PENDAHULUAN
1
setelah lebih dari 1 jam akan menderita cacat neurologis atau berlanjut menjadi
penderita epilepsi.5
Berdasarkan kompleksitas dari penyakit ini, status epileptikus tidak
hanya penting untuk menghentikan kejang tetapi identifikasi pengobatan penyakit
dasar merupakan bagian utama pada penatalaksanaan Status epileptikus.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Pada konvensi Epilepsy Foundation of America (EFA) 15 tahun yang
lalu, status epileptikus didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau
lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau
aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang
tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai
status epileptikus.1
Status epileptikus adalah keadaan epileptik yang berlangsung cukup lama
atau timbul berulang dengan interval cukup pendek sehingga merupakan keadaan
yang tetap. (Dictionary of Epilepsy-WHO-1973).6
Suatu serangan kejang yang berlangsung 30 menit atau lebih atau suatu
rangkaian serangan kejang yang begitu seringnya sehingga merupakan keadaan
tetap yang berlangsung 30 menit tanpa pulihnya kesadaran.6
3
selisih potensial kembali ke keadaan istirahat. Perubahan potensial yang demikian
sifatnya tidak menjalar, yang disebut respon lokal. Bila rangsangan cukup kuat
perubahan potensial dapat mencapai ambang tetap (firing level), maka
permiabilitas membran terhadap Na+ akan meningkat secara besar-besaran pula,
sehingga timbul spike potensial atau potensial aksi. Potensial aksi ini akan
dihantarkan ke sel syaraf berikutnya melalui sinap dengan perantara zat kimia
yang dikenal dengan neurotransmiter. Bila perangsangan telah selesai, maka
permiabilitas membran kembali ke keadaan istiahat, dengan cara Na+ akan
kembali ke luar sel dan K+ masuk ke dalam sel melalui mekanisme pompa Na-K
yang membutuhkan ATP dari sintesa glukosa dan oksigen.
Neurotransmitter merupakan zat kimia yang disintesis dalam neuron dan
disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson. Zat kimia ini dilepaskan
dari ujung akson terminal dan juga direabsorbsi untuk daur ulang.
Neurotransmiter merupakan cara komunikasi amntar neuron. Setiap neuron
melepaskan satu transmitter. Zat zat kimia ini menyebabkan
perubahanpermeabilitas sel neuron, sehingga neuron menjadi lebih kurang dapat
menyalurkan impuls. Diketahui atau diduga terdapat sekitar tiga puluh macam
neurotransmitter, diantaranya adalah Norephinephrin, Acetylcholin, Dopamin,
Serotonin, Asam Gama-Aminobutirat (GABA) dan Glisin. (Price,Sylvia 1995)
Komponen listrik dari transmisi saraf menangani transmisi impuls du
sepanjang neuron. Permeabilitas membran sel neuron terhadap ion natrium dan
kalium bervariasi dan dipengaruhi oleh perobahan kimia serta listrik dalam neuron
tersebut ( terutama neurotransmitter dan stimulus organ receptor ). (Guyton,
Arthur 1987).
4
Gambar 1. 8 Langkah sintesis gamma aminobutyric (GABA)
Tempat tempat dimana neuron mengadakan kontak dengan dengan
neuron lain atau dengan organ organ efektor disebut sinaps. Sinaps merupakan
satu satunya tempat dimana suatu impuls dapat lewat dari suatu neuron ke
neuron lainnya atau efektor. Ruang antara satu neuron dan neuron berikutnya
( atau organ efektor ) dikenal dengan nama celah sinaptik (synaptic cleft). Neuron
yang menghantarkan impuls saraf menuju ke sinaps disebut neuron
prasinaptik.Neuron yang membawa impuls dari sinaps disebut neuron
postsinaptik.
5
Dalam keadaan istirahat , permeabillitas membran sel menciptakan kadar
kalium intrasel yang tinggi dan kadar natrium intra sel yang rendah, bahkan pada
pada kadar natrium extrasel yang tinggi. Impuls listrik timbul oleh pemisahan
muatan akibat perbedaan kadar ion intrasel dan extrasel yang dibatasi membran
sel. Potensial aksi yang terjadi atau impuls pada saat terjadi depolarisasi dialirkan
ke ujung saraf dan mencapai ujung akson ( akson terminal ). Saat potensial aksi
mencapai akson terminal akan dikeluarkanlah neurotransmitter, yang melintasi
synaps dan dapat saja merangsang saraf berikutnya. (Guyton, Arthur 1987).
Timbulnya kontraksi pada otot rangka mulai dengan potensial aksi dalam serabut
serabut otot. Potensial aksi ini menimbulkan arus listrik yang menyebar ke
bagian dalam serabut, dimana menyebabkan dilepaskannya ion ion kalsium dari
retikulum sarkoplasma. Selanjutnya ion kalsium menimbulkan peristiwa
peristiwa kimia proses kontraksi. (Guyton, Arthur 1987).
Dalam fungsi tubuh normal, serabut serabut otot rangka dirangsang oleh
serabut serabut saraf besar bermielin. Serabut serabut saraf ini melekat pada
serabut serabut otot rangka dalam hubungan saraf otot ( neuromuscular junction)
yang terletak di pertengahan otot. Ketika potensial aksi sampai pada
neuromuscular junction, terjadi depolarisasi dari membran saraf , menyebabkan
dilepaskan Acethylcholin, kemudian akan terikat pada motor end plate membrane,
menyebabkan terjadinya pelepasan ion kalsium yang menyebabkan terjadinya
ikatan Actin Myosin yang akhirnya menyebabkan kontraksi otot. Oleh karena
itu potensial aksi menyebar dari tengah serabut ke arah kedua ujungnya, sehingga
kontraksi hampir bersamaan terjadi di seluruh sarkomer otot. (Guyton, Arthur
1987).
6
2.3. Epidemiologi
Status epileptikus merupakan suatu masalah yang umum terjadi dengan
angka kejadian kira-kira 60.000 160.000 kasus dari status epileptikus tonik-
klonik umum yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Pada sepertiga
kasus, status epileptikus merupakan gejala yang timbul pada pasien yang
mengalami epilepsi berulang. Sepertiga kasus terjadi pada pasien yang didiagnosa
epilepsi, biasanya karena ketidakteraturan dalam memakan obat antikonvulsan.
Mortalitas yang berhubungan dengan aktivitas kejang sekitar 1-2 persen, tetapi
mortalitas yang berhubungan dengan penyakit yang menyebabkan status
epileptikus kira-kira 10 persen.7
Dari data epidemiologi menunjukkan bahwa etiologi dari status
epileptikus dapat dikategorikan pada proses akut dan kronik. Pada usia tua status
epileptikus kebanyakan sekunder karena adanya penyakit serebrovaskuler,
disfungsi jantung, dementia. Pada negara miskin, epilepsi merupakan kejadian
yang tak tertangani dan merupakan angka kejadian yang paling tinggi.7
2.4. Etiologi
Status epileptikus dapat disebabkan oleh berbagai hal. Secara klinis dan
berdasarkan EEG, status epileptikus dibagi menjadi lima fase. Fase pertama
terjadi mekanisme kompensasi, seperti peningkatan aliran darah otak dan cardiac
output, peningkatan oksigenase jaringan otak, peningkatan tekanan darah,
peningkatan laktat serum, peningkatan glukosa serum dan penurunan pH yang
diakibatkan asidosis laktat. Perubahan syaraf reversibel pada tahap ini. Setelah 30
menit, ada perubahan ke fase kedua, kemampuan tubuh beradaptasi berkurang
dimana tekanan darah, pH dan glukosa serum kembali normal. Kerusakan syaraf
irreversibel pada tahap ini. Pada fase ketiga aktivitas kejang berlanjut mengarah
pada terjadinya hipertermia, perburukan pernafasan dan peningkatan kerusakan
syaraf yang irreversibel.6
Aktivitas kejang yang berlanjut diikuti oleh mioklonus selama tahap
keempat, ketika peningkatan pernafasan yang buruk memerlukan mekanisme
ventilasi. Keadaan ini diikuti oleh penghentian dari seluruh klinis aktivitas kejang
pada tahap kelima, tetapi kehilangan syaraf dan kehilangan otak berlanjut.
7
Kerusakan dan kematian syaraf tidak seragam pada status epileptikus,
tetapi maksimal pada lima area dari otak (lapisan ketiga, kelima, dan keenam dari
korteks serebri, serebellum, hipokampus, nukleus thalamikus dan amigdala).
Hipokampus mungkin paling sensitif akibat efek dari status epileptikus.7
Mekanisme yang tetap dari kerusakan atau kehilangan syaraf begitu
kompleks dan melibatkan penurunan inhibisi aktivitas syaraf melalui reseptor
GABA dan meningkatkan pelepasan dari glutamat dan merangsang reseptor
glutamat dengan masuknya ion natrium dan kalium dan kerusakan sel yang
diperantarai kalsium.
Antikonvulsan-withdrawal
Penyakit cerebrovaskular
Epilepsi kronik
Infeksi SSP
Toksisitas obat-obatan
Metabolik
Trauma
tumor
8
Klasifikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang tepat,
karena penanganan yang efektif tergantung pada tipe dari status epileptikus. Pada
umumnya status epileptikus dikarakteristikkan menurut lokasi awal bangkitan,
area tertentu dari korteks (Partial onset) atau dari kedua hemisfer otak
(Generalized onset), kategori utama lainnya bergantung pada pengamatan klinis
yaitu, apakah konvulsi atau non-konvulsi.
Banyak pendekatan klinis diterapkan untuk mengklasifikasikan status
epileptikus. Satu versi mengkategorikan status epileptikus berdasarkan status
epileptikus umum (tonik-klonik, mioklonik, absens, atonik, akinetik) dan status
epileptikus parsial (sederhana atau kompleks).
Versi lain membagi berdasarkan status epileptikus umum (overt atau
subtle) dan status epileptikus non-konvulsi (parsial sederhana, parsial kompleks,
absens).
9
Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status
Epileptikus)
Ini merupakan bentuk dari status epileptikus yang paling sering dihadapi
dan potensial dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonik-
klonik umum atau kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik
umum. Pada status tonik-klonik umum, serangan berawal dengan serial kejang
tonik-klonik umum tanpa pemulihan kesadaran diantara serangan dan
peningkatan frekuensi.
Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang
melibatkan otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus.
Pasien menjadi sianosis selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2.
Adanya takikardi dan peningkatan tekanan darah, hyperpireksia mungkin
berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan laktat serum terjadi yang
mengakibatkan penurunan pH serum dan asidosis respiratorik dan metabolik.
Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam pertama pada kasus yang tidak
tertangani.
10
Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum
mendahului fase tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua.
11
monotonus (monotonous 3 Hz spike) pada semua tempat. Respon terhadap
status epileptikus benzodiazepin intravena didapati.
12
Pada EEG sering tetapi tidak selalu menunjukkan periodic lateralized
epileptiform discharges pada hemisfer yang berlawanan (PLED), dimana
sering berhubungan dengan proses destruktif yang pokok dalam otak.
Variasi dari status somatomotorik ditandai dengan adanya afasia yang
intermitten atau gangguan berbahasa (status afasik).
b. Status Somatosensorik
Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala
sensorik unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian
march.
Pemeriksaan fisik
pemeriksaan neurologi lengkap meliputi tingkat kesadaran penglihatan dan
pendengaran refleks fisiologis dan patologi, lateralisasi, papil edema akibat
13
peningkatan intrakranial akibat tumor, perdarahan, dll. Sistem motorik yaitu
parestesia, hipestesia, anestesia.
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium yaitu darah, elektrolit, glukosa, fungsi ginjal
dengan urin analisis dan kultur, jika ada dugaan infeksi, maka dilakukan
kultur darah
b. Imaging yaitu CT Scan dan MRI untuk mengevaluasi lesi struktural di otak
c. EEG untuk mengetahui aktivitas listrik otak dan dilakukan secepat mungkin
jika pasien mengalami gangguan mental
d. Pungsi lumbar, dapat kita lakukan jika ada dugaan infeksi CNS atau
perdarahan subarachnoid.
2.8. Penatalaksanaan5
Status epileptikus merupakan salah satu kondisi neurologis yang
membutuhkan anamnesa yang akurat, pemeriksaan fisik, prosedur diagnostik, dan
penanganan segera. Mungkin dan harus dirawat pada ruang intensif (ICU).
Protokol pen atalaksanaan status epileptikus pada makalah ini diambil
berdasarkan konsensus Epilepsy Foundation of America (EFA). Lini pertama
dalam penanganan status epileptikus menggunakan Benzodiazepin.
Benzodiazepin yang paling sering digunakan adalah Diazepam (Valium),
Lorazepam (Ativan), dan Midazolam (Versed).
14
4. Fenitoin 18 44 %
15
2. Kirim sampel serum untuk evaluasi elektrolit, Blood Urea Nitrogen,
kadar glukosa, hitung darah lengkap, toksisitas obat-obatan dan kadar
antikonvulsan darah; periksa AGDA (Analisa Gas Darah Arteri)
3. Infus NaCl 0,9% dengan tetesan lambat
4. Berikan 50 mL Glukosa IV jika didapatkan adanya hipoglikemia, dan
Tiamin 100 mg IV atau IM untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
wernickes encephalophaty
5. Lakukan rekaman EEG (bila ada)
6. Berikan Lorazepam (Ativan) 0,1 sampai 0,15 mg per kg (4 sampai 8
mg) intravena dengan kecepatan 2 mg per menit atau Diazepam 0,2
mg/kg (5 sampai 10 mg). Jika kejang tetap terjadi berikan Fosfenitoin
(Cerebyx) 18 mg per kg intravena dengan kecepatan 150 mg per menit,
dengan tambahan 7 mg per kg jika kejang berlanjut. Jika kejang
berhenti, berikan Fosfenitoin secara intravena atau intramuskular
dengan 7 mg per kg per 12 jam. Dapat diberikan melalui oral atau NGT
jika pasien sadar dan dapat menelan.
16
2.9. Komplikasi
1. Hipoksia dan edema serebral
2. Asidosis laktat
3. Hipoglikemia
4. Hipertensi syok
5. Hiperpireksia
17
2.10. Prognosis
Prognosis status epileptikus adalah tergantung pada penyebab yang
mendasari status epileptikus. Pasien dengan status epileptikus akibat penggunaan
antikonvulsan atau akibat alkohol biasanya prognosisnya lebih baik bila
penatalaksanaan dilakukan dengan cepat dan dilakukan pencegahan terjadi
komplikasi. Pasien dengan meningitis sebagai etiologi maka prognosis tergantung
dari meningitis tersebut.7
BAB III
18
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
19
1. Mardjono, M. dan Sidharta, P. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian
Rakyat. Hal:439-449.
2. Dr. Harsono, DSS. 2009. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press. Edisi II Hal: 132.
3. James, W.Y. dan Claude, G.W. 2006. Status Epilepticus: Pathophysiology
and Management in Adults in Lancet Neurology. Department of
Neurology and Brain Research Institute, Geffen School of Medicine at
UCLA and VA Greater Los Angeles Health Care System, Los Angeles,
USA. Vol 5: 246
4. Price, Sylvia A, Lorraine M.Wilson, et al. Gangguan Kejang. Patofisiologi.
Hurawati Hartanto, Natalia Susi, Pita Wulansari, dan Dewi Asih
Mahanani. Jakarta: EGC.2003. 1161-1164.
5. Schachter, Steven C. Protocol for Treatment of Status Epilepticus.
Available from:
http://professionals.epilepsy.com/page/table_acutely_treatse.html.
[Accessed 14 September 2017].
6. Status Epileptikus. Available at: http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=06121
4-gtfy209.htm. Accessed , 14 September 2017.
7. Status Epileptikus. Available at:
http://www.scribd.com/doc/31403191/Makalah-EMS-Status-Epiletikus-
Dan-SJS. accessed on 24 september 2017
20