sterilisasi panas kering cocok untuk alat yang
terbuat dari kaca misalnnya erlemenyer tabung
reaksi dll. Uap air panas, konsep ini mirip dengan
mengukus. Bahan yang mengandung air lebih
tepat menggungakan metode ini supaya tidak
terjadi dehidrasi. Uap air panas yang bertekanan
dapat menggunakan autoklaf. (Machmud, 2008)
Penyinaran dengan UV
Sinar Ultra Violet juga dapat digunakan untuk
proses sterilisasi, misalnya untuk membunuh
mikroba yang menempel pada permukaan interior
Safety Cabinet dengan disinari lampu UV
(Machmud, 2008).

c. Sterilisasi secara kimiawi biasannya menggunakan


senyawa desinfektan antara lain alkohol (Miller et al,
1956)
Sterilisasi dengan panas
unit operasi dimana bahan dipanaskan dengan
suhu yang cukup tinggi dan waktu yang cukup
lama untuk merusak mikrobia dan aktivitas enzim.
Sebagai hasilnya, bahan yang disterilkan akan
memiliki daya simpan lebih dari enam bulan pada
suhu ruang. Contoh proses sterilisasi adalah
produk olahan dalam kaleng seperti kornet, sarden
dan sebagainya. Perkembangan teknologi
prosesing yang memiliki tujuan mengurangi
kerusakan nutrien dan konponen sensoris dan
juga mengurangi waktu prosesing menjadikan
teknik serilisasi terus dikembangkan. Lamanya
waktu sterilisasi yang dibutuhkan bahan
dipengaruhi oleh:resistensi mikroorganisme dan
enzim terhadap panas, kondisi pemanasan, pH
bahan, ukuran wadah atau kemasan yang
disterilkan, keadaan fisik bahan (Yunita, 2003)
Sterilisasi dengan udara kering
Alat yang umum digunakan adalah oven. Alat ini
dipakai untuk mensterilkan alat alat gelas seprti
erlenmeyer,petridish,tabung reaksi dan alat gels
lainnya (Wood,1961).
Sterilisasi dengan uap air panas
Bahan yang mengandung cairan tidak dapat
disterilkan dengan oven sehingga menggunakan
alat ini,alat ini disebut Arnold steam sterilizer
dengan suhu 1000C dalam keadaan lembab
(Yunita, 2003).
Sterilisasi dengan uap air panas bertekanan
Alat ini disebut autoklaf (autoclave) untuk sterilisasi
alat ini dilengkapi dengan katup pengaman. Alat
diisi dengan air kemudian bahan dimasukkan
(Yunita, 2003).

2.4 Rumus Perhitungan Larutan Stock

Cara perhitungan kebutuhan media dan larutan


stok disajikan dibawah ini dan hasilnya secara
lengkap pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1
menyajikan macam-macam larutan stok yang
sebaiknya ada pada pembuatan media MS,
pengelompokan bahan-bahan penyusun larutan
stok, perhitungan kebutuhan bahan-bahan untuk
pembuatan larutan stok per 10 liter media, ukuran
volume wadah untuk tempat larutan stok,
perhitungan konsentrasi masing-masing stok, dan
banyaknya pengambilan (volume) larutan stok yang
diambil untuk keperluan pembuatan media 1 liter
(Wardiyanti, 1998).
Tabel 1. Kebutuhan Bahan Larutan Stok untuk 10 liter
Media MS (10 kali pembuatan, masing-masing
pembuatan 1 liter). Wardiyanti (1998) menyatakan
perhitungan kebutuhan mMMedia dan larutan stok untuk
melengkapi tabel di atas adalah sebagai berikut:
a) Kebutuhan bahan-bahan untuk 10 liter media MS
(kolom 2) = 10 x bobot bahan-bahan media MS (mg/l)
pada Tabel 1. Contoh: KNO 3 = 1900 mg x 10 =
19.000 mg
b) Volume pengambilan stok untuk setiap pembuatan
media 1 liter menggunakan rumus:

V1 X M1 = V2 X M2

Keterangan :
V1 = Volume yang akan dibuat
M1 = Banyak/kebutuhan senyawa dalam media MS
V2 = Volume larutan stok yang akan diambil
M2 = Banyaknya senyawa dalam larutan stok

2.5 Jenis Kontaminasi Media

Kontaminasi merupakan salah satu gangguan


yang umum terjadi pada kultur jaringan. Menurut
Santoso dan Nursandi (2003) tingkat kontaminasi
media berbanding lurus dengan tingkat kekayaan
unsur hara dalam media yaitu semakin diperkaya
suatu media maka tingkat kontaminasinya juga
semakin besar,demikian pula sebaliknya semakin
sederhana suatu media maka tingkat kontaminasinya
juga semakin kecil . Pada umumnya, kontaminasi
karena jenis media disebabkan karena kontaminasi
mikroorganisme dari lingkungan luar dan yang
berasal dari eksplan. Oleh karena itu, jika
mikroorganisme dari lingkungan luar dan eksplan
tidak ada maka tidak akan terjadi kontaminasi media
dan eksplan. Adapun sumber-sumber kontaminan
menurut Santoso dan Nursandi (2003) dapat berasal
dari :
1. Udara : kontaminan yang ada di udara dapat
berupa spora bakteri atau cendawan dan
umumnya banyak terdapat pada daerah yang
berkelembaban tinggi.
2. Bahan tanam (eksplan) : untuk eksplan yang
berasal dari tanah umumnya lebih banyak
mengandung bahan kontaminan dibanding
eksplan yang ada di permukaan atau pucuk.
Kontaminan yang berada di permukaan eksplan
dapat dibersihkan menggunakan air dan larutan
pensteril. Sedangkan untuk kontaminan yang
berasal dari dalam eksplan ditangani dengan
penggunaan antibiotika.
3. Manusia atau pekerja : kontaminan yang berasal
dari manusia dapat terbawa melalui pakaian yang
dikenakan, anggota badan dan pernapasan.
4. Alat-alat yang digunakan : kontaminan dapat
berasal dari peralatan yang digunakan dalam
kegiatan penanaman karena proses sterilisasi
yang kurang sempurna sehingga kontaminan
masih melekat dalam peralatan.
5. Aquades (air steril)

Menurut Gunawan (2007) untuk mengurangi


kontaminasi yang berhubungan dengan media maka
sebaiknya menggunakan media MS. Kontaminasi
sangat beragam mulai dari jenis kontaminannya
(bakteri, jamur, virus, yeast, kapang),waktu terjadinya
kontaminasi (cepat, dalam hitungan jam; sedang,
dalam hitungan hari; lambat, dalam hitungan minggu
dan bulan), dan apa yang terkontaminasi (media atau
eksplan).
Jenis kontaminasi ada dua yaitu kontaminasi
eksternal dan kontaminasi internal. Kontaminasi
eksternal dapat disebabkan oleh jamur dan bakteri,
sedangkan kontaminasi internal umumnya
disebabkan oleh bahan eksplan itu sendiri. Untuk
mengatasi kontaminasi internal dapat digunakan
HgCl2 karena dapat menurunkan laju kontaminasi
bakteri internal tanpa merusak jaringan. Selain itu
juga dapat dilakukan dengan penggunaan fungisida,
HgCl2 dan klorin karena dengan penggunaan
kombinasi bahan sterilan tersebut merupakan upaya
sterilisasi berlapis untuk mereduksi resiko
kontaminasi baik yang berasal dari cendawan, bakteri
maupun kotoran-kotoran lain yang menempel pada
permukaan eksplan.Sedangkan untuk pencegahan
kontaminasi eksternal dapat dilakukan dengan
sterilisasi kontak (Gunawan, 1987).

Gunawan (1987) menyatakan bahwa setiap


bahan tumbuhan memiliki tingkat kontaminasi
permukaan yang berbeda tergantung dari :

1. Jenis tumbuhannya
2. Bagian tumbuhan yng dipergunakan
3. Morfologi permukaan (misalnya berbulu atau tidak)
4. Lingkungan tumbuhnya (Green house atau lapang)
5. Musim waktu pengambilan (musim penghujan atau
musim kemarau)
6. Umur tumbuhan (seedling atau tumbuhan dewasa)
7. Kondisi tumbuhannya (sehat atau sakit)

Menurut Gunawan (1987) kontaminasi dapat


berasal dari sterilisasi yang kurang sempurna,
lingkungan kerja dan pelaksanaan, eksplan, serangga
atau hewan kecil yang berhasil masuk ke dalam botol
kultur setelah diletakkan di ruang kultur. Beberapa hal
yang dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi
yaitu proses sterilisasi yang kurang sempurna,
lingkungan kerja dan pelaksanaan atau cara kerja
saat penan aman, eksplan, molekul-molekul atau
benda-benda asing berukuran kecil yang jatuh atau
masuk ke dalam botol kultur jaringan setelah
penanaman dan ketika diletakkan di ruang kultur.
Adapun dari semua jenis sumber kontaminan
Gunawan (1987) berpendapat bahwa kontaminan
yang berasal dari eksplanlah yang paling sulit diatasi
karena untuk menanggulanginya diperlukan metode
sterilisasi yang selektif yaitu hanya mengeliminasi
organisme mikro yang tidak diinginkan dengan
gangguan seminimal mungkin terhadap bahan
tanaman.

2.6 Ciri-Ciri Media yang Sesuai untuk Pertumbuhan


Eksplan
Menurut Sriyanti (2002), media merupakan faktor
penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.
Komposisi media yang digunakan tergantung
dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak.
Media yang cocok mempengaruhi pertumbuhan
eksplan yang telah ditanam untuk menjadi plantet
(tanaman kecil). Media yang baik, harus memenuhi
syarat nutrisi yang diperlukan eksplan untuk tumbuh
dan berkembang. Oleh karena itu, di dalam media
kultur jaringan ditambahkan berbagai macam zat.
Zat-zat organik yang biasanya ditambahkan dalam
media kultur jaringan adalah sukrosa, mio inositol,
asam amino, dan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur
tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi,
baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan
tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media
yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi
atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga
harus disterilkan dengan cara memanaskannya
dengan autoklaf. Sedangkan sebagai tambahan
biasanya diberi zat organik lain seperti air kelapa,
ekstrak ragi, pisang, tomat, toge dan lain-lain.
(Sriyanti, 2002).
Menurut (Yuniastuti, 2008) Untuk memenuhi
factor pertumbuhan tanaman, maka factor factor
yang harus diperhatikan dalam pembuatan media
kultur jaringan yang baik adalah media yang
mengandung:
1. Hara anorganik
Ada 12 hara mineral yang penting untuk
pertumbuhan tanaman dan beberapa hara yang
dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan in vitro.
Untuk pertumbuhan normal dalam kultur
jaringan, unsur unsur penting ini harus
dimasukkan dalam media kultur.
2. Hara organik
Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal
bersifat autotrof dan dapat mensintesa semua
kebutuhan bahan organiknya. Meskipun
tanaman in vitro dapat mensintesa senyawa ini,
diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin
dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan
yang sehat dan satu atau lebih vitamin mesti
ditambahkan ke media. Thiamin merupakan
vitamin yang penting, selain itu asam nikotin,
piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan.
Selain bahan organik tersebut, bahan kompleks
seringkali ditambahkan, termasuk ekstrak ragi,
casein hydrolysate, air kelapa, jus jeruk, jaringan
pisang, dan lain lain. Penambahan bahan
kompleks ini menghasilkan media yang tak
terdefinisi.
3. Sumber karbon
Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara
heterotrof dan karena mereka tidak cukup
mensintesa kebutuhan karbonnya, maka
sukrosa harus ditambahkan ke dalam media.
Sumber karbon ini menyediakan energy bagi
pertumbuhan tanaman dan juga sebagai bahan
pembangun untuk memproduksi molekul yang
lebih besar yang diperlukan untuk tumbuh.
Biasanya sukrosa pada konsentrasi 1 5%
digunakan sebagai sumber karbon tapi sumber
karbon lain seperti glukosa, maltosa, galaktosa
dan laktosa juga digunakan. Ketika sukrosa
diautoklaf, terjadi hidrolisis untuk menghasilkan
glukosa dan fruktosa yang dapat digunakan
lebih efisien oleh tanaman dalam kultur.
4. Agar
umumnya jaringan dikulturkan pada media padat
yang dibuat seperti gel dengan menggunakan
agar atau pengganti agar sperti Gelrite atau
Phytagel. Konsentrasi agar yang digunakan
berkisar antara 0.7 1.0%. Pada konsentrasi
tinggi agar menjadi sangat keras, sedikit sekali
air yang tersedia, sehingga difusi hara ke
tanaman sangat buruk. Agar dengan kualitas
tinggi seperti Difco BiTek mahal harganya tapi
lebih murni, tidak mengandung bahan lain yang
mungkin mengganggu pertumbuhan. Pengganti
lain seperti gelatin kadang kadang digunakan
pada lab komersial. Gel sintetis diketahui dapat
menyebabkan hyperhidration (vitrifikasi) yang
merupakan problem fisiologis yang terjadi pada
kultur.
5. pH
media biasanya diatur pada kisaran 5.6 5.8
tapi tanaman yang berbeda mungkin
memerlukan pH yang berbeda untuk
pertumbuhan optimum. Jika pH lebih tinggi dari
6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan
jika pH kurang dari 5.2, agar tidak dapat
memadat.
6. Zat Pengatur Tumbuh
Pada media umumnya ditambahkan zat
pengatur tumbuh.
7. Air
distilata biasanya digunakan dalam kultur
jaringan, dan banyak lab menggunakan
aquabides (air destilata ganda).
8. Pemilihan Media
Jika tidak ada informasi awal, biasanya mulai
dengan media MS (Murashige dan Skoog 1962).
Media ini mengandung konsentrasi garam dan
nitrat yang lebih tinggi dibandingkan media lain,
dan telah sukses digunakan pada berbagai
tanaman dikotil. Untuk inisiasi kalus, 2.4-D
ditambahkan ke media dengan konsentrasi 1 5
mgL-1. Untuk multiplikasi tunas, sitokinin seperti
BAP ditambahkan dan juga diberi auksin, seperti
NAA pada konsentrasi yang rendah. Untuk
inisiasi akar, IBA pada konsentrasi 1 2 mgL-1
ditambahkan.
BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan Fungsi

3.1.1 Alat

Indikator pH : untuk mengukur kadar pH larutan


Beaker Glass : sebagai tempat larutan
Botol Kultur : sebagai tempat media kultur
Microwave : mensterilkan larutan
Plastik : penutup botol kultur
Karet : untuk membantu dalam proses
penutupan botol kultur
Timbangan : untuk mengukur berat bahan
yang diperlukan
Pipet : untuk mengambil larutan
Gelas ukur : sebagai alat untuk mengukur
volume larutan
Magnetik stirer : sebagai pengaduk larutan saat
dihomogenkan
Autoclave : mensterilkan media tanam
Kertas label : untuk menandai informasi botol
kultur

3.1.2 Bahan
Hara Makro : bahan nutrisi pada media tanam
Hara Mikro : bahan nutrisi pada media tanam
Vitamin : Sumber vitamin pada media tanam
FeEDTA : bahan media tanam
HCl : menetralkan pH yang terlalu basa
NaOH : meetralkan pH yang terlalu masam
Sukrosa : sumber energi bagi tanaman
Agar-agar : memadatkan larutan
Aquades : melarutkan bahan

3.2 Langkah Kerja


Siapkan alat dan bahan

Pipet larutan stock (Makro: 25 ml,Mikro:2,5


ml,Vitamin: 2,5 ml, dan Fe-Na-EDTA: 2,5 ml

Dimasukkan dalam beaker gelas dan ditambahkan


aquades hingga 250 ml

Dimasukkan magnet stirer ke dalam beaker gelas


dan diletakkan pada plate magnetic stirer

Diukur pH larutan dengan ketentuan (5,8)


menggunakan kertas pH Universal,apabila pH asam
ditambahkan dengan NaOH dan apabila pH basa
ditambahkan dengan HCl

Ditambahkan agar 1,75 gram sukrosa lalu distirer

Dimasukkan microvave selama 7 menit

Distirer lagi agar lebih homogen

Dituangkan ke botol media kultur menjadi 15 botol


dan tutup botol dengan plastik ikat dengan karet

Diautoclave 1,5 psi selama 20 menit


3.3 Analisa Perlakuan

Pada praktikum Bioteknologi Tanaman tentang


media tanam yang harus dilakukan yaitu
menyiapkan alat dan bahan. Pipet larutan makro 25
ml,mikro -2,5 ml,Fe-Na-EDTA 25 ml dan vitamin 2,5
ml dan dimasukkan ke dalam beaker gelas. Setelah
itu tambahkan aquades hingga 250 ml. Kemudian di
stires dan ditambahkan sukrose 7,5 gram, sukrose
ini berfungsi sebagai bahan pertumbuhan, setelah
homogen diukur pH nya dengan kertas lakmus.
Apabila larutan asam ditambahkan NaOH, jika
larutan basa ditambahkan HCl. Kemudian
ditambahkan agar 1,75 ke dalam larutan, agar disini
berfungsi untuk memadatkan media,

Kemudian dicampur dan dimasukkan dalam


larutan dan di stirer supaya tercampur rata
(homogen). Gelas tersebut ditutup dengan plastik
wrap dan dilubangi setelah itu di oven dalam
microwave selama 7 menit. Setelah itu langsung
tuang ke dalam botol kultur yang telah bersih untuk
15 botol tiap botolnya dan ditutup dengan plastik
Kemudian di masukkan autoclave selama 20 menit
untuk sterilisasi dan diangkat dimasukkan dalam
ruang tiga untuk diamati 2 hari sekali.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tgl Keadaan
No Dokumentasi Keterangan
pengamatan media
1 21 Steril Media
November berbentuk
2013 padat

2 21 Steril Media
November berbentuk
2013 padat

3 21 Steril Media
November berbentuk
2013 padat

4 21 Steril Media
November berbentuk
2013 padat

5 21 Steril Media
November berbentuk
2013 padat

1 26 Steril Media
November berbentuk
2013 padat
2 26 Steril Media
November berbentuk
2013 padat

3 26 Steril Media
November berbentuk
2013 padat

4 26 Steril Media
November berbentuk
2013 padat

5 26 Steril Media
November berbentuk
2013 padat
BAB V

KESIMPULAN

Dalam praktikum pembuatan media kultur jaringan


ini didapatkan dari hasil pengamatan bahwa tidak terjadi
kontaminasi pada botol berisi media. Media juga cukup
baik wujudnya, yaitu padat. Wujud media yang padat
merupakan media yang baik bagi penanaman
khususnya tegaknya eksplan yang ditanam. Media yang
tidak terkontaminasi ini berwarna putih bening dan tidak
berwarna kecoklatan. Kondisi media yang steril
disebabkan karena pemberian Clorox yang berfungsi
mampu membersihkan mikroorganisme yang terikut
dalam bahan tanam, menghilangkan pertikel-partikel
tanah, debu dan lain-lain (Rismayani dan Faisal, 2010).
Jika media tersebut terkontaminasi bakteri maka akan
berwarna orange atau kuning (George dan de Klerk,
2008).
DAFTAR PUSTAKA

George, E.F. dan G.J. de Klerk. 2008. The Component


of Plant Tissue Culture Media I: Macro and Micro
Nutrients. Plant Propagation Tissue Culture 3rd
Edition. Vol. 1. The Background. George, E.F,
Michael A. Hill and Geert- Jan De Klerk (ed.).
Springer. Netherlands.

Gunawan I. 2007. Perlakuan sterilisasi eksplan anggrek


kuping gajah (Bulbophyllum beccarii Rehb.f)
dalam kultur in vitro [skripsi]. Bogor : Fakultas
Kehutanan IPB

Gunawan, L.W. 1987. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan.


Laboratorium Kultur Jaringan PAU Bioteknologi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hendaryono,Daisy P.Sriyanti; dan Ari Wijayani. 1994.


Teknik Kultur Jaringan. Kanisius. Yogyakarta

Machmud, M. 2008. Teknik Penyimpanan dan


Pemeliharaan Mikroba. Balai Penelitian
Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor.
http://anekaplanta.wordpress.com/2008/03/02/tek
nik-penyimpanan-dan-pemeliharaan-mikroba/.
Diakses pada tanggal 20 November 2013.

Marlina, Nina. 2004. Teknik Modifikasi Media Murashige


dan Skoog (Ms) untuk Konservasi In Vitro Mawar
(Rossa spp.). Bandung : Balai Penelitian

Miller et al,1956 dalam Gunawan, 1988. Teknik dan


metode dasar dalam mikrobiologi.Yogyakarta :
Kanisius

Rismayani dan Faisal Hamzah. 2010. Pengaruh


Pemberian Clorox (NaOCl) Pada Sterilisasi
Permukaan Untuk Perkembangan Bibit
Aglaonema (Donna carmen) Secara In Vitro.
Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan
Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah
Sulawesi Selatan

Santoso, U. dan F. Nursandi. 2003. Kultur Jaringan


Tanaman. Universitas Muhammadiyah Malang.
Malang. 191 hal

Sriyanti, Daisy P. dan Ari Wijayani. 2002. Teknik Kultur


Jaringan : Pengenalan dan Petunjuk
Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif-
Modern. Yogyakarta: Kanisius

Wardiyanti. 1998. Teknik kultur jaringan tumbuhan. PAU


bioteknologi IPB. Bogor.

Wood & Braun,1961 dalam Gunawan, 1988.Teknik dan


metode dasar dalam mikrobiologi.Yogyakarta :
Kanisius

Yuniastuti, Endang. 2008. Buku Petunjuk Praktikum


Kultur Jaringan . Surakarta: UNS Press.

Yunita. 2003. Cara memperbanyak tanaman secara


efisien. Jakarta: Agro media.

Anda mungkin juga menyukai