Anda di halaman 1dari 80

Universitas Kristen Krida Wacana

Perbedaan Pengetahuan Sikap dan Perilaku Terhadap Hipertensi


pada Lansia Sebelum dan Sesudah Penyuluhan di Wilayah Kerja
Puskesmas Kelurahan Grogol 3 Jakarta Barat Periode September
2017

Oleh:
Azrin Agmalina

Chatarina Cindy De Pata

Nik Nur Nabila Izzati binti Nik Zumaihan

Tugas Akhir Pendidikan Dokter


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta, September 2017

1
Universitas Kristen Krida Wacana

Perbedaan Pengetahuan Sikap dan Perilaku Terhadap Hipertensi


pada Lansia Sebelum dan Sesudah Penyuluhan di Wilayah Kerja
Puskesmas Kelurahan Grogol 3 Jakarta Barat Periode September
2017

Oleh:

Azrin Agmalina 11.2015.380

Chatarina Cindy De Pata 11.2015.414

Nik Nur Nabila Izzati binti Nik Zumaihan 11.2015.452

Tugas Akhir Pendidikan Dokter


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta, September 2017

2
Perbedaan Pengetahuan Sikap dan Perilaku Terhadap Hipertensi
pada Lansia Sebelum dan Sesudah Penyuluhan di Wilayah Kerja
Puskesmas Kelurahan Grogol 3 Jakarta Barat
Periode September 2017

Lembar
Pengesahan

Jakarta, September 2017

Dosen
Pembimbing

(dr. MeldaSuryana, M.Epid)

Dosen Penguji I Dosen Penguji II

3
dr. Ernawaty Tamba, MKM dr. E. Irwandy Tirtawidjaja

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-
Nya, kami dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini kami laksanakan dalam rangka
menjalankan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Krida Wacana, yang berlokasi di Puskesmas Kelurahan Grogol 3, Jakarta Barat. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan pengetahuan sikap dan perilaku pada lansia terhadap
hipertensi sebelum dan sesudah penyuluhan di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Grogol 3 Jakarta
Barat Periode September 2017.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bimbingan
yang telah diberikan dalam penyelesaian penelitian ini kepada:
1. Dr.Melda Suryana, M.Epid

2. Dr. dr. A. Aris Susanto, MS, Sp.OK

2. dr. Djap Hadi Susanto, MKes

3. dr. Diana L. Tumilisar, MKes

4. dr. E. Irwandy Tirtawidjaja

5. dr. Ernawaty Tamba, MKM

7. dr. Ester Suryawati, MKM

8. Kepala Puskesmas Kelurahan Grogol 3

9. Seluruh responden serta semua pihak yang ikut memberikan dukungan dan bantuan sehingga
penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga di masa mendatang dapat ditingkatkan
lebih baik lagi.

Jakarta, September 2017

4
Penyusun

Perbedaan Pengetahuan Sikap dan Perilaku Terhadap Hipertensi pada Lansia


Sebelum dan Sesudah Penyuluhan di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Grogol 3
Jakarta Barat Periode September 2017
Azrin Agmalina1, Chatarina Cindy De Pata2, Nik Nur Nabila Izzati binti Nik Zumaihan3

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

ABSTRAK

Permasalahan tentang hipertensi di usia lansia sudah merupakan permasalahan yang sukar
dikendalikan. Hal ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor yaitu : masih rendahnya pemahaman
lansia tentang isu-isu kesehatan dan pola hidup yang benar, rendahnya pemahaman lansia tentang
kesehatan di usia tua karena mereka tidak memperoleh informasi yang cukup dan benar tentang
kesehatan ketika memasuki usia tua. Dalam hal ini penyuluhan kesehatan sangatlah penting bagi
masyarakat penderita hipertensi agar lebih memahami tentang penyakit tersebut dan dapat merubah
sikap dan perilaku dalam menjalani pola hidupnya demi tercapainya hidup sehat. Data yang diperoleh
dari Departemen Sosial Republik Indonesia tahun 2006, prevalensi lanjut usia di DKI Jakarta yang
menderita hipertensi sebesar 125.135 jiwa (18% dari total penduduk lansia). Pada tahun 2007,
prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7%. Prevalensi menjadi 25,8% pada tahun 2013,
namun angka ini masih dalam kategori tinggi bahkan sebagian besar (63,2%) kasus hipertensi di
masyarakat tidak terdiagnosis. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya
perbedaan pengetahuan sikap dan perilaku pada lansia terhadap hipertensi sebelum dan sesudah
penyuluhan hipertensi. Desain penelitian yang digunakan adalah metode analitik dengan pendekatan
quassy eksperimental dengan rancangan one group pretest-posttest design. Teknik sampling yang
digunakan adalah non probability sampling dengan cara purposive sampling dengan responden
sebanyak 42 orang. Analisa data dilakukan dengan uji paired t test dan uji Wilcoxon signed rank test.
Hasil dari penelitian didapatkan adanya perbedaan pengetahuan dengan hasil skor p=0,000 (p<0,05),
perbedaan sikap dengan hasil skor p=0,000 (p<0,05), dan perilaku dengan hasil skor nilai p=0,000
(p<0,05) pada lansia sebelum dan setelah penyuluhan.

Kata Kunci: Hipertensi pada lansia, penyuluhan, pengetahuan, sikap, perilaku

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut perhitungan WHO, Indonesia akan mengalami peningkatan jumlah warga


lansia sebesar 41,4% pada tahun 2025, yang merupakan sebuah peningkatan tertinggi di
dunia. Jumlah lansia yang semakin meningkat akan berdampak pada banyaknya masalah
yang berkaitan dengan lansia, terutama dari segi kesehatan dan kesejahteraan lansia.Indonesia
adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging
structured population) karena jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) memperkirakan pada 2025,
lebih dari seperlima penduduk Indonesia adalah orang lanjut usia. 1,2,3
Penduduk lansia di Indonesia pada tahun 1980 hanya7,9 juta orang (5,45%) dari
jumlah penduduk di Indonesia dengan usia harapan hidup (UHH) 52,2 tahun. Pada tahun
1990 terjadi peningkatan lansia mencapai angka 11,3 juta(6,29%) dari jumlah penduduk di
Indonesia denganUHH 59,8 tahun. Pada tahun tahun 2000 jumlah ini meningkat menjadi 14,4
juta orang (7,18%) dari jumlah penduduk di Indonesia dengan UHH 67,4 tahun. Pada tahun
2006 angka meningkat hingga dua kali lipat menjadi 19 juta orang (8,9%) dari jumlah
penduduk di Indonesia dengan UHH 66,2 tahun dan diperkirakan tahun 2020 mencapai 28,8
juta orang(11,34%) dari jumlah penduduk di Indonesia dengan UHH 71,1 tahun.4
Data dari World Heath Organization (WHO) dan the International Society of
Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta
diantaranya meninggal setiap tahunnya, 7 dari 10 penderita tersebut tidak mendapatkan
pengobatan secara adekuat.5Jumlah penderita hipertensi di Indonesia pada tahun 1995 baru
sekitar 5 % dari populasi. Survei tahun 2008 yang dilakukan WHO menjadi 32 %.Menurut
data WHO dalam Noncommunicable Disease Country Profiles prevalensi didunia pada usia
>25 tahun mencapai 38,4%. Prevalensi Indonesia lebih besar jika dibandingkan dengan
Banglandesh, Korea, Nepal, dan Thailand. Tahun 2007, prevalensi hipertensi di Indonesia
mencapai 31,7%. Prevalensi menjadi 25,8% pada tahun 2013, namun angka ini masih dalam

6
kategori tinggi bahkan sebagian besar (63,2%) kasus hipertensi di masyarakat tidak
terdiagnosis. Di Provinsi Aceh diketahui prevalensi hipertensi mencapai 30.2%, paling tinggi
di Indonesia.Prevalensi hipertensi di Indonesia pada usia >18 tahun mencapai 25,8%. Jawa
Barat merupakan provinsi yang menempati posisi ke empat sebesar 29,4% angka ini lebih
besar dibandingkan dengan prevalensi di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan DKI
Jakarta. 5,6,7,8
Menurut data WHO, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni
bumi mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun
2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya
berada di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Data yang diperoleh dari
Departemen Sosial Republik Indonesia tahun 2006, prevalensi lanjut usia di DKI Jakarta
yang menderita hipertensi sebesar 125.135 jiwa (18% dari total penduduk lansia). Menurut
data yang didapatkan dari laporan surveilans penyakit tidak menular Kecamatan Grogol
Petamburan, lansia yang menderita hipertensi pada bulan Januari Juli 2017 adalah sebanyak
3.331 orang lansia dan pada bulan Agustuts 2017 didapatkan 642 orang lansia. Dari data
lansia yang menderita hipertensi di Puskesmas Grogol 3 tahun 2017 dari periode Januari -
Juli 2017 sebanyak 85 orang lansia dan pada bulan Agustus tahun 2017 tercatat sebanyak 13
orang lansia.9
Hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada lansia yang berkunjung ke
Puskesmas Kelurahan Grogol 3, rata-rata pengetahuan, sikap dan perilaku mereka tentang
hipertensi masih kurang. Berdasarkan dari uraian di atas peneliti tertarik ingin melakukan
penelitian apakah ada perbedaan dan pengaruh terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku
lansia tentang hipertensi sebelum dan sesudah penyuluhan.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1. Indonesia akan mengalami peningkatan jumlah warga lansia sebesar 41,4% pada
tahun 2025, yang merupakan sebuah peningkatan tertinggi di dunia.
1.2.2 Jumlah lansia yang semakin meningkat akan berdampak pada banyaknya masalah
yang berkaitan dengan lansia, terutama dari segi kesehatan dan kesejahteraan lansia.
1.2.3 Menurut data WHO, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni
bumi mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di
tahun 2025.

7
1.2.4 Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya
berada di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia.
1.2.5 Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia tahun 2006, prevalensi lanjut usia di
DKI Jakarta yang menderita hipertensi sebesar 125.135 jiwa (18% dari total penduduk
lansia).
1.2.6 Menurut data yang didapatkan dari laporan surveilans penyakit tidak menular
Kecamatan Grogol Petamburan, lansia yang menderita hipertensi pada bulan Januari
juli 2017 adalah sebanyak 3.331 orang lansia dan pada bulan Agustuts 2017
didapatkan 642 orang lansia. Dari data Lansia yang menderita hipertensi di wilayah
puskesmas grogol 3 tahun 2017 dari periode januari - juli 2017 sebanyak 85 orang
lansia dan pada bulan agustus tahun 2017 tercatat sebanyak 13 orang lansia.
1.2.7 Hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada lansia yang berkunjung ke
Puskesmas Kelurahan Grogol 3, rata-rata pengetahuan, sikap dan perilaku mereka
tentang hipertensi masih kurang.
1.2.8 Belum ada penelitian yang dilakukan tentang perbedaan pengetahuan, sikap dan
perilaku lansia tentang hipertensi sebelum dan sesudah penyuluhan.

1.3 Hipotesis

Adanya perbedaan pengetahuan, sikap, perilaku lansia sebelum dan sesudah


penyuluhan hipertensi di Puskesmas Kelurahan Grogol 3, Kecamatan Grogol Petamburan
periode September 2017.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum


Mengetahui perbedaan pengetahuan, sikap, dan perilaku sebelum dan sesudah
pendidikan kesehatan hipertensi pada lansia di Puskesmas Kelurahan Grogol
3, Kecamatan Grogol Petamburan periode September 2017

1.4.2. Tujuan Khusus

1.4.2.1 Diketahuinya perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan


tentang hipertensi pada lansia di Puskesmas Kelurahan Grogol 3, Kecamatan
Grogol Petamburan periode September 2017
8
1.4.2.2 Diketahuinya perbedaan sikap sebelum dan sesudah penyuluhan tentang
hipertensi pada lansia di Puskesmas Kelurahan Grogol 3, Kecamatan Grogol
Petamburan periode September 2017

1.4.2.3 Diketahuinya perbedaan perilaku sebelum dan sesudah penyuluhan tentang


hipertensi pada lansia di Puskesmas Kelurahan Grogol 3, Kecamatan Grogol
Petamburan periode September 2017

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Bagi Peneliti:

1.5.1.1. Menerapkan dan mengembangkan ilmu yang sudah didapat saat kuliah dan

membandingkannya dengan keadaan yang sebenarnya dalam masyarakat

1.5.1.2. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi langsung dalam masyarakat

1.5.1.3. Memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam melakukan

penelitian

1.5.1.4. Mengembangkan minat, daya nalar, dan kemampuan dalam bidang penelitian

1.5.1.5. Melatih kemampuan kerjasama tim

1.5.1.6. Memperoleh informasi mengenai perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku


lansia tentang hipertensi sebelum dan sesudah penyuluhan di Puskesmas
Kelurahan Grogol 3, Kecamatan Grogol Petamburan periode September
2017

1.5.2. Manfaat Bagi Perguruan Tinggi:

1.5.2.1.Mengamalkan tridarma perguruan tinggi dalam menjalankan fungsi/tugas


perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan,
penelitian, dan pengabdian bagi masyarakat

1.5.2.2. Mewujudkan UKRIDA sebagai masyarakat ilmiah dalam peran sertanya di

Bidang kesehatan

9
1.5.2.3. Meningkatkan rasa saling mengerti, kerja sama antara mahasiswa/I dan staff
pengajar

1.5.3 Manfaat Bagi Masyarakat:

1.5.3.1. Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya lansia untukmenambah


pemahaman pengetahuan, sikap, dan perilaku penderita hipertensi dalam
menurunkan angka kejadian stroke.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1 Definisi Hipertensi

Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengantransisi demografi dan transisi


teknologi di Indonesia dewasaini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit daripenyakit
infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputipenyakit degeneratif dan man made
diseases yang merupakanfaktor utama masalah morbiditas dan mortalitas.Terjadinyatransisi
epidemiologi ini disebabkan terjadinya perubahansosial ekonomi, lingkungan dan perubahan
struktur penduduk,saat masyarakat telah mengadopsi gaya hidup tidaksehat, misalnya
merokok, kurang aktivitas fisik, makanantinggi lemak dan kalori, serta konsumsi alkohol
yang didugamerupakan faktor risiko PTM.Pada abad ke-21 ini diperkirakanterjadi
peningkatan insidens dan prevalensi PTMsecara cepat, yang merupakan tantangan utama
masalahkesehatan dimasa yang akan datang. WHO memperkirakan,pada tahun 2020 PTM
akan menyebabkan 73% kematian dan60% seluruh kesakitan di dunia. Diperkirakan negara
yangpaling merasakan dampaknya adalah negara berkembangtermasuk Indonesia.
Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan yangsangat serius saat ini adalah hipertensi
yang disebut juga sebagai the silent killerkarena penderita tidak mengetahui dirinya
mengidap hipertensi sebelum pemeriksaan tekanan darahnya.10-13
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dengan tekanan
sistoliknya 140 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.11,14 Hipertensi atau tekanan darah
tinggi adalah gejala peningkatan tekanan darah seseorang berada diatas normal yang
mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke
jaringan tubuh yang membutuhkan. American Society of Hypertension (ASH) mendefinisikan
hipertensi sebagai suatu sindrom kardiovaskuler yang progresif sebagai akibat dari kondisi
lain yang kompleks dan saling berhubungan.15
Pada lansia yang sering terjadi adalah hipertensi sistolik terisolasi (HST). HST adalah
suatufaktor risiko kardiovaskuler penting pada lansia, duafaktor yang bisa meramalkan
terjadinya hipertensisistolik adalah kekakuan arteri dan pantulangelombang carotid secara
dini.16 Tekanan darah sistolik >160 mmHgmenyebabkan kematian 2 kali lipat akibat

11
berbagaipenyebab, kematian akibat kardiovaskuler 3 kali lipatpada wanita dan meningkatkan
morbiditaskardiovaskuler 2,5 kali lipat pada kedua jenis kelamin.Bahkan HST stadium I
dengan tekanan sistolik 140-159 mmHg dan tekanan diastolik <90 mmHgmenyebabkan
peningkatan morbiditas dan mortalitaskardiovaskuler secara signifikan.17

2.1.2 Klasifikasi Hipertensi

Menurut American Society of Hypertension (ASH) hipertensi adalah suatu sindrom


atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif sebagai akibat dari kondisi lain yang
kompleks dan saling berhubungan, WHO menyatakan hipertensi merupakan peningkatan
tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama
atau lebih besar 95 mmHg, (JNC VII) berpendapat hipertensi adalah peningkatan tekanan
darah diatas 140/90 mmHg.18

Tabel 1. Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII.18

2.1.3 Epidemiologi Hipertensi

Pada tahun 2007, prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7%. Prevalensi


menjadi 25,8% pada tahun 2013, namun angka ini masih dalam kategori tinggi bahkan
sebagian besar (63,2%) kasus hipertensi di masyarakat tidak terdiagnosis.19 Insiden hipertensi
sangat tinggiterutama pada populasi lanjut usia (lansia), usia diatas 60 tahun, dengan
prevalensi mencapai 60%sampai 80% dari populasi lansia. Diperkirakan 2 dari 3 lansia
mengalami hipertensi. Keadaan inididukung oleh penelitian yang menunjukkan
bahwaprevalensi hipertensi meningkat seiring denganpertambahan usia.

Di Indonesia, pada usia 25-44 tahunprevalensi hipertensi sebesar 29%, pada usia 45-
64tahun sebesar 51% dan pada usia >65 tahun sebesar65%. Dibandingkan usia 55-59 tahun,
pada usia 60-64 tahun terjadi peningkatan risiko hipertesi sebesar 2,18 kali, usia 65-69 tahun
2,45 kali danusia >70 tahun 2,97 kali.6

12
Hasil analisis mendapatkan faktor umur mempunyairisiko terhadap hipertensi.
Semakin meningkat umurresponden semakin tinggi risiko hipertensi. Hal ini sejalandengan
hasil penelitian lainnya yaitu, penelitian ZamhirSetiawan yang menemukan bahwa prevalensi
hipertensimakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur.21
Padaumur 25-44 tahun prevalensi hipertensi sebesar 29%, padaumur 45-64 tahun
sebesar 51% dan pada umur >65 Tahun ebesar 65%. Penelitian Hasurungan pada lansia
menemukanbahwa dibanding umur 55-59 tahun, pada umur 60-64tahun terjadi peningkatan
risiko hipertesi sebesar 2,18 kali,umur 65-69 tahun 2,45 kali dan umur >70 tahun 2,97
kali.Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur,disebabkan oleh perubahan
struktur pada pembuluh darahbesar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan
dindingpembuluh darah menjadi kaku, sebagai akibat adalahmeningkatnya tekanan darah
sistolik.5
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Andi Bese Rawasiah dkk didapatkan
distribusi karakteristik responden berdasarkan kelompok umur paling banyak menderita
hipertensi adalah yang berusia 45-49 tahun (36,7%), berdasarkan jenis kelamin perempuan
terbanyak yaitu (51,0%).10 Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Hasrin Manan dkk pada tahun 2012 yang mendapatkan hasil bahwa paling banyak responden
berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 59,8% dibandingkan jenis kelamin perempuan.15
Secara umum, laki-laki memiliki prevalensihipertensi yang lebih tinggi dibandingkan wanita.

Pada umumnya penderita hipertensi adalah orang orang berusia diatas 40 tahun,
namun saat ini tidak menutup kemungkinan diderita oleh orang usia muda. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Febby Haendra dkk di Puskesmas Telaga Murni Cikarang
Barat tahun 2012, didapatkan hasil sebagian besar hipertensi primer terjadi pada usia 25-45
tahun dan hanya pada 20% terjadi dibawah usia 20 tahun dan diatas 50 tahun. Hal ini
disebabkan karena orang pada usia produktif jarang memperhatikan kesehatan, seperti pola
makan dan pola hidup yang kurang sehat seperti merokok.22

2.1.4 Etiologi Hipertensi

Hipertensi dapat diklasifikasikan sebagai hipertensi primer (atau yang esensial) 95%
dan hipertensi sekunder 5%. Hipertensi esensial yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya (idiopatik). Terjadi karena faktor lingkungan maupun genetik. Sedangkan
hipertensi sekunder terdapat atribut patologis. Penyebab umum hipertensi sekunder adalah
kelainan ginjal (penyempitan arteri ginjal atau penyakit parenkim ginjal), kelenjar endokrin,

13
berbagai obat, disfungsi organ, tumor, dan kehamilan.23

2.1.5 Faktor Risiko Hipertensi


Saat ini penyebab hipertensi secara pasti masih belum diketahui dengan jelas. Data
menunjukkan, hampir 90% penderita hipertensi tidak diketahui penyebabnya secara pasti.
Namun, para ahli telah mengungkapkan bahwa terdapat dua faktor yang memudahkan
seseorang terkena hipertensi, yakni faktor yang tidak dapat dikontrol dan faktor yang dapat
dikontrol. Beberapa faktor risiko yang termasuk dalam faktor risiko yang tidak dapat
dikontrol seperti genetik,usia dan jenis kelamin. Sedangkan faktor risiko yang dapat dikontrol
berhubungan dengan faktor lingkungan berupa perilaku atau gaya hidup seperti obesitas,
kurang aktivitas, stres dan konsumsi makanan. Konsumsi makanan yang memicu terjadinya
hipertensi diantaranya adalah konsumsi makanan asin, konsumsi makanan manis, konsumsi
makanan berlemak dan konsumsi minuman berkafein yaitu kopi atau teh.10,12,22

2.1.5.1 Genetik
Berdasarkan hasil penelitian Sri Agustina dkk, hasil uji statistic menunjukkan bahwa
terdapat hubungan bermakna antara genetik dengan hipertensi dengan p value= < 0,05 yakni
sebesar 0,008. Dengan hasil analisis diperoleh pulanilai OR=8,850, artinya lansia dengan
riwayatketurunan hipertensi mempunyai peluang 8,8 kalimenderita hipertensi ringan
dibandingkan dengan yangtidak ada keturunan.4 Hasil penelitian ini sejalandengan penelitian
Fauzia yaitu riwayat keluarga yang memiliki hipertensi merupakan faktorrisiko terjadinya
hipertensi dengan nilai p= 0,01.24
Menurut penelitian Mahmudah dkk, untuk distribusi riwayat keluarga hipertensi lebih
banyak responden yang tidak ada riwayat keluarga hipertensi sebanyak 57 responden
(34,5%), sedangkan responden yang ada riwayat keluarga hipertensi sebanyak 30
responden (65,5%). 25
Berdasarkan hasil uji chi square antara riwayat keluarga hipertensi dengan kejadian
hipertensi didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat keluarga hipertensi
dengan kejadian hipertensi (p=0,068).24

2.1.5.2 Jenis kelamin


Menurut penelitian Solehatul Mahmudah dkk, berdasarkan hasil uji chi square antara
jenis kelamin dengan kejadian hipertensi didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan
antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi (p=1,000).25 Hal tersebut sejalan dengan

14
penelitian yang dilakukan oleh Susyani dkk. (2012) hasil menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi dimana p-
value=0,404.26
Hasil penelitian Agustina dkk juga mnejelaskan bahwa tidak ada hubungan bermakna
antara jenis kelamin dengan hipertensi pada lansia dengan p value > 0,05, yakni sebesar
0,497.4Tetapi saat usia >65 tahun, perempuan lebih beresiko mengalami hipertensi dibanding
laki laki setelah wanita memasuki masa monopouse prevalensi pada wanita akan semakin
meningkat dikarenakan faktor hormonal. Meskipun secara statistik tidak ditemukan hubungan
yang bermakna antara jenis kelamin dengan hipertensi namun dapat di lihat kecenderungan
prevalensi hipertensi laki-laki sebesar 28,6% yang menderita hipertensi lebih besar
dibandingkan perempuan 26,3%.25

2.1.5.3 Usia
Menurut penelitian oleh Martati dkk bahwa proporsi hipertensi pada kelompok umur
45-59 tahun adalah 54,72%, pada kelompok umur 60-74 tahun 74,57%, dan pada kelompok
umur 75-90 tahun adalah 64,29%. Hasil uji secara statistik dengan menggunakan uji chi-
square, diperoleh nilai p=0,041 yang berarti secara umum terdapat hubungan yang bermakna
antara umur dengan kejadian hipertensi.27
Menurut hasil penelitian Lalu Febrian mengatakan bahwa usia responden di Desa
NyatnyonoKecamatan Ungaran Barat KabupatenSemarang, darihasil perhitungan diperoleh
untuk usia 31-35tahun sebanyak 19 orang (27,5%), usia 36-45tahun sebanyak 29 orang
(42,0%) dan usia 46-55 tahun sebanyak 21 orang (30,4%). Haltersebut menunjukkan
sebagian besarresponden berusia 36-45 tahun atau usiadewasa. Semakin tua umur responden
makaproses-proses perkembangan mentalnyabertambah baik, akan tetapi pada umurtertentu,
bertambahnya proses perkembanganmental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan
tahun. Daya ingatresponden itu salah satunya dipengaruhi olehumur. Bertambahnya umur
responden dapatberpengaruh pertambahan pengetahuan yangdiperolehnya, akan tetapi pada
umur-umurtertentu atau menjelang usia lanjutkemampuan penerimaan atau mengingatsuatu
pengetahuan akan berkurang.28

2.1.5.4 Aktivitas fisik


Olahraga dapat meningkatkan elastisitas dan fungsi endotel dengan cara menghambat
pembentukan radikal bebas dan mempertahankan produksi nitric
oxideyangberperandalammelindungi lapisan dalam endotel arteri. Keadaan ini dapat

15
memperlambat progresi pembentukan arteriosklerosis dan dapat menurunkan kejadain
hipertensi.29
Untuk distribusi aktivitas fisik lebih banyak aktivitas fisik sedang sebanyak 63
responden (72,4%), sedangkan responden yang aktivitas fisik ringan sebanyak 24
responden (27,6%).Berdasarkan hasil uji chi square antara aktivitas fisik dengan kejadian
hipertensi didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan
kejadian hipertensi (p=0,024). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden
memiliki intensitas aktifitas fisik yang sedang. Hal ini kemungkinan karena sebagian besar
responden telah berusia lanjut, sehingga sudah tidak mampu melakukan aktifitas fisik yang
berat. Selain itu, sebagian besar responden adalah ibu rumah tangga, yang digantikan oleh
anak mereka untuk melakukan perkejaannya.25
Penelitian ini sejalan dengan penelitian terkait yang dilakukan oleh Muliyati dkk.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian
hipertensi, sebanyak 64,4% responden yang memiliki aktivitas fisik ringan menderita
hipertensi, sedangkan 100% responden yang beraktifitas fisik sedang tidak hipertensi.30
Hasil analisis chi-square di RW 1 Patehan menunjukkan nilai p=0.901 (>0.05),
sedangkan hasil analisis Fishers Exact Test di RW 18 Panembahan menunjukkan nilai
p=1.000 (>0.05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
melakukan olahraga teratur terhadap kejadian hipertensi pada populasi lanjut usia di RW 1
Kelurahan Patehan, dan RW 18 Kelurahan Panembahan, Kecamatan Kraton.31

2.1.5.5 Asupan garam


Penelitian yang dilakukan oleh Indrawati dkk yang menemukan hubungan yang
bermakna antara konsumsi makanan asin, mengandung sodium glutamat (vetsin, kecap dan
saus) dengan kejadian hipertensi.Kebiasaan penduduk makan asin terlihat mempunyai
hubungan bermakna terhadap kejadian hipertensi dengan nilai p=0,001.32
Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola konsumsi
Natrium danKalium dengan kejadian hipertensi di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.
Berdasarkan foodfrequency diperoleh sebanyak 93,7% responden yang mengkonsumsi
Natrium lebih, menderitahipertensi sedangkan 63,2% responden yang kurang mengkonsumsi
Natrium tidak menderitahipertensi.30
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Maria, dkk. (2012) hasil penelitian
menunjukkan tidak terdapat hubungan antara asupan natrium dengan hipertensi, hasilnya
menunjukkan nilai p = 0,625 (>0,05).33Hasil analisis terhadap data diet asupan garam

16
terhadap kejadian hipertensi dengan Fishers ExactTest menunjukkan nilai p=1.000 (>0.05)
di RW 1 Patehan dan bernilai p=0.367 (>0.05) di RW 18 Panembahan. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara faktor risiko diet tinggi garam
terhadap kejadian hipertensi pada populasi lanjut usia di RW 18 KelurahanPanembahan dan
RW 1 Kelurahan Patehan, Kecamatan Kraton.31

2.1.5.6 Merokok
Merokok dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi dengan cara menyempitkan
pembuluh darah. Menurut penelitian Abdul Farid Lewa dkk, hasil analisis bivariat antara
variabelkebiasaan merokok dengan kejadian HSTmenunjukkan hubungan yang bermakna( O
R = 2 , 8 0 3 ; 9 5 % C I = 1 , 1 8 2 - 6 , 6 4 7 ;p - value=0,027). Dapat disimpulkan
bahwalansia yang memiliki kebiasaan merokok akanmeningkatkan risiko kejadian HST
sebesar2,803 kali lebih besar dibandingkan lansia yangtidak merokok.34
Hasil analisis hubunganmerokok dengan angka kejadian hipertensi dengan uji
Fishers Exact Test menunjukkan nilai p=1.000 (>0.05) di RW1Patehan dan nilai p=1.000
(>0.05) di RW 18 Panembahan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara faktor risiko merokok terhadapkejadianhipertensi pada populasi lanjut usia
di RW 1 Kelurahan Patehan, dan RW 18 KelurahanPanembahan, Kecamatan Kraton.31
Berdasarkan hasil penelitian Agustina dkk, pada faktorkebiasaan merokok dapat
dilihat bahwa lansia yangmemiliki hipertensi ringan dengan kebiasaan merokoksebanyak 33
orang (67,3%) sementara itu lansia yangtidak merokok sebanyak 28 (73,3%). Berdasarkan
ujistatistik diperoleh nilai p = value > 0,05 yakni, sebesar0,522. Hal ini berarti Ho gagal
ditolak yaitu tidak adahubungan antara kebiasaan merokok denganhipertensi.4

2.1.5.7 Stress
Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung yang
menstimulasi aktivitas saraf simpatis untuk pengeluarkan hormon adrenalin yang
menyebabkan jantung berdenyut lebih cepat dan menyebabkan penyempitan pembuluh darah
perifer yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah. Meskipun secara
statistik tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara stres dengan kejadian hipertensi
namun dapat di lihat kecenderungan prevalensi hipertensi yang stress sebesar 38,5% yang
menderita hipertensi lebih besar dibandingkan yang tidak stres sebesar 23,4%. Berdasarkan
distribusi stres lebih banyak yang tidak stres sebanyak 74 responden (85,1%), sedangkan
yang stres sebanyak 13 responden (14,9%). Berdasarkan hasil uji chi square antara stres

17
dengan kejadian hipertensi didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara stress
dengan kejadian hipertensi (p=0,468).25
Menurut penelitian Abdul Farid Lewa dkk, hasil analisis bivariat antara variabel
strespsikososial dengan kejadian HST menunjukkanhubungan yang bermakna (OR=2,336;
95%CI=1,358-4,018; p-value=0,00). Dapatdisimpulkan bahwa lansia yang mengalamistres
psikososial akan meningkatkan risikokejadian HST sebesar 2,33 kali lebih besardibandingkan
lansia yang tidak stres.34
Dalam penelitian Muhammad Hafiz dkk, dalam analisis bivariat, data tingkat
stressdikategorikan menjadi dua, yaitu stress dan tidakstress. Jumlah lansiayang mengalami
hipertensi lebih banyak padalansia yang mengalami stress, yaitu sebanyak 38orang
dibandingkan dengan lansia yang tidakmengalami stress. Sebanyak 42 orang lansia
yangmengalami stress, diantaranya terdapat 38 orang(90,5 %) yang mengalami hipertensi dan
4 (9,5 %)orang yang tidak mengalami hipertensi. Sedangkandari 70 orang lansia yang tidak
mengalami stresssebanyak 31 orang (44,3 %) mengalami hipertensidan 39 orang (55,7 %)
tidak mengalami hipertensi.Berdasarkan hasil uji statistik menggunakanchi-square
didapatkan nilai p <0,0001 (p <0,05),artinya terdapat hubungan yang bermakna antaratingkat
stress dengan kejadian hipertensi. Lansia yang mengalami stressmempunyai risiko untuk
menderita hipertensi 2,043kali lebih besar dibandingkan dengan lansia yangtidak mengalami
stress.12

2.1.6 Patofisiologi Hipetensi


Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah.35
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat

18
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.35
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis
penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi
di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi
angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan
darah melalui dua aksi utama.18
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur
osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik
cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.18
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali
dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.18

2.1.6 Manifestasi Klinis Hipertensi


Pemeriksaan fisik dapat pula tidak dijumpai kelainan apapun selain peninggian
tekanan darah yang merupakan satu-satunya gejala.. Individu penderita hipertensi kadang
tidak menampakkan gejala sampai bertahun-tahun. Apabila terdapat gejala, maka gejala
tersebut menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi khas sesuai sistem
organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan.36

Elizabeth J. Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah
mengalami hipertensi bertahun-tahun. Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa nyeri
kepala saat terjaga yang kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan
darah intrakranium, penglihatan kabur akibat kerusakan retina, ayunan langkah tidak mantap
karena kerusakan susunan saraf, nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) karena

19
peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen akibat peningkatan
tekanan kapiler. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan
iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi atau
hemiplegia atau gangguan tajam penglihatan.36Gejala lain yang sering ditemukan adalah
epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata
berkunang-kunang.36

2.1.7 Komplikasi Hipertensi

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ
tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena
efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress
oksidatif, down regulation, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi
garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ
target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming
growth factor- (TGF-).
Apabila hipertensi tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat
menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, hipertrofi ventrikel kanan serta
kebutaan.10,15,37 Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak
terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar
terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung. 11Secara
umum, 51% kematian penderita stroke dapat ditandai pada tekanan darah sistolik yang
tinggi.38

2.1.8 Penatalaksanaan Hipertensi

Penanganan hipertensi menurut JNC VII bertujuan untuk mengurangi angka


morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovakuler dan ginjal. Fokus utama dalam
penatalaksanaan hipertensi adalah pencapaian tekanan sistolik target <140/90 mmHg. Pada
pasien dengan hipertensi dan diabetes atau panyakit ginjal, target tekanan darahnya adalah
<130/80 mmHg.18

2.1.8.1 Terapi Non Farmakologi Hipertensi

20
Pentingnya perubahan gaya hidup seperti pengurangan berat badan, pengurangan
garam diet, olahraga aerobik teratur, penghentian merokok dan mengurangi konsumsi
alkohol. Manfaat dari perubahan ini terlihat dalam berbagai penelitian yang mengungkapkan
pengurangan tekanan darah sistolik. Sebenarnya, pada pasien prehipertensi dengan tekanan
darah sistolik antara 120-139 mmHg dan tekanan darah diastolik antara 80-89 mmHg hanya
membuat perubahan gaya hidup akan menunda dan mungkin menghentikan
perkembangannya ke hipertensi. Demikian pula, pada pasien dengan hipertensi tahap I
(tekanan darah sistolik antara 140 sampai 159 mmHg dan tekanan darah diastolik antara 90-
99 mmHg) perubahan gaya hidup selama 6-12 bulan mungkin menunda perlunya terapi obat-
obatan.23

2.1.8.2 Terapi Farmakologi Hipertensi


Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu
diuretika, terutama jenis thiazide atau aldosteron antagonis, beta blocker, calcium chanel
blocker atau calcium antagonist, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI),
Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/ blocker (ARB) diuretik tiazid
(misalnya bendroflumetiazid). Contoh-contoh obat anti hipertensi antara lain:18

a.Beta-bloker (misalnya propanolol, atenolol)


b.Penghambat angiotensin converting enzymes (misalnya captopril, enalapril)
c.Antagonis angiotensin II (misalnya candesartan, losartan)
d. Calcium channel blocker (misalnya amlodipin, nifedipin)
e. Alpha-blocker (misalnya doksasozin)

2.1.9 Pencegahan

Hipertensi dapat dicegah dengan menghindari faktor penyebab terjadinya hipertensi


dengan pengaturan pola makan, gaya hidup yang benar, hindari kopi, merokok dan alkohol,
mengurangi konsumsi garam yang berlebihan dan aktivitas yang cukup seperti olahraga.

2.2 Lansia
Lansia (Lanjut Usia) adalah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Statistik
Indonesia, 2010). Penggolongan lansia menurut Depkes dibagi menjadi tiga kelompok yakni
kelompok lansia dini (55 64 tahun), kelompok lansia (65 tahun ke atas), dan lansia resiko
tinggi (lebih dari 70 tahun). Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

21
berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk yang berusia 60
tahun ke atas sekitar 7,18%. Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
memperkirakan pada 2025, lebih dari seperlima penduduk Indonesia adalah orang lanjut
usia.1
Lansiamerupakan kelompok penduduk yang menjadi fokus perhatian para ilmuwan,
masyarakat, dan pemerintah karena membawa berbagai permasalahan yang harus diantisipasi
dan dicarikan jalan keluarnya, termasuk bidang kesehatan.1,39
Permasalahan di usia lansia memang berhubungan dengan pola hidup yang sejak lama
dilakukan di dalam sehari-hari. Lansia kadang merasa kurang memperhatikan masalah
kesehatannya dan terutama tekanan darah yang seringkali dianggap sepele oleh para lansia.
Pola perilaku hidup yang sejak lama dijalani oleh lansia kadang kurang berdasarkan pada
pendidikan dan pengetahuan tentang kesehatan yang benar.1
Lansia banyak mengahadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan
segera dan terintegrasi. Empat penyakit yang sangat erat hubungannya dengan proses menua
yaitu gangguan sirkulasi darah (hipertensi, kelainan pembuluh darah, ganggauan pembuluh
darah di otak dan ginjal), gangguan metabolism hormonal (diabetes mellitus dan
ketidakseimbangan tiroid), gangguan pada pesendian (osteoarthritis, gout) dan berbagai
macam neoplasma. Diketahui bahwa hipertensi adalah salah satu penyakit yang paling
banyak diderita oleh lansia.40

2.3 Penyuluhan
Salah satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman tentang hipertensi
yaitu dengan dilakukan penyuluhan kesehatan. Penyuluhan merupakan suatu upaya yang
direncanakan untuk menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak
saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang
diharapkan untuk meningkatkan status kesehatan, mencegah timbulnya penyakit,
mempertahankan derajat kesehatan, memaksimalkan fungsi dan peran penderita selama sakit,
dan membantu penderita dan keluarga mengatasi masalah kesehatan. Kurangnya pengetahuan
akanmempengaruhi pasien hipertensi untuk dapat mengatasi kekambuhan atau melakukan
pencegahan agar tidak terjadi komplikasi. Sehingga pengetahuan serta sikap tentang
hipertensi merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dimiliki, agar bisa menanggulangi
penyakit hipertensi itu sendiri.41
Permasalahan tentang hipertensi di usia lansia sudah merupakan permasalahan yang
sukar dikendalikan. Hal ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor yaitu : masih rendahnya

22
pemahaman lansia tentang isu-isu kesehatan dan pola hidup yang benar, rendahnya
pemahaman lansia tentang kesehatan di usia tua karena mereka tidak memperoleh informasi
yang cukup dan benar tentang kesehatan ketika memasuki usia tua, dan selain itu lansia
jarang tersentuh pelayanan kesehatan geriatri (informasi dan pelayanan medis).1
Dalam hal ini penyuluhan kesehatan sangatlah penting bagi masyarakat penderita
hipertensi agar lebih memahami tentang penyakit tersebut dan dapat merubah pola hidupnya
demi tercapainyahidup sehat. Menurut Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan seharusnya dimiliki oleh pasien karena pasien adalah
orang yang paling bertanggung jawab terhadap terkontrolnya tekanan darah. Berdasarkan
konsep tersebut, factor pengetahuan tentang hipertensi kemungkinan mempunyai hubungan
dengan terkontrolnya tekanan darah. Seorang perawat diharapkan dapat membantu berperan
serta memberikan informasi dan mengawasi penderita hipertensi untuk mengatasi masalah
kesehatan dimasyarakat.41
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ainul Mardhiah dkk tentang Pendidikan
Kesehatan Dalam Peningkatan Pengetahuan, Sikap Dan Keterampilan Keluarga Dengan
Hipertensi, didapatkan hasil nilai rata-rata (mean) pengetahuan responden pretest 46,62 dan
posttest 69,86 (0,0001) menunjukkan ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
peningkatan pengetahuan keluarga dengan hipertensi. Nilai rata-rata (mean) sikap responden
pretest 80,16 dan posttest 88,05 (0,0001) menunjukkan ada pengaruh pendidikan kesehatan
terhadap peningkatan sikap keluarga dengan hipertensi. Nilai rata-rata (mean) keterampilan
responden pretest 20,72 dan posttest 86,49 (0,0001) menunjukkan ada pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap peningkatan keterampilan keluarga dengan hipertensi.10
Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Purwati dkk pada
tahun. 2014, terdapat pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan
klien hipertensi.41
Penelitian Beigi dkk pada tahun 2014 juga menunjukkan bahwa program pendidikan
efektif dalam meningkatkan pengetahuan, meningkatkan manajemen diri, dan mengendalikan
kebiasaan gaya hidup yang merugikan pasien dengan hipertensi.42 Penelitian Susanti dkk
pada tahun 2012 menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara pemberian
pendidikan tentang hipertensi terhadap peningkatan pengetahuan mengelola hipertensi.43
Penelitian yang dilakukan Khoiroh Umah dkk berjudul Pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap perilaku diet rendah garam pada pasien Hipertensi di Desa Banjarsari RT

23
1 RW 01 Manyar Gresik didapatkan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) pada pasien hipertensi denagn hasil analisis uji
Wilcoxon Signed Rank Test p= 0.001.44
Hasil penelitian diatas menunjukan bahwa penderita hipertensi yang diberikan
pendidikan dan pedoman dalam perawatan diri akan meningkatkan pola hidupnya yang dapat
mengontrol tekanan darah dengan baik sekaligus mengingatkan bahwa pendidikan kesehatan
akan lebih efektif bila petugas kesehatan mengenal tingkat pengetahuan perilaku kebiasaan
sehari-hari klien tersebut.41

2.4 Pengetahuan
2.4.1 Definisi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo bahwa pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindera seseorang. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang.11,38,45
Menurut WHO pengetahuan biasanyadidapatkan dari pengalaman, guru, orang tua,
buku,teman dan media massa. Pengetahuan ini dapatmembentuk keyakinan tertentu sehingga
seseorang berperilaku sesuai keyakinan tersebut. Masyarakatyang memiliki tingkat
pengetahuan yang tinggitentang seluk-beluk penyakit hipertensi sebagaipenyebabnya, faktor
pemicu, tanda dan gejala,tekanan darah yang dikatakan normal atau tidak,serta komplikasi
yang dapat terjadi, seharusnyamemiliki kesadaran yang lebih tinggi, sehingga orangtersebut
cenderung akan menghindari hal-halyang dapat memicu terjadinya hipertensi sepertiperilaku
merokok, minum kopi dan obesitas.31
Menurut peneliti Cindy dkk bahwa pengetahuan dan kesadaran akan faktor
risikopemicu hipertensi serta tanda dan gejalanya pentingkarena nantinya terkait dengan
perubahan sikap danperilaku mereka sehari-hari yang akan membantu dalam pencegahan
awal untuk menghindari kejadian hipertensi serta mampu memeriksakan segera ketika mulai
merasakan gejala-gejalanya.31
Hal ini juga didukung oleh penelitian lain yangmenyebutkanbahwa kepentingan
pengetahuan dan kesadaran diriterhadap penyakit hipertensi penting dalam upayaprevensi.
Pasien yang mengerti bahwa tingginyatekanan darah dapat menurunkan harapan
hidup,mempunyai kepatuhan yang tinggi dalam hal upayaprevensi diri seperti rutin follow-up
ke dokter.Jadidapat disimpulkan dari beberapa penelitian yangtelah dilakukan sebelumnya,

24
pengetahuan dankesadaran individu akan hipertensi akanmempengaruhi sikap dan perilaku ke
depannya.31

2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


Pengetahuan sangat eratnya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan
pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pengetahuannya. Namun perlu
ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti berpengetahuan rendah
pula.37 Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas hidup
dalam segala bidang, baik bidang ekonomi, kesehatan, bidang teknologi dan bidang-bidang
lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah umur, tingkat
pendidikan, informasi, budaya dan pekerjaan.14,37
a) Umur
Umur merupakan variable yang selalu diperhatikan dalam penelitian
epidemiologi yang merupakan salah satu hal yang mempengaruhi pengetahuan. Usia
mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah
usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga
pengetahuan yang diperoleh semakin baik.37
b) Pendidikan
Ditinjau dari pendidikan, makin tinggi tingkat pendidikan, maka ada
kecenderungan makin tinggi pula tingkat pengetahuannya.Pendidikan merupakan
suatu kegiatan sadar tujuan, yaitu kegiatan secara sistematika terarah pada perubahan
tingkah laku menuju tercapainya tujuan yang diinginkan. Pendidikan adalah proses
perubahan sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pelatihan dan pengajaran, proses, perbuatan
dan cara mendidik.41 Rendahnya tingkat pendidikan maka akan diikuti oleh
penurunan derajat kesehatan seseorang, dikarenakan pengetahuan yang cukup untuk
seseorang melakukan pencegahan terhadap penyakit hipertensi.41
c) Informasi
Pengetahuan seseorang juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan
orang lain, media cetak, media elektronik dan penyuluhan-penyuluhan. Pengetahuan
didapatkan dengan menggunakan motivasi yang benar dari informasi yang ada.
Artinya bahwa pengetahuan tidak didapat dari kesimpulan-kesimpulan yang tidak
jelas darimanan informasi yang diterima. Seseorang yang mempunyai sumber
informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas.37

25
d) Budaya
Selain pendidikan, salah satu hal yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
adalah budaya karena budaya merupakan kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-
orang tanpa melalui penalaran apakah baik atau buruk. Budaya yang dimaksud adalah
suatu kebiasaan bukan suatu upacara adat budaya yang dilakukan pada setiap
masyarakat.37
e) Pekerjaan
Menurut penelitian Hernawan dan Siti Arifah, berdasarkan jenis pekerjaan,
sebagian besar responden bekerja sebagai petani buruh yaitu sebanyak 22 orang
responden (47%). Secara langsung memang pekerjaan tidak dapat dikatakan
berhubungan dengan pengetahuan seseorang, namun adanya interaksi atau
komunikasi yang terjadi selama seseorang bekerja berhubungan terhadap masalah
pengetahuan. Interaksi atau komunikasi yang dilakukan seseorang dengan orang lain
selama melaksanakan pekerjaan, tidak hanya berkaitan dengan pekerjaan tersebut,
mungkin saja berhubungan dengan tema-tema lain, seperti masalah kehidupan rumah
tangga serta masalah kesehatan. Pada waktu interaksi tersebut membahas mengenai
penyakit hipertensi, maka secara tidak disadari pengetahuan seseorang tentang
penyakit tersebut meningkat.14

2.4.3 Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan


Semakin tinggi pengetahuan seseorang maka akan semakin luas wawasan yang
dimilikinya. Rendahnya tingkat pendidikan seseorang akan menyebabkan kurangnya
informasi kesehatan yang dia dapatkan, sehingga menyebabkan pengetahuan tentang
kesehatan juga kurang. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kuper dkk ditemukan bahwa
terdapat perbedaan yang bermakna terutama dalam tingkat pendidikan untuk terjadinya risiko
stroke. Hasil ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Yuliana dkk, bahwa terdapat pengaruh
antara sebelum dan setelah pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan hipertensi.46

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arif Tirtana tentang Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Terhadap Pengetahuan Hipertensi Pada Lansia di Kecamatan Tegal Rejo pada
tahun 2010, didapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan hipertensi pada lansia sebelum
dilakukan pendidikan kesehatan pada kategori sedang yaitu sebanyak 13 (40,6 %) dan pada
kategori tinggi yaitu sebanyak 19 orang (59,4%). Tingkat pengetahuan hipertensi lansia
setelah dilakukan pendidikan kesehatan pada kategori sedang menurun yaitu sebanyak 7
(21,9%) dan pada kategori tinggi yaitu sebanyak 25 orang (78,1%). Dari hasil tersebut

26
menunjukkan terjadi perubahan pengetahuan yang signifikan pada tingkat pengetahuan
lansia.Hasil dari uji t-test didapatkan t hitung sebesar -2,531 dengan nilai signifikasi 0,017.
Hasil ini menunjukkan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan
hipertensi pada lansia hipertensi di RW 04 Tegal Rejo Kelurahan Tegal Rejo tahun 2011.37
Menurut hasil penelitian Febrian juga menunjukkan bahwa pengetahuan responden
tentang hipertensi di Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang dalam
kategori rendah sebanyak 24 orang (34,8%). Pengetahuan mereka yang rendah
tentanghipertensi disebabkan faktor pekerjaan.Secara garis besar pekerjaan dari warga Desa
Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang dapat dibagi menjadi
tigagolongan yaitu petani, swasta dan wiraswasta. Responden yang bekerja sebagai
petanisebanyak 25 orang (36,2%), yang bekerjasebagai swasta sebanyak 23 orang (33,3%)
danyang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 21orang (30,4%). Hal tersebut
menunjukkansebagian besar responden bekerja sebagaipetani.sebagai seorang petani
ataupunpekerja swasta penduduk desa tidakmempunyai banyak waktu untuk
menggaliinformasi termasuk yang berkaitan dengan hipertensi. Hal tersebut dikarenakan
sebagiseorang petani mereka hanya berinteraksidengan alam tidak dengan sesama
manusiasehingga tidak dapat bertukarinformasi. Mereka mengetahui tentang hipertensi
ketikamelakukan pemeriksaan kesehatan ataumengantar keluarga yang menderita
penyakittersebut. Kondisi tersebut yang menyebabkan pengetahuan mereka tentang
pencegahanprimer pada penyakit hipertensi rendah. Pekerjaan merupakan faktor
yangmempengaruhi pengetahuan. Ditinjau darijenis pekerjaan yang sering berinteraksidengan
orang lain lebih banyakpengetahuannya bila dibandingkan denganorang tanpa ada interaksi
dengan orang lain.28
2.5 Sikap
2.5.1 Definisi Sikap
Sikap merupakan reaksi suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup.Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap
stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial.45
Untukmengetahui apakah sifat responden digambarkanmelalui perilaku, diperlukan
observasi secara langsung selama beberapa waktu, selain melalui kuesioner, sehingga tingkat
pengetahuan tidak berkorelasi langsung dengan angka kejadian hipertensi.31

27
2.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Sikap
Antarafaktor-faktor yang mempengaruhi sikap adalah:45
a) Pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi dapat menjadi dasar pembentukan sikap apabila


pengalaman tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih mudah
terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan
faktor emosional.

b) Pengaruh orang lain

Individu pada umumnya cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau
searah dengan sikap seseorang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain
dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap
penting tersebut.

c) Kebudayaan
Kebudayaan dapat memberi corak pengalaman individu. Sebagai akibatnya,
tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap
berbagai masalah.

d) Media massa

Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya,
berita yang seharusnya faktual disampaikan secara objektif berpengaruh terhadap
sikap konsumennya.

e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat
menentukan sistem kepercayaan. Tidaklah mengherankan apabila pada gilirannya
konsep tersebut mempengaruhi sikap.

f) Faktor emosional

28
Bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi
sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

Menurut penelitian Lalu Febrian, sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses
pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan. Sikap yang diperoleh dari pengalaman akan
menimbulkan pengaruh langsung terhadap perilaku. Pengaruh langsung tersebut akan
direalisasikan apabila kondisi dan situasi memungkinkan. Apabila individu berada dalam
situasi yang betul-betul bebas dari berbagai bentuk tekanan atau hambatan yang mengganggu
ekspresi sikapnya maka dapat diharapkan bahwa bentuk-bentuk perilaku yang tampak
merupakan ekspresi sikap yang sebenarnya.28

2.5.3 Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Sikap


Sikap dipengaruhi oleh pengetahuan seseorang. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Hernawan dan Siti Arifah, didapatkan hasil sikap kepatuhan responden meningkat pada
tingkat pengetahuan baik dimana dari 22 responden sebagian besar memiliki sikap kepatuhan
baik, yaitu sebanyak 20 orang responden (90,9%) dan cukup hanya 2 responden (9,1%).
Adanya kecenderungan bahwa semakin baik pengetahuan akan diikuti oleh semakin baik
sikap kepatuhan dalam menjalankan diit hipertensi. Hasil pengujian tingkat pengetahuan
klien tentang hipertensi dengan sikap kepatuhan dalam menjalankan diit hipertensi diperoleh
nilai sebesar 7,643 dengan p-value = 0,006. Nilai p=0,006 (0,006 <0,005). Dari hipotesa yang
diajukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan klien tentang
hipertensi dengan sikap kepatuhan dalam menjalankan diit hipertensi di wilayah Puskesmas
Andong Boyolali terbukti.14
Terdapat perbedaan antara sikap sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan
yakni ada peningkatan nilai ratarata sikap dari 3,49 menjadi 9,90. Perbedaan sikap sebelum
dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tersebut ternyata signifikan setelah uji Wilcoxon
menunjukkan nilai p sebesar 0,000 (p< 0,05).39
Mekanisme adanya perbedaan pengetahuan dan sikap secara bermakna ini disebabkan
adanya faktor informasi dan komunikasi yang mempengaruhi pembentukan pengetahuan dan
sikap.Informasi yang diberikan langsung maupun tidak langsung mempunyai pengaruh dalam
peningkatan pengetahuan, pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru
mengenai sesuatu hal akan memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap
hal tersebut. Ragam pesan subjektif yang dibawa oleh informasi tersebut cukup kuat dan

29
memberikan dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap
tertentu.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Riana dkk, menunjukkan adanya
perubahan pengetahuan dan sikap tentang penyakit hipertensi sebelum dan sesudah diberi
penyuluhan. Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi pengetahuan. Dari hasil penelitian
didapatkan bahwa masih banyak responden penelitian yang berpendidikan SD. Rendahnya
tingkat pendidikan diikuti pula oleh penurunan derajat kesehatan seseorang, dikarenakan
pengetahuan yang cukup untuk seseorang melakukan pencegahan terhadap penyakit
Hipertensi. Berdasarkan penelitian terhadap pekerjaan, hipertensi paling banyak dijumpai
pada responden yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga (IRT). Semakin ringan pekerjaan
maka aktivitasnya pun berkurang, sehingga meningkatkan kejadian hipertensi pada IRT.41

2.6 Perilaku
2.6.1 Definisi Perilaku
Menurut Lewit seperti yang dikutip oleh Notoadmojo, perilaku merupakan hasil
pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan tindakan sehingga diperoleh keadaan seimbang antara kekuatan
pendorong dan kekuatan penahan. Perilaku seseorang dapat berubah jika terjadi
ketidakseimbangan antara kedua kekuatan dalam diri seseorang. 45
Menurut Lalu Febrian bahwa perilaku erat hubungannya dengan kesehatan, dimana
tingkat kesehatan, keselamatan, serta kehidupan seseorang banyak ditentukan oleh faktor
perilaku. Perilaku mempunyai andil nomer dua setelah lingkungan terhadap status kesehatan.
Perilaku pencegahan hipertensi adalah salah satu bagian penting yang harus diperhatikan
dengan menjauhi kebiasaan yang kurang baik seperti minum kopi, merokok, olahraga tidak
teratur, minum alkohol dan makan makanan yangmengandung lemak.28,45

2.6.2 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku


Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setalah faktor lingkungan yang
mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat. Oleh sebab itu, untuk
membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya yang ditujukan
kepada faktor perilaku sangat penting dan strategis, mengingat pengaruh yang
ditimbulkannya. Berdasarkan berbagai hasil literatur dan penelitian, ditemukan bahwa
perilaku masyarakat sangat erat kaitannya dengan upaya peningkatan pengetahuan
masyarakat yang terbentuk melalui kegiatan pendidikan kesehatan.

30
Menurut Purwanto, salah satu faktor yang berpengaruh pada perilaku kesehatan
adalah tingkat pendidikan. Hasil pendidikan ikut membentuk pola berpikir, pola persepsi dan
sikap pengambilan keputusan seseorang. Pendidikan seseorang yang meningkat mengajarkan
individu mengambil keputusan yang terbaik untuk dirinya. Namun tingkat pendidikan yang
rendah tidak selamanya akan menghambat seseorang untuk belajar dari media lain, seperti
televisi, koran, majalah, radio dan pengalaman-pengalaman orang lain yang dijadikan
reverensi bagi dirinya. Keadaan ini tercermin pada responden penelitian dimana tingkat
pendidikan mayoritas rendah, namun responden memiliki pengetahuan dalam hipertensi
dalam kategori baik.14
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan seharusnya dimiliki oleh pasien karena pasien
adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap terkontrolnya tekanan darah.
Berdasarkan konsep tersebut, factor pengetahuan tentang hipertensi kemungkinan
mempunyai hubungan dengan terkontrolnya tekanan darah. Seorang perawat diharapkan
dapat membantu berperan serta memberikan informasi dan mengawasi penderita hipertensi
untuk mengatasi masalah kesehatan dimasyarakat.41
Selain itu faktor yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku seseorang adalah
gaya hidup. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang didunia yang diekspresikan dalam
aktifitas, minat dan opininya. Banyak penyakit akibat gaya hidup yang berhubungan erat
dengan kebiasaan hidup yang salah sedangkan untuk mencapai kondisi fisik dan psikis tetap
prima dibutuhkan serangkaian kebiasaan maupun gaya hidup yang sehat. Gaya hidup
berpengaruh pada bentuk perilaku atau kebiasaan seseorang dalam merespon kesehatan fisik
dan psikis, lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi. Gaya hidupsehat dilakukan dengan
tujuan agar hidup lebih panjang dan menghindari berbagai macam penyakit. Gaya hidup
sehat merupakan suatu perilaku kesehatan yang merupakan suatu respon seseorang terhadap
rangsangan dari luar untuk menjaga kesehatan secara utuh. Perilaku dibentuk oleh tiga aspek
penting, yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan tiap individu.41,47
Faktor berikutnya yang mempengaruhi perilaku adalah dukungan keluarga. Menurut
penelitian Edy, dari hasil analisis hubungan antara dukungan keluarga terhadap lanjut usia
yang menderitapenyakit hipertensi dengan praktik lanjut usia hipertensi dalam
mengendalikan kesehatannyadiperoleh bahwa ada sebanyak 18 ( 52,9 %) responden yang
mempunyai dukungan keluargakurang melakukan praktik mengendalikan kesehatannya
dengan baik. Sedangkan respondenyang mempunyai dukungan keluarga baik ada 179 (71,3
%) yang melakukan praktikmengendalikan kesehatannya dengan baik, dan bahwa ada

31
sebanyak 16 ( 47,1 %) respondenyang mempunyai dukungan keluarga kurang melakukan
praktik mengendalikan kesehatannyakurang baik. Sedangkan responden yang mempunyai
dukungan keluarga baik ada 72 (28,7%)yang melakukan praktik mengendalikan
kesehatannya kurang baik.Hasil uji statistik dengan uii chi square diperoleh nilai p : 0,048
dengan tingkat kesalahan5 % maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara dukungan
keluarga terhadaplanjut usia yang menderita penyakit hipertensi dengan praktik lanlut usia
hipertensi dalammengendalikan kesehatannya.48

2.6.3 Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perilaku


Perilaku masyarakat sangat erat sekali kaitannya dengan pengetahuan masyarakat
yang bisa didapatkan melalui kegiatan pendidikan kesehatan. Tanpa pengetahuan yang baik
maka seseorang akan sulit merubah perilaku mereka sebagai upaya pencegahan suatu
penyakit. Pendidikan kesehatan sangat efektif dalam memengaruhi perilaku seseorang,
karena didasarkan pada psikologi sosial, komunikasi massa, dan pemasaran untuk
mengembangkan dan menyampaikan materi dan pesan pencegahan agar terhindar dari
penyakit.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati dan Wiwiek Widiatie, hasil
didapatkan adanya pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet pada pasien
hipertensi. Kepatuhan adalah suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati ke
perilaku yang mentaati peraturan. Menurut Sacket dalam Niven (2000) kepatuhan adalah
sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional
kesehatan. Hasil dari penelitian Kurnawati diketahui dari 30 responden, sebagian besar 24
responden (80%) kepatuhan dietnya adalah patuh, 6 responden (20 %) kepatuhan dietnya
adalah cukup patuh. Sesuai dengan uji analisis Wilcoxon didapatkan hasil p = 0,000 yang
berarti ada pengaruh signifikan dari pemberian pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet
pada penderita hipertensi.49
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mohamad Budi dan Prima Dewi, dari 25
responden yang sebagian besar sebelum dilakukan penyuluhan berperilaku kurang baik dalam
melaksanakan pengobatan non farmakologi hipertensi yaitu sebanyak 17 responden (68%),
setelah dilakukan penyuluhan menjadi tidak satupun responden (0%) yang berperilaku kurang
baik dalam melaksanakan pengobatan non farmakologi hipertensi. Sebelum dilakukan
penyuluhan hampir setengahnya berperilaku cukup dalam melaksanakan pengobatan non
farmakologi hipertensi yaitu sebanyak 8 responden (32%), setelah dilakukan penyuluhan
menjadi 21 responden (84%).Setelah dilakukan analisa dari hasil penelitian di dapatkan hasil

32
ada pengaruh penyuluhan kesehatan tentang pengobatan non farmakologi terhadap perilaku
penderita hipertensi dalam melaksanakan pengobatan non farmakologi di Puskesmas
Sampung Kabupaten Ponorogo. Dengan menggunakan uji statistik wilcoxon ditemukan nilai
p value = 0.000.50
Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuli Indah Saputri yang
menyatakan bahwa terdapat tidak ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap lansia di Desa
Wironanggan Kecamatan Gatak Sukoharjo. Sebelum dilakukan pendidikan kesehatan, jumlah
responden yang kepatuhannya baik adalah 12 orang (36,4 %) dan yang kepatuhannya buruk
adalah sejumlah 21 orang (63,6%). Distribusi responden yang kepatuhannya baik adalah
sejumlah 19 orang (57,6 %) dan yang kepatuhannya buruk adalah sejumlah 14 orang (42,4%)
setelah dilakukan pendidikan kesehatan. Berdasarkan hasil uji statistic dengan uji Paired
Samples Test diperoleh nilai t-test = - 0.774, p= 0.445 (p>0,05), dengan keputusan H 0
diterima artinya tidak terdapat perbedaan rata-rata kepatuhan diet hipertensi antara pre test
dan post test.10

2.7 Kerangka Teori

Pengaruh Umur
Faktor Media
emosional massa orang lain
33
Pengalaman Pendidikan

Sikap

Agama Informasi

Budaya
Penyuluhan Hipertensi Pengetahuan

Pekerjaan

Faktor Perilaku
risiko, gejala Gaya
klinis hidup

Dukungan keluarga

Pencegahan dan
Penatalaksanaan
hipertensi

2.8 Kerangka Konsep

Pengetahuan

34
Penyuluhan Kesehatan
Sikap
terhadap Lansia
tentang Hipertensi

Perilaku

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

35
3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan quassy


eksperimental dengan rancangan one group pretest-posttest design. Dalam desain
penelitian ini, sampel akan diberi pretest terlebih dahulu, setelah itu diberi perlakuan
dalam hal ini yaitu pendidikan kesehatan, dan setelah perlakuan akan diberi posttest.
Pengetahuan dan perilaku pencegahan diukur sebelum dan sesudah dilakukan
penyuluhan kesehatan pada pasien usia lanjut di Puskesmas kelurahan Grogol 3
periode September 2017. Dengan rancangan sebagai berikut;

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kelurahan Grogol 3, Kecamatan Grogol
Petamburan, tanggal 11 September 2017 sampai dengan 22 September 2017.

3.3 Populasi

3.3.1. Populasi target: Semua warga lanjut usia di Wilayah Kerja Puskesmas
Kelurahan Grogol 3
3.3.2. Populasi terjangkau: Warga lanjut usia yang datang saat penyuluhan di
Posyandu Lansia RW 09 Wilayah Kerja Puskesmas
Kelurahan Grogol 3
3.1. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.4.1 Kriteria Inklusi:
- Pasien usia lanjut di Posyandu Lansia RW 09 Wilayah Kerja Puskesmas
Kelurahan Grogol 3 pada bulan September 2017
- Pasien bersedia mengikuti penyuluhan
3.4.2 Kriteria Eksklusi:
- Pasien yang tidak mengisi lembar kuesioner pre test post test secara
keseluruhan
3.5. Sampel

3.5.1. Besar sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang ingin diteliti. Penelitian dilakukan
terhadap semua warga lanjut usia yang mengikuti penyuluhan kesehatan di Posyandu

36
Lansia RW 09 Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Grogol 3 pada tanggal
September 2017. Besar sampel ditentukan melalui rumus seperti di bawah.51,52

Keterangan:
N1 : Besar sampel minimal
N2 : Jumlah sampel ditambah substitusi 10% (substitusi adalah persen
responden yang mungkin keluar atau drop out)
Z : Nilai konversi pada table kurva normal, dengan nilai = 5%
Didapatkan Z pada kurva normal = 1.96
Z : Nilai konversi pada table kurva normal, dengan nilai = 20%
Didapatkan Z pada kurva normal = 0,84
p : Proporsi variabel yang ingin diteliti
p1 : Proporsi kelompok studi
p2 : Proporsi kelompok kontrol
f : estimasinon response sample

Tabel 3.1 Perhitungan Sampling untukBeberapaVariabel

Tahun Minimal Sampling


Proporsi
Variabel Peneliti dan SetelahPembuatan
(%)
TempatPenelitian (N1)
Pengetahuan Sumantri 2014, Yogyakarta 0,42 7,37
Sikap Sumantri 2014, Yogyakarta 0,69 10,69
Perilaku Prabawati 2014, Surakarta 0,47 24.41

Untuk menjaga kemungkinan adanya subjek penelitian yang drop out, maka dihitung:

37
N2 = N1 + (10% xN1)
= 24,41+ (0,1 x 24,41)
= 24,41 + 2,44
= 26,85 Dibulatkan menjadi 27 subjek penelitian.
Jadi, jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 27 orang.

3.5.2. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan metode non probability


sampling dengan cara purposive sampling pada pasien di Posyandu Lansia RW 09
Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Grogol 3 usia lanjut pada bulan September 2017
yaitu mengambil sampel dengan subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi
dan eksklusi peneliti sendiri berdasarkan tujuan penelitian

3.6. Metode Pengumpulan Data

3.6.1. Sumber Data


Sumber data ini terdiri dari data primer yang diperoleh peneliti dengan
menggunakan kuesioner yang diberikan dua kali, berupa pretest dan posttest
penyuluhan di Posyandu Lansia RW 09 Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Grogol
3.
3.6.2. Instrumen Penelitian

Alat dan bahan yang diperlukan: kuesioner, KTP.

3.7. Variabel

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau
kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel dalam penelitian ini yaitu:

3.7.1. Variabel Independen

Variabel independen pada penelitian ini adalah penyuluhan kesehatan mengenai


hipertensi.
3.7.2. Variabel Dependen

38
Variabel dependen pada penelitian ini adalah perbedaan pengetahuan, sikap dan
perilaku lansia terhadap hipertensi.

3.8. Cara Kerja

1. Mengumpulkan bahan ilmiah dan merencanakan desain penelitian.


2. Menentukan jumlah sampel minimal 27 Lansia
3. Membuat kuesioner sebagai instrument pengumpulan data.
4. Menghubungi kepala Puskesmas Kelurahan Grogol 3 untuk meminta izin
dilakukannya penelitian.
5. Menghubungi kepala RW 09 Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Grogol 3 untuk
meminta ijin dilakukan penyuluhan di posyandu lansia.
6. Mengadakan penyuluhan di Posyandu Lansia RW 09 Wilayah Kerja Puskesmas
Kelurahan Grogol 3.
7. Melakukan pengumpulan data yang bersumber dari pengisian kuesioner oleh lansia
di Posyandu Lansia RW 09 Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Grogol 3 pada
bulan September 2017.
8. Melakukan coding dan tabulasi terhadap data primer yang sudah dikumpulkan dari
Posyandu Lansia RW 09 Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Grogol 3 pada bulan
September.
9. Melakukan pengolahan, pengelompokan, penyajian, analisis, dan intepretasi data
dengan program Computer Statistical Program for Social Science Version 16.0
(SPSS).
10. Penulisan laporan penelitian.
11. Pelaporan penelitian.

3.9. Sumber Data

Sumber data terdiri dari data primer yang diambil dengan pengisian kuesioner, wawancara
responden di Posyandu Lansia RW 09 Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Grogol 3 pada
September 2017.

3.10. Definisi Operasional


Berikut adalah definisi operasional dari berbagai variabel yang akan diteliti.

3.10.1 Penyuluhan Kesehatan

Definisi : Penyuluhan merupakan suatu upaya yang direncanakan untuk


menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga tidak saja sadar, tahu dan mengerti,

39
tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang diharapkan agar lebih memahami
tentang penyakit hipertensi tersebut dan dapat merubah pola hidupnya demi tercapainya
hidup sehat.38
Alat Ukur : Form kuesioner setelah penyuluhan
Cara Ukur : Mengisi kuesioner
Hasil Ukur : Lansia mengetahui tentang pengetahuan sikap dan perilaku
terhadap hipertensi
Skala Ukur : Kategorik-Ordinal

3.10.2 Pengetahuan

Definisi : Penilaian pengetahuan lansia mengenai hipertensi yang meliputi


definisi, gejala, faktor risiko, komplikasi, penanganan dan pencegahan yang dinilai sebelum
dan sesudah penyuluhan kesehatan.

Alat Ukur : Metode kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan

Cara ukur : Mengisi kuesioner


Hasil ukur :
1. Berapakah nilai normal tekanan darah pada orang dewasa?

a) 120/80 mmHg (5)

b) 140/90 mmHg (3)

c) 150/90 mmHg (2)

d) 160/100 mmHg (1)

e) 90/50 mmHg (4)

2. Apa saja faktor risiko darah tinggi? (Boleh pilih lebih dari satu)

a) Berat badan berlebih Skor Jumlah yang dijawab

b) Keturunan 5 6

4 5
c) Istirahat cukup
3 4

2 2-3
40
1 1
d) Usia

e) Makan sayur dan buah

f) Merokok

g) Sering minum alkohol

h) Makan makanan yang mengandung kolestrol

i) Diabetes

3. Apa yang menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi? (Boleh pilih lebih dari satu)

a) Makan makanan asin Skor Jumlah yang dijawab

b) Stress 5 5

4 4
c) Kurang olahraga
3 3
d) Kurang minum air putih
2 2
e) Makan kacang kacangan 1 1

f) Makan makanan yang mengandung mecin

g) Makan makanan yang mengandung kolestrol

4. Minuman apa yang bisa menyebabkan tensi meningkat? (Boleh pilih lebih dari satu)

a) Kopi
Skor Jumlah yang dijawab
b) Jus buah durian 5 6

c) Susu 4 5

3 4
d) Minuman bersoda
2 3
e) Teh kental
1 1-2
f) Bir

g) Alkohol

41
h) Teh hijau

5. Apa saja komplikasi dari hipertensi? (Boleh pilih Skor Jumlah yang dijawab
lebih dari satu) 5 4

a) Stroke 4 3

3 2
b) Diabetes
2 1
c) Penyakit jantung koroner
1 0
d) Kebutaan

e) Gagal ginjal

6. Berapa kali minimal orang yang menderita darah tinggi cek tensinya?

a) 3 x/ minggu (2)

b) 1x/ bulan (5)

c) Setiap hari (1)

d) 1x/minggu (3)

e) 2x/minggu (4)

7. Makanan apa saja yang dapat menyebabkan darah tinggi? (boleh pilih lebih dari satu)

a). makan yang mengandung penyedap rasa


Skor Jumlah yang dijawab
b) makan sayur bayam 5 7

c) makan gulai kambing 4 6

3 4-5
d) makan tahu dan tempe goreng
2 2-3
e) kuning telur
1 1

f) makan buah durian

g) makan jeroan

42
h) makan jagung rebus

i) kulit ayam

8. Makanan apa saja yang di badan akan menjadi kolestrol ?


Skor Jumlah yang dijawab
a). gorengan
5 10
b). kuning telur 4 8-9

c). jeroan 3 6-7

2 4-5
d). santan
1 <=3
e). daging kambing

f) makanan yang banyak mengandung tepung

g) minyak goreng

h) udang,cumi

i) kulit ayam

j) margarin

k) keju

9. Olahraga apa yang tidak boleh dilakukan jika tensi tinggi sekali?(boleh pilih lebih dari
satu)
Skor Jumlah yang dijawab

a) Bulu tangkis 5 5

4 4
b) Sepak bola
3 3
c) Jalan kaki
2 2
d) Naik speda 1 1

e) Bola basket

10. Kapan orang darah tinggi harus minum obat?

a) Seumur hidup (5)

43
b) Bila ada keluhan pusing (2)

c) Bila disuruh oleh dokter (1)

d) Hanya bila tensi tinggi saja (3)

e) Sampai obat dari dokter habis(4)

Penilaian :
Skor maksimum 10x5= 50
Skor minimum 10x1= 10
Interval = 50-10= 40

Pengetahuan tinggi = (80/100 x 40) + 10 = 42-50

Pengetahuan cukup = (60/100 x 40) + 10 = 34-41

Pengetahuan rendah = 10-33

Penilaian pengetahuan dibagi sesuai skor yang ditetapkan, maka:

Pengetahuan yang tinggi apabila didapatkan skor : 42-50

Pengetahuan yang cukup apabila didapatkan skor : 34-41

Pengetahuan yang rendah apabila didapatkan skor : 10-33

Kode: Kurang = (1)

Cukup = (2)

Tinggi = (3)

Skala Ukur :Kategorik Ordinal

3.10.3 Sikap

Definisi : Respon tertutup lansia penderita hipertensi terhadap stimulus atau objek, baik
yang bersifat intern maupun ekstern, sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat,

44
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dulu. Pertanyaan sikap terdiri dari 10 pertanyaan yang
dinyatakan dalam skala Likert.

Alat ukur : Metode kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan

Cara ukur : Mengisi kuesioner

Hasil ukur :

No Pertanyaan SS S KS TS STS

1 Penderita tekanan darah tinggi boleh melakukan 1 2 3 4 5


olahraga berat seperti bulu tangkis, sepak bola.

Mengurangi makanan yang mengandung lemak


2 5 4 3 2 1
seperti gorengan, dan makanan yang bersantan
perlu dilakukan oleh penderita hipertensi.

3 Penderita darah tinggi tidak perlu melakukan 1 2 3 4 5


pemeriksaan rutin ke puskesmas.

Penderita darah tinggi harus minum obat seumur


4 5 4 3 2 1
hidup.

Penderita darah tinggi boleh sering makan kuning


5 telur dan makan makanan yang mengandung 1 2 3 4 5
mecin/penyedap rasa.

Sebaiknya orang darah tinggi tidak minum obat


6 1 2 3 4 5
rutin karena dapat menyebabkan penyakit ginjal
7 1 2 3 4 5
Orang yang kurus tidak perlu mengecek kadar
kolestrol.

8 Orang darah tinggi hanya kontrol ke dokter bila ada 1 2 3 4 5


keluhan

Orang darah tinggi tidak perlu minum obat darah


9 1 2 3 4 5
tinggi, tetapi hanya perlu minum obat tradisional

Penderita darah tinggi yang sudah minum obat

45
10 tidak perlu mengurangi makan makanan yang 1 2 3 4 5
mengandung mecin, kolestrol, gula.

Penilaian :
Skor maksimum 10x5= 50
Skor minimum 10x1= 10
Interval = 50-10= 40

Sikap baik = (75/100 x 40) + 10 = 40-50

Sikap buruk = 10-39

Penilaian sikap dibagi sesuai skor yang ditetapkan, maka:

Sikap baik apabila didapatkan skor : 40-50

Sikap buruk apabila didapatkan skor : 10-39

Kode: Buruk = (1)

Baik = (2)

Skala ukur : Kategori-Ordinal

3.10.4 Perilaku

Definisi : Penilaian perilaku lansia sehari-hari seperti pola makan, aktivitas olahraga
dan periksa rutin yang didapatkan dari 8 pertanyaan

Alat ukur : Form kuesioner

Cara ukur : Mengisi kuesioner


Hasil ukur:

46
1. Apa yang saya sebaiknya lakukan untuk mencegah tekanan darah tinggi? (boleh pilih
lebih dari 1)
a) Mengurangi makanan dari tepung Skor Jumlah yang dijawab
b) Mengurangi makanan yang mengandung gula
c) Berolahraga berat 5 7
d) Hindari merokok
4 6
e) Hindari asap rokok
f) Mengontrol stress 3 5
g) Minum kopi
h) Menghindari kenaikan berat badan 2 3-4
i) Menghindari lingkar perut lebih besar dari
1 1-2
lingkar pinggang

2. Jenis makanan apa yang harus saya hindari agar tekanan darah tetap stabil? (boleh
pilih lebih dari 1)
a) Buah dan sayuran
b) Daging kambing Skor Jumlah yang dijawab
c) Jeroan 5 8
d) Kuning telur
e) Gorengan 4 7
f) Kulit ayam
g) Santan 3 5-6
h) Mentega
i) Keju 2 3-4
3. Dalam setahun terakhir ini, berapa kali anda cek 1 1-2
kadar kolestrol?

a) Setiap bulan (3)

b) 3X dalam setahun (4)

c) Tiap 3X sebulan (2)

d) 1 kali dalam setahun (5)

e) Setiap ada gejala seperti tengkuk terasa nyeri (1)

4.Apa yang sebaiknya dilakukan untuk mengontrol agar kadar kolestrol agar tidak tinggi?

a) menghindari makanan yang menggandung zat tepung (3)

b) menghindari lingkar perut lebih besar dari lingkar panggul (5)

47
c) mengkonsumsi makanan yang mengandung omega 3 (4)

d) kontrol rutin tekanan darah dan berat badan (2)

e) minum obat anti kolestrol saja (1)

5. Dalam setahun terakhir ini, berapa kali anda kontrol tensi?

a) Tidak pernah (1)

b) Setiap bulan (5)

c) Setiap ada keluhan pusing (2)

d) 3X dalam setahun (4)

e) 3X dalam satu minggu (3)

6. Apakah anda minum obat darah tinggi bila menderita tekanan darah tinggi?

a) ya, setiap hari (5)

b) tidak minum sama sekali (1)

c) ya, bila ada keluhan (pusing, sakit kepala) (3)

d) tidak perlu minum obat, hanya atur pola makan saja (2)

e) ya, minum obat teratur sehabis kontrol sampai obat habis (4)

Penilaian :
Skor maksimum 6x5= 30
Skor minimum 6x1= 6
Interval = 30-6= 24

Perilaku baik = (80/100 x 24) + 6 = 25-30

Perilaku tidak baik = 6-24

Penilaian perilaku dibagi sesuai skor yang ditetapkan, maka:

Kode: Buruk = (1)

Baik = (2)

48
Skala Ukur :Kategorik - Ordinal

3.11. Data

3.11.1. Pengolahan Data

Terdapat beberapa langkah pengolahan data berupa pemberian kode (coding)


dan tabulasi. Selanjutnya dimasukkan dan diolah dengan menggunakan program
komputer, yaitu program SPSS v. 16.0.

3.11.2. Pengelompokan Data

Setelah dilakukan pengolahan data, hasil data tersebut dikelompokan


berdasarkan kelompok-kelompok data.

3.11.3. Penyajian Data

Data yang didapat disajikan secara tekstular dan tabular.

3.11.4. Analisis Data

Terdapat dua cara analisis data yang digunakan yaitu analisis univariat dengan
distribusi frekuensi dari variabel tergantung dan setiap variabel bebas, dan analisis
bivariat dengan uji paired t test dan uji Wilcoxon signed rank test.

3.11.5. Intepretasi Data

Data diintepretasi secara analitik antar variabel-variabel yang telah ditentukan.

3.11.6. Pelaporan Data

Data disusun dalam bentuk laporan penelitian dan selanjutnya dipresentasikan


dalam forum pendidikan Ilmu Kesehatan Masyarakat di depan staf pengajar Program
Studi Pendidikan Dokter (PSPD) Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana (FK UKRIDA).

49
BAB IV

HASIL PENELITIAN

Proses pengumpulan data yang dilakukan pada bulan September 2017 didapatkan
sampel sebanyak 42 orang lansia yang menhiluti penyuluhan tentang hipertensi di Wilayah
Kerja Puskesmas Kelurahan Grogol 3, Jakarta Barat. Berikut ini adalah hasil penelitian yang
disajikan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4.1. Sebaran Lansia berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Pendidikan dan
Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Grogol 3, Jakarta Barat Periode
September 2017

Variabel Frekuensi Persentase (%)


Jenis Kelamin
Laki Laki 9 21,4
Perempuan 33 78,6
Umur
60-74 tahun 32 76,2
75-90 tahun 10 23,8
Pendidikan
Rendah 36 85,7
Menengah 5 11,9
Tinggi 1 2,4
Pekerjaan
Ibu Rumah Tangga 26 61,9

50
Wiraswasta 8 19,0
Pensiun 8 19,0

Tabel 4.2. Sebaran Lansia berdasarkan Tingkat Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Diberikan
Penyuluhan Hipertensi

Pre Test Post Test


Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase (%) Frekuensi (n) Persentase (%)
Baik 0 0 21 50
Cukup 9 21,4 16 38,1
Kurang 33 78,6 5 11,9
Total 42 100 42 100

Tabel 4.3. Sebaran Lansia berdasarkan Sikap Sebelum dan Sesudah Diberikan Penyuluhan Hipertensi

Pre Test Post Test


Sikap Frekuensi (n) Persentase (%) Frekuensi (n) Persentase (%)
Baik 3 7,1 30 71,4
Buruk 39 92,9 12 28,6
Total 42 100 42 100

Tabel 4.5. Sebaran Lansia berdasarkan Perilaku Sebelum dan Sesudah Diberikan Penyuluhan
Hipertensi

Pre Test Post Test


Perilaku Frekuensi (n) Persentase (%) Frekuensi (n) Persentase (%)
Baik 4 9,5 31 73,8
Buruk 38 90,5 11 26,2
Total 42 100 42 100

51
Tabel 4.6. Uji Statistik Perbedaan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Penyuluhan
Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Grogol 3, Jakarta
Barat Periode September 2017

Pengetahuan (Post test) Total p Uji Ho


value Satistik
Pengetahuan Tinggi Cukup Kurang
(n) (%) (n) (%) (n) (%) (n) (%)
(Pre test) Wilcoxon Gagal
Cukup 7 16,7 2 4,8 0 0,0 9 21,5 0,000 Signed ditolak
Kurang 14 33,3 14 33,3 5 11,9 33 78,5 Rank test
Total 21 50,0 16 38,1 5 11,9 42 100

Tabel 4.7. Uji Statistik Perbedaan Sikap Sebelum dan Sesudah Penyuluhan Hipertensi
pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Grogol 3, Jakarta Barat Periode
September 2017

Sikap (Post Test) Total p value Uji Ho


Statistik
Sikap Baik Buruk
(n) (%) (n) (%) (n) (%)
(Pre Test) Paired t Gagal
Baik 3 7,1 0 0,0 3 7,1 0,000 test ditolak
Buruk 27 64,3 12 28,6 39 92,9
Total 30 71,4 12 28,6 42 100

Tabel 4.8. Uji Statistik Perbedaan Perilaku Sebelum dan Sesudah Penyuluhan
Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Grogol 3, Jakarta
Barat Periode September 2017

52
Perilaku (Post Test) Total p value Uji Ho
Statistik
Perilaku Baik Buruk
(n) (%) (n) (%) (n) (%)
(Pre Test) Wilcoxon Gagal
Baik 4 9,5 0 0,0 4 9,5 0,000 Signed ditolak
Buruk 27 64,3 11 26,2 38 90,5
Total 31 73,8 11 26,2 42 100 Rank test

53
BAB V

PEMBAHASAN

5.1. Analisis Univariat Distribusi Sebaran Lansia berdasarkan Jenis Kelamin,


Umur, Pendidikan dan Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan
Grogol 3, Jakarta BaratPeriode September2017

Berdasarkan tabel penelitian 4.1, didapatkan bahwa jumlah lansia dengan jenis
kelamin laki-laki adalah sebanyak 9 orang dengan persentase 21,4 %. Jumlah
perempuan yang termasuk lanjut usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Grogol
3 yang datang saat penyuluhan hipertensi adalah sebanyak 33 orang dengan
persentase 78,6 %. Dari data ini menunjukkan bahwa lebih banyak jenis kelamin
perempuan berbanding laki-laki.

Berdasarkan tabel penelitian 4.1, didapatkan bahwa lansia yang berusia antara
60-74 tahun adalah sebanyak 32 orang dengan persentase 76,2 % sedangkan orang
lanjut usia yang berumur 75 tahun dan keatas adalah sebanyak 10 orang dengan
persentase 23,8 %. Ini menunjukkan bahwa orang yang lanjut usia (elderly) adalah
lebih banyak berbanding dengan orang yang lanjut usia tua (old) menurut pembagian
WHO.

Berdasarkan tabel penelitian 4.1, didapatkan bahwa tingkat pendidikan rendah


pada orang lanjut usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Grogol 3, Jakarta Barat
adalah sebanyak 36 orang dengan persentase 85,7%. Tingkat pendidikan menengah
pada orang lanjut usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Grogol 3, Jakarta Barat
adalah sebanyak 5 orang dengan persentase 11,9%. Lansia dengan tingkat pendidikan
tinggi adalah sebanyak 1 orang dengan persentase 2,4 %. Dari data ini menunjukkan
bahwa lebih banyak orang lanjut usia dengan tingkat pendidikan rendah berbanding
yang tingkat pendidikan menegah dan tinggi.

Berdasarkan tabel 4.1, didapatkan bahwa jumlah lansia dengan pekerjaanibu


rumah tangga adalah sebanyak 26 orang dengan persentase 61,9 %. Lansia yang
berkerja sebagai wiraswasta adalah sebanyak 8 orang dengan 19,0 %. Lansia dengan
status pekerjaan sebagai pensiunan adalah sebanyak 8 orang dengan persentase 19,0

54
%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat lebih banyak jumlah lansia
yang hadir pada penyuluhan hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan
Grogol 3 yang berkerja sebagai ibu rumah tangga.

5.2. Analisis Univariat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Lansia Sebelum dan
Sesudah Diberikan Penyuluhan Hipertensi
Hasil tingkat pengetahuan menunjukkan bahwa sebanyak 9 orang lansia
dengan persentase 21,4 % berpengetahuan cukup sedangkan lansia yang
berpengetahuan kurang sebelum diberikan penyuluhan tentang hipertensi adalah
sebanyak 33 orang dengan persentase 78,6 %. Kemudian setelah diberikan
penyuluhan hipertensi, jumlah lansia pada kelompok pengetahuan tinggi dan cukup
meningkat menjadi 21 orang (50,0 %) dan 16 orang (38,1%). Sebaliknya, lansia yang
berpengetahuan kurang menurun menjadi 5 orang dengan persentase 11,9 %.
Hasil distribusi nilai sikap saat sebelum penyuluhan tertinggi adalah pada
lanisa yang mempunyai sikap buruk yaitu sebanyak 39 orang dengan persentase 92,9
%, sedangkan lansia yang memiliki sikap baik adalah sebanyak 3 orang dengan
persentase 7,1 %. Setelah diberikan penyuluhan, diperoleh jumlah lansia yang
mempunyai sikap baik adalah sebanyak 30 orang dengan persentase 71,4 %. Jumlah
lansia yang mempunyai sikap buruk setelah diberikan penyuluhan adalah sebanyak 12
orang dengan persentase 28,6 %.
Hasil distribusi nilai perilaku saat sebelum penyuluhan tertinggi adalah pada
lanisa yang mempunyai perilaku buruk yaitu sebanyak 38 orang dengan persentase
90,5 %, sedangkan lansia yang memiliki perilaku baik adalah sebanyak 4 orang
dengan persentase 9,5 %. Setelah diberikan penyuluhan, diperoleh jumlah lansia yang
mempunyai perilaku baik meningkat menjadi 31 orang dengan persentase 73,8 %.
Jumlah lansia yang mempunyai sikap buruk berkurang menjadi 11 orang dengan
persentase 26,2 % setelah diberikan penyuluhan tentang hipertensi.

5.3. Analisis Bivariat Perbedaan Pengetahuan Lansia Sebelum dan Sesudah


Penyuluhan Tentang Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Grogol
3, Jakarta Barat Periode September2017

55
Sebelum dilakukan uji statistik, dilakukan terlebih dahulu uji normalitas untuk
mengetahui sebaran distribusi suatu data apakah normal atau tidak. Uji normalitas
data berupa uji Shapiro Wilk, karena besar sampel dalam penelitian <50. Distribusi
normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk p dan
diasumsikan normal. Jika nilainya di atas 0,05 maka distribusi data dinyatakan
memenuhi asumsi normalitas, dan jika nilainya di bawah 0,05 maka diinterpretasikan
sebagai tidak normal.
Berdasarkan uji normalitas, didapatkan bahwa data sikap sebelum (p = 0,166)
dan sesudah penyuluhan (p = 0,199) adalah normal sehingga uji statistik yang
digunakan adalah uji paired t test. Sedangkan dari hasil uji kenormalan untuk
pengetahuan sebelum (p = 0,008) dan sesudah penyuluhan (p = 0,024) serta perilaku
sebelum (p = 0,025) dan sesudah penyuluhan (p <=0,018), didapatkan p-value kurang
dari 0,05 maka data berdistribusi tidak normal. Sehingga uji statistik yang digunakan
dalam analisis bivariat adalah uji Wilcoxon Signed Rank Test.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Uji Wilcoxon Signed Rank
Test yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara
pengetahuan lansia sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan tentang hipertensi. Hal
ini dapat diketahui dari hasil skor p=0,000 dimana p<0,05 sehingga Ho diterima
bahwa ada perbedaan signifikan antara pengetahuan lansia sebelum dan sesudah
diberikan penyuluhan tetang hipertensi.
Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Purwati dkk
pada tahun 2014, berdasarkan hasil analisis statistik pengaruh penyuluhan kesehatan
terhadap pengetahuan perilaku klien Hipertensi di Puskesmas Bahu Manado dengan
menggunakan Wilcoxon Signed Ranks Test pada tingkat kemaknaan 95 % ( 0,05)
diperoleh bahwa terdapat pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap pengetahuan
perilaku klien Hipertensi. Secara statistik diperoleh nilai r = 0,000 (r<0,05).41
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ainul Mardhiah dkk tentang
Pendidikan Kesehatan Dalam Peningkatan Pengetahuan, Sikap Dan Keterampilan
Keluarga Dengan Hipertensi, didapatkan hasil nilai rata-rata (mean) pengetahuan
responden pretest 46,62 dan posttest 69,86 (0,0001) menunjukkan ada pengaruh
pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan keluarga dengan hipertensi.
Nilai rata-rata (mean) sikap responden pretest 80,16 dan posttest 88,05 (0,0001)
menunjukkan ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap peningkatan sikap
keluarga dengan hipertensi. Nilai rata-rata (mean) keterampilan responden pretest

56
20,72 dan posttest 86,49 (0,0001) menunjukkan ada pengaruh pendidikan kesehatan
terhadap peningkatan keterampilan keluarga dengan hipertensi.10

5.4. Analisis Bivariat Perbedaan Sikap Lansia Sebelum dan Sesudah


Penyuluhan Tentang Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Grogol
3, Jakarta Barat Periode September2017
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Uji Paired T test yang telah
dilakukan, menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara sikap lansia
sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan tentang hipertensi. Hal ini dapat diketahui
dari hasil skor p=0,000 dimana p<0,05 sehingga Ho diterima bahwa ada perbedaan
signifikan antara sikap lansia sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan tetang
hipertensi.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hernawan dan Siti
Arifah, didapatkan hasil sikap kepatuhan responden meningkat pada tingkat
pengetahuan baik dimana dari 22 responden sebagian besar memiliki sikap kepatuhan
baik, yaitu sebanyak 20 orang responden (90,9%) dan cukup hanya 2 responden
(9,1%). Adanya kecenderungan bahwa semakin baik pengetahuan akan diikuti oleh
semakin baik sikap kepatuhan dalam menjalankan diit hipertensi. Hasil pengujian
tingkat pengetahuan klien tentang hipertensi dengan sikap kepatuhan dalam
menjalankan diit hipertensi diperoleh nilai sebesar 7,643 dengan p-value = 0,006.
Nilai p=0,006 (0,006 <0,005). Dari hipotesa yang diajukan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara tingkat pengetahuan klien tentang hipertensi dengan sikap kepatuhan
dalam menjalankan diit hipertensi di wilayah Puskesmas Andong Boyolali terbukti.14
Terdapat perbedaan antara sikap sebelum dan sesudah diberikan pendidikan
kesehatan yakni ada peningkatan nilai ratarata sikap dari 3,49 menjadi 9,90.
Perbedaan sikap sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tersebut
ternyata signifikan setelah uji Wilcoxon menunjukkan nilai p sebesar 0,000 (p<
0,05).39

5.5. Analisis Bivariat Perbedaan Perilaku Lansia Sebelum dan Sesudah


Penyuluhan Tentang Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Grogol
3, Jakarta BaratPeriode September2017

57
Pada penelitian kami menggunakan uji analisis Wilcoxon Signed Rank Test
unutuk menguji perbedaan perilaku sebelum dan sesudah penyuluhan hipertensi pada
lansia. Berdasarkan uji tersebut didapatkan hasil nilai p=0,000 (p<0,05), dimana ada
perbedaan yang signifikan antara pengetahuan lansia sebelum dan sesudah diberikan
penyuluhan tentang hipertensi.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati dan Wiwiek
Widiatie, hasil didapatkan adanya pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan
diet pada pasien hipertensi. Kepatuhan adalah suatu perubahan perilaku dari perilaku
yang tidak mentaati ke perilaku yang mentaati peraturan. Hasil dari penelitian
Kurnawati diketahui dari 30 responden, sebagian besar 24 responden (80%)
kepatuhan dietnya adalah patuh, 6 responden (20 %) kepatuhan dietnya adalah cukup
patuh. Sesuai dengan uji analisis Wilcoxon didapatkan hasil p = 0,000 yang berarti
ada pengaruh signifikan dari pemberian pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet
pada penderita hipertensi.49
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mohamad Budi dan Prima Dewi, dari
25 responden yang sebagian besar sebelum dilakukan penyuluhan berperilaku kurang
baik dalam melaksanakan pengobatan non farmakologi hipertensi yaitu sebanyak 17
responden (68%), setelah dilakukan penyuluhan menjadi tidak satupun responden
(0%) yang berperilaku kurang baik dalam melaksanakan pengobatan non farmakologi
hipertensi. Sebelum dilakukan penyuluhan hampir setengahnya berperilaku cukup
dalam melaksanakan pengobatan non farmakologi hipertensi yaitu sebanyak 8
responden (32%), setelah dilakukan penyuluhan menjadi 21 responden (84%).Setelah
dilakukan analisa dari hasil penelitian di dapatkan hasil ada pengaruh penyuluhan
kesehatan tentang pengobatan non farmakologi terhadap perilaku penderita hipertensi
dalam melaksanakan pengobatan non farmakologi di Puskesmas Sampung Kabupaten
Ponorogo.Dengan menggunakan ujistatistik Wilcoxon ditemukan nilai p value =
0.000.50

BAB VI

PENUTUP

58
6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian mengenai perbedaan pengetahuan sikap dan perilaku terhadap
hipertensi pada lansia sebelum dan sesudah penyuluhan di wilayah kerja Puskesmas
Kelurahan Grogol 3 Jakarta Barat periode September, dari 42 sampel ditemukan:

6.1.1 Adanya perbedaan pengetahuan pada lansia sebelum dan setelah penyuluhan tentang
hipertensi, berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Uji Wilcoxon Signed
Rank Test yang telah dilakukan didapatkan hasil skor p=0,000 dimana p<0,05
sehingga Ho diterima bahwa ada perbedaan signifikan antara pengetahuan lansia
sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan tetang hipertensi.

6.1.2 Adanya perbedaan sikap pada lansia sebelum dan setelah penyuluhan tentang
hipertensi, berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Uji Paired T test yang
telah dilakukan didapatkan hasil skor p=0,000 dimana p<0,05 sehingga Ho diterima
bahwa ada perbedaan signifikan antara sikap lansia sebelum dan sesudah diberikan
penyuluhan tentang hipertensi.

6.1.3 Adanya perbedaan sikap pada lansia sebelum dan setelah penyuluhan tentang
hipertensi, berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Uji Wilcoxon Signed Rank
Test yang telah dilakukan didapatkan hasil skor nilai p=0,000 (p<0,05), dimana ada
perbedaan yang signifikan antara pengetahuan lansia sebelum dan sesudah diberikan
penyuluhan tentang hipertensi.

6.2 Saran

59
Bagi Puskesmas Kelurahan Grogol 3, Jakarta Barat

Untuk para petugas kesehatan di Puskesmas Kelurahan Grogol 3 diharapkan untuk


selalu memberikan penyuluhan pada para pasien tentang bahaya hipertensi dan cara-
cara yang dapat dilakukan untuk mengontrol tekanan darah seperti penyuluhan pola
hidup sehat dan pengaturan diet pola makan untuk penderita hipertensi.
Diharapkan juga dibuat suatu paguyuban hipertensi untuk tempat orang-orang yang
menderita hipertensi saling mendukung untuk sembuh dan dapat diisi dengan
kegiatan-kegiatan positif yaitu pemeriksaan kesehatan, penyuluhan-penyuluhan
kesehatan dan konsultasi kesehatan oleh petugas dari puskesmas tentang diet
hipertensi dan bisa juga diadakan senam sehat setiap minggunya agar kesehatan
pasien hipertensi selalu terjaga.

Bagi Kader Posyandu

Saran untuk pihak posyandu lansia, diharapkan hasil pengabdian ini dapat
ditindaklanjuti dengan terus mengupayakan program penyuluhan kesehatan terutama
masalah penyakit degeneratif untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan lansia.
Diharapkan perlu peningkatan kader posyandu untuk lebih aktif melakukan
kunjungan kepada lansia di rumah-rumah penduduk untuk mengetahui kondisi
kesehatan seperti mengukur tekanan darah dan pengobatan secara gratis kepada lansia
dan tidak terpancang pada kegiatan posyandu lansia saja.
Dan diperlukan kegiatan pemantauan secara rutin dari petugas kesehatan yang bekerja
sama dengan kader-kader untuk selalu mengawasi warga-warga yang menderita sakit
hipertensi agar tidak bertambah parah dan mempunyai semangat untuk selalu kontrol
ke Puskesmas

Bagi Keluarga Lansia


Bagi keluarga, hendaknya keluarga meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan
primer dari penyakit hipertensi sehingga dapat melakukan pencegahan penyakit
hipertensi pada lansia dengan mandiri.

60
Anggota keluarga lansia hendaknya memberikan dukungan keluarga secara penuh
terhadap lansia untuk memberikan asupan gizi sesui diit hipertensi dan pemantauan
lansia agar selalu kontrol rutin dengan cara menemani lansia kontrol dan pengawasan
rutin minum obat hipertensi pada lansia
keluarga sebagai sistem pendukung bagi lansia perlu diberdayakan dengan
mengembangkan program pemberdayaan keluarga sehingga mampu merawat lansia
dengan baik.

Bagi Peneliti selanjutnya


Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengkaji lebih dalam lagi tentang
pengetahuan sikap perilaku terhadap hipertensi pada lansia dalam mengikuti kegiatan
penyuluhan.
Selain itu untuk instrument yang digunakan bukan hanya kuesioner, tapi dengan
wawancara dan observasi langsung

Daftar Pustaka

61
1. Widyasari, D F dan Candrasari, A . Peningkatan Pengetahuan tentang Hipertensi
pada Lansia di Posyandu Lansia Dukuh Gantungan Desa Makamhaji Kartasura
Sukoharjo. FK Universitas Muhammadiyah Surakarta: 2010
2. Zaini A, Ratnawati LY, Ririanty M. Hubungan antara pengetahuan, sikap, dan
tindakan keluarga tentang diet rendah garam dengan konsumsi lansia hipertensi.
Jember: Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa. 2015.
3. Megarani, AM. 2007. Pada 2025, Seperlima Penduduk Indonesia Lansia. www.
4. Agustina S, Sari SM, Savita R. Faktor yang berhubungandenganhipertensipadalansia
di atas 65 tahun. Pekanbaru: JurnalKesehatanKomunitas. 2014 2 (4).hal 180-1
5. Rahajeng E, Tuminah S. Prevalensi hipertensi dan determinannya di Indonesia.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2009. 59 (12): hal 581-2.
6. Mardhiah A, Abdullah A dan Hermansyah. Pendidikan Kesehatan Dalam
Peningkatan Pengetahuan Sikap Dan Ketrampilan Keluarga Dengan
Hipertensi.FKM: Universitas Muhammadiah Banda Aceh. April 2015
7. Krishnan, A, Garg, R, Kahadaliyanage, A 2013, Hypertension in the sounteast
asian region: an overview, Regional Health Forumvol. 17, no.1, hlm.7-14.
8. Depkes, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. http:// www.depkes.go.id/Diunduh pada
bulan September 2017
9. Puskesmas kecamatan Grogol , (2017). Profil kesehatan lansi tahun 2017.
10. Rawasiah AB, Wahiuddin, Rismayanti. Hubungan faktor konsumsi makanan dengan
kejadian hipertensi pada lansia di puskesmas pattingalloang. Makassar: Bagian
Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. 2014. hal 2-3
11. Saputri YI. Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan dan kepatuhan diit
hipertensi pada lanjut usia di desa wironanggan kecamatan gatak sukoharjo.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah. 2014. hal. 5.
12. Arifin MHM, Weta IW, Ratnawati NLKA. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian hipertensi pada kelompok lanjut usia di wilayah kerja upi puskesmas petang
I kabupaten badung tahun 2016. Bali: E-jurnal Medika. 2016. 5 (7) hal 2-3
13. Anggraeni Y. Super Komplit Pengobatan Darah Tinggi. Yogyakarta: Araska;2012.
14. Hernawan, Arifah S. Hubungan tingkat pengetahuan pasien tentang hipertensi dengan
sikap kepatuhan dalam menjalankan diit hipertensi di wilayah puskesmas andong
kabupaten boyolali. Surakarta: Universitas Muhammadiyah. 2009. hal 1
15. Mannan H, Wahiuddin, Rismayanti. Faktor risiko kejadian hipertensi di wilayah kerja
puskesmas bangkala kabupaten jeneponto tahun 2012. Makassar: Universitas
Hasanuddin. 2012. hal 1-2
16. Safar H, Chahwakilian A, Boudali Y, Meignan SD, Safar et al. Arterial stiffness,
isolated systolic hypertension, and cardiovascular risk in the elderly, review paper.
CME: The American Journal of Geriatric Cardiology. 2006; 15(3): pg178-82.

62
17. Vardan, S. & Mookherjee, S. Perspectives on isolated systolic hypertension in elderly
patients. New York: Department of Medicene, Veterans Affairs Medical Center and
Health Science Center. Special Article, Arch Fam Med. 2000; 9(4):319-23.
18. Nuraini B. Risk factors of hypertension. Lampung: Falkutas Kedokteran Universitas
Lampung. 2015. 4 (5) hal. 10-11
19. Kemenkes RI, (2007). Riset kesehatan dasar (riskesdas) tahun 2007.
20. Mateos-Caceres PJ, Zamorano-Le JJ, Rodrguez-Sierra P,CarlosMacaya, Lopez-
Farre AJ. New and old mechanisms associated with hypertension in the elderly.
International Journal of Hypertension. 2012:hlm. 1-10.
21. Setiawan, Zamhir. Karakteristik sosiodemografi sebagai faktor resiko hipertensi studi
ekologi di pulau Jawa tahun 2004 [Tesis]. Jakarta: Program Studi Epidemiologi
Program Pasca Sarjana FKM-UI; 2006.
22. Anggara FBD, Prayitno N. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tekanan darah di
puskesmas telaga murni, cikarang barat tahun 2012. Jakarta: Jurnal Ilmiah
Kedokteran. 2013. 5 (1). hal 21-2
23. Delacroix S, Chokka RG, Worthley SG. Hypertension: pathophysiology and
treatment. J Neurol Neurophysio l[internet]. 2014 [cited 2017 September 12]. 5:250.
Available from: https://www.omicsonline.org
24. Rachman F, Julianti HP, Pramono D. Berbagai faktor yang berhubungan dengan
kejadian hipertensi pada lansia. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. 2011. hal 6
25. Mahmudah S, Maryusman T, Arini FA, Malkan I. Hubungan gaya hidup dan pola
makan dengan kejadian hipertensi pada lansia di kelurahan sawangan baru kota depok
tahun 2015. Jakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Jakarta. 2015. 7 (2). hal 45-9.
26. Susyani, Rotua, M, Suryani, E 2012, Pola konsumsi makanan olahan dan kejadian
hipertensi di rumah sakit umum daerah Prabumulih Tahun 2012, Jurnal Pembagunan
Manusia, vol.7, no.1 April 2013, hlm.11-19.
27. Siringoringo M, Hiswani, Jemadi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi
pada lansia di desa sigaol simbolon kabupaten samosir tahun 2013. Sumatera:
Departemen Epidemiologi FKM USU. 2013. hal 4
28. Putra LFP. Hubungan pengetahuan tentang hipertensi dengan perilaku pencegahan
primer di desa nyatnyono kecamatan ungaran barat. Jawa Tengah: Universitas Ngudi
Waluyo Ungaran. 2013. hal 3-4
29. Dollemore,D. The blood vessels and aging: The Rest of The Journey. In: Aging Hearts
and ArteriesAScientificQuest. U.S. Department of Health and Human Services,
United State. 2005:33-49.

63
30. Muliyati, H, Syam, A, Sirajuddin, S. Hubungan pola konsumsi natrium dan kalium
serta aktifitas fisik dengan kejadian hipertensi pada pasien rawat jalan di RSUP
DR.Wahidin Sudirohusodo Makassar. 2011. Jakarta: Media Gizi Masyarakat
Indonesia. 201. 1(1). hal.46-51.
31. Cekti C, Adiguno SW, Sarah AH, Khoirul A, Mohammad EP et al. Perbandinngan
kejadian dan faktor risiko hipertensi antara rw 18 kelurahan panembahan dan rw 1
kelurahan patehan. Yogyakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat. 2008. 24(2). hal.
169-70
32. Indrawati L, Werdhasari A, Yudi A. Hubungan pola kebiasaan konsumsi makanan
masyarakat miskin dengan kejadian hipertensi di Indonesia. Jakarta: Media Peneliti
dan Pengembangan Kesehatan. 2009 (19 (4). hal 9
33. Maria, G, Puspita, RT, Sulistyowati, Y 2012, Hubungan asupan natrium dan kalium
dengan tekanan darah pada pasien hipertensi di unit Rawat jalan di rumah sakit guido
valadares dili timor leste, hlm.1-15
34. Lewa AF, Pramantara IDP, Rahayujati TB. Faktor-faktor risiko hipertensi sistolik
terisolasi pada lanjut usia. Yogyakarta: Berita Kedokteran Masyrakat. 2010. 26 (4).
hal 173
35. Kotchen TA. Hypertensive vascular disease. In: Longo DL, Kasper DL, Jameson JL,
Fauci AS, Hauser SL et al. Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. Volume
II. United States: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2012. pg 2043-5.
36. Kartikasari AN. Faktor resiko hipertensi pada masyarakat di desa kabongan kidul,
kabupaten rembang. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2012.
hal 38-9.
37. Tirtana A. Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan hipertensi pada
lansia hipertensi di rw 04 tegal rejo kelurahan tegal rejo tahun 2011. Yogyakarta:
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah. 2011. hal 5-6
38. Prabawati YA. Pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode ceramah terhadap
pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga tentang pencegahan stroke di kelurahan
pucangsawit jebres. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah.
2014. hal 2
39. Widyasari DF, Candrasari A. Pengaruh pendidikan tentang hipertensi terhadap
perubahan pengetahuan dan sikap lansia di desa makamhaji kartasura sukoharjo.
Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah. 2010. 2 (2) hal. 28-31.
40. Sumantri A, Widarayti. Pengaruh pendidikan kesehatan hipertensi pada keluarga
terhadap kepatuhan diet rendah garam lansia hipertensi di kecamatan sukolilo
kabupaten pati. Yogyakarta: STIKES Aisyiyah. hal 2.

64
41. Purwati RD. Bidjuni H, Babakal A. Pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap
pengetahuan perilaku klien hipertensi di puskesmas bahu manado. Manado:
Universitas Sam Ratulangi Manado. hal. 3-4
42. Beigi MA, Zibaeenezad MJ, Aghasadeghi K., Aghasadeghi K., Jokar A, et al. The
effect of educational program on hypertension management. International
Cardiovascular Research Journal. 2014. 8(3) pg 94-98
43. Susanti MT, Suryani M, Shobirun. Pengaruh pendidikan kesehatan tentang hipertensi
terhadap pengetahuan dan sikap mengelola hipertensi di puskesmas pandanaran
semarang. Semarang: POLITEKES. 2012. hal 6-8
44. Umah K, Madyastuti L, Rizqiyah Z. Pengaruh pendidkan kesehatan terhadap perilaku
diet rendah garam pada pasien hipertensi. Jawa Timur: Universitas Gresik: 2012. hal
4-5
45. Notoadmodjo S. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: PT Rineka Cipta;
2007. hal 118
46. Kuper H, Adami HO, Theorell T, Weiderpass E. The socioeconomic gradient in the
incidence of stroke: a prospective study in middle-aged women in sweden.
PubMedCen. 2007. 38(1):pg27-33
47. Pratiwi. Pengaruh penyuluhan hipertensi terhadap tingkat pengetahuan pada
penderita hipertensi. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang. 2010.
48. Soesanto E. Analisis faktor faktor yang berhubungan dengan praktik lansia hipertensi
dalam mengendalikan kesehatannya di puskesmas mranggen demak. Semarang:
Universitas Muhammadiyah. 2010. 3(2). hal 100-7
49. Kurniawati, Widiatie W. Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet pada
penderita hipertensi. Jakarta: The Indonesian Journal of Health Science. 2016. 7 (1).
hal. 3-5
50. Setiawan MB, Kusumawati PD. Pengaruh penyuluhan kesehatan tentang pengobatan
non farmakologi terhadap perilaku penderita hipertensi dalam melaksanakan
pengobatan non farmakologi di puskesmas sampung kabupaten ponogoro. Kediri:
STIKes Surya Mitra Husada. 2012. hal 44-7
51. Chandra B. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2008. Hal.49-50
52. Dahlan S. Besar sampel dan cara pengeambilan sampel dalam penelitian kedokteran
dan kesehatan. Edisi: 3. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2010.hal.46

65
Daftar Pustaka

53. Widyasari, D F dan Candrasari, A . Peningkatan Pengetahuan tentang Hipertensi


pada Lansia di Posyandu Lansia Dukuh Gantungan Desa Makamhaji Kartasura
Sukoharjo. FK Universitas Muhammadiyah Surakarta: 2010
54. Zaini A, Ratnawati LY, Ririanty M. Hubungan antara pengetahuan, sikap, dan
tindakan keluarga tentang diet rendah garam dengan konsumsi lansia hipertensi.
Jember: Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa. 2015.
55. Megarani, AM. 2007. Pada 2025, Seperlima Penduduk Indonesia Lansia. www.
56. Agustina S, Sari SM, Savita R. Faktor yang berhubungandenganhipertensipadalansia
di atas 65 tahun. Pekanbaru: JurnalKesehatanKomunitas. 2014 2 (4).hal 180-1
57. Rahajeng E, Tuminah S. Prevalensi hipertensi dan determinannya di Indonesia.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2009. 59 (12): hal 581-2.
58. Mardhiah A, Abdullah A dan Hermansyah. Pendidikan Kesehatan Dalam
Peningkatan Pengetahuan Sikap Dan Ketrampilan Keluarga Dengan
Hipertensi.FKM: Universitas Muhammadiah Banda Aceh. April 2015
59. Krishnan, A, Garg, R, Kahadaliyanage, A 2013, Hypertension in the sounteast
asian region: an overview, Regional Health Forumvol. 17, no.1, hlm.7-14.

66
60. Depkes, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. http:// www.depkes.go.id/Diunduh pada
bulan September 2017
61. Puskesmas kecamatan Grogol , (2017). Profil kesehatan lansi tahun 2017.
62. Rawasiah AB, Wahiuddin, Rismayanti. Hubungan faktor konsumsi makanan dengan
kejadian hipertensi pada lansia di puskesmas pattingalloang. Makassar: Bagian
Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. 2014. hal 2-3
63. Saputri YI. Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan dan kepatuhan diit
hipertensi pada lanjut usia di desa wironanggan kecamatan gatak sukoharjo.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah. 2014. hal. 5.
64. Arifin MHM, Weta IW, Ratnawati NLKA. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian hipertensi pada kelompok lanjut usia di wilayah kerja upi puskesmas petang
I kabupaten badung tahun 2016. Bali: E-jurnal Medika. 2016. 5 (7) hal 2-3
65. Anggraeni Y. Super Komplit Pengobatan Darah Tinggi. Yogyakarta: Araska;2012.
66. Hernawan, Arifah S. Hubungan tingkat pengetahuan pasien tentang hipertensi dengan
sikap kepatuhan dalam menjalankan diit hipertensi di wilayah puskesmas andong
kabupaten boyolali. Surakarta: Universitas Muhammadiyah. 2009. hal 1
67. Mannan H, Wahiuddin, Rismayanti. Faktor risiko kejadian hipertensi di wilayah kerja
puskesmas bangkala kabupaten jeneponto tahun 2012. Makassar: Universitas
Hasanuddin. 2012. hal 1-2
68. Safar H, Chahwakilian A, Boudali Y, Meignan SD, Safar et al. Arterial stiffness,
isolated systolic hypertension, and cardiovascular risk in the elderly, review paper.
CME: The American Journal of Geriatric Cardiology. 2006; 15(3): pg178-82.
69. Vardan, S. & Mookherjee, S. Perspectives on isolated systolic hypertension in elderly
patients. New York: Department of Medicene, Veterans Affairs Medical Center and
Health Science Center. Special Article, Arch Fam Med. 2000; 9(4):319-23.
70. Nuraini B. Risk factors of hypertension. Lampung: Falkutas Kedokteran Universitas
Lampung. 2015. 4 (5) hal. 10-11
71. Kemenkes RI, (2007). Riset kesehatan dasar (riskesdas) tahun 2007.
72. Mateos-Caceres PJ, Zamorano-Le JJ, Rodrguez-Sierra P,CarlosMacaya, Lopez-
Farre AJ. New and old mechanisms associated with hypertension in the elderly.
International Journal of Hypertension. 2012:hlm. 1-10.
73. Setiawan, Zamhir. Karakteristik sosiodemografi sebagai faktor resiko hipertensi studi
ekologi di pulau Jawa tahun 2004 [Tesis]. Jakarta: Program Studi Epidemiologi
Program Pasca Sarjana FKM-UI; 2006.
74. Anggara FBD, Prayitno N. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tekanan darah di
puskesmas telaga murni, cikarang barat tahun 2012. Jakarta: Jurnal Ilmiah
Kedokteran. 2013. 5 (1). hal 21-2

67
75. Delacroix S, Chokka RG, Worthley SG. Hypertension: pathophysiology and
treatment. J Neurol Neurophysio l[internet]. 2014 [cited 2017 September 12]. 5:250.
Available from: https://www.omicsonline.org
76. Rachman F, Julianti HP, Pramono D. Berbagai faktor yang berhubungan dengan
kejadian hipertensi pada lansia. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. 2011. hal 6
77. Mahmudah S, Maryusman T, Arini FA, Malkan I. Hubungan gaya hidup dan pola
makan dengan kejadian hipertensi pada lansia di kelurahan sawangan baru kota depok
tahun 2015. Jakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Jakarta. 2015. 7 (2). hal 45-9.
78. Susyani, Rotua, M, Suryani, E 2012, Pola konsumsi makanan olahan dan kejadian
hipertensi di rumah sakit umum daerah Prabumulih Tahun 2012, Jurnal Pembagunan
Manusia, vol.7, no.1 April 2013, hlm.11-19.
79. Siringoringo M, Hiswani, Jemadi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi
pada lansia di desa sigaol simbolon kabupaten samosir tahun 2013. Sumatera:
Departemen Epidemiologi FKM USU. 2013. hal 4
80. Putra LFP. Hubungan pengetahuan tentang hipertensi dengan perilaku pencegahan
primer di desa nyatnyono kecamatan ungaran barat. Jawa Tengah: Universitas Ngudi
Waluyo Ungaran. 2013. hal 3-4
81. Dollemore,D. The blood vessels and aging: The Rest of The Journey. In: Aging Hearts
and ArteriesAScientificQuest. U.S. Department of Health and Human Services,
United State. 2005:33-49.
82. Muliyati, H, Syam, A, Sirajuddin, S. Hubungan pola konsumsi natrium dan kalium
serta aktifitas fisik dengan kejadian hipertensi pada pasien rawat jalan di RSUP
DR.Wahidin Sudirohusodo Makassar. 2011. Jakarta: Media Gizi Masyarakat
Indonesia. 201. 1(1). hal.46-51.
83. Cekti C, Adiguno SW, Sarah AH, Khoirul A, Mohammad EP et al. Perbandinngan
kejadian dan faktor risiko hipertensi antara rw 18 kelurahan panembahan dan rw 1
kelurahan patehan. Yogyakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat. 2008. 24(2). hal.
169-70
84. Indrawati L, Werdhasari A, Yudi A. Hubungan pola kebiasaan konsumsi makanan
masyarakat miskin dengan kejadian hipertensi di Indonesia. Jakarta: Media Peneliti
dan Pengembangan Kesehatan. 2009 (19 (4). hal 9
85. Maria, G, Puspita, RT, Sulistyowati, Y 2012, Hubungan asupan natrium dan kalium
dengan tekanan darah pada pasien hipertensi di unit Rawat jalan di rumah sakit guido
valadares dili timor leste, hlm.1-15

68
86. Lewa AF, Pramantara IDP, Rahayujati TB. Faktor-faktor risiko hipertensi sistolik
terisolasi pada lanjut usia. Yogyakarta: Berita Kedokteran Masyrakat. 2010. 26 (4).
hal 173
87. Kotchen TA. Hypertensive vascular disease. In: Longo DL, Kasper DL, Jameson JL,
Fauci AS, Hauser SL et al. Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. Volume
II. United States: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2012. pg 2043-5.
88. Kartikasari AN. Faktor resiko hipertensi pada masyarakat di desa kabongan kidul,
kabupaten rembang. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2012.
hal 38-9.
89. Tirtana A. Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan hipertensi pada
lansia hipertensi di rw 04 tegal rejo kelurahan tegal rejo tahun 2011. Yogyakarta:
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah. 2011. hal 5-6
90. Prabawati YA. Pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode ceramah terhadap
pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga tentang pencegahan stroke di kelurahan
pucangsawit jebres. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah.
2014. hal 2
91. Widyasari DF, Candrasari A. Pengaruh pendidikan tentang hipertensi terhadap
perubahan pengetahuan dan sikap lansia di desa makamhaji kartasura sukoharjo.
Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah. 2010. 2 (2) hal. 28-31.
92. Sumantri A, Widarayti. Pengaruh pendidikan kesehatan hipertensi pada keluarga
terhadap kepatuhan diet rendah garam lansia hipertensi di kecamatan sukolilo
kabupaten pati. Yogyakarta: STIKES Aisyiyah. hal 2.
93. Purwati RD. Bidjuni H, Babakal A. Pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap
pengetahuan perilaku klien hipertensi di puskesmas bahu manado. Manado:
Universitas Sam Ratulangi Manado. hal. 3-4
94. Beigi MA, Zibaeenezad MJ, Aghasadeghi K., Aghasadeghi K., Jokar A, et al. The
effect of educational program on hypertension management. International
Cardiovascular Research Journal. 2014. 8(3) pg 94-98
95. Susanti MT, Suryani M, Shobirun. Pengaruh pendidikan kesehatan tentang hipertensi
terhadap pengetahuan dan sikap mengelola hipertensi di puskesmas pandanaran
semarang. Semarang: POLITEKES. 2012. hal 6-8
96. Umah K, Madyastuti L, Rizqiyah Z. Pengaruh pendidkan kesehatan terhadap perilaku
diet rendah garam pada pasien hipertensi. Jawa Timur: Universitas Gresik: 2012. hal
4-5
97. Notoadmodjo S. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: PT Rineka Cipta;
2007. hal 118

69
98. Kuper H, Adami HO, Theorell T, Weiderpass E. The socioeconomic gradient in the
incidence of stroke: a prospective study in middle-aged women in sweden.
PubMedCen. 2007. 38(1):pg27-33
99. Pratiwi. Pengaruh penyuluhan hipertensi terhadap tingkat pengetahuan pada
penderita hipertensi. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang. 2010.
100. Soesanto E. Analisis faktor faktor yang berhubungan dengan praktik lansia
hipertensi dalam mengendalikan kesehatannya di puskesmas mranggen demak.
Semarang: Universitas Muhammadiyah. 2010. 3(2). hal 100-7
101. Kurniawati, Widiatie W. Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan
diet pada penderita hipertensi. Jakarta: The Indonesian Journal of Health Science.
2016. 7 (1). hal. 3-5
102. Setiawan MB, Kusumawati PD. Pengaruh penyuluhan kesehatan tentang
pengobatan non farmakologi terhadap perilaku penderita hipertensi dalam
melaksanakan pengobatan non farmakologi di puskesmas sampung kabupaten
ponogoro. Kediri: STIKes Surya Mitra Husada. 2012. hal 44-7
103. Chandra B. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2008. Hal.49-50
104. Dahlan S. Besar sampel dan cara pengeambilan sampel dalam penelitian
kedokteran dan kesehatan. Edisi: 3. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2010.hal.46

70
LAMPIRAN

71
KUESIONER PENELITIAN

Perbedaan Pengetahuan Sikap dan Perilaku Terhadap Hipertensi pada Lansia


Sebelum dan Sesudah Penyuluhan di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan

Grogol 3 Jakarta Barat Periode September 2017

PETUNJUK PENGISIAN

1. Berilah tanda checklist () pada pernyataan dan pernyataan dibawah ini sesuai pilihan
anda

2. Pada pilihan berganda lingkari jawaban pilihan anda

3. Setiap pernyataan hanya membutuhkan satu jawaban yang menurut anda paling benar

4. Mohon memberikan jawaban yang sebenar-benarnya

A. Identitas
Petunjuk pengisian

Isilah data berikut ini dengan benar

1. Tanggal pengisian kuesioner :


2. Nama :
3. Jenis kelamin :
4. Umur :
5. Pendidikan :
6. Pekerjaan :
7. Alamat :

72
B. Aspek pertanyaan pengetahuan
Petunjuk pengisian :

Pilihlah salah satu jawaban yang anda anggap paling benar, dengan memberi tanda (x) pada
huruf pilihan tersebut!.

1. Berapakah nilai normal tekanan darah pada orang dewasa?

a) 120/80 mmHg

b) 140/90 mmHg

c) 150/90 mmHg

d) 160/100 mmHg

e) 90/50 mmHg

2. Apa saja faktor risiko darah tinggi? (Boleh pilih lebih dari satu)

a) Berat badan berlebih

b) Keturunan

c) Istirahat cukup

d) Usia

e) Makan sayur dan buah

f) Merokok

g) Sering minum alkohol

h) Makan makanan yang mengandung kolestrol

73
i) Diabetes

3. Apa yang menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi? (Boleh pilih lebih dari satu)

a) Makan makanan asin

b) Stress

c) Kurang olahraga

d) Kurang minum air putih

e) Makan kacang kacangan

f) Makan makanan yang mengandung mecin

g) Makan makanan yang mengandung kolestrol

4. Minuman apa yang bisa menyebabkan tensi meningkat? (Boleh pilih lebih dari satu)

a) Kopi

b) Jus buah durian

c) Susu

d) Minuman bersoda

e) Teh kental

f) Bir

g) Alkohol

h) Teh hijau

5. Apa saja komplikasi dari hipertensi? (Boleh pilih lebih dari satu)

a) Stroke

b) Diabetes

c) Penyakit jantung koroner

d) Kebutaan

74
e) Gagal ginjal

6. Berapa kali minimal orang yang menderita darah tinggi cek tensinya?

a) 3 x/ minggu

b) 1x/ bulan

c) Setiap hari

d) 1x/minggu

e) 2x/minggu

7. Makanan apa saja yang dapat menyebabkan darah tinggi? (boleh pilih lebih dari satu)

a). makan yang mengandung penyedap rasa

b) makan sayur bayam

c) makan gulai kambing

d) makan tahu dan tempe goreng

e) kuning telur

f) makan buah durian

g) makan jeroan

h) makan jagung rebus

i) kulit ayam

8. Makanan apa saja yang di badan akan menjadi kolestrol ?

a). gorengan

b). kuning telur

c). jeroan

d). santan

75
e). daging kambing

f) makanan yang banyak mengandung tepung

g) minyak goreng

h) udang,cumi

i) kulit ayam

j) margarin

k) keju

9. Olahraga apa yang tidak boleh dilakukan jika tensi tinggi sekali? (boleh pilih lebih dari satu)

a) Bulu tangkis

b) Sepak bola

c) Jalan kaki

d) Naik speda

e) Bola basket

10. Kapan orang darah tinggi harus minum obat?

a) Seumur hidup

b) Bila ada keluhan pusing

c) Bila disuruh oleh dokter

d) Hanya bila tensi tinggi saja

e) Sampai obat dari dokter habis

76
C.Aspek Sikap

Petunjuk pengisian :

Berilah tanda () pada kolom yang paling sesuai dengan pilihan anda!

Keterangan

SS : Sangat setuju S: Setuju KS: Kurang setuju TS : Tidak Setuju

STS: Sangat tidak setuju

No Pertanyaan SS S KS TS STS

1 Penderita tekanan darah tinggi boleh melakukan


olahraga berat seperti bulu tangkis, sepak bola.

Mengurangi makanan yang mengandung lemak seperti


2
gorengan, dan makanan yang bersantan perlu dilakukan
oleh penderita hipertensi.

Penderita darah tinggi tidak perlu melakukan


pemeriksaan rutin ke puskesmas.
3

Penderita darah tinggi harus minum obat seumur hidup.

4
Penderita darah tinggi boleh sering makan kuning telur
dan makan makanan yang mengandung
mecin/penyedap rasa.

Sebaiknya orang darah tinggi tidak minum obat rutin


karena dapat menyebabkan penyakit ginjal

77
6 Orang yang kurus tidak perlu mengecek kadar kolestrol.

Orang darah tinggi hanya kontrol ke dokter bila ada


keluhan
7

Orang darah tinggi tidak perlu minum obat darah tinggi,


8
tetapi hanya perlu minum obat tradisional

Penderita darah tinggi yang sudah minum obat tidak


perlu mengurangi makan makanan yang mengandung
mecin, kolestrol, gula.
9

10

D. Aspek pertanyaan perilaku


3. Apa yang saya sebaiknya lakukan untuk mencegah tekanan darah tinggi? (boleh pilih lebih
dari 1)
a) Mengurangi makanan dari tepung
b) Mengurangi makanan yang mengandung gula
c) Berolahraga berat
d) Hindari merokok
e) Hindari asap rokok
f) Mengontrol stress
g) Minum kopi
h) Menghindari kenaikan berat badan
i) Menghindari lingkar perut lebih besar dari lingkar pinggang

4. Jenis makanan apa yang harus saya hindari agar tekanan darah tetap stabil? (boleh pilih lebih
dari 1)
a) Buah dan sayuran

78
b) Daging kambing
c) Jeroan
d) Kuning telur
e) Gorengan
f) Kulit ayam
g) Santan
h) Mentega
i) Keju

3.Dalam setahun terakhir ini, berapa kali anda cek kadar kolestrol?

a) Setiap bulan

b) 3X dalam setahun

c) Tiap 3X sebulan

d) 1 kali dalam setahun

e) Setiap ada gejala seperti tengkuk terasa nyeri

4.Apa yang sebaiknya dilakukan untuk mengontrol agar kadar kolestrol agar tidak tinggi?

a) menghindari makanan yang menggandung zat tepung

b) menghindari lingkar perut lebih besar dari lingkar panggul

c) mengkonsumsi makanan yang mengandung omega 3

d) kontrol rutin tekanan darah dan berat badan

e) minum obat anti kolestrol saja

5. Apakah anda menderita darah tinggi dan disarankan untuk minum obat oleh dokter? Bila
jawabannya Ya, lanjut ke soal nomer 6,7, 8

Bila jawabannya Tidak, tidak perlu jawab soal nomer 6,7,8

a) Ya

b) Tidak

6. Dalam setahun terakhir ini, berapa kali anda kontrol tensi?

79
a) Tidak pernah

b) Setiap bulan

c) Setiap ada keluhan pusing

d) 3X dalam setahun

e) 3X dalam satu minggu

7. Apakah anda minum obat darah tinggi bila menderita tekanan darah tinggi?

a) ya, setiap hari

b) tidak minum sama sekali

c) ya, bila ada keluhan (pusing, sakit kepala)

d) tidak perlu minum obat, hanya atur pola makan saja

e) ya, minum obat teratur sehabis kontrol sampai obat habis

8. Mengapa tidak minum obat darah tinggi secara teratur?

a) karena sudah tidak ada keluhan lagi

b) karena bisa terkena gagal ginjal

c) karena merasa sudah sembuh

d) karena merasa tidak cocok dengan obatnya

e) karena bosan harus minum obat setiap hari

80

Anda mungkin juga menyukai