Anda di halaman 1dari 42

Provinsi Jawa Tengah 2015

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI JAWA TENGAH

1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1


1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1
1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 3

2. ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH 7


2.1. ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA 8
2.1.1. Pendidikan 8
2.1.2. Kesehatan 10
2.1.3. Perumahan 12
2.1.4. Mental/Karakter 14

2.2. ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN 15


2.2.1. Pengembangan Sektor Pangan 15
2.2.2. Pengembangan Sektor Energi 20
2.2.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan 22
2.2.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri 23

2.3. ANALISIS PEMERATAAN DAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN 26


2.3.1. Pusat Pertumbuhan Wilayah 26
2.3.1.1 Kawasan Ekonomi Khusus 26
2.3.2. Kesenjangan intra wilayah 27

3. ISU STRATEGIS WILAYAH 29

4. REKOMENDASI KEBIJAKAN 38

5. PROSPEK PEMBANGUNAN TAHUN 2016 38

Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~i~


Provinsi Jawa Tengah 2015

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI JAWA TENGAH

1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH


Pembangunan wilayah bertujuan untuk meningkatkan daya saing wilayah,
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketimpangan antarwilayah, serta
memajukan kehidupan masyarakat. Pembangunan wilayah yang strategis dan berkualitas
menjadi harapan setiap daerah di Indonesia.

1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA


Pembangunan wilayah selain meningkatkan daya saing wilayah juga mengupayakan
keseimbangan pembangunan antardaerah sesuai dengan potensinya masing-masing.
Perkembangan indikator utama dalam pembangunan wilayah meliputi pertumbuhan ekonomi,
pengurangan pengangguran, dan pengurangan kemiskinan dapat menggambarkan capaian
kinerja pembangunan wilayah secara umum.

1.1.1. Pertumbuhan Ekonomi


Kinerja perekonomian Provinsi Jawa Tengah selama tahun 2012-2014 berfluktuatif
namun kembali meningkat pada tahun 2014. Rata-rata pertumbuhan ekonomi selama periode
tersebut sebesar 5,3 persen lebih rendah dari laju pertumbuhan ekonomi rata-rata nasional
sebesar 5,90 persen (Gambar 1). Besarnya PDRB Provinsi Jawa Tengah merupakan terendah
ketiga setelah Yogyakarta dan Banten.

Gambar 1
Laju Pertumbuhan PDRB ADHK 2010

6,4
6,2
6
5,8
Persen / Tahun

5,6
5,4
5,2
5
4,8
4,6
2011 2012 2013 2014
Jawa Tengah 5,3 5,34 5,14 5,42
Nasional 6,16 6,16 5,74 5,21

Sumber: BPS, 2014

Kinerja pertumbuhan ekonomi daerah yang diukur dari besarnya PDRB per kapita di
Jawa Tengah selama kurun waktu 2010 2014 cenderung meningkat, yang menunjukkan
meningkatnya tingkat kesejahteraan di provinsi ini walaupun berada dari rata-rata nasional
pada periode tersebut. Jika pada tahun 2010 rasio antara PDRB perkapita Jawa Tengah dan PDB

Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~1~


2015 Provinsi Jawa Tengah

nasional sebesar 66,75 persen, maka pada tahun 2014 rasionya menurun menjadi 65,08 persen
(Gambar 2). Hal ini menunjukkan kinerja rata-rata provinsi lain berkembang lebih pesat dari
Jawa Tengah. Tantangan yang dihadapi pemerintah daerah adalah meningkatkan laju
pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan landasan ekonomi daerah yang memperluas
kesempatan kerja dan mempercepat peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Gambar 2
PDRB Per Kapita ADHB
45.000,00
40.000,00
35.000,00
30.000,00
Ribu Rupiah

25.000,00
20.000,00
15.000,00
10.000,00
5.000,00
0,00
2010 2011 2012 2013 2014
Jawa Tengah 19.209,31 21.162,83 22.865,43 25.040,44 27.613,04
Nasional 28.778,17 32.336,26 35.338,48 38.632,67 42.432,08

Sumber: BPS, 2014

1.1.2. Pengurangan Pengangguran


Seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran di Provinsi Jawa
Tengah cenderung menurun. Tingkat pengangguran terbuka Jawa Tengah berkurang sebesar
1,81persen selama tahun 2008-2015, menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi
belum berhasil menekan tingkat pengangguran secara signifikan. Tingkat pengangguran Jawa
Tengah berada di bawah nasional, menunjukkan perluasan lapangan kerja terjadi pada sektor
ekonomi dengan pertumbuan rendah (Gambar 3).

Gambar 3
Tingkat Pengangguran Terbuka
9
8
7
6
5
Persen

4
3
2
1
0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Jawa Tengah 7,12 7,28 6,86 6,07 5,88 5,57 5,45 5,31
Nasional 8,46 8,14 7,41 6,8 6,32 5,92 5,7 5,81

Sumber: BPS, 2015

~2~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015


Provinsi Jawa Tengah 2015

1.1.3. Pengurangan Kemiskinan


Pertumbuhan ekonomi memberikan dampak positif terhadap penurunan tingkat
kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah. Persentase penduduk miskin Provinsi Jawa Tengah
berfluktuatif dari 20,43 persen pada tahun 2007 dan mencapai 14,4 persen pada tahun 2014
(Gambar 4). Dalam kurun waktu tersebut tingkat kemiskinan penduduk Jawa Tengah baik di
perdesaan dan perkotaan lebih rendah dibandingkan nasional l. Tantangan yang harus dihadapi
adalah lambatnya laju penurunan tingkat kemiskinan di provinsi ini, terutama di perdesaan.
Tingginya persentase penduduk miskin di perdesaan menunjukkan kegiatan perekonomian
yang stagnan, terutama sektor pertanian.

Gambar 4
Persentase Penduduk Miskin
25,00

20,00

15,00
Persen

10,00

5,00

-
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Perkotaan 17,23 16,34 15,41 14,33 14,12 13,11 12,8 12,6
Perdesaan 23,45 21,96 19,89 18,66 17,14 16,55 15,9 15,9
Jawa Tengah 20,43 19,23 17,72 16,56 15,76 14,98 14,5 14,4
Nasional 16,58 15,42 14,15 13,33 12,49 11,96 11,37 10,96

Sumber: BPS, 2014

1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA


Kualitas pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi biasanya diikuti oleh pengurangan kemiskinan, peningkatan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), serta perluasan lapangan kerja.

1.2.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan


Gambar 5 menunjukkan persebaran kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah
menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan tahun 2008 sampai
dengan tahun 2013, dengan penjelasan sebagai berikut. Pertama, Kabupaten Purbalingga,
Banjarnegara, Tegal, Kendal, dan Pati terletak di kuadran I, merupakan daerah dengan rata-rata
pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di atas rata-rata provinsi. Hal ini berarti
petumbuhan ekonomi yang terjadi di kelima kabupaten tersebut dapat mendorong
pengurangan kemiskinan secara lebih cepat (pro-growth, pro-poor). Pemerintah sebaiknya
mempertahankan pertumbuhan ekonomi serta tetap meningkatkan upaya pengurangan
kemiskinan.
Kedua, Kabupaten Grobogan, Wonogiti, Rembang, Batang, Cilacap, Klaten, Pekalongan,
Blora, Kebumen, Batang, Wonosobo, dan Brebes terletak di kuadran II, merupakan daerah
dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata provinsi namun pengurangan kemiskinan di
atas rata-rata provinsi Jawa Tengah (low-growth, pro-poor). Tantangan yang harus dihadapi

Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~3~


2015 Provinsi Jawa Tengah

pemerintah daerah adalah menjaga efektivitas dan efisiensi kebijakan dan program
pengurangan kemiskinan, dan secara bersamaan mendorong percepatan pembangunan
ekonomi dengan prioritas sektor atau kegiatan ekonomi yang punya potensi berkembang
seperti kelautan, perikanan, pertanian, serta perdagangan dan jasa.

Gambar 5
Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengurangan Jumlah Penduduk Miskin
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Ketiga, Kabupaten Boyolali, Temanggung, Sukoharjo, magelang, Kudus, dan Kota Tegal
terletak di kuadran III, merupakan daerah dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan
pengurangan kemiskinan di bawah rata-rata provinsi (low growth, less pro-poor). Pemerintah
daerah harus bekerja keras untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi melalui
peningkatan produktivitas sektor dan kegiatan ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja
besar terutama dari golongan miskin. Pemerintah daerah juga dituntut untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi berbagai kebijakan dan program pengurangan kemiskinan.
Keempat, Kabupaten Purworejo, Pemalang, Semarang, Karanganyar, Banyumas, Sragen,
Jepara, Kota Salatiga, Kota Surakarta, Kota Magelang, Kota Pekalongan, dan Kota Semarang
terletak di kuadran IV, merupakan kota dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi di atas rata-
rata, dan pengurangan kemiskinan di bawah rata-rata provinsi (high-growth, less pro-poor).

~4~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015


Provinsi Jawa Tengah 2015

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di daerah tersebut belum memberikan dampak penurunan
angka kemiskinan secara nyata. Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah adalah
mendorong pengembangan kegiatan ekonomi di sektor-sektor yang menyerap banyak tenaga
kerja. Selain itu diperlukan juga program dan kebijakan dalam hal penanggulangan kemiskinan.

1.2.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan IPM


Gambar 6 menunjukkan distribusi kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah
berdasarkan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM selama tahun 2008-2013.
Pertama, Kabupaten Karanganyar, Purworejo, Tegal, Pemalang, Kendal, Purbalingga, dan Sragen
terletak di kuadran I, merupakan daerah dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan
peningkatan IPM di atas rata-rata provinsi. Dalam kondisi ini tersirat bahwa pertumbuhan
ekonomi telah sejalan dengan peningkatan IPM (pro-growth, pro-human development).
Tantangan yang dihadapi pemerintah dalam kinerja yang baik ini adalah menjaga momentum
pertumbuhan dengan tetap meningkatkan produktivitas dan nilai tambah, sekaligus
mempertahankan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik di bidang pendidikan dan
kesehatan.
Gambar 6
Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Peningkatan IPM
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013

Sumber: BPS, 2013 (diolah)


Kedua, Kabupaten Cilacap, Batang, Pekalongan, Brebes, Wonogiri, Blora, Rembang, dan
Demak terletak di kuadran II, termasuk daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-

Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~5~


2015 Provinsi Jawa Tengah

rata provinsi namun peningkatan IPM di atas rata-rata (low-growth, pro-human development).
Hal ini mengindikasikan bahwa berbagai kebijakan dan program pembangunan untuk
meningkatkan pelayanan publik dapat meningkatkan IPM. Tantangan yang harus diatasi adalah
mendorong percepatan pembangunan ekonomi melalui peningkatan produktivitas dan nilai
tambah sektor dan kegiatan ekonomi yang menggunakan sumber daya lokal seperti industri
manufaktur, perdagangan dan jasa, pertanian, perikanan, dan kelautan.
Ketiga, Kabupaten Wonosobo, Grobogan, Magelang, Sukoharjo, Kudus, Klaten,
Temanggung, Kebumen, Boyolali, dan Kota Tegal terletak di kuadran III dengan rata-rata
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM di bawah rata-rata provinsi (low growth, less pro-
human development). Kondisi ini menegaskan perlunya pemerintah daerah membenahi
pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan. Selain itu, pemerintah daerah juga harus
bekerja keras mendorong seluruh SKPD untuk memacu pembangunan ekonomi dengan
meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor dan kegiatan utama daerah.
Keempat, Kabupaten Jepara, Pati, Banyumas, Banjarnegara, Semarang, Kota pekalongan,
Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang berada di kuadran IV, termasuk
kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi tinggi di atas rata-rata, tapi peningkatan IPM di
bawah rata-rata (high-growth, less-pro human development). Tantangan bagi pemerintah daerah
adalah menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan peningkatan mutu pelayanan
publik terutama di bidang pendidikan dan kesehatan.

1.2.3. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Pengangguran


Gambar 7 menunjukkan persebaran kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah menurut
rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran selama tahun 2008-2013.
Pertama, Kabupaten Kabupaten Semarang, Pemalang, tegal, Pati, Karanganyar, Banyumas, Kota
Salatiga, Kota Semarang, Kota Magelang, Kota Pekalongan, dan Kota surakarta terletak di
kuadran I merupakan daerah dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan
pengangguran di atas rata-rata provinsi. Dalam kondisi ini pertumbuhan ekonomi mampu
mendorong perluasan lapangan kerja (pro-growth, pro-job). Tantangan yang dihadapi oleh
pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap meningkatkan
produktivitas dan nilai tambah sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja seperti industri
manufaktur, perdagangan dan jasa.
Kedua, Kabupaten Cilacap, Klaten, Wonogiri, Kebumen, Batang, Sukoharjo, Pekalongan,
Pemalang, dan Kota Tegal terletak di kuadran II, merupakan daerah dengan pertumbuhan
ekonomi di bawah rata-rata provinsi namun pengurangan pengangguran di atas rata-rata
provinsi (low growth, pro-job). Kinerja ini menunjukkan perluasan lapangan kerja terjadi pada
sektor ekonomi dengan pertumbuhan rendah.
Ketiga, Kabupaten Temanggung, Wonosobo, Kudus, Demak, Boyolali, Rembang, Blora,
Brebes, Magelang, dan Grobogan terletak di kuadran III, termasuk daerah dengan pertumbuhan
ekonomi dan pengurangan pengangguran di bawah rata-rata provinsi (low growth, less-pro job).
Pemerintah daerah harus bekerja keras untuk memacu pengembangan sektor atau kegiatan
ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja secara lebih besar

~6~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015


Provinsi Jawa Tengah 2015

Gambar 7
Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Rata-Rata Pengurangan Jumlah Pengangguran
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Keempat, Kabupaten Banjarnegara, Purbalingga, Kendal, Jepara, Purworejo, dan Sragen


terletak di kuadran IV, merupakan daerah dengan pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata
namun memiliki pengurangan pengangguran di bawah rata-rata provinsi (high-growth, less-pro
job). Hal ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi di wilayah tersebut, tetapi
tidak dapat menurunkan jumlah pengangguran. Tantangan yang harus dihadapi adalah
mendorong pengembangan sektor dan kegiatan ekonomi yang menyerap tenaga kerja relatif
tinggi seperti sektor industri manufaktur, perdagangan dan jasa. Selain itu diperlukan upaya
mengembangkan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi yang menyerap tenaga kerja di
sektor informal.

2. ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH


Pembangunan wilayah berkelanjutan bersifat multidimensi sehingga diperlukan analisis
pembangunan yang komprehensif untuk mengatasi berbagai masalah publik. Analisis
pembangunan wilayah didasarkan pada dimensi pembangunan manusia, pembangunan sektor
unggulan, serta pemerataan pembangunan dan kewilayahan.

Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~7~


2015 Provinsi Jawa Tengah

2.1. ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA


2.1.1. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting terhadap kemajuan suatu
bangsa. Semakin bagus kualitas pendidikan akan semakin menentukan arah perbaikan kualitas
sumber daya manusianya. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan penduduk dapat
mempengaruhi dinamika perubahan ataupun kualitas kehidupan sosial ekonomi penduduk
suatu daerah. Pendidikan merupakan sarana dalam menyiapkan sumberdaya manusia untuk
pembangunan. Pendidikan berperan penting dalam pengentasan kemiskinan dan memberikan
ketrampilan kepada seluruh masyarakat untuk mencapai potensinya secara optimal. Adanya
pendidikan yang memadai diharapkan akan dapat merubah pola pikir masyarakat ke arah yang
lebih maju. Pembangunan pendidikan merupakan kegiatan investasi pada sumber daya manusia.
Semakin banyak terciptanya SDM yang berkualitas di suatu daerah, maka kedepannya akan
menguntungkan daerah yang memiliki aset pembangunan tersebut. Masalah pendidikan bagi
Provinsi Jawa Tengah menjadi skala prioritas pembangunan.

Gambar 8
Angka Partisipasi Sekolah (APS) Pendidikan Dasar Tahun 2013 (Persen)

102
100
99,28
98
96
94
92
90,73
90
88
86
84
Kota Surakarta
Kab. Blora
Kab. Grobogan
Kab. Kebumen

Kota Pekalongan
Kab. Rembang

Kab. Pekalongan
Kab. Pemalang
Kab. Banjarnegara

Kab. Wonosobo
Kab. Magelang

Kab. Sragen
Kab. Karanganyar

Kab. Demak

Kab. Tegal
Kab. Brebes
Kota Magelang

Kota Salatiga
Kab. Cilacap

Kab. Boyolali

Kab. Sukoharjo

Kab. Jepara

Kota Tegal
Kab. Semarang

Kota Semarang
Kab. Purworejo

Kab. Klaten
Kab. Purbalingga

Kab. Wonogiri

Kab. Pati

Kab. Temanggung
Kab. Banyumas

Kab. Batang
Kab. Kendal
Kab. Kudus

Angka Partisipasi Sekolah (APS) 07-12 tahun Angka Partisipasi Sekolah (APS) 13-15 tahun
APS 7-12 tahun Provinsi APS 13-15 tahun Provinsi

Sumber: BPS, 2013

Berbagai kemajuan dalam bidang pendidikan telah dicapai oleh Provinsi Jawa Tengah,
hal ini tampak dari Angka Partisipasi Sekolah (APS) yang mengalami peningkatan secara
signifikan. Semakin tinggi jenjang pendidikan di Jawa Tengah, semakin rendah angka
partisipasi sekolahnya. Hal ini menggambarkan masih kurangnya partisipasi masyarakat untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Partisipasi sekolah untuk tingkat SD dan
SMP sudah cukup tinggi dan merata di setiap kabupaten dan kota (Gambar 8). Berdasarkan APS
di Jawa Tengah tahun 2013, program pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun sudah tercapai di Kota
Kabupaten Cilacap, Karanganyar, Sragen, Pati, Kudus, Jepara, Demak, Semarang, temanggung,

~8~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015


Provinsi Jawa Tengah 2015

Batang, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota salatiga, Kota Semarang, dan Kota Pekalongan.
Rata-rata APS Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebesar 98,86 persen untuk usia 7-12 tahun
dan 89,2 persen untuk usia 13-15 tahun. Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memilki APS
pendidikan dasar terendah adalah Kabupaten Grobogan, yaitu sebesar 89,44 persen, artinya
masih ada 10,56 persen anak usia 7-13 tahun yang tidak bersekolah.
APS mengindikasikan seberapa besar akses dari penduduk usia sekolah dapat
menikmati pendidikan formal di sekolah. Gambarannya menunjukkan pada kelompok umur
yang lebih tua, APS cenderung semakin menurun. Sedangkan APM mengindikasikan proporsi
anak usia sekolah yang dapat sekolah tepat waktu. Dalam 3 tahun terakhir terjadi peningkatan
APM pada setiap jenjang pendidikan. APK mengindikasikan partisipasi penduduk yang sedang
mengenyam pendidikan sesuai jenjang pendidikannya. Selama tiga tahun terakhir APK di semua
jenjang meningkat kecuali APK SMP/sederajat dan SMA/sederajat pada tahun 2013. Selisih
antara APK dan APM diatas 13 persen, menunjukkan besarnya persentase pelajar yang
menduduki jenjang pendidikan yang tidak sesuai dengan umurnya.
Ditinjau dari rasio murid terhadap guru, untuk semua jenjang pendidikan keadaannya
dapat dikatakan sudah cukup baik. Secara rata-rata seorang guru hanya melayani 11-16 siswa
saja. Semakin tinggi jenjang pendidikan, rasio murid terhadap guru semakin baik. Artinya
jumlah murid yang dilayani oleh seorang guru semakin kecil, sehingga murid semakin
mendapat perhatian dari guru semakin besar. Untuk jenjang SD/sederajat dan SMP/ sederajat,
rata-rata seorang guru melayani 16 siswa. Sedangkan untuk SMA/sederajat, rata-rata seorang
guru melayani 11 siswa saja. Walaupun upaya perbaikan kinerja pembangunan pendidikan
terus ditingkatkan namun beberapa indikator pendidikan di Jawa Tengah belum menunjukkan
kinerja yang optimal. Pada tahun 2013 Rata-rata lama sekolah penduduk Jawa Tengah adalah 7
(Gambar 9). Kondisi ini berarti secara rata-rata siswa hanya tamat SD dan baru masuk jenjang
pendidikan SLTP.
Gambar 9
Rata-Rata Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf Tahun 2009-2013
8,4 95
8,2 94
8
93
7,8
7,6 92
7,4 91
7,2 90
7
89
6,8
6,6 88
6,4 87
2009 2010 2011 2012 2013

RLS Provinsi (tahun) RLS Nasional (tahun)


AMH Provinsi (persen) AMH Nasional (persen)

Sumber: BPS, 2013

Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~9~


2015 Provinsi Jawa Tengah

2.1.2. Kesehatan
Penyediaan fasilitas kesehatan menjadi salah satu upaya dalam meningkatkan
pembangunan kesehatan di Provinsi Jawa Tengah. Dalam rangka mengembangkan kesehatan
bagi masyarakat pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus berupaya meningkatkan layanannya
baik berupa sarana maupun prasarana kesehatan. Tingkat kesehatan masyarakat Jawa Tengah
menunjukkan hasil yang baik apabila dilihat dari indikator kesehatan, seperti angka kematian
ibu, angka kematian bayi dan balita, serta gizi buruk yang berada di bawah nasional. Angka
kematian bayi di Jawa Tengah pada tahun 2012 sebanyak 32 kematian per 1000 kelahiran baru,
sedangkan angka nasional menunjukkan 34 kematian per 1000 kelahiran baru (Gambar 10).
Angka ini juga mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan kondisi pada 2007, angka
kematian bayi Jawa Tengah sebanyak 26 kematian per 1000 kelahiran hidup. Sementara itu,
angka kematian balita mencapai 38 kematian per 1000 kelahiran hidup atau meningkat dari
kondisi tahun 2008 sebesar 32 kematian per 1000 kelahiran hidup.

Gambar 10
Angka Kematian Bayi Provinsi Jawa Tengah

45
40 39
35 34
30
32
25 26

20
26
15
21
10
5
0
2007 2010 2012

AKB Provinsi AKB Nasional

Sumber: BPS, 2012

Keselamatan ibu dan bayi dalam proses melahirkan menjadi perhatian khusus di negara
berkembang seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia persalinan yang ditangani oleh tenaga
medis dan terlatih berperan untuk menyelamatkan nyawa ibu dan anak juga sebagai indikator
kemajuan suatu daerah. Biaya pengobatan semakin terjangkau melalui berbagai program
pemerintah salah satunya BPJS. Data terakhir BPJS Kesehatan Divisi Regional VI Jawa Tengah
menyebutkan jumlah peserta BPJS di Jawa Tengah adalah 18.292.668 orang. Dari jumlah
tersebut, 14.248.182 merupakan penerima bantuan iuran dari APBN maupun APBD, sementara
sisanya merupakan pekerja penerima upah, pekerja bukan penerima upah, dan bukan pekerja
(BPS Provinsi Jawa Tengah, 2015).
Mengingat pentingnya kesehatan ibu dan anak, yang juga berkaitan dengan kualitas
penduduk, pemerintah daerah telah berupaya meningkatkan kepedulian masyarakat dalam
mewujudkan keluarga kecil bahagia melalui program Keluarga Berencana (KB). Program KB
digulirkan bertujuan untuk mengatur jarak kelahiran serta menurunkan angka kematian ibu

~10~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015


Provinsi Jawa Tengah 2015

dan bayi. Tahun 2015 Jawa Tengah sudah memiliki 1.848 klinik KB, dimana 67,21 persen milik
pemerintah dan sisanya milik swasta. Selama 2012-2014 jumlah klinik KB terus mengalami
peningkatan namun peningkatan jumlah klinik KB tidak diiringi dengan peningkatan jumlah
peserta KB.
Pemerintah Jawa Tengah terus berupaya memperbaiki pelayanan kesehatan dan
membangun fasilitas kesehatan untuk masyarakat. Sasaran pembangunan kesehatan di Provinsi
Jawa Tengah antara lain program peningkatan sarana prasaran alat RS rujukan regional di
RSUD Dr. Moewardi Kota Surakarta, RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Kota Purwokerto, RSUD
Tugurejo Semarang, RSUD Kardinah Kota Tegal, RSUD Kota Tidar Kab. Magelang, RSUD Kraton
Kab. Magelang, RSUD Soewondo Kab. Pati. Penyediaan fasilitas dan tenaga kesehatan
merupakan bagian dari program pembangunan kesehatan. Ketersediaan fasilitas dan tenaga
kesehatan berhubungan kemudahan penduduk dalam mengakses layanan kesehatan. Sebagai
rujukan penduduk untuk berobat jalan di Provinsi Jawa Tengah, jumlah fasilitas kesehatan
tertinggi adalah puskesmas. Sampai akhir tahun 2014 jumlah puskesmas di Provinsi Jawa
Tengah terbanyak berada di Kabupaten Banyumas dan Brebes, masing-masing sebanyak 39
puskesmas, sedangkan paling sedikit terdapat di Kota Magelang sebanyak 5 puskesmas (Tabel
1). Di setiap puskesmas ditugaskan 1-2 orang dokter jaga.

Tabel 1
Jumlah Puskesmas (Unit) Tahun 2014 Provinsi Jawa Tengah

Puskesmas Puskesmas Non


No. Kabupaten/Kota Puskesmas
Perawatan Perawatan
1 Kab. Cilacap 38 14 24
2 Kab. Banyumas 39 14 25
3 Kab. Purbalingga 22 11 11
4 Kab. Banjarnegara 35 15 20
5 Kab. Kebumen 35 10 25
6 Kab. Purworejo 27 12 15
7 Kab. Wonosobo 24 8 16
8 Kab. Magelang 29 3 26
9 Kab. Boyolali 29 14 15
10 Kab. Klaten 34 15 19
11 Kab. Sukoharjo 12 10 2
12 Kab. Wonogiri 34 5 29
13 Kab. Karanganyar 21 13 8
14 Kab. Sragen 25 10 15
15 Kab. Grobogan 30 13 17
16 Kab. Blora 26 10 16
17 Kab. Rembang 16 10 6
18 Kab. Pati 29 6 23
19 Kab. Kudus 19 6 13
20 Kab. Jepara 21 14 7
21 Kab. Demak 27 12 15
22 Kab. Semarang 26 12 14
23 Kab. Temanggung 24 3 21

Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~11~


2015 Provinsi Jawa Tengah

Puskesmas Puskesmas Non


No. Kabupaten/Kota Puskesmas
Perawatan Perawatan
24 Kab. Kendal 30 11 19
25 Kab. Batang 21 5 16
26 Kab. Pekalongan 26 7 19
27 Kab. Pemalang 22 4 18
28 Kab. Tegal 29 10 19
29 Kab. Brebes 38 18 20
30 Kota Magelang 5 0 5
31 Kota Surakarta 17 4 13
32 Kota Salatiga 6 1 5
33 Kota Semarang 37 13 24
34 Kota Pekalongan 14 4 10
35 Kota Tegal 8 1 7
Provinsi 875 318 557
Nasional 9.731 3.378 6.336
Sumber: Kementerian Kesehatan, 2014

Pemerintah telah menyusun beberapa program peningkatan kualitas pelayanan untuk


meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dalam bidang kesehatan dan meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan masyarakat. Hal ini merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan status kesehatan penduduk khususnya pada kelompok rentan seperti bayi,balita,
ibu hamil, ibu bersalin dan menyusui. Pemerintah harus mengupayakan agar para ibu hamil
dapat melahirkan dengan bantuan tenaga kesehatan dengan mendistribusikan ke berbagai
wilayah termasuk ke pelosok pedesaan dan menjangkau daerah sulit sehingga persalinan balita
banyak dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Untuk masalah gizi buruk, penyebab terjadinya gizi buruk di Jawa Tengah adalah asupan
gizi pada balita yang kurang. Untuk mencegahnya pemerintah bekerja sama dengan posyandu
sehingga memerlukan peran serta aktif masyarakat sendiri. Pemantauan kesehatan dan gizi
terutama pada balita dilakukan pemerintah Jawa Tengah untuk menekan angka gizi buruk.
Sebaran jumlah penduduk yang cukup luas berpengaruh terhadap akses pelayanan kesehatan.
Peningkatan angka kecukupan gizi harus sejalan dengan peningkatan kesejahteraan keluarga.
Program prioritas yang harus dilakukan terkait dengan pembangunan kesehatan harus
menyeluruh dari penurunan AKB, peningkatan gizi masyarakat,jaminan kesehatan ibu hamil,
serta pelatihan tenaga medis.

2.1.3. Perumahan
Arah kebijakan pada sasaran pembangunan perumahan adalah meningkatkan akses
masyarakat berpendapatan rendah terhadap hunian yang layak, aman, terjangkau serta
didukung oleh penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai. Kualitas fisik dan
fasilitas rumah yang dimiliki dapat menunjukkan tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga.
Rumah tangga sejahtera menempati rumah dengan kualitas yang lebih baik. Bagi masyarakat
golongan ekonomi menengah bawah, menempati rumah kualitas layak huni baik segi kesehatan,
kenyamanan, maupun keamanan merupakan suatu impian yang sulit diwujudkan. Kebutuhan
rumah layak huni di Jawa Tengah sangat besar dan terus mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Pemenuhan hunian yang layak dengan didukung oleh prasarana, sarana, dan utilitas

~12~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015


Provinsi Jawa Tengah 2015

yang memadai perlu mendapatkan perhatian khusus. Kegiatan pembinaan dan bantuan teknis
pembiayaan perumahan bagi masyarakat dapat meningkatkan dan mendorong pemberdayaan
masyarakat serta membina peran swasta juga para pemangku kepentingan dalam
pembangunan perumahan dan kawasan permukiman.
Pembangunan perumahan yang layak huni juga harus memperhatikan akses air minum
dan sanitasi layak. Selama tahun 2010-2013 rumah tangga di Jawa Tengah yang mendapatkan
kriteria kelayakan sanitasi dan kelayakan air minum cenderung meningkat, namun masih
berada di bawah nasional (Gambar 11). Jumlah rumah tangga dengan kelayakan sanitasi di
Provinsi Jawa Tengah cenderung meningkat pada tahun 2010 ke tahun 2013, yaitu dari 57,76
persen menjadi 63,28 persen. Sementara itu jumlah rumah tangga dengan kriteria kelayakan air
minum di Jawa Tengah selama 2010-2013 meningkat dari 57,44 persen menjadi 71,3 persen.
Kurangnya dukungan infrastruktur yang memadai serta masih rendahnya kesadaran
masyarakat untuk melakukan pola hidup bersih merupakan salah satu penyebab rendahnya
kualitas dan kuantitas sanitasi baik dalam hal pengelolaan air limbah, persampahan, maupun
drainase permukiman. Pembangunan sanitasi sangat penting karena berdampak pada
kesehatan, kebutuhan infrastruktur permukiman, degradasi lingkungan, estetika wilayah serta
kesejahteraan masyarakat umum.

Gambar 11
Persentase Rumah Tangga Kriteria Kelayakan Sanitasi dan Air Minum

Sanitasi Air Minum


64 63,28
80 71,3
67,11 65,93
62 57,44 63,48 65,05 67,73
60,91 60
60 59,42
60,02
44,19
58 57,76 57,35 40
55,53
56 55,6
54 20
52
0
50 2010 2011 2012 2013
2010 2011 2012 2013
Jawa Tengah Nasional
Jawa Tengah Nasional

Sumber: BPS, 2013

Air merupakan sumber kehidupan bagi semua mahluk hidup, tidak terkecuali manusia
yang dalam kehidupan sehari-harinya banyak membutuhkan air mulai dari mandi, minum
mencuci dan sebagainya. Ironisnya sumber air bersih mulai sulit didapatkan terutama di kota-
kota besar. Kebanyakan masyarakat Jawa Tengah yang hidup di perkotaan dalam pemenuhan
kebutuhan air minum banyak menggunakan air minum dalam kemasan atau isi ulang serta air
ledeng. Permasalahan sanitasi di Jawa Tengah terdiri dari kebutuhan air bersih, masalah air
limbah, sampah, drainase dan pola hidup bersih dan sehat. Kondisi lingkungan sangat
mempengaruhi kehidupan manusia. Seringkali pengaruhnya justru berakibat buruk, misalnya
mengganggu kesehatan, menyebabkan penyakit, dan menjadi media transmisi penyakit, dan
lain-lain.

Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~13~


2015 Provinsi Jawa Tengah

Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam
menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan pemukiman serta
kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari, namun sanitasi sering kali dianggap sebagai urusan
sekunder sehingga belum mendapatkan perhatian. Salah satu pendekatan kepada masyarakat
untuk dapat membantu usaha pemerintah dalam penanganan sanitasi permukiman adalah
dengan mengkondisikan masyarakat pada suatu kebiasaan atau perilaku laku tertentu.
Pendekatan tersebut dilakukan melalui sosialisasi dan pemahaman penanganan sanitasi
lingkungan menuju masyarakat bersih dan sehat.

2.1.4. Mental/Karakter
Untuk mencapai Indonesia yang maju, makmur dan mandiri diperlukan sumberdaya
manusia yang unggul dan memiliki pendidikan yang baik, keahlian dan keterampikan, pekerja
keras, memiliki etos kemajuan, bersikap optimis, serta memiliki nilai luhur budaya bangsa.
Nilai-nilai luhur yang penting ditanamkan untuk mencapai kemandirian tersebut antara lain
gotong royong, toleransi, solidaritas, saling menghargai dan menghormati. Negara Indonesia
merupakan negara majemuk dengan latar belakang budaya dan adat istiadat yang beragam.
Pembangunan mental dan budaya masyarakat penting dilakukan untuk mendukung
pembangunan fisik dan mengatasi permasalahan sosial.
Pembangunan karakter melalui pendidikan dalam masyarakat merupakan upaya
meningkatkan sikap mental untuk meningkatkan nilai etis diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari. Karakter mengacu pada kebiasaan berpikir, bersikap, berbuat dan memotivasi kehidupan
seseorang. Karakter erat kaitannya pola tingkah laku dan kecenderungan untuk berbuat baik.
Dalam hal ini perlu adanya usaha mengadakan pendidikan baik formal maupun informal di
lingkungan tempat tinggal untuk menggerakkan perubahan yang terjadi. Pembangunan wilayah
Jawa Tengah menuntut perubahan sikap mental manusia yang selain merupakan sarana untuk
mencapai tujuan pembangunan juga merupakan salah satu tujuan utama pembangunan itu
sendiri. Semua elemen masyarakat berperan serta dalam membangun karakter bangsa, di
antaranya melalui media massa, pada akademisi, tokoh adat, dan melalui peran organisasi
kepemudaan. Proses penanaman karakter yang dilakukan melalui pendidikan formal di sekolah
meliputi pengembangan bentuk pembelajaran substantif yang materinya terkait langsung
dengan nilai, serta melalui pendidikan keagamaan.
Salah satu upaya membentuk karakter masyakarat di Jawa Tengah adalah melalui
pendidikan agama. Masyarakat Jawa Tengaha cukup majemuk sehingga upaya pembentukan
karakater bisa dimulai dari pendidikan dalam keluarga, kelompok kegamaan, serta organisasi
kepemudaan lain. Keberadaan tempat ibadah untuk pendidikan karakter masyarakat menjadi
penting untuk dikembangkan (Tabel 2). Media tempat ibadah dan pendidikan guru agama
adalah komponen masyarakat yang dapat dijadikan sebagai dasar pendidikan.

Tabel 2
Data Pemeluk Agama dan Tempat Ibadah di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014

Agama Islam Kristen Katholik Hindu Budha Konghucu


Jumlah Pemeluk Agama 31.328.341 572.517 317.919 17.448 53.009 2.995
Tempat Ibadah 43.221 2.903 645 151 433 58
Sumber: Kementerian Agama Kanwil Jawa Tengah, 2013

~14~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015


Provinsi Jawa Tengah 2015

Pengembangan mental dan karakter bangsa membutuhkan peran serta masyarakat baik
melalui keluarga, organisasi profesi, pengusaha, serta organisasi kemasyarakatan. Adanya
keberagaman etnis dan agama dan berkembangnya lembaga sosial dalam kehidupan
masyarakat membutuhkan peran pemuda sebagai aset pembangunan sosial. Untuk menjamin
kesejahteraan sosial keterlibatan pemuda dipelukan untuk mendorong proses pembelajaran
serta membangun komitmen bersama dalam pembangunan. Pengembangan karakter pemuda
dapat dilakukan melalui lembaga sosial dan organisasi kemasyarakatan karena keterlibatan
pemuda dalam hal ini sangat tinggi. Jumlah organisasi kepemudaan yang terdaftar di
Kementerian Pemuda dan Olahraga tahun 2014 sebanyak 68 organisasi, terdiri atas bidang
keagamaan, kebangsaan, dan kesiswaan, dan lain-lain. Organisasi kepemudaan yang terdaftar
tersebut merupakan wadah aspirasi generasi muda dalam menjalankan aktivitas kepemudaan
(Gambar 12). Tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan organisasi kepemudaan adalah
adanya sifat dan karakter dari generasi muda yang tidak relevan dengan norma kehidupan
masyarakat. Melalui peran organisasi-organisai ini pengembangan karakter yang positif dapat
dilakukan untuk menghindari masalah negatif dalam internal maupun eksternal organisasi.
Pemuda memiliki rasa tanggung jawab dalam membangun daerahnya untuk kepentingan
masyarakat.

Gambar 12
Bidang Organisasi
kekaryaan profesi hukum
kekeluargaan 2% 3% 1%
3%
ekonomi
3%
keagamaan
sosial 16%
3%

kepartaian
13%

kebangsaan
31%
kesiswaan
25%

Sumber: Kementerian Pemuda dan Olahraga, 2014

2.2. ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN


2.2.1. Pengembangan Sektor Pangan

Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu stabilitas ekonomi sehingga
upaya pemenuhan kecukupan pangan menjadi kerangka pembangunan yang mampu
mendorong pembangunan sektor lainnya. Ketahanan pangan dibangun atas tiga pilar utama,
yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, dan pemanfaatan pangan. Tersedianya pangan secara
fisik di daerah bisa diperoleh dari hasil produksi daerah sendiri, impor, maupun bantuan

Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~15~


2015 Provinsi Jawa Tengah

pangan. Analisis mengenai ketersediaan pangan dan akses pangan menjadi tahapan
pembangunan yang strategis karena dibutuhkan untuk menelaah kinerja ketahanan pangan di
Jawa Tengah. Kemandirian pangan akan mampu menjamin masyarakat memenuhi kebutuhan
pangan yang cukup, mutu yang layak, aman dan tanpa ketergantungan dari pihak luar.
Sumber pangan lokal di Provinsi Jawa Tengah antara lain tanaman pangan dan
holtikultura, peternakan, perkebunan, dan perikanan. Tanaman pangan merupakan salah satu
subsektor pertanian yang dominan di Jawa Tengah. Produksi padi dan jagung angkanya
berfluktuatif namun hasil produksinya lebih besar daripada komoditas lain. Produksi padi di
Provinsi Jawa Tengah tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 1.397.390 ton dari tahun
sebelumnya yaitu mencapai hasil produksi 9.648.104 ton pada tahun 2014 menjadi 11.045.494
ton pada tahun 2015 (Gambar 13). Peningkatan angka produksi padi dipengaruhi oleh
penambahan luas panen yang cukup signifikan yaitu sebesar 68,40 ribu hektar (3,80 persen)
dari 1,80 juta hektar pada tahun 2014 menjadi 1,87 juta hektar pada tahun 2015. Keadaan ini
didukung dengan peningkatan produktivitas padi di tahun 2015 dibanding tahun 2014.
Produktivitas tahun 2015 sebesar 59,09 ku/ha lebih tinggi 5,52 ku/ha dibandingkan tahun
2014 dengan angka produktivitas sebesar 53,57 ku/ha.

Gambar 13
Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Padi Provinsi Jawa Tengah

11.500.000 60
11.045.494
57,7 58
11.000.000
56,53 58,11
56,04 56
10.500.000 10.232.934
10.344.816
53,7 54
10.000.000 52
9.648.104
9.391.959 50
9.500.000
48
9.000.000
46
8.500.000 44
2011 2012 2013 2014 2015

Produksi Padi Produktivitas Padi Produktivitas Nasional

Sumber: BPS, 2015

Kondisi ideal untuk menanam padi memberikan pengaruh yang cukup besar bagi
komoditas yang lain. Pada saat lahan difungsikan untuk tanaman padi maka tanaman yang lain
mengalami penurunan baik luas panen maupun produksinya. Pengelolaan pertanian hingga saat
ini masih dikelola secara tradisional sehingga hasil produksinya sangat dipengaruhi oleh
kondisi iklim. Peningkatan produksi jagung dan kedelai juga menjadi prioritas pemerintah
Provinsi Jawa Tengah. Produksi dan produkstivitas jagung di Provinsi Jawa Tengah selama
tahun 2011-2015 berfluktuatif namun memiliki kecenderunan meningkat dan mencapai hasil
produksi sebsar 3,2 juta ton pada tahun 2015 (Gambar 14). Peningkatan produksi jadung
tahun 2015 dipengaruhi oleh peningkatan produktivitas sebesar 3,54 persen dari 56,71 ku/ha

~16~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015


Provinsi Jawa Tengah 2015

di tahun 2014 menjadi 58,72 ku/ha di tahun 2015. Didukung dengan penambahan luas panen
seluas 15,68 ribu hektar dari 538,10 ribu hektar di tahun 2014 menjadi 553,78 ribu hektar pada
tahun 2015.
Gambar 14
Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Jagung Provinsi Jawa Tengah
3.300.000 3.251.870 70
3.200.000 60
3.100.000 3.041.630 3.051.516
50
3.000.000 2.930.911 40
2.900.000
2.772.575 30
2.800.000
20
2.700.000
2.600.000 10

2.500.000 0
2011 2012 2013 2014 2015

Produksi Jagung Produktivitas Jagung Produktivitas Nasional

Sumber: BPS, 2015

Hasil produksi kedelai di Jawa Tengah tidak sebesar hasil produksi jagung dan pagi.
Pada tahun 2015 angka produksi kedelai di Jawa Tengah besarnya 132.349 ton, lebih tinggi dari
pencapaian tahun 2014 sebesar 125.467 ton. Peningkatan produksi kedelai tahun 2015
diperkirakan terjadi karena adanya peningkatan luas panen sebesar 459 hektar dari tahun
2014, dan meningkatnya produktivitas kedelai dari 17,37 kw/ha menjadi 18,21 kw/ha pada
tahun 2015.
Gambar 15
Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Kedelai Provinsi Jawa Tengah

180.000 20
152.416 18,43 18
160.000 17,37
140.000 15,69 132.349 16
15,21 125.467
112.273
13,69 14
120.000
99.318 12
100.000
10
80.000
8
60.000
6
40.000 4
20.000 2
0 0
2011 2012 2013 2014 2015

Produksi Kedelai Produktivitas Kedelai Produktivitas Nasional

Sumber: BPS, 2015

Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~17~


2015 Provinsi Jawa Tengah

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di Jawa Tengah peningkatan luas lahan
pertanian diperlukan untuk menjamin stabilitas dan ketahanan pangan. Provinsi Jawa Tengah
memiliki potensi lahan kering yang dapat dimanfaatkan sebagai alternatif lahan produksi
pangan. Kendala yang dihadapi dalam mengembangkan usaha pertanian di lahan kering antara
lain kesuburan tanah di lahan kering relatif rendah, akses irigasi terbatas, serta biaya
pengelolaan lebih tinggi dibandingkan dengan pertanian konvensional. Upaya ketahanan
pangan yang didukung dengan dana APBN perlu disalurkan ke petani dalam bentuk bantuan
sosial untuk memilih bibit unggul, pupuk, perbaikan irigasi, serta pemberian alat mesin
pertanian sehingga petani mampu meningkatkan produktivitas dan memperluas areal
tanamnya.
Kebutuhan bahan pangan selain bersumber dari pertanian juga berasal dari peternakan.
Jawa Tengah merupakan provinsi dengan jumlah penduduk yang besar. Kebutuhan konsumsi
penduduk akan semakin besar seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan
pertumbuhan ekonominya. Dengan demikian produksi hasil ternak perlu terus dikembangkan,
sehingga mampu memenuhi kebutuhan penduduk. Produksi daging di Provinsi Jawa Tengah
cukup besar, dengan produksi tertinggi pada tahun 2014 adalah daging sapi (Gambar 16).
Pengembangan komoditas sapi juga membuka peluang bagi pelaku usaha dengan berbagai
alternatif investasi diantaranya usaha perbibitan sapi, usaha penggemukan sapi, usaha
campuran dan pembibitan, dan usaha peternakan hilir.

Gambar 16
Produksi Daging Provinsi Jawa Tengah (Ton)

70.000
60.322 60.893 61.141 61.868
60.000
51.001
50.000

40.000

30.000

20.000
11.829 12.948 11.540 10.933
10.211
10.000
3.155 2.495 2.267 2.396 1.666 1.509 2.257 1.675 2.195 1.576
0
2010 2011 2012 2013 2014

Daging Sapi Daging Kerbau Daging Kuda


Daging Kambing Daging Domba Daging Babi

Sumber: BPS, 2014

Peternakan unggas di Provinsi Jawa Tengah juga banyak dibudidayakan dan jumlahnya
cenderung meningkat setiap tahun. Jumlah populasi ternak terbesar di Jawa Tengah adalah
ayam pedaging yaitu sebanyak 104 juta ekor pada tahun 2014, mengalami peningkatan dari
tahun sebelumnya sebanyak 103 juta ekor (Gambar 17). Ayam jenis ini banyak diminati karena
lebih menguntungkan dan mudah pemeliharaannya. Sedangkan itik sangat sedikit peminatnya
di Jawa Tengah sebanyak 8 juta ekor.

~18~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015


Provinsi Jawa Tengah 2015

Gambar 17
Populasi Ternak Unggas Provinsi Jawa Tengah (Ribu Ekor)
120.000,00
103.964,80 104.437,00
100.000,00

76.906,30
80.000,00
64.332,80 66.239,70
60.000,00

38.296,40 40.868,30 39.313,20 40.564,00


36.908,70
40.000,00
19.881,40 21.630,20 22.124,90
17.712,80 18.395,10
20.000,00
5.006,20 5.451,50 7.635,30 7.463,30 7.800,90

0,00
2010 2011 2012 2013 2014

Ayam Kampung Ayam Petelur Ayam Pedaging Itik

Sumber: BPS, 2014

Tercapainya kondisi ketahanan dan kemandirian pangan di Provinsi Jawa Tengah juga
dipengaruhi adanya inovasi dan adopsi teknologi dalam pengembangan usaha tani tanaman
pangan, usaha tani hortikultura, usaha peternakan, dan usaha perkebunan yang mampu
memberikan dampak bagi peningkatan produksi dan produktivitas petani dan peternak.
Kebutuhan penyediaan pangan terus meningkat sementara peningkatan produksi pangan dan
produktivitas hasil pertanian juga terus diupayakan. Pemerintah daerah mendorong
peningkatan jumlah lahan pertanian dengan memfungsikan kembali lahan sawah untuk
ditanam padi, jagung, dan kedelai sesuai dengan musimnya. Ketersediaan lahan di Jawa Tengah
cukup luas untuk dimanfaatkan dalam meningkatkan produksi tanaman pertanian dan
kebutuhan pangan lainnya. Pemerintah berupaya melakukan pembukaan lahan pertanian
dalam memenuhi target produksi tanaman pangan di tahun 2019 (Tabel 3).

Tabel 3
Sasaran Kedaulatan Pangan Provinsi Jawa Tengah

Desa Cetak Target Produksi 2019 (ribu ton)


Mandiri Sawah
Padi Jagung Kedelai Gula Daging Sapi
Benih (Ha)
dan kerbau
40 - 11.517.149 3.479.882 361.890 456.143 87.833
Sumber: Perhitungan Bappenas, 2015

Dalam pemanfaatan dan pengolahan lahan sawah petani perlu mendapatkan pembinaan
dan didampingi secara intensif baik dalam pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen,
dan pasca panen oleh penyuluh pertanian dengan menerapkan inovasi teknologi spesifik lokasi.
Dinas pertanian perlu memantau penyaluran benih dan pupuk agar lahan sawah bisa

Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~19~


2015 Provinsi Jawa Tengah

diusahakan secara berkelanjutan sehingga meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman


pangan. Petani juga perlu mendapatkan fasilitas berupa kemudahan dalam mengakses sarana
produksi, sumber permodalan, pengolahan hasil serta pemasaran untuk meningkatkan
pendapatan dan kesejahterannya.
Salah satu upaya dalam mendorong produksi dan produktivitas pangan adalah
tersedianya infrastruktur pertanian yang memadai. Pembangunan infrastruktur yang saat ini
diperlukan antara lain berupa perbaikan dan pembangunan infrastruktur pengairan, seperti
waduk dan saluran irigasi, serta pembangunan jalan yang menghubungkan sentra produksi
kepada konsumen akhir. Untuk mewujudkan ketersediaan infrastruktur tersebut, dukungan
dan koordinasi antara instansi yang membidangi pembangunan fisik serta pemerintah daerah
melalui dukungan kebijakan yang mempermudah implementasi pembangunan tersebut, mutlak
diperlukan. Selain pembangunan infrastruktur, peningkatan produksi dan produktivitas
pertanian juga memerlukan dukungan penyediaan teknologi dan sarana produksi, serta sumber
daya manusia yang baik.

2.2.2. Pengembangan Sektor Energi


Ketersediaan energi yang berkesinambungan, handal, terjangkau dan ramah lingkungan
merupakan hal yang fundamental dalam membangun industri energi yang bisa mendukung
perkembangan ekonomi dan sosial suatu negara. Berdasarkan hal tersebut beberapa negara
termasuk Indonesia telah mulai memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) sebagai pengganti
energi fosil yang cadangannya mulai menipis. Tidak seperti negara-negara maju, pengembangan
EBT di Indonesia hingga saat ini masih belum begitu menggembirakan. Potensi energi
terbarukan seperti tenaga air, panas bumi, angin, surya, samudera, maupun biomasa jumlahnya
cukup memadai namun tersebar. Selain itu terdapat sumberdaya energi terbarukan yang belum
banyak diketahui masyarakat umum adalah energi laut dan samudra. Sambil terus
mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT), kebutuhan energi listrik perlu dipenuhi
dengan penyediaan batubara sebagai bahan baku dalam negeri. Batubara melimpah di
Indonesia, tetapi pemanfaatan dalam negeri masih belum maksimal. Untuk menekan emisi gas
rumah tangga pada batubara, perlu peningkatan efisiensi melalui intervensi teknologi.
Dalam rangka mempercepat diversifikasi energi khususnya dalam pembangkitan tenaga
listrik pemerintah melakukan percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang
menggunakan energi terbarukan seperti air dan panas bumi sebagai sumber energinya. Saat ini
umumnya tenaga listrik bahan bakunya disuplai dari bahan baku fosil yaitu minyak bumi dan
batubara.
Provinsi Jawa Tengah sendiri memiliki potensi energi air yang cukup besar. Potensi
energi air tersebut dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik mikro hidro (PLTMH) sebesar
28,9 MW yang tersebar di daerah seperti Banjarnegara, Banyumas, Brebes, Pemalang,
Pekalongan, Kendal, Kebumen, Wonosobo dan Temanggung. Potensi PLTA yang dapat
dikembangkan di Jawa Tengah sebesar 386,42 MW, yang terdapat pada sungai Serayu yang
berpotensi menghasilkan daya 74,95MW, sungai Citanduy sebesar 47,49 MW, sungai
Bogowonto 45,17 MW, sungai Telomoyo 40,98 MW dan sungai-sungai lainnya di daerah Jawa
Tengah. Kapasitas terpasang Pembangkit Interkoneksi di Provinsi Jawa Tengah adalah sebesar
5.779,97 MW, akan tetapi daya mampunya hanya sekitar 87,32 persen dari daya terpasang yaitu
5.046,86 MW. istem kelistrikan di Provinsi Jawa Tengah saat ini masih dipasok dari PLTPB
Dieng, PLTA Mrica, PLTU Cilacap, PLTU Tanjung Jati B, PLTU Rembang maupun pusat
pembangkit lainnya melalui Sistem Transimisi 500 kV dan 150 kV, didukung pula oleh beberapa

~20~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015


Provinsi Jawa Tengah 2015

pusat pembangkit hydro (PLTA) dengan kapasitas kecil melalui saluran distribusi 20 kV (Dinas
Pertambangan dan Energi Jawa Tengah, 2015).
Penempatan pembangkit listrik yang menggunakan sumber energi terbarukan di
Provinsi Jawa Tengah perlu diprioritaskan. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat
harus diimbangi dengan ketersediaan tenaga listrik karena meningkatnya permintaan tenaga
listrik. Rasio elektrifikasi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2014 di bawah 100 persen, namun
lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 81,70 persen (Gambar 18). Rasio elektrifikasi
merupakan perbandingan jumlah rumah tangga yang berlistrik dan jumlah keseluruhan rumah
tangga (RUPTL PLN 2015-2024). Rasio elektrifikasi ini menggambarkan tingkat ketersediaan
energi listrik untuk masyarakat.

Gambar 18
Rasio Elektrifikasi (%) Tahun 2014
120
100 88,15
80 81,70
60
40
20
0
DKI Jakarta Tangerang
Kepulauan Riau

Sulawesi Tengah

Gorontalo

Papua
Banten
Aceh

Jambi

Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Riau

Bengkulu

Maluku
Lampung

Kalimantan Selatan
Kep Bangka Belitung

D.I Yogyakarta

Sulawesi Barat
Jawa Tengah

Nusa Tenggara Timur

Sulawesi Utara
Sumatera Selatan

Nusa Tenggara Barat

Papua Barat
Jawa Timur
Jawa Barat

Kalimantan Barat
Sumatera Barat

Kalimantan Tengah
Sumatera Utara

Kalimantan Timur dan Utara

Maluku Utara
BALI

Rasio Elektrifikasi Nasional

Tidak termasuk pelanggan non PLN


Sumber: Statistik PLN, 2014

Ketergantungan manusia akan listrik semakin besar yang berdampak pada


bertambahnya jumlah pelanggan PLN. Pada tahun 2014, jumlah pelanggan listrik PLN
bertambah sekitar 4 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Penyaluran listrik oleh PLN dibagi
menjadi 10 unit PLN yaitu cabang Semarang, Surakarta, Purwokerto, Tegal, Magelang, Kudus,
Salatiga, Klaten, Pekalongan dan Cilacap. Dari total listrik di Jawa Tengah yang disalurkan, 57
persen dialirkan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, sisanya digunakan untuk
mencukupi kebutuhan industri, usaha, pemerintah dan lain lain. Komposisi pendistribusian
aliran listrik dari tahun ke tahun mengalami perubahan. Persentase aliran listrik yang
disalurkan ke rumah tangga semakin menurun, sementara persentase aliran ke industri
semakin meningkat, sedangkan lainnya relatif stabil.

Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~21~


2015 Provinsi Jawa Tengah

2.2.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan


Pembangunan ekonomi bidang maritim merupakan salah satu prioritas program kerja
pembangunan. Sasaran pengembangan ekonomi maritim dan kelautan diantaranya
termanfaatkannya sumber daya kelautan, tersedianya data dan informasi sumber daya kelautan
terintegrasi untuk mendukung pengelolaan sumber daya pesisir dan laut, terwujudnya tol laut
dan upaya meningkatkan pelayanan angkutan laut dan konektivitas laut. Untuk mewujudkan
sasaran tersebut, wilayah dengan potensi maritim besar perlu didorong untuk melakukan
percepatan pengembangan ekonomi kelautan. Letak Provinsi Jawa Tengah berhadapan dengan
Laut Jawa dan Samudera Indonesia sehingga keberadaan transportasi laut sangat penting untuk
membuka jalur tranasportasi provinsi dan negara tetangga di Jawa Tengah. Selain itu Jawa
Tengah juga memiliki potensi perikanan yang besar dan perlu dikembangkan. Keberadaan
infrastruktur pelabuhan perlu dibangun dengan kualitas dan jumlah yang memadai untuk
menunjang berkembangnya sektor maritim dan kelautan.
Dalam kaitannya dengan pengembangan pelabuhan untuk menunjang kegiatan maritim,
beberapa indikator bisa menggambarkan kondisi pelabuhan laut, meliputi kegiatan bongkar
muat barang, kunjungan kapal, serta jumlah penumpang di pelabuhan umum. Pelabuhan laut di
Jawa Tengah berada di Kabupaten Cilacap, Tegal, dan Kota Semarang (Tabel 4). Tingginya
frekuensi kunjungan kapal di suatu pelabuhan laut merupakan salah satu indikator tingkat
kesibukan aktivitas pelabuhan tersebut. Semakin banyak kapal yang berkunjung, maka
pelabuhan yang bersangkutan dapat dikategorikan sebagai pelabuhan yang sibuk/ramai.
Pelabuhan di Jawa tengah masih didominasi jenis pelayaran nusantara. Jumlah kapal yang
berlabuh di pelabuhan-pelabuhan laut di Jawa Tengah tercatat sebanyak 7.010 , dengan
komposisi 20,14 merupakan kapal luar negeri/asing, dan 79,86 merupakan kapal dalam negeri
(BPS Provinsi Jawa Tengah, 2015). Jenis pelayaran samudra nusantara maupun pelayaran
rakyat terdapat di Pelabuhan Tanjung Mas Semarang; sedangkan Pelabuhan Tegal akan
dikembangkan untuk pelabuhan perikanan. Selain itu terdapat Pelabuhan Tanjung Intan di
Cilacap. Secara keseluruhan Pelabuhan Tanjung Intan, Cilacap, Jawa Tengah, merupakan
pelabuhan produktif di jalur selatan yang digunakan sebagai dermaga untuk kepentingan
sendiri. Kondisi dermaga umumnya belum dioptimalkan sebagai zona poros maritim,
mengingat potensi yang dimiliki akan bisa dikembangkan sebagai port logistic untuk
daerah Jawa Tengah bagian selatan hingga Jawa Barat.

Tabel 4
Aktivitas di Pelabuhan Provinsi Jawa Tengah

Kunjungan
Kota/ Kabupaten Pelabuhan GRT
Kapal (unit)
Kota Semarang Tanjung Mas 4.749 21.123.038
Cilacap Tanjung Intan 1.820 24.134.255
Tegal Tegal 441 64.274
Sumber: Statistik Transportasi Provinsi Jawa Tengah, 2015

Jawa Tengah juga memiliki potensi sumber daya besar pada wilayah pesisir dan laut.
Sebagian besar produksi ikan terbanyak berasal dari budidaya ikan di kolam tambak, serta
perikanan tangkap laut. Potensi perikanan air laut Provinsi Jawa meliputi pelagis besar, pelagis
kecil, demersal, ikan karang, ikan hias, udang dan krustasea lainnya, kerang, serta rumput laut.
Hasil produksi ikan terbanyak tahun 2013 di Jawa Tengah adalah perikanan tangkap laut

~22~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015


Provinsi Jawa Tengah 2015

sebesar 224.229 ton, perikanan budidaya tambak sebesar 188.407 ton, serta budidaya kolam
sebanyak 160.987 ton (Gambar 19).

Gambar 19
Produksi Perikanan (ton) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013

1%
5%
0%

35%
25%

29% 3%
2%

Tangkap Laut Perairan Umum Budidaya Laut Tambak


Kolam Keramba Jaring Apung Sawah

Sumber: BPS, 2013

2.2.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri


Pembangunan pariwisata dan industri harus dilakukan secara berkelanjutan sehingga
memberikan manfaat langsung untuk kesejahteraan masyarakat karena sektor pariwisata dan
industri merupakan salah satu komponen dalam pembangunan ekonomi. Arah kebijakan dalam
pengembangan sektor pariwisata meliputi: pemasaran pariwisata nasional dengan
mendatangkan jumlah wisatawan nusantara dan mancanegara; pembangunan destinasi
pariwisata dengan meningkatkan daya tarik daerah tujuan wisata sehingga berdaya saing di
dalam dan luar negeri; pembangunan industri pariwisata dengan meningkatkan partisipasi
usaha lokal dalam industri pariwisata nasional serta meningkatkan keragaman dan daya saing
produk dan jasa pariwisata nasional di setiap destinasi pariwisata yang menjadi fokus
pemasaran; dan pembangunan kelembagaan pariwisata dengan membangun sumberdaya
manusia pariwisata serta organisasi kepariwisataan nasional.
Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang keragaman budaya,
wisata sejarah dan wisata alam menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan. Jumlah wisatawan
yang berkunjung ke tempat wisata di Jawa Tengah meningkat setiap tahunnya, terlihat dari
jumlah tamu yang menginap di hotel dan akomodasi lainnya di Provinsi Jawa Tengah
dibandingkan Indonesia secara keseluruhan Tahun 2010-2014 (Gambar 20). Jumlah tamu asing
dan domestik pada hotel dan akomodasi lain di Jawa Tengah sebesar 8,5 juta orang pengunjung
pada tahun 2014. Apabila dibandingkan dalam kurun waktu lima tahun (tahun 2010-2014),
jumlah wisatawan di Jawa Tengah mengalami peningkatan sebesar 120 persen.

Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~23~


2015 Provinsi Jawa Tengah

Gambar 20
Jumlah Tamu yang Menginap Tahun 2010-2014

9.000.000 8.310.648 100.000.000


8.000.000 90.000.000
7.133.029
7.000.000 80.000.000
6.216.685
70.000.000
6.000.000
5.098.747 60.000.000
5.000.000
3.791.329 50.000.000
4.000.000
40.000.000
3.000.000
30.000.000
2.000.000 20.000.000
1.000.000 180.991 10.000.000
73.084 114.164 94.297 155.819
- -
2010 2011 2012 2013 2014

Jumlah Tamu Asing (Provinsi) Jumlah Tamu Indonesia (Provinsi)


Jumlah Tamu Asing (Nasional) Jumlah Tamu Indonesia (Nasional)

Sumber: BPS, 2014

Peningkatan wisatawan terhadap hotel dan akomodasi lainnya ternyata tidak diikuti
dengan peningkatan wisatawan terhadap objek wisata. Hal ini perlu mendapatkan perhatian
dari pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk mempromosikan tempat wisata di Jawa Tengah.
Potensi wisata Jawa Tengah cukup lengkap, dari wisata alam, budaya, sejarah, dan lain-lain.
Jawa Tengah memiliki daya tarik wisata budaya dan alam yang beraneka ragam, antara lain
peninggalan situs-situs purbakala seperti Candi Borobudur, Prambanan dan lain-lain. Selain
wisata peninggalan budaya, di Jawa Tengah juga terdapat beragam objek wisata alam berupa
pegunungan, keindahan wisata pantai, gua alam, air terjun dan lain-lain Untuk seni kreatifitas,
maka Jawa Tengah terkenal dengan karya seninya dalam seni ukiran Jepara, kerajinan batik,
kerajinan kuningan, pahat batu, keramik, wayang dan lain-lain. Untuk menarik
minat wisatawan baik wisatawan dalam negeri maupun mancanegara, pemerintah daerah
harus terus menjaga kelestarian tempat-tempat wisata budaya dan terus mengembangkan
sumberdaya budaya, sumberdaya alam yang akan membuat satu daya tarik kepariwisataan.
Faktor yangharus diperhatikan selain infrastruktur adalah kesehatan, kebersihan, keamanan
dan keselamatan bagi para wisatawan.
Untuk sektor industri, pembangunan sektor industri bukan hanya mambangun pabrik
dan memasarkan hasil produksinya namun membangun sistem untuk berkembang secara
mandiri pada struktur ekonomi masyarakat setempat. Salah satu tantangan yang dihadapi
industri nasional saat ini adalah daya saing yang rendah di pasar internasional. Faktor yang
menyebabkan rendahnya daya saing tersebut antara lain adanya peningkatan biaya energi,
tingginya biaya ekonomi, serta belum memadainya layanan birokrasi. Tantangan lain yang
dihadapi adalah masih lemahnya keterkaitan antar industri (industri hulu dan hilir maupun
antara industri besar dengan industri kecil dan menengah), adanya keterbatasan berproduksi
barang setengah jadi dan komponen di dalam negeri, keterbatasan industri berteknologi tinggi,
kesenjangan kemampuan ekonomi antardaerah, serta ketergantungan ekspor pada beberapa
komoditas tertentu.

~24~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015


Provinsi Jawa Tengah 2015

Sektor industri merupakan salah satu dari empat sektor utama pendukung
perekonomian Jawa Tengah. Namun sejak 2011 jumlah industri khususnya industri besar
sedang (IBS) justru menunjukkan penurunan. Walaupun jumlah IBS terus mengalami
penurunan, jumlah tenaga kerja yang terlibat di dalamnya semakin bertambah (Tabel 5). Selain
IBS di Jawa Tengah juga berkembang IMK. Keberadaan Industri Kecil Menengah merupakan
kekuatan perekonomian Indonesia yang mampu bertahan dari krisis ekonomi Indonesia
maupun krisis ekonomi global. Bila jumlah IBS semakin menurun sebaliknya jumlah IMK
semakin meningkat. Pada tahun 2014 Industri Kecil dan Menengah (IMK) tumbuh 8,04 persen
jika dibandingkan tahun sebelumnya.

Tabel 5
Statistik IBS dan IMK Jawa Tengah
Tahun
Uraian
2011 2012 2013 2014
Industri Besar Sedang (IBS)
Jumlah IBS (unit) 3.850 3.736 3.666 *
Tenaga Kerja (orang) 732.031 777.087 838.351 *
Industri Kecil Menengah (IMK)
Jumlah IMK (unit) * 645.005 645.148 697.018
Tenaga Kerja (ribu orang) * 2.853,22 2,887,51 3.119,67
* Data tidak tersedia
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2015

Gambar 21
Jumlah Industri dan Tenaga Kerja (IBS) Tahun 2013

350 160000

300 140000

120000
250
100000
200
80000
150
60000
100
40000
50 20000

0 0
Kota Pekalongan
Magelang

Pemalang
Wonosobo
Cilacap

Tegal
Purbalingga

Klaten

Grobogan

Semarang
Banyumas

Temanggung
Kebumen
Purworejo

Wonogiri

Blora
Rembang

Kendal
Batang
Pekalongan
Banjarnegara

Boyolali

Karanganyar
Sragen

Kudus

Demak

Brebes
Sukoharjo

Jepara

Kota Semarang
Pati

Kota Magelang
Kota Surakarta
Kota Salatiga

Kota Tegal

jumlah perusahaan tenaga kerja

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2015

Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~25~


2015 Provinsi Jawa Tengah

Suatu daerah dianggap maju jika kelompok sektor sekunder menjadi penopang bingkai
perekonomiannya. Industri manufaktur merupakan salah satu penopang perekonomian yang
dianggap tangguh. Keberadaan dan keberlanjutan industri manufaktur memegang peranan yang
kuat karena mengakar di masyarakat. Sektor industri manufaktur, baik Industri Besar Sedang
(IBS) maupun Industri Mikro Kecil (IMK) perannya tidak begitu besar dalam pembentukan
ekonomi daerah, namun berperan dalam menciptakan lapangan kerja dan pemerataan
pendapatan. Jumlah unit usaha di sektor industri besar dan menengah Jawa Tengah tahun 2013
terbesar adalah di Kota Semarang yaitu 300 perusahaan, sementara penyerapan tenaga kerja
terbesar adalah di Kabupaten Kudus yaitu 146.045 orang tenaga kerja. (Gambar 21).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui usaha kecil
dan mikro, antara lain kualitas SDM bidang udaha kecil dan mikro yang masih rendah, tingkat
kesejahteran masyarakat lokal yang rendah, modal usaha yang belum tersedia, kurangnya
kebijakan pemerintah terhadap pengembangan UKM, serta strategi pemasaran terhadap jenis
usaha belum tersedia. Peran pemerintah terhadap industri kecil dan mikro adalah bagaimana
menumbuhkan iklim usaha dengan menerapkan peraturan perundangan dan kebijakan yang
meliputi aspek pendanaan, sarana prasarana, informasi usaha, kemitraan, perizinan usaha,
kesempatan berusaha, promosi dagang, serta dukungan kelembagaan.

2.3. ANALISIS PEMERATAAN DAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN


2.3.1. Pusat Pertumbuhan Wilayah
Pusat pertumbuhan wilayah banyak ditentukan berdasarkan potensi yang dimilikinya.
Peningkatan infrastruktur dan ketersediaan sarana mampu mendukung percepatan
pembangunan. Ketersediaan infrastruktur yang lengkap di suatu wilayah juga bisa digunakan
sebagai dasar dalam penetapan pusat pertumbuhan, karena hierarki suatu kota yang besar
akan mempercepat wilayah lain untuk berkembang. Hierarki kota dapat menentukan jenjang
pelayanan terkait dengan pusat pelayanan di kota.

2.3.1.1. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)


Pada dasarnya KEK dibentuk untuk membuat lingkungan kondusif bagi aktivitas
investasi, ekspor, dan perdagangan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.
Salah satu syarat pengembangan KEK adalah ketersediaan investor yang akan menggerakkan
investasi di wilayah tersebut. KEK bertujuan untuk mempercepat pembangunan dan
mengurangi kesenjangan dalam masyarakat melalui hadirnya aktivitas ekonomi yang
memberikan nilai tambah. Terbentuknya KEK diharapkan semakin membangun daya saing
wilayah dengan memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Sesuai RKP 2016 tidak ada penetapan KEK di Jawa Tengah. Kebijakan
pembangunan kawasan strategis bidang ekonomi di Wilayah Jawa-Bali diarahkan menjadi
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang memiliki skala ekonomi dengan orientasi daya saing
nasional dan internasional berbasis sektor industri dan jasa nasional, pusat pengembangan
ekonomi kreatif, serta sebagai salah satu pintu gerbang destinasi wisata terbaik dunia,
diarahkan untuk pengembangan industri makanan-minuman, tekstil, peralatan transportasi,
telematika, kimia, alumina dan besi baja.

~26~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015


Provinsi Jawa Tengah 2015

2.3.1.2. Kawasan Industri


Kawasan Industri (KI) bertujuan untuk mengendalikan tata ruang, meningkatkan upaya
industri yang berwawasan lingkungan, mempercepat pertumbuhan industri di daerah,
meningkatkan daya saing industri, meningkatkan daya saing investasi, serta memberikan
kepastian lokasi dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur yang terkoordinasi antar
sektor terkait. Kawasan Industri di Jawa Tengah terdapat di Kota Semarang, Kabupaten
Semarang, kendal, dan Cilacap namun bukan menjadi prioritas nasional untuk dikembangkan
(Pengembangan Reguler). Permintaan lahan kawasan industri terus meningkat seiring dengan
program hilirisasi industri dan meningkatnya kinerja perekonomian Indonesia.
Faktor pendukung untuk pengembangan kawasan industri meliputi pelabuhan niaga,
infrastruktur pendukung, dan akses kawasan industri. Infrastruktur dan fasilitas pendukung
yang akan dibangun mencakup jalan kawasan sesuai standar internasional, saluran drainase
untuk menjamin kawasan bebas banjir, pembangkit listrik, pusat pengolahan air bersih, pusat
pengolahan air limbah, sarana olah raga dan hiburan, kompleks pendidikan, dan lain-lain. Untuk
pelayanan kepada para tenant juga menyediakan pelayanan one stop service yang meliputi
layanan perizinan, layanan logistik, layanan keamanan, dan bantuan SDM.

2.3.2. Kesenjangan intra wilayah


Pembangunan diarahkan untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah dan
antargolongan pendapatan. Tingkat kesenjangan ekonomi antarkota dan kabupaten di Provinsi
Jawa Tengah yang ditunjukan dengan nilai indeks wiliamson dari tahun 2009-2013 memiliki
kecenderungan meningkat dan berada di atas rata-rata nasional. Kesenjangan di Jawa Tengah
tergolong kesenjangan ekonomi yang berkategori tinggi (Gambar 22). Penyebab kesenjangan
ekonomi dan sosial di Jawa Tengah adalah struktur perekonomian di kabupaten dan kota di
Jawa tengah yang berbeda. Beberapa daerah merupakan daerah industri dan perkotaan yang
cukup maju sedangkan daerah lain merupakan perdesaan yang kegiatan perekonomiannya
hanya didominasi oleh pertanian. Hal inilah yang menyebabkan kesenjangan semakin besar.
Gambar 22
Perkembangan Kesenjangan Ekonomi (Indeks Williamson) 2009-2013
1,00
0,90 0,93 0,90 0,89
0,85 0,83
0,80
0,77 0,76 0,76 0,76 0,76
0,70
0,60
0,50
0,40
0,30
0,20
0,10
0,00
2009 2010 2011 2012 2013

Jawa Tengah Nasional

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~27~


2015 Provinsi Jawa Tengah

Kesenjangan ekonomi antarkota dan kabupaten di Provinsi Jawa Tengah cukup tinggi,
terlihat dari besarnya gap antara kabupaten dan kota dengan PDRB perkapita tertinggi dan
PDRB perkapita terendah (Tabel 6). Kesenjangan yang ditimbulkan juga relatif besar
antarwilayah yang memiliki sumber daya alam melimpah, yang didukung oleh pengolahan
industri dari hulu ke hilir. Kabupaten dan kota di Jawa Tengah yang memiliki pendapatan per
kapita tinggi antara lain Kabupaten Cilacap, Kudus, dan Kota Semarang yang menjadi pusat
pertumbuhan ekonomi karena dukungan kawasan industri di daerah ini. Keberadaan industri
pengolahan turut meningkatkan pendapatan per kapita bagi masyarakat di daerah ini.

Tabel 6
Perkembangan Nilai PDRB Perkapita ADHB dengan Migas Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013 (000/jiwa)

Kab/ Kota 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Cilacap 49.937 51.801 56.568 61.742 65.053 70.193


Banyumas 5.424 5.929 6.636 7.214 8.031 8.868
Purbalingga 5.299 6.104 6.782 7.570 8.347 9.271
Banjarnegara 8-391 6.933 7.698 8.488 9.290 10.327
Kebumen 4.556 5.032 5.581 6.103 6.750 7.509
Purworejo 7.618 8.386 9.283 10.209 11.202 12.379
Wonosobo 4.422 4.742 5.194 5.682 6.253 6.925
Magelang 5.634 6.071 6.776 7.328 8.050 8.852
Boyolali 8.956 7.673 8.690 9.615 10.552 11.734
Klaten 8.402 9.147 9.958 10.709 11.832 13.244
Sukoharjo 9.842 10.848 12.003 13.196 14.567 16.200
Wonogiri 5.618 6.155 7.237 7.692 8.448 9.354
Karanganyar 9.541 10.334 11.321 12.493 13.785 15.303
Sragen 6.024 6.823 7.787 8.773 9.863 11.106
Grobogan 3.974 4.401 4.957 5.411 6.057 6.686
Blora 4-387 4.804 5.380 5.826 6.325 7.078
Rembang 6.929 7.547 8.388 9.096 9.861 10.806
Pati 6.495 7.039 7.866 8.701 9.533 10.577
Kudus 35.615 37.462 40.389 42.854 46.176 50.799
Jepara 6.939 7.543 8.292 9.053 9.878 10.853
Demak 4.730 5.075 5.609 6.089 6.622 7.264
Semarang 10.160 10.896 11.870 13.029 14.415 16.167
Temanggung 5.883 6.373 7.140 7.811 8.553 9.449
Kendal 9.714 10.634 11.950 13.323 14.619 16.102
Batang 6.225 6.648 7.441 8.197 8.985 9.896
Pekalongan 7.038 7.682 8.606 9.480 10.457 11.630
Pemalang 5.197 5.668 6.301 6.980 7.666 8.538
Tegal 4.587 5.096 5.680 6.269 6.955 7.766
Brebes 6.428 7.215 8.424 9.405 10.266 11.445
Kota Magelang 14.174 15.717 17.777 19.525 21.889 24.284
Kota Surakarta 15.832 17.747 19.874 21.860 24.101 26.782
Kota Salatiga 9.230 9.829 10.834 11.704 11.567 12.770
Kota Semarang 22.750 24.972 27.819 30.507 33.644 37.153

~28~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015


Provinsi Jawa Tengah 2015

Kab/ Kota 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Kota Pekalongan 11.579 12.388 13.488 14.707 16.097 17.880


Kota Tegal 8.937 9.947 10.980 11.797 12.697 13.935
Jawa Tengah 11.367 12.301 13.706 15.241 16.864 18.751
Sumber: BPS, 2013

3. ISU STRATEGIS WILAYAH


Isu strategis merupakan permasalahan pembangunan yang memiliki kriteria yaitu: (i)
berdampak besar bagi pencapaian sasaran pembangunan nasional; (ii) merupakan akar
permasalahan pembangunan di daerah; dan (iii) mengakibatkan dampak buruk berantai pada
pencapaian sasaran pembangunan yang lain jika tidak segera diperbaiki. Berdasarkan
gambaran kinerja pembangunan wilayah, analisis pembangunan, serta identifikasi
permasalahan yang telah dilakukan, maka isu-isu strategis Provinsi Jawa Tengah adalah sebagai
berikut:

1. Tingginya Ketergantungan pada Sektor Industri Pengolahan


Industri pengolahan memberikan sumbangan terbesar dalam pembentukan total PDRB
Jawa Tengah, sementara itu peranan sektor-sektor yang mendukung industrialisasi sangat
rendah. Struktur perekonomian Jawa Tengah tahun 2014 didominasi sektor industri
pengolahan; pertanian, kehutanan, dan perikanan; perdagangan besar dan eceran, reparasi
mobil dan sepeda motor (Tabel 7). Sektor pendukung industrialisasi meliputi pengadaan listrik
dan gas, serta pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah perannya juga kecil dalam
perekonomian.
Tabel 7
Struktur PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2014

Distribusi Persentase (%)


No. Lapangan Usaha PDRB ADHK
PDRB ADHB
2010
1. Pertanian , Kehutanan, dan Perikanan 14,78 13,84
2. Pertambangan dan Penggalian 2,12 2,03
3. Industri Pengolahan 36,31 35,88
4. Pengadaan Listrik dan Gas 0,09 0,11
5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah 0,06 0,07
6. Konstruksi 10,10 10,01
7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil 13,44 14,40
dan Sepeda Motor
8. Transportasi dan Pergudangan 2,97 3,24
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 3,02 3,06
10. Informasi dan Komunikasi 3,07 3,93
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 2,77 2,64
12. Real Estate 1,62 1,80
13. Jasa Perusahaan 0,33 0,33
14. Administrasi Pemerintah, Pertahanan, Jaminan 2,85 2,75
Sosial Wajib
15. Jasa Pendidikan 4,18 3,58

Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~29~


2015 Provinsi Jawa Tengah

Distribusi Persentase (%)


No. Lapangan Usaha PDRB ADHK
PDRB ADHB
2010
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,81 0,77
17. Jasa Lainnya 1,48 1,56
100.00 100.00
Sumber: BPS, 2014

Apabila ditelusuri lebih lanjut berdasarkan analisis sektor basis, pertanian, ekhutanan,
dan perikanan; industri pengolahan; konstruksi; perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil
dan sepeda motor; penyediaan akomodasi dan makan minum merupakan sektor-sektor
tradable (dapat diperdagangkan antardaerah), dengan nilai location quotient lebih besar dari
satu (LQ>1). Hal ini menunjukkan Provinsi Jawa Tengah memiliki proportional share lebih
besar dari rata-rata daerah lain untuk sektor-sektor tersebut (Tabel 8). Sebaliknya, kelompok
sektor yang memiliki nilai LQ kurang dari satu (LQ<1) menunjukkan peluang dan potensi
Provinsi Jawa Tengah untuk mengembangkan kegiatan pertanian dan jasa-jasa tersebut.

Tabel 8
Nilai LQ Sektor Ekonomi Provinsi Jawa Tengah

No. Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013 2014


1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,14 1,15 1,14 1,13 1,06
2. Pertambangan dan Penggalian 0,21 0,19 0,20 0,21 0,22
3. Industri Pengolahan 1,43 1,45 1,49 1,49 1,53
4. Pengadaan Listrik dan Gas 0,35 0,38 0,40 0,42 0,42
5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah 0,98 0,96 0,93 0,90 0,89
6. Konstruksi 1,12 1,08 1,06 1,05 1,03
7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor 1,10 1,11 1,05 1,05 1,04
8. Transportasi dan Pergudangan 0,84 0,82 0,81 0,85 0,86
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,04 1,02 1,02 1,01 1,01
10. Informasi dan Komunikasi 0,88 0,86 0,85 0,84 0,86
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 0,80 0,79 0,75 0,72 0,71
12. Real Estat 0,60 0,59 0,59 0,60 0,60
13. Jasa Perusahaan 0,19 0,19 0,19 0,20 0,20
14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib 0,85 0,83 0,81 0,82 0,79
15. Jasa Pendidikan 0,89 0,98 1,07 1,11 1,13
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,69 0,69 0,71 0,72 0,73
17. Jasa lainnya 0,57 0,55 0,52 0,54 0,55
Nilai LQ dihitung menggunakan PDRB ADHK Tahun 2010
Sumber: BPS, 2014(diolah)

Beberapa indikator di atas menekankan pentingnya pengembangan sektor industri


pengolahan di Jawa Tengah. Ada dua alasan yang mendukung hal tersebut. Pertama, sektor
pertanian primer memiliki elastisitas permintaan yang rendah terhadap pendapatan. Hal ini

~30~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015


Provinsi Jawa Tengah 2015

ditunjukkan dengan relatif bertahannya kinerja pertumbuhan sektor pertanian di masa krisis,
namun ketika situasi ekonomi membaik dan pendapatan masyarakat meningkat permintaan
terhadap komoditas pertanian tidak meningkat dengan proporsi yang sama. Berbeda halnya
dengan permintaan terhadap produk manufaktur, yang sangat elastis terhadap peningkatan
pendapatan. Kedua, sektor industri pengolahan non migas sangat potensial dalam menciptakan
nilai tambah, mendorong perkembangan sektor-sektor lain (multiplier effect), dan menciptakan
lapangan kerja. Keberadaan operasi pertambangan konsentrat tembaga diharapkan bukan
untuk keperluan ekspor saja namun bisa dilakukan pengolahan lebih lanjut di daerah tersebut.
Selama periode 2011-2015, sektor perekonomian yang menyerap tenaga kerja secara
signifikan adalah sektor industri pengolahan, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, dan
jasa jasa. Sementara jumlah orang bekerja pada sektor angkutan dan telekomunikasi menurun
(Tabel 9). Sektor industri pengolahan menyerap tenaga kerja paling besar dibandingkan sektor
lainnya. Ke depan, sektor industri pengolahan masih perlu berkembang lagi sehingga mampu
menyerap angkatan kerja baru dan menyerap tenaga kerja yang menumpuk di sektor pertanian,
bangunan, perdagangan, jasa-jasa yang kurang produktif.

Tabel 9
Perubahan Jumlah Orang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan 2011-2015

No. Lapangan Pekerjaan 2011 2015 (Feb) Perubahan


1 Pertanian 5.376.452 5.388.260 11.808
2 Pertambangan 79.440 142.462 63.022
3 Industri Pengolahan 3.046.724 3.328.466 281.742
4 Listrik, Gas, Air 29.152 32.231 3.079
5 Bangunan 1.097.390 1.335.860 238.470
6 Perdagangan, Hotel, Restoran 3.715.488 4.012.448 296.960
7 Angkutan & Telekomunikasi 563.144 491.964 -71.180
8 Keuangan 264.691 305.163 40.472
9 Jasa-Jasa 2.057.071 2.285.171 228.100
Total 16.229.552 17.322.025 1.092.473
Sumber: BPS, 2015

2. Kurangnya Sumber Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan


Dari sisi pengeluaran (penggunaan) pendorong utama pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah tahun 2014 adalah pada konsumsi rumah tangga, dengan kontribusi lebih besar dari 50
persen (Tabel 10). Sektor investasi (PMTB) sebagai sektor yang penting bagi pertumbuhan
daerah berkontribusi tinggi sebesar 29,56 persen pada PDRB ADHB, dan 7,43 persen pada
PDRB ADHK 2010 sehingga perlu lebih ditingkatkan. Investasi berperan meningkatkan stok
kapital di daerah yang digunakan untuk berproduksi. Tingkat investasi yang rendah akan diikuti
oleh terbatasnya kemampuan daerah untuk memacu peningkatan produksi. Jawa Tengah
memiliki nilai strategis dan potensi unggulan untuk mengembangkan investasi, terlebih di Jawa
Tengah banyak dilakukan pengembangan kawasan industri. Keberagaman potensi dan
komoditas Jawa Tengah memerlukan sinergi antara dunia usaha, pemerintah, dan para
stakeholder lainnya untuk mengembangkan perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Hal ini akan
menjamin berkembangnya arus perdagangan dan investasi di Provinsi Jawa Tengah yang dapat
memperkuat daya saing daerah.

Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~31~


2015 Provinsi Jawa Tengah

Tabel 10
PDRB Menurut Penggunaan 2014

Distribusi Persentase (%)


No. Lapangan Usaha
PDRB ADHB PDRB ADHK 2010
1. Konsumsi Rumah Tangga 64,03 60,57
2. Konsumsi Lembaga Nirlaba 1,16 28,71
3. Konsumsi Pemerintah 8,28 1,08
4. PMTB 29,56 7,43
5. Perubahan Stok 2,92 2,12
6. Ekspor 9,04 8,85
7. Impor 23,81 15,46
8. Net Ekspor Antar Daerah 8,82 6,70
Total 100,00 100,00
Sumber : BPS, 2014

3. Rendahnya Kualitas dan Kuantitas Infrastruktur Wilayah


Ketersediaan infrastruktur merupakan salah satu faktor pendorong produktivitas
daerah. Pembangunan ekonomi membutuhkan dukungan sarana transportasi dan ketersediaan
jaringan listrik yang memadai. Jawa Tengah dilayani oleh jaringan jalan sepanjang 29,703 km.
Jika dilihat dari sisi kuantitas, ketersediaan jaringan jalan di Jawa Tengah untuk mendukung
transportasi darat cukup memadai. Hal ini terlihat dari indikator kerapatan jalan, yang
menunjukkan rasio panjang jalan dalam kilometer terhadap luas wilayah dalam kilometer
persegi, dan dinyatakan dalam persen (Tabel 11).

Tabel 11
Kerapatan Jalan dan PDRB Per Kapita Provinsi Tahun 2014

No. Provinsi PDRB Per Kapita Kerapatan


( Ribu Rp) Jalan
1 DKI Jakarta 136.407,58 1068,36
2 D.I Yogyakarta 21.873,72 136,19
3 Bali 29.666,48 133,20
4 Jawa Tengah 22.858,32 90,56
5 Jawa Timur 32.703,80 89,03
6 Banten 29.961,85 70,84
7 Sulawesi Selatan 27.760,65 69,98
8 Jawa Barat 24.961,05 69,55
9 Kepulauan Riau 76.753,11 60,40
10 Lampung 23.648,76 56,85
11 Sumatera Barat 25.963,24 54,57
12 Sumatera Utara 30.482,59 50,41
13 Sulawesi Utara 27.804,68 49,14
14 Nusa Tenggara Barat 15.351,54 43,52
15 Bengkulu 19.631,40 43,06
16 Gorontalo 18.627,37 42,76
17 Nusa Tenggara Timur 10.742,42 42,10

~32~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015


Provinsi Jawa Tengah 2015

No. Provinsi PDRB Per Kapita Kerapatan


( Ribu Rp) Jalan
18 Sulawesi Barat 19.211,14 41,93
19 Aceh 23.199,49 39,86
20 Sulawesi Tenggara 27.898,88 31,32
21 Sulawesi Tengah 25.316,32 30,38
22 Kalimantan Selatan 27.230,80 30,16
23 Kep Bangka Belitung 32.868,70 29,62
24 Riau 72.331,01 28,27
25 Jambi 36.088,33 26,65
26 Maluku Utara 16.872,31 19,39
27 Sumatera Selatan 30.627,55 18,71
28 Maluku 14.230,08 16,61
29 Kalimantan Timur 123.985,45 12,13
30 Kalimantan Barat 22.707,79 10,42
31 Kalimantan Tengah 30.220,97 9,93
32 Papua Barat 59.156,84 8,40
33 Papua 38.891,99 5,26
Sumber: BPS (2014)

Berdasarkan asumsi terdapat korelasi antara tingkat kerapatan jalan dan tingkat
pendapatan perkapita dalam suatu perekonomian, dengan menggunakan data 33 provinsi
terlihat hubungan positif antara PDRB per kapita dan tingkat kerapatan jalan (Gambar 23).
Semakin tinggi pendapatan per kapita wilayah kerapatan jalannya cenderung tinggi pula.
Provinsi-provinsi yang posisinya di bawah kurva linier tersebut berarti mengalami defisiensi
infrastruktur jalan. Dengan menggunakan ukuran ini terlihat bahwa posisi Jawa Tengah relatif
baik dibandingkan provinsi lain di Indonesia karena Jawa Tengah tidak mengalami defisiensi
infrastruktur jalan. Ketersediaan jaringan jalan bukan menjadi permasalahan utama bagi Jawa
Tengah, namun ke depannya pembangunan infrastruktur perlu ditingkatkan lagi.

Gambar 23
Hubungan antara Kerapatan Jalan dan PDRB Per Kapita Tahun 2014
3,50

3,00
Log Kerapatan Jalan

2,50
y = 0,2139x - 0,008
2,00 R = 0,0149
Jawa Tengah
1,50

1,00

0,50

0,00
6,50 7,00 7,50 8,00 8,50
Log PDRB per kapita
Sumber: BPS (2014) diolah

Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~33~


2015 Provinsi Jawa Tengah

Secara kualitas, kondisi fisik jalan di Provinsi Jawa Tengah cukup baik karerna 85 persen
permukaan jalan sudah beraspal. Jenis permukaan jalan akan sangat mempengaruhi kinerja
sektor angkutan. Perbaikan dan pelebaran jalan terus dilakukan oleh pemerintah. Hal tersebut
dapat dilihat dari bertambahnya panjang jalan yang beraspal serta berkurangnya jalan tanah
dan kerikil. Pada tahun 2013 terdapat 27.038,56 km jalan beraspal, kemudian di tahun 2014
bertambah menjadi 47.480,02 km. Bertambahnya panjang jalan yang signifikan pada tahun
2014 disebabkan telah dibukanya beberapa ruas tol baru.
Infrastruktur lain yang mendorong produktivitas daerah adalah jaringan listrik.
Konsumsi listrik di Jawa Tengah besarnya 585,60 kWh, lebih rendah dari tingkat konsumsi
listrik nasional sebesar 787,6 kWh (Gambar 24). Untuk mengukur defisiensi terhadap
infrastruktur kelistrikan digunakan cara yang sama, yaitu dengan melihat korelasi antara
pendapatan perkapita dan konsumsi listrik perkapita terlihat hubungan yang positif antara PDB
per kapita dengan tingkat konsumsi listrik (Gambar 25). Wilayah yang memiliki posisi di bawah
kurva linier mengalami defisiensi infrastruktur listrik. Semakin tinggi pendapatan perkapita
suatu perekonomian, konsumsi listriknya cenderung semakin tinggi pula. Posisi Jawa Tengah
berada di atas kurva linier, menunjukkan Jawa Tengah tidak mengalami defisiensi infrastruktur
listrik. Data energi listrik selama tahun 2014 menunjukkan peningkatan baik jumlah pelanggan,
daya tersambung, maupun energi yang terjual. Hal ini sebagai respon dari kebutuhan energi
listrik yang semakin meningkat, baik pelanggan rumah tangga, pabrik, ataupun usaha lainnya.
Ketersediaan energi listrik yang memadai dan berkesinambungan menjadi hal yang penting
untuk menggerakkan roda perekonomian terutama sektor industri

Gambar 24
Konsumsi Listrik per Kapita (KWh) Tahun 2014
3.000
2.500
2.000
1.500
1.000 585,60 787,60
500
0
Kalimantan Timur dan
Jawa Barat
Riau
Aceh

Jambi

Papua
DKI Jakarta Tangerang

Jawa Tengah
Bengkulu

Banten

Nusa Tenggara Barat

Papua Barat
Sumatera Barat

Kepulauan Riau

Kalimantan Barat

Sulawesi Tengah
Sumatera Selatan

Sulawesi Utara

Sulawesi Selatan

Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Sumatera Utara

Lampung
Kep Bangka Belitung

Kalimantan Selatan
Nusa Tenggara Timur

Maluku Utara
BALI

Kalimantan Tengah
D.I Yogyakarta

Sulawesi Tenggara
Jawa Timur

Konsumsi Listrik Rata-Rata Nasional

Sumber: Statistik PLN, 2014

~34~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015


Provinsi Jawa Tengah 2015

Gambar 25
Hubungan Konsumsi Listrik dan Pendapatan Tahun 2014
4,00

3,50
y = 0,648x - 2,1557
3,00 R = 0,3755
Jawa Tengah
2,50

2,00

1,50

1,00

0,50

0,00
6,80 7,00 7,20 7,40 7,60 7,80 8,00 8,20

Sumber: BPS (2014), Statistik PLN (2014) diolah

4. Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia


Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting dalam mendukung percepatan
pertumbuhan dan perluasan pembangunan ekonomi daerah. Semakin tinggi kualitas sumber
daya manusia di suatu daerah, semakin produktif angkatan kerja, dan semakin tinggi peluang
melahirkan inovasi yang menjadi kunci pertumbuhan secara berkelanjutan. Kualitas sumber
daya manusia di Jawa Tengah yang ditunjukkan melalui nilai IPM relatif meningkat yaitu
sebesar 68,28 tahun 2014 dibandingkan tahun 2010 sebesar 66,85 namun masih berada di
bawah IPM nasional sebesar 68,9 (Gambar 26).

Gambar 26
Nilai IPM Provinsi di Indonesia Tahun 2010 dan 2014
90
80
68,9
70
60
50
40
30
20
10
0
Kalimantan Tengah

Kalimantan Timur
Riau

Maluku
Lampung

D.I Yogyakarta

Gorontalo
Sumatera Selatan
Bengkulu
Aceh

Banten
Jambi

DKI Jakarta

Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

Papua Barat
Jawa Timur
Jawa Barat

Sulawesi Tenggara
Sumatera Barat

Papua
Sumatera Utara

Kepulauan Riau

Kalimantan Selatan
Kep Bangka Belitung

Sulawesi Barat

Maluku Utara
Jawa Tengah

BALI

Nusa Tenggara Timur

Sulawesi Utara
Nusa Tenggara Barat

Kalimantan Barat

Kalimantan Utara

2010 2014 Nasional

Sumber: BPS, 2014

Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~35~


2015 Provinsi Jawa Tengah

Nilai IPM ini sudah menerapkan metode baru yang lebih merepresentasikan kondisi saat
ini. IPM Jawa Tengah pada tahu 2010 dan 2014 termasuk kategori IPM sedang, yaitu antara 66
70. Pengukuran keberhasilan pembangunan bukan hanya ditandai oleh tingginya pertumbuhan
ekonomi tetapi juga mencakup kualitas manusianya. Konsep pengukuran keberhasilan
pembangunan harus berorientasi pada manusia dan masyarakat, yaitu bagaimana pertumbuhan
ekonomi mampu dirasakan seluruh lapisan masyarakat dan meningkatkan kualitas manusia.
Apabila dilihat dari struktur angkatan kerja berdasarkan pendidikan tertinggi yang
ditamatkan, proporsi angkatan kerja di Jawa Tengah dengan ijasah minimal SMA meningkat
dari 25,71 persen pada tahun 2012 menjadi 27,51 persen pada tahun 2015 (Tabel 12).
Perbaikan kualitas angkatan kerja merupakan modal berharga untuk mendukung industrialiasi
berbasis sumberdaya alam setempat. Kualitas angkatan kerja di Jawa Tengah tergolong baik
apabila didasarkan pada tingkat pendidikan yang ditamatkan

Tabel 12
Angkatan Kerja Menurut Pendidikan yang Ditamatkan

Pendidikan yang
No. 2012 2015 Perubahan
Ditamatkan
1 SD 9.511.184 9.767.722 256.538
2 SMP 3.210.125 3.491.748 281.623
3 SMA (Umum dan Kejuruan) 3.142.793 3.650.933 508.140
5 Diploma I/II/III/Akademi 425.019 366.406 -58.613
6 Universitas 833.776 1.015.833 182.057
Total 17.122.897 18.292.642 1.169.745
Sumber: BPS, 2015

5. Terbatasnya Mobilitas Tabungan Masyarakat


Salah satu sumber pendanaan investasi dan usaha ekonomi masyarakat adalah
tabungan masyarakat. Melalui fungsi intermediasi perbankan, tabungan masyarakat akan
berkembang apabila dikonversi menjadi investasi di sektor-sektor produktif. Imbal hasil dari
investasi ini sebagian akan dikonsumsi dan sebagian akan ditabung oleh masyarakat. Demikian
seterusnya sehingga terjadi perputaran dan pertumbuhan ekonomi.
Rasio pinjaman terhadap simpanan di Jawa Tengah nilainya lebih besar dari satu,
menunjukkan rendahnya tabungan yang dihimpun bank dibandingkan pinjaman yang
disalurkan. Hal ini menunjukkan juga terbatasnya dana perbankan di daerah yang bisa
dikonversi menjadi investasi bagi kegiatan yang produktif. Rasio tersebut berada di atas rata-
rata nasional sebesar 0,92 (Tabel 13).

Tabel 13
Rasio Simpanan dan Pinjaman di Bank Umum dan BPR Tahun 2014

Rasio Rasio
Posisi Pinjaman di Posisi Simpanan di
Pinjaman PMTB
Wilayah Bank Umum dan bank Umum dan
terhadap terhadap
BPR (Milyar Rp) BPR (Milyar Rp)
Simpanan Simpanan
Jawa Tengah 245.084,80 201.434,39 1,22 1,36
Nasional 3.707.916,34 4.013.816,57 0,92 0,85
Sumber: Bank Indonesia, 2014

~36~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015


Provinsi Jawa Tengah 2015

Dalam jangka panjang terbatasnya sumber dana pinjaman ini akan berisiko
meningkatkan harga modal (cost of fund) di daerah. Dengan kondisi tingginya permintaan
kredit, bank-bank umum mungkin menerapkan tingkat bunga kredit yang sama antardaerah,
namun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan lembaga-lembaga keuangan non bank lainnya tentu
akan meningkatkan imbal hasil (bunga) pinjaman. Kenaikan bunga pinjaman akan
memberatkan bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah. Tantangan yang harus dihadapi
oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah adalah mengembangkan kerjasama dengan perbankan
dalam penjaminan kredit dan mobilisasi tabungan masyarakat.
Rasio PMTB terhadap simpanan di Jawa Tengah nilainya lebih dari satu, menunjukkan
investasi fisik di daerah mulai banyak dikembangkan. Percepatan pembangunan di Jawa Tengah
didukung oleh banyaknya infrastruktur fisik dibangun pemerintah maupun sektor swasta.
PMTB biasa disebut investasi fisik karena dihitung dari penanaman modal yang benar-benar
menghasilkan nilai tambah dan bukan dihitung dari realisasi penanaman modal yang tercatat
pada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

6. Rendahnya Kualitas Belanja Daerah


Investasi pemerintah yang umumnya merupakan pembangunan dan pemeliharaan
prasarana publik yang bersifat non excludable dan atau non rivalry memiliki peran yang tidak
tergantikan dibandingkan dengan peran swasta. Peran pemerintah semakin penting di daerah-
daerah relatif tertinggal, di mana tingkat investasi swasta masih rendah. Pada daerah-daerah ini
investasi pemerintah diharapkan dapat meningkatkan daya tarik daerah melalui pembangunan
infrastruktur wilayah seperti jalan, listrik, irigasi, dan prasarana transportasi lainnya, serta
peningkatan sumberdaya manusia (SDM). Tanpa itu, sulit diharapkan dunia usaha daerah dapat
berkembang.
Gambar 27
Komposisi Belanja Pemerintah Daerah 2014
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Kalimantan Selatan
Bengkulu
Riau

Banten
Aceh

Sulawesi Barat
Sumatera Barat

Nusa Tenggara Barat

Kalimantan Barat

Sulawesi Tengah

Gorontalo
Lampung

Kepulauan Riau

Maluku
Jambi

Jawa Barat

Bali

Maluku Utara

Papua
Kalimantan Tengah
Jawa Tengah
D.I Yogyakarta

Sulawesi Tenggara
DKI Jakarta

Jawa Timur

Papua Barat
Sulawesi Utara

Sulawesi Selatan
Sumatera Utara

Sumatera Selatan

Kep Bangka Belitung

Nusa Tenggara Timur

Kalimantan Timur

Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Belanja Pegawai Belanja Lain-lain

Sumber: BPS, 2014

Komitmen pemerintah daerah dalam memprioritaskan investasi publik dapat


ditunjukkan melalui rasio belanja modal pemerintah daerah terhadap total belanja pemerintah

Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~37~


2015 Provinsi Jawa Tengah

kabupaten/kota dan provinsi di Jawa Tengah. Rasio belanja modal di Jawa Tengah pada tahun
2014 sebesar 10,30 persen, dan rasio belanja pegawai sebesar 16,23 (Gambar 27). Penyerapan
belanja daerah dipengaruhi oleh kinerja SKPD sehingga peningkatan kinerja SKPD diharapkan
dapat optimal. Apabila anggaran pada belanja publik lebih diorientasikan pada belanja modal
akan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Belanja modal di Jawa Tengah tergolong rendah
seiring dengan pembangunan proyek infrastruktur, proyek pengadaan bergbagai macam sektor,
jamkesmas, PNPM, dan program sosial lainnya. Efektivitas dari belanja pembangunan tersebut
perlu lebih ditingkatkan, sehingga dapat berdampak nyata terhadap kebutuhan pembangunan
di wilayah Jawa Tengah.

4. REKOMENDASI KEBIJAKAN
Penanganan isu-isu di atas diperkirakan dapat meningkatkan kinerja perekonomian
daerah secara keseluruhan. Salah satu agenda prioritas pembangunan adalah mewujudkan
kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik. Oleh karena
itu disarankan beberapa kebijakan operasional sebagai berikut:
a. Pemberdayaan usaha kecil, menengah, dan koperasi khususnya dalam hal akses
permodalan dan penguasaan teknologi tepat guna;
b. Pengendalian konversi lahan pertanian;
c. Pemberdayaan petani dan nelayan khususnya dalam hal perbaikan akses faktor
produksi (pupuk, benih, pestisida) termasuk peningkatan jaringan irigasi, penyuluhan
dan promosi brand/citra komoditas unggulan daerah;
d. Peningkatan jumlah produk industri pengolahan berkualitas ekspor;
e. Peningkatan kemudahan perijinan usaha;
f. Perbaikan kualitas jaringan jalan;
g. Peningkatan akses pendidikan khususnya pendidikan menengah (umum dan kejuruan)
dan kesehatan;
h. Peningkatan porsi belanja modal APBD yang diprioritaskan pada sektor infrastruktur
yang menjadi kewenangan daerah;
i. Peningkatan koordinasi antara pemerintah daerah dan otoritas moneter di tingkat
wilayah dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif: peningkatan fungsi intermediasi
perbankan di daerah, penjaminan kredit dan pengendalian inflasi daerah.

5. PROSPEK PEMBANGUNAN TAHUN 2016


Perkembangan perekonomian di Jawa Tengah secara makro relatif baik didukung
membaiknya kinerja beberapa sektor perekonomian. Percepatan pengembangan ekonomi Jawa
Tengah melalui aktivitas beberapa kawasan industri akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
wilayah secara keseluruhan. Manfaat dari proyek-proyek infrastruktur utama di kota-kota pusat
pertumbuhan diperkirakan tak hanya memberi manfaat kota bersangkutan tetapi juga wilayah
sekitarnya. Dari sektor pertanian, sebagai lumbung pangan dengan sebaran sentra produksi,
Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur menyumbang 60 persen produksi nasional
hingga kinerja pertanian Jawa semakin meningkat. Hal ini turut mendorong perekonomian di
tahun tahun berikutnya. Indeks Gini, yang mengukur tingkat kesenjangan konsumsi
masyarakat di Provinsi Jawa Tengah, selama periode 2008-2013 mengalami peningkatan dari
angka 0,31 menjadi 0,39, lebih rendah dari angka nasional dari 0,35 menjadi 0,40. Tingkat

~38~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015


Provinsi Jawa Tengah 2015

kesenjangan yang rendah akan menciptakan suasana yang kondusif bagi upaya penurunan
kemiskinan, peningkatan kerukunan sosial, dan penciptaan stabilitas politik dan kemanan.
Berdasarkan modal pembangunan yang dimiliki dan semakin meningkatnya kinerja
pembangunan, prospek pembangunan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016 dalam mendukung
pencapaian target RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut:
1. Sasaran pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah dalam RPJMN 2015-2019 sebesar 5,7 7,7
persen dimungkinkan dapat tercapai sejalan dengan arah pertumbuhan ekonomi yang
semakin membaik di tahun 2015 karena membaiknya kinerja ekspor seiring potensi
berlanjutnya pemulihan ekonomi Amerika dan Jepang. Investasi di Jawa Tengah
berpotensi semakin membaik karena ditopang realisasi proyek infrastruktur yang
berskala besar. Strategi pengembangan pariwisata nasional melalui pengembangan
Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) salah satunya adalah DPN Borobudur di Jawa
Tengah, yang diharapkan akan meningkatkan jumlah kunjung an wisatawan dan
berkontribusi tinggi terhadap perekonomian wilayah.
2. Upaya menurunkan tingkat kemiskinan di Jawa Tengah harus dilakukan dengan optimal
agar sesuai dengan Buku III RPJMN 2015-2019. Sasaran pengurangan tingkat
kemiskinan dalam Buku III RPJMN 2015-2019 adalah 13,1 9,5 persen, sedangkan pada
tahun 2014 tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah sebesar 14,46 persen, untuk itu
diperlukan upaya konsisten untuk menurunkan tingkat kemiskinan di provinsi ini.
Selama kurun waktu 2015-2019 Provinsi Jawa Tengah harus menurunkan persentase
penduduk miskin sebesar 4,96 poin persentase atau 0,99 poin persentase per tahun.
3. Prospek pencapaian sasaran-sarasan utama pembangunan Provinsi Jawa Tengah akan
sangat dipengaruhi oleh dinamika lingkungan baik internal daerah Jawa Tengah
maupun lingkungan eksternal. Dampak pelambatan arus perdagangan global
merupakan ancaman eksternal yang bisa mengganggu kinerja perekonomian daerah.

Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015 ~39~


2015 Provinsi Jawa Tengah

~40~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2015

Anda mungkin juga menyukai