Reformasi Tenurial Hutan Kolektif - Ke Mana Setelah Ini - Kabar Hutan, Blog Dari CIFOR PDF
Reformasi Tenurial Hutan Kolektif - Ke Mana Setelah Ini - Kabar Hutan, Blog Dari CIFOR PDF
KABAR HUTAN
ANALISIS
Re eksi seorang ilmuwan atas Konferensi Lahan dan Kemiskinan Bank Dunia
2017
ANNE LARSON
Previous Next
Article Article
Konferensi Bank Dunia tentang Tanah dan Kemiskinan, Maret 2017 menjadi sebuah forum penting dalam
mendiskusikan reformasi kepemilikan lahan kolektif. Foto: M. Edliadi/CIFOR
https://forestsnews.cifor.org/49565/reformasi-tenurial-hutan-kolektif-ke-mana-setelah-ini?fnl=id 1/7
10/16/2017 Reformasi tenurial hutan kolektif: Ke mana setelah ini? | Kabar Hutan, blog dari CIFOR
Konferensi Lahan dan Kemiskinan Bank Dunia Maret lalu di Washington D.C., memberi
kesempatan untuk melakukan re eksi atas reformasi tenurial lahan kolektif, tidak hanya
dari sudut pandang penelitian, namun juga sudut pandang pemerintahan.
Para pembicara dan peserta konferensi membuat saya merenungkan reformasi tenurial
lahan, untuk dituliskan di bawah ini.
Saat ini, sebagian negara masih berkutat dengan pertanyaan generasi pertama,
sementara yang lain sudah bergerak pada warna lain dalam spektrum, menghadapi
tantangan generasi kedua dan ketiga.
https://forestsnews.cifor.org/49565/reformasi-tenurial-hutan-kolektif-ke-mana-setelah-ini?fnl=id 2/7
10/16/2017 Reformasi tenurial hutan kolektif: Ke mana setelah ini? | Kabar Hutan, blog dari CIFOR
Saat Konferensi, terungkap sebentuk kekecewaan bagi mereka yang telah berupaya
mengatasi isu ini selama 10 hingga 20 tahun atau lebih, melalui pertanyaan. Apakah
sekarang kita sudah tidak bisa melangkah lebih dari ini?
Beberapa negara masih mempertanyakan jenis (isi, cakupan, durasi) hak yang bisa
dimiliki masyarakat atas hutan dan/atau lahan hutan.
Faktanya, perlu dicatat bahwa di negara yang telah berada di pertanyaan generasi kedua
dan ketiga, pertanyaan pertama ini masih relevan. Pertanyaan ini terkait lokasi geogra s
baru, hak baru dan relasi antara lahan dan hak hutan.
Di Indonesia, hal ini merujuk pada reformasi aset agraria, seperti dinyatakan Pak Hadi
Daryanto, Direktur
Previous
Jenderal Kehutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian
Next
Lingkungan
Article Hidup dan Kehutanan. Reformasi menelurkan pelimpahan pertama 13.000
Article
hektare lahan adat pada sembilan masyarakat adat pada Januari tahun ini.
Ronald Salazar, Direktur Agraria dan Pengaturan Wilayah Desa Kementerian Pertanian
dan Irigasi, menyatakan bahwa perbedaan antara hak hutan dan hak lahan di Peru
menghasilkan pemisahan peraturan dan kelembagaan pemerintah. Hal ini tidak sama di
semua negara, dan sejalan dengan logika bahwa anggota masyarakat bisa bersilang
pendapat, atau langsung menolak. Aktivis adat di Peru, misalnya, menuntut pengakuan
status integritas teritorial, yang tidak hanya mencakup lahan pertanian dan
peternakan, tetapi juga lahan hutan.
Pertanyaan mendasar mengenai hak apa yang diberika untuk masyarakat juga terkait
pembenahan hak, di mana tuntutan baru, atau seringkali konstituen politik dan
ekonomi, mengancam hak yang telah diakui, seperti yang terjadi di balik reformasi di
https://forestsnews.cifor.org/49565/reformasi-tenurial-hutan-kolektif-ke-mana-setelah-ini?fnl=id 3/7
10/16/2017 Reformasi tenurial hutan kolektif: Ke mana setelah ini? | Kabar Hutan, blog dari CIFOR
Bahkan terjaminnya hak tidak lantas cukup untuk menjamin penghidupan. Seperti
dinyatakan seorang pejabat pemerintah pada kesempatan terpisah: Mengapa harus
reformasi jika tidak memperbaiki penghidupan?
Saat Meja Bundar Kebijakan, Krishna Prasad Acharya, Direktur Jenderal Departemen
Kehutanan
Previous
Kementerian Hutan dan Konservasi Tanah, menyatakan bahwa kini terdapat
Next
20.000 kelompok terorganisir di Nepal. Wilayah hutan meningkat dari 39 persen menjadi
Article Article
44 persen, meski masih banyak yang perlu dilakukan untuk mendukung pemanfaatan
dan tata kelola hutan.
Pada acara yang sama, Gerardo Segura, Spesialis Senior Sumber Daya Alam Bank Dunia,
menyoroti pentingnya menghapus hambatan bagi masyarakat dalam tata kelola hutan.
Pertanyaan ketiga fokus pada masalah, antara lain, diferensiasi masyarakat, hasil
berbasis gender dan bagaimana mencegah penguasaan elit di tingkat masyarakat yakni
menjamin peningkatan penghidupan menjangkau mereka yang paling membutuhkan.
https://forestsnews.cifor.org/49565/reformasi-tenurial-hutan-kolektif-ke-mana-setelah-ini?fnl=id 4/7
10/16/2017 Reformasi tenurial hutan kolektif: Ke mana setelah ini? | Kabar Hutan, blog dari CIFOR
Pada Meja Bundar Kebijakan, Dr. Prasad mencatat bahwa pemimpin perempuan muncul
dalam program kehutanan masyarakat di Nepal. Bob Kazungo, Pejabat Kehutanan Senior
di Kementerian Air dan Lingkungan Hidup Uganda, membicarakan pentingnya tindakan
a rmatif dan pendekatan gender.
Pada panel lain, para pembicara mengungkap kekhawatiran, bahwa reformasi merugikan
hak tenurial perempuan. Misalnya, para peneliti melaporkan kasus di mana hak
didaftarkan untuk lelaki sebagai kepala keluarga, padahal dalam sistem adat, baik lelaki
maupun perempuan sebelumnya telah memegang hak.
Emilio Mugo, Direktur Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Air bertanya:
Bagaimana kita mengelola tokoh masyarakat, yang di satu sisi menjadi pemelihara,
namun di sisi lain berperan sebagai penentu? Pertanyaan ini mengarah pada penguatan
kelembagaan sebagai cara melawan penguasaan elit.
Para pejabat undangan dengan cepat membedakan diri mereka sebagai pelayan
masyarakat dari politisi penentu arah dan prioritas kebijakan. Dr. Mary Goretti Kitutu,
Previous Next
MenteriArticle
Lingkungan Hidup Uganda, memperkenalkan diri sebagai satu-satunya Articlepolitisi
di sini pada Meja Bundar, dan menekankan perlunya pengemasan informasi tenurial
dan mengkaitkannya pada pembangunan, agar dapat menjangkau para politisi. Dr.
Daryanto menekankan pentingnya kecukupan anggaran untuk implementasi.
Ketika audiens bertanya, bagaimana seharusnya pejabat memisahkan diri dari politik,
Dr. Mugo malah mengingatkan, Segala yang Anda sentuh terkait sumber daya alam
adalah politik. Pernyataan ini menekankan pentingnya membangun komunitas praktik
dan koalisi untuk perubahan.
https://forestsnews.cifor.org/49565/reformasi-tenurial-hutan-kolektif-ke-mana-setelah-ini?fnl=id 5/7
10/16/2017 Reformasi tenurial hutan kolektif: Ke mana setelah ini? | Kabar Hutan, blog dari CIFOR
Tidak semua negara menjawab seluruh tuntutan hutan dari masyarakat, dan sebagian
besar masih menghadapi perebutan klaim atau perlawanan dalam mengakui hak tenurial
hutan kolektif.
Di satu sisi, tiga generasi pertanyaan ini menunjukkan bahwa berbagai negara berada
pada posisi berbeda dan oleh karena itu, upaya penelitian untuk memberi dampak perlu
menyusun prioritas yang selaras.
Di sisi lain, hal ini menekankan pentingnya pertukaran dan berbagi pengetahuan
Selatan-Selatan. Mengingat beberapa negara mulai menangani tantangan spektrum
banyak warna, upaya saling belajar dapat memberi jalan mengatasi kompleksitas
masalah, antara lain keamanan tenurial, penghidupan dan gender sejak awal proses
reformasi. Melalui upaya ini, potensi keberhasilan bisa ditingkatkan.
Previous Next
Article Article
Informasi lebih lanjut tentang topik ini hubungi Anne Larson di a.larson@cgiar.org.
Riset ini merupakan bagian dari penelitian CGIAR tentang Hutan, Pepohonan dan
Agroforestri.
Riset ini didukung oleh FAO, IFAD, EC and GEF
Topik : Tenurial
Kata-kata kunci : Kepemilikan dan hak atas lahan Konferensi Lahan dan Kemiskinan Bank Dunia
Lokasi: Global
Paling popular
Tanya+Jawab di Doha: Memenuhi kebutuhan T&J soal kebakaran dan asap di Asia
pangan sambil melindungi hutan Tenggara
Mencegah kebakaran dan kabut asap: Solusi Hak, sumber daya alam, dan dampak
Previous Next
lestari bagi lahan gambut Indonesia
Article lingkungan: Kaitan rumit tapi penting
Article
Anne Larson
Bagaimana deforestasi
terbelit oleh hukum
Leave a Reply
https://forestsnews.cifor.org/49565/reformasi-tenurial-hutan-kolektif-ke-mana-setelah-ini?fnl=id 7/7