Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

GASTROENTERITIS AKUT DENGAN DEHIDRASI BERAT

Rizki Giofani1Mukhyarjon2
1
Penulis : Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Alamat: Jl. Rambai No.140,Panam, Pekanbaru,
Riau, E-mail: rizki.rg@gmail.com
2
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Riau/RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau

ABSTRAK
Pendahuluan :Gastroenteritis merupakan peradangan mukosa lambung dan usus halus yang
ditandai dengan diare dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam. Diare
merupakan buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat) dengan frekuensi lebih dari 3 kali perhari dapat atau tanpa disertai lendir
dan darah.Diperkirakan pada orang dewasa setiap tahunnya mengalami diare akut atau
gastroenteritis akut sebanyak 99.000.000 kasus. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia
2003, penyakit diare menempati urutan kelima dari 10 penyakit utama pada pasien rawat
jalan di Rumah Sakit dan menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di Rumah
Sakit.
Laporan kasus :Dilaporkan pasien baru masuk (PBM) via Instalasi Gawat Darurat RSUD
Arifin Achmad pada tanggal 3 Desember 2016, Laki-laki 30 tahun dengan keluhan diare
sejak 3 hari SMRS.Diare 3 kali dalam sehari dengan konsistensi cair, ampas (+), tidak
berlendir, tidak berbau, warna kekuningan, tidak terlihat keruh seperti air cucian beras dan
tidak berdarah. Volume sekali BAB lebih kurang 1 gelas aqua. Pasien juga mengeluhkan
demam, demam dirasakan terus menerus. Pasien tidak meminum obat untuk mengurangi
demamnya. Pasien merasa mual, perut terasa kembung, pusing (+) dan badan terasa lemas
serta wajah tampak pucat. Nafsu makan menurun. Pasien mengaku beberapa jam
sebelumnya mengkonsumsi makanan yang dibelinya ditepi jalan. Pasien juga mengeluhkan
nyeri perutbagian atas, nyeri terus menerus dan tidak dipengaruhi posisi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, tekanan darah 90/60, apatis, nafas 30 kali permenit,
facies colarika, turgor kulit kembali lambat dan ektremitas teraba dingin. Pada
pemeriksaaan penunjang, didapatkan peningkatan leukosit yaitu26.80/mm3.
Kesimpulan :Pasien didiagnosis sebagai gastroenteritis akut dengan dehidrasi berat.
Penatalaksanaan keadaan nyeri perut dan penyakit yang mendasari dengan tepat dapat
memperbaiki keadaan pasien.

Kata kunci :gastroenteritis akut, diare, dehidrasiberat.

PENDAHULUAN
Gastroenteritis merupakan peradangan mukosa lambung dan usus halus yang ditandai
dengan diare dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam.1 Diare merupakan
buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat)
dengan frekuensi lebih dari 3 kali perhari dapat atau tanpa disertai lendir dan darah.2
Diare merupakan salah satu penyakit endemik di Indonesia terutama diare akut..3
Penyakit ini menyebabkan kematian balita terbesar 1,6 juta secara global.4 Jumlah kejadian
diare akut di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih tinggi termasuk angka

Ilmu Penyakit Dalam FK UR RSUD AA Desember 2016 Page 1


LAPORAN KASUS

morbiditas dan mortalitasnya.Diperkirakan pada orang dewasa setiap tahunnya mengalami


diare akut atau gastroenteritis akut sebanyak 99.000.000 kasus. Di Amerika Serikat,
diperkirakan 8.000.000 pasien berobat ke dokter dan dan lebih dari 250.000 pasien dirawat di
rumah sakit tiap tahun.2 Berdasarkan profil kesehatan indonesia 2003, penyakit diare
menempati urutan kelima dari 10 penyakit utama pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit dan
menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di Rumah Sakit.3
Frekuensi kejadian diare pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia lebih
banyak 2-3 kali dibandingkan negara maju.2 Pada umumnya diare akut di Indonesia
disebabkan oleh masalah kebersihan lingkungan, kebersihan makanan, dan juga infeksi
mikroorganisme (bakteri, virus dan jamur).3

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Diare merupakan buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair ( setengah padat ) dengan frekuensi lebih dari 3 kali perhari dapat atau tanpa disertai
lendir dan darah, kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200
ml/24 jam.2,8
Berdasarkan durasinya, diare dapat dibagi menjadi:5,8
a. Diare akut : berlangsung kurang dari 14 hari
b. Diare persisten : berlangsung selama 2 minggu- 4 minggu
c. Diare kronik : berlangsung lebih dari 4 minggu
Berdasarkan penyebab diare dapat dibagi menjadi infeksi dan non-infeksi.2,8
Etiologi
Lebih dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sisanya disebabkan
oleh non-infeksi seperti keracunan makanan, efek obat-obatan dan lain-lain.4,5,8
a. Penyebab diare akut karena infeksi dapat ditimbulkan oleh:2
1. Bakteri
Jenis bakteri penyebab yaitu: Escherichia coli, Salmonella sp, Shigella sp, Vibrio cholera,
Campylobacter jejuni, Staphylococcus aureus, Streptococcus dll.
2. Parasit
Jenis protozoa penyebab yaitu: Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas
hominis, Isospora sp. Jenis cacing penyebab yaitu: A. lumbricoides, A. duodenale, N.
americanus, T. trichiura, O. vermicularis, T. Saginata.

Ilmu Penyakit Dalam FK UR RSUD AA Desember 2016 Page 2


LAPORAN KASUS

3. Virus
Jenis virus penyebab yaitu: Rotavirus, Adenovirus, cytomegalovirus, echovirus.
Pola mikro organisme penyebab diare akut berbeda-beda berdasarkan umur, tempat
dan waktu. Pada negara maju, diare akut paling sering disebabkan oleh Norwalk virus,
Helicobacter jejuni, Salmonella sp, Clostridium difficile, sedangkan penyebab paling sering
di negara berkembang adalah Enterotoxicgenic Escherichia coli (ETEC), Rotavirus dan V.
cholerae.
b. Penyebab diare akut karena non- infeksi dapat ditimbulkan oleh efek samping obat
seperti antibiotik, antihipertensi, OAINS, antasid, dan lain sebagainya.8
Patogenesis
Dua hal umum yang harus diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi yaitu
faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host).Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh
untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri
atas faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan interna saluran cerna seperti keasaman
lambung, motilitas usus, imunitas dan juga mencakup lingkungan mikroflora usus.Faktor
kausal yaitu daya lekat dan penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan
memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan di usus halus serta daya lekat kuman.
Patogenesis diare karena infeksi bakteri atau parasit terdiri atas:
1. Diare karena bakteri non-invasif
Diare yang disebabkan oleh bakteri non invasif disebut juga diare sekretorik atau
watery diarrhea.Pada diare tipe ini disebabkan oleh bakteri yang memproduksi
enterotoksin yang bersifat tidak merusak mukosa. Bakteri non invasi misalnya V.
cholerae, Enterotoxsigenic E.coli (ETEC), C. perfringens, V. cholera eltor mengeluarkan
toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi dan
enterotoksin ini mengakibatkan kegiatan yang berlebihan Nikotinamid Adenin
Dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosin 3,5-siklik
mono phospat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida
kedalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium dan kalium.
2. Diare karena bakteri / parasit invasif
Diare yang disebabkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare inflammatory.
Bakteri invasif misalnya: Enteroinvasive E. coli (EIEC), Salmonella sp., Shigella sp., C.
jejuni, Entamoeba histolytica, dan G. Lamblia. Diare terjadi disebabkan oleh kerusakan
dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi, sifat diarenya sekretorik eksudatif.Cairan diare
dapat bercampur dengan lendir dan darah.

Ilmu Penyakit Dalam FK UR RSUD AA Desember 2016 Page 3


LAPORAN KASUS

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis 5
Lama diare berlangsung, frekuensi diare perhari, progesivitas, kualitas diare (
konsistensi feses, warna dan bentuk feses, adakah disertai lendir atau darah)
Gejala penyerta seperti mual, muntah, nyeri perut, demam.
Riwayat makanan atau minuman yang dikonsumsi 6-24 jam terakhir
Adakah keluarga atau orang disekitarnya dengan gejala serupa
Kebersihan /kondisi tempat tinggal
Apakah wisatawan atau pendatang baru
Riwayat penyakit dahulu
Penyakit dasar/komorbid
Pemeriksaan fisik5
Keadaan umum
Tanda vital
Status gizi
Tanda anemia
Kualitas dan lokasi nyeri perut
Colok dubur (dianjurkan untuk usia>50 tahun dan feses berdarah)
Identifikasi penyakit komorbid
Tanda dehidrasi
Tabel.1 penilaian derajat dehidrasi menurut WHO5
penilaian Skor 1 Skor 2 Skor 3
Keadaan Baik Lesu/haus Gelisah, mengantuk hingga syok
umum
Mata Biasa Cekung Sangat cekung
Mulut Biasa Kering Sangat kering
nafas <30x/menit 30-40x/menit >40x/menit
Turgor kulit Baik Kurang jelek
nadi 120x/menit 120-140x/menit >140x/menit

Skor :
6 : Tanpa dehidrasi
7-12 : dehidrasi ringansedang
13 : dehidrasi berat

Ilmu Penyakit Dalam FK UR RSUD AA Desember 2016 Page 4


LAPORAN KASUS

Pemeriksaan penunjang5
Darah perifer lengkap (DPL)
Elektrolit
Analisa gas darah bila dicurigai ada kelainan asam basa
Analisa tinja /feses rutin
Kultur dan resistensi feses
Penatalaksanaan
1. Terapi suportif 2,6
Yaitu rehidrasi cairan dan elektrolitJumlah cairan yang akan diberikan sesuai dengan
jumlah cairan yang keluar dari tubuh.
a) Macam-macam pemberian cairan:
Metode Pierce berdasarkan klinis:
Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% x kgBB
Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% x kgBB
Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% x kgBB
Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberikan penilaian/skor sebagai
berikut:
Pemeriksaan Skor
Rasa haus/muntah 1
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
Frekwensi Nadi > 120 x/menit 1
Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnolen, spoor atau koma 2
Frekwensi nafas > 30 x/menit 1
Facies cholerica 2
Vox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washer womans hand 1
Ekstremitas dingin 1
Sianosis 2
Umur 50-60 tahun -1
Umur > 60 tahun -2

- Derajat dehidrasi ringan bila skor <3: rehidrasi oral bila pasien tidak muntah
- Derajat dehidrasi berat bila skor >3: rawat inap, rehidrasi IV

Ilmu Penyakit Dalam FK UR RSUD AA Desember 2016 Page 5


LAPORAN KASUS

Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan peroral
(sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama dengan 3 dan terdapat
syok diberikan cairan per intravena.
b) Jadwal pemberian cairan
- Berikan kebutuhan cairan pada 1 jam pertama
- Berikan 2/3 sisanya dalam 1 jam kedua
- Berikan 1/3 sisanya dalam 1 jam ketiga
- Pada jam keempat dan seterusnya berikan rumatan
2. Terapi etiologi infeksi 5
Bakteri
- Shigella sp. = kuinolon = siprofloksasin 2x500 mg p.o atau levofloksasin 1x500
mg selama 3 hari
- Salmonella sp. = kloramfenikol 4x500 mg p.o selama 10-14 hari
- Vibrio cholera= tetrasiklin 4x500 mg p.o selama 3 hari
Virus = tidak diberikan antivirus, hanya terapi suportif dan simptomatik
Parasit
- Giardia lamblia : metronidazol 4x250-500 mg p.o selama 7-14 hari
- Entamoeba histolytica = metronidazol 4x250-500 mg p.o selama 7-14 hari
3. Terapi simptomatik 2,6
- Turunan opioid : loperamid yaitu mengurangi frekuensi BAB pada orang dewasa
- Obat yang mengeraskan tinja: atapulgite 4 x 2 tab per hari, smectite 3 x 1 saset
diberikan tiap diare sampai diare berhenti.
- Obat anti sekretorik : hidrasec 3 x 1 tab per hari.
Komplikasi5,7
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama
pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara
mendadak sehingga terjadi syok hipovolemik yang cepat.Kehilangan elektrolit melalui feses
potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok
hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis
Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ.Komplikasi ini dapat juga terjadi
bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang
optimal.

Ilmu Penyakit Dalam FK UR RSUD AA Desember 2016 Page 6


LAPORAN KASUS

Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak


oleh EHEC.Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan
trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUSakan meningkat setelah infeksi EHEC
dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih
kontroversi.
Prognosis5
Kebanyakan kasus membaik dalam 2 minggu.Diare akut dan cair, tipikal berlangsung
5-7 hari.Bila terdapat komplikasi serius seperti dehidrasi dan syok hipovolemik, prognosis
umumnya baik bila rehidrasi berhasil.
Faktor-faktor yang memiliki prognosis yang lebih buruk, diantaranya:
- Diare disertai darah, dehidrasi dan hipovolemia
- Syok hipovolemik, gejala diare berulang
- Malnutrisi, imunodefisiensi termasuk infeksi HIV
- Usia >65 tahun diare karena antibiotika
Algoritme Manejemen Pada Diare Akut9

Ilmu Penyakit Dalam FK UR RSUD AA Desember 2016 Page 7


LAPORAN KASUS

Definisi
Berdasarkan konsensus International Panel of Clinical Investigators, dispepsia
didefinisikan sebagai rasa nyeri atau tidak nyaman yang terutama dirasakan di daerah perut
bagian atas.10
Etiologi11
Dalam lumen saluran cerna: Tukak peptic, Gastritis, Keganasan
Gastroparesis
Obat-obatan: Anti inflamasi non steroid, Teofilin, Digitalis, Antibiotik
Hepato-bilier: Hepatitis, Kolesistisis, Kolelitiasis , Keganasan, Disfungsi sphincter
Odli
Pankreas: Pankreatitis, Keganasan
Keadaan sistemik: Diabetes mellitus, Penyakit tiroid, Gagal ginjal, Kehamilan,
Penyakit jantung sistemik
Gangguan fungsional: Dispepsia fungsional, Sindrom kolon iritatif

Patogenesis
Patogenesis dispepsia non ulkus masih sedikit diketahui, beberapa faktor berikut mungkin
berperan penting (multifaktorial):

Abnormalitas Motorik Gaster

Dengan studi Scintigraphic Nuklear dibuktikan lebih dari 50% pasien dispepsia non
ulkus mempunyai keterlambatan pengosongan makanan dalam gaster. Demikian pula
pada studi monometrik didapatkan gangguan motilitas antrum postprandial, tetapi
hubungan antara kelainan tersebut dengan gejala-gejala dispepsia tidak
jelas.Penelitian terakhir menunjukkan bahwa fundus gaster yang "kaku" bertanggung
jawab terhadap sindrom dispepsia. Pada keadaan normal seharusnya fundus relaksasi,
baik saat mencerna makanan maupun bila terjadi distensi duodenum.Pengosongan
makanan bertahap dari corpus gaster menuju ke bagian fundus dan duodenum diatur
oleh refleks vagal. Pada beberapa pasien dyspepsia non ulkus, refleks ini tidak
berfungsi dengan baik sehingga pengisian bagian antrum terlalu cepat.12

Perubahan sensifitas gaster

Ilmu Penyakit Dalam FK UR RSUD AA Desember 2016 Page 8


LAPORAN KASUS

Lebih 50% pasien dispepsia non ulkus menunjukkan sensifitas terhadap distensi
gaster atau intestinum, oleh karena itu mungkin akibat: makanan yang sedikit
mengiritasi seperti makanan pedas, distensi udara, gangguan kontraksi gaster
intestinum atau distensi dini bagian Antrum postprandial dapat menginduksi nyeri
pada bagian ini.13

Stres dan faktor psikososial

Penelitian menunjukkan bahwa didapatkan gangguan neurotik dan morbiditas


psikiatri lebih tinggi secara bermakna pada pasien dispepsia non ulkus daripada
subyek kontrol yang sehat.Banyak pasien mengatakan bahwa stres mencetuskan
keluhan dispepsia. Beberapa studi mengatakan stres yang lama menyebabkan
perubahan aktifitas vagal, berakibat gangguan akomodasi dan motilitas
gaster.Kepribadian dispepsia non ulkus menyerupai pasien Sindrom Kolon Iritatif dan
dispepsia organik, tetapi disertai dengan tanda neurotik, ansietas dan depresi yang
lebih nyata dan sering disertai dengan keluhan non-gastrointestinal ( GI ) seperti nyeri
muskuloskletal, sakit kepala dan mudah letih. Mereka cenderung tiba-tiba
menghentikan kegiatan sehari-harinya akibat nyeri dan mempunyai fungsi sosial lebih
buruk dibanding pasien dispepsia organik.Demikian pula bila dibandingkan orang
normal. Gambaran psikologik dispepsia non ulkus ditemukan lebih banyak ansietas,
depresi dan neurotik.14

Diagnosis

ANAMNESIS

Jika pasien mengeluh mengenai dispepsia, dimulakan pertanyaan atau anamnesis


dengan lengkap. Berapa sering terjadi keluhan dispepsia, sejak kapan terjadi keluhan, adakah
berkaitan dengan konsumsi makanan,adakah pengambilan obat tertentu dan aktivitas tertentu
dapat menghilangkan keluhan atau memperberat keluhan, adakah pasien mengalami nafsu
makan menghilang, muntah, muntah darah, BAB berdarah, batuk atau nyeri dada.15
Diagnosis dispepsia fungsional adalah diagnosis yang telah ditetapkan, dimana pertama
sekali penyebab kelainan organik atau struktural harus disingkirkan melalui
pemeriksaan.Pemeriksaan yang pertama dan banyak membantu adalah pemeriksaan
endoskopi.Oleh karena dengan pemeriksaan ini dapat terlihat kelainan di oesophagus,
lambung dan duodenum. Diikuti dengan USG (Ultrasonography) dapat mengungkapkan

Ilmu Penyakit Dalam FK UR RSUD AA Desember 2016 Page 9


LAPORAN KASUS

kelainan pada saluran bilier, hepar, pankreas, dan penyebab lain yang dapat memberikan
perubahan anatomis. Pemeriksaan hematologi dan kimia darah akan dapat mengungkapkan
penyebab dispepsia seperti diabetes, penyakit tyroid dan gangguan saluran bilier. Pada
karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa pertanda tumor.14
Penatalaksanaan16

Prognosis
Statistik menunjukkan sebanyak 20% pasien dispepsia mempunyai ulkus peptikum,
20% mengidap Irritable Bowel Syndrome, kurang daripada 1% pasien terkena kanker, dan
dispepsia fungsional dan dyspepsia non ulkus adalah 5-40%.17
Terkadang dispepsia dapat menjadi tanda dari masalah serius, contohnya penyakit
ulkus lambung yang parah.Tak jarang, dispepsia disebabkan karena kanker lambung,
sehingga harus diatasi dengan serius. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan
bilaterdapat salah satu dari tanda ini, yaitu: Usia 50 tahun ke atas, kehilangan berat badan
tanpa disengaja, kesulitan menelan, terkadang mual-muntah, buang air besar tidak lancar dan
merasa penuh di daerah perut.17

Ilmu Penyakit Dalam FK UR RSUD AA Desember 2016 Page 10


LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS
Identitas pasien
Tn. E, laki-laki usia 30 tahun, seorang buruh bangunan, masuk via IGD RSUD
Arifin Achmad Provinsi Riau pada tanggal 03 Desember 2016.
Anamnesis
Dilakukan dengan cara autoanamnesis dengan pasien sendiri.
Keluhan utama
Diare sejak 3hari SMRS.
Riwayat penyakit sekarang
- Sekitar 3 hari SMRS pasien mengeluhkan diare, diare 3 kali dalam sehari dengan
konsistensi cair, ampas (+), tidak berlendir, tidak berbau, warna kekuningan, tidak terlihat
keruh seperti air cucian beras dan tidak berdarah. Volume sekali BAB lebih kurang 1 gelas
aqua. Pasien juga mengeluhkan demam, demam dirasakan terus menerus. Pasien tidak
meminum obat untuk mengurangi demamnya, demam disertai mengigil (-), pusing (+).
Pasien merasa mual, muntah (-), perut terasa kembung, dan badan terasa lemas serta wajah
tampak pucat. Nafsu makan menurun.BAK sedikit dan tidak nyeri. Pasien mengaku beberapa
jam sebelumnya mengkonsumsi makanan yang dibelinya ditepi jalan.
- 2 hari SMRS pasien masih mengeluhkan diare dengan frekuensi serta konsistensi BAB yang
sama. Demam (+), badan terasa semakin lemas, rasa mual memberat. Pasien juga
mengeluhkan nyeri perut bagian atas, nyeri terus menerus dan tidak dipengaruhi posisi. Lalu
pasien dibawa ke Puskesmas Pasir Putih untuk mendapatkan pengobatan. Di puskesmas
pasien diberikan cairan infus RL dan obat penurun panas (parasetamol tablet). Setelah di
observasi beberapa jam, keluhan pasien tidak berkurang. Nyeri perut terasa semakin
memberat dan keluarga pasien mengatakan pasien semakin gelisah. Selanjutnya, pasien
dirujuk ke RSUD Arifin Achmad melalui IGD/Instalasi Gawat Darurat. Tatalaksana yang
diberikan di IGD berupa infus RL daninjeksi omeprazole.
Riwayat penyakit dahulu
- Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama seperti ini sebelumnya.
- Riwayat sakit ginjal disangkal
- Riwayat maag disangakal
Riwayat penyakit keluarga
- Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama.
- Riwayat sakit ginjal tidak ada

Ilmu Penyakit Dalam FK UR RSUD AA Desember 2016 Page 11


LAPORAN KASUS

Riwayat pekerjaan, sosial, ekonomi dan kebiasaan


- Pasien seorang buruh bangunan.
- Pasien merokok sejak 10 tahun yang lalu dengan jumlah sekitar 2 bungkus perhari.
- Pasien mengaku sering mengkonsumsi makanan yang dibeli diluar. Dan sering
mengkonsumsi makanan yang berminyak dan bersantan.
- Pasien jarang berolahraga.
- Pasien tidak ada riwayat mengkonsumsi alkohol.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik umum
Kesadaran:apatis
keadaan umum : tampak sakit berat
tekanan darah : 90/60 mmHg
frekuensi nadi : 96 kali/menit
frekuensi napas : 30 kali/menit
suhu :37C
TB :175 cm
BB :70 kg
IMT : 22,8 (normoweight)
Kepala dan Leher
- Mata : Cekung (+/+), konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-) Pupil bulat, isokor,
diameter 2mm/2mm, refleks cahaya (+/+),
- Hidung : tidak ada kelainan
- Mulut : mukosa kering, lidah kotor (-), bibir pucat (+)
- Leher : JVP 5+1 cmH2O (normal),pembesaran KGB (-)
Paru
- Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, penggunaan otot nafas tambahan (-)
- Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri kesan normal
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : suara nafas :vesikuler normal,suara nafas tambahan : Wheezing (-/-), Rhonki
(-/-)
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba pada SIK 5 linea mid clavicula sinistra
-

Ilmu Penyakit Dalam FK UR RSUD AA Desember 2016 Page 12


LAPORAN KASUS

- Perkusi :
Batas Jantung Kanan:linea parasternalis dextra
Batas Jantung Kiri:linea mid clavicularis sinistra
- Auskultasi : S1dan S2 normal, Gallop (-) murmur (-), wheezing (-)
Abdomen
- Inspeksi : datar, scar (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) 35 x/menit (meningkat)
- Palpasi : Turgor kulit melambat, supel, nyeri tekan epigastrium (+),murphy,s sign (-),
hepar dalam batas normal, lien dalam batas normal
- Perkusi : Timpani
Ekstremitas
- Inspeksi : Pucat (+), sianosis (-), udem (-).
- Palpasi : Akral dingin, udem (-), crt >2 detik, turgor kulit kembali lambat.
Pemeriksaan Penunjang
- Darah rutin (tanggal 03Desember 2016)

-Hb : 12,5 g/dl ()


-Eritrosit : 4,68 x 106/ mm3 darah (N)

-Leukosit : 26.80/mm3 darah ()

-Ht : 37,1% ()
-Trombosit : 442.000/l (N)
Elektrolit(tanggal 03 Desember 2016)
- Na+ : 141,6 mmol/L (N)
- K+ : 4,65 mmolL (N)

- Cl : 95,4 mmol/L ()
Resume
Tn E 30 tahun datang dengan keluhan diare sejak 3 hari SMRS.Diare 3 kali dalam sehari
dengan konsistensi cair, ampas (+), tidak berlendir, tidak berbau, warna kekuningan, tidak
terlihat keruh seperti air cucian beras dan tidak berdarah. Volume sekali BAB lebih kurang 1
gelas aqua. Pasien juga mengeluhkan demam, demam dirasakan terus menerus. Pasien tidak
meminum obat untuk mengurangi demamnya. Pasien merasa mual, perut terasa kembung,
pusing (+) dan badan terasa lemas serta wajah tampak pucat. Nafsu makan menurun. Pasien
mengaku beberapa jam sebelumnya mengkonsumsi makanan yang dibelinya ditepi jalan.

Ilmu Penyakit Dalam FK UR RSUD AA Desember 2016 Page 13


LAPORAN KASUS

Pasien juga mengeluhkan nyeri perut bagian atas, nyeri terus menerus dan tidak dipengaruhi
posisi. Nyeri perut terasa semakin memberat dan keluarga pasien mengatakan pasien semakin
gelisah.
Padapemeriksaan fisik didapatkan, tekanan darah 90/60, apatis, nafas 30 kali permenit, facies
colarika, turgor kulit kembali lambat dan ektremitas teraba dingin. Pada pemeriksaaan
penunjang, didapatkanpeningkatan leukosit yaitu26.80/mm3.

Daftar masalah
1. Diare akut
2. Dehidrasi berat
3. Dyspepsia
Rencana pemeriksaan
- Feses rutin
- Kultur feses
Penatalaksanaan
Kebutuhan cairan pasien :
7
x10%xBBx1 Liter=3,26 liter=3260 cc
15
3260
1 jam pertama : = 1630
2
2
1 jam kedua: 3x1630 cc=1086 cc
1
1 jam ketiga: 3x1086 cc=544 cc

Untuk selanjutnya rumatan


Penatalaksanaan di IGD
Rehidrasi cepat
3260
- 1 jam pertama : = 1630
2

Cairan RL 2 kolf selama 30 menit


- Injeksi omeprazole 2x40 mg
Observasi selama 1 jam
S: Pasien masih merasa lemas, mual, dan nyeri perut
O: TD: 100/60 mmHg
Nadi: 100 kali/menit
RR: 28 kali/menit
Suhu: 37C

Ilmu Penyakit Dalam FK UR RSUD AA Desember 2016 Page 14


LAPORAN KASUS

A: Dehidrasi berat,berdasarkan Skor Daldiyono: kesadaran apatis (+1),(facies colarica


(+2),turgor kulit menurun (+1)
P: Lanjutan terapi cairan di ruangan, Injeksi omeprazole 2x40 mg
Rencana penatalaksanaan diruangan:
2
1 jam kedua: 3x1630 cc=1086 cc
1
1 jam ketiga: 3x1086 cc=544 cc

Untuk selanjutnya rumatan


Nonfarmakologis
- bed rest
- diet makan lunakdan rendah serat
Farmakologis
- IVFD RL 2 kolf cc dalam 30 menit
- Injeksi omeprazole 2x40 mg
- Buscopan 10 mg tab 3x1
- Injeksi ondansentron 3x4
- attapulgit 3x2
- Hyosin 3x1 tab
- Antasida 3x1 syr
- Injeksi Metronidazole 3x1
- Injeksi ceftriaxone 2x1
- Paracetamol 500 mg 3x1

Follow up
Minggu, 4 Desember 2016:
S: Pasien merasa lemas, mual, kepala pusing, nyeri perut masih dirasakan, diare berkurang
frekuensi 1 kali sehari konsistensi masih cair.
O: TD: 110/70 mmHg , RR:24 kali/menit, Suhu:37oC, Nadi: 110 kali/menit
Kesadaran komposmentis, mata cekung, facies colarica (+2), turgor kulit kembali lambat
(+1), ektremitas hangat.
A: Gastroenteritis akut dengan dehidrasi berat
3260
P: IVFD RL 1 jam pertama : = 1630 (Cairan RL 2 kolf selama 30 menit), injeksi
2

omeprazole 2x1, Ondansentron 3x4 tab, attapulgit 3x2, hyosin 3x1 ,antasida 3x1 syr,
paracetamol 3x1 tab, Buscopan 10 mg tab 3x1.

Ilmu Penyakit Dalam FK UR RSUD AA Desember 2016 Page 15


LAPORAN KASUS

Senin, 5 Desember 2016


S: Pasien merasa lemas, nyeri perut masih dirasakan, mual masih dirasakan,diare masih ada
O: TD: 110/90 mmHg, RR:26 kali/menit, suhu: 36,8OC, nadi: 120 kali/menit, Kesadaran
kompos mentis, mata cekung, turgor kulit kembali lambat (+1), ektremitas hangat.
A: Gastroenteritis Akut dengan dehidrasi ringan
P: IVFD RL maintenance: 50 cc/kgBB/24 jam= 50cc x 70/24 jam=3500 cc/24 jam, injeksi
omeprazole 2x1, Ondansentron 3x4 tab, Injeksi metronidazole 3x1, Injeksi Ceftriaxone 2x1,
attapulgit 3x2, Buscopan 10 mg tab 3x1.

Selasa, 6 Desember 2016


S: Pasien merasa mulai membaik, nyeri perut menghilang , mual masih dirasakan, diare
berkurang frekuensi 1 kali sehari dan konsistensi mulai padat
O: TD: 100/80 mmHg, RR:26 kali/menit, suhu: 36,5OC, nadi: 120 kali/menit, ektremitas
hangat
A: Gastroenteritis Akut
P: IVFD RL maintenance: 50 cc/kgBB/24 jam= 50cc x 70/24 jam=3500 cc/24 jam, injeksi
omeprazole 2x1, Injeksi metronidazole 3x1, injeksi omeprazole 2x1

Rabu, 7 Desember 2016


S: Pasien merasa mulai membaik, nyeri perut menghilang , mual mulai tidak dirasakan
sesering biasanya, diare sudah tidak ada
O: TD: 120/90 mmHg, RR:20 kali/menit, suhu: 36,3OC, nadi: 90 kali/menit
A: -
P: IVFD RL 20 tetes permenit, injeksi omeprazole 2x1, Injeksi metronidazole 3x1

Pembahasan
Diagnosis Gastroeneteritis Akut pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis
ditemukandari lama diare, frekuensi, dan gejala penyerta seperti mual, nyeri perut dan
demam.Dari pemeriksaanfisik didapatkan, tekanan darah 90/60, apatis, nafas 30 kali
permenit, facies colarika, turgor kulit kembali lambat dan ektremitas teraba dingin.

Pasienmengeluhkan nyeri pada perut dan mules. Pasien tidak merasa haus, dan buang
air kecil sedikit. Pasien juga mengeluhkan lemas pada seluruh tubuh.Riwayat makan sebelum
diare, pasien makan-makanan dibeli warung makan.Berdasarkan anamnesis, pasien ini

Ilmu Penyakit Dalam FK UR RSUD AA Desember 2016 Page 16


LAPORAN KASUS

mengalami diare akut.Diare akut merupakan BAB berbentuk cair dengan frekuensi 3 kali
dalam sehari dapat atau tanpa disertai lendir dan darah yang berlangsung kurang dari 14
hari.Kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
Diare akut dapat disertai gejala penyerta seperti mual, muntah, nyeri perut, dan demam.

Selain itu, dari hasil anamnesis pasien mengeluhkan demam, memiliki riwayat
mengkonsumsi makanan yang dibeli di warung, hasil pemeriksaan fisik didapatkan suhu
37OC dan pemeriksaan darah rutin didapatkan peningkatan leukosit yaitu 26.80/mm3
darah.Kemungkinan penyebab diare pada pasien ini adalah karena infeksi.Pada literatur juga
disebutkan bahwa lebih dari 90% diare akut disebabkan oleh infeksi.
Berdasarkan anamnesis, pasien mengatakan konsistensi BAB cair, air lebih banyak
dari pada ampas, tidak berlendir, tidak berbau, warna kekuningan, tidak terlihat keruh seperti
air cucian beras dan tidak berdarah. Volume sekali BAB lebih kurang 1 gelas aqua.Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh bakteri non-invasif. Tipe bakteri ini memproduksi enterotoksin
yang menyebabkan meningkatnya sekresi aktif anion klorida kedalam lumen usus yang dikuti
oleh air, ion bikarbonat, kation natrium dan kalium dan enterotoksin bersifat tidak merusak
mukosa usus halus sehingga cairan diare tidak bercampur dengan lendir dan darah.
Pada pemeriksaan umum dan fisik didapatkan, tekanan darah 90/60, apatis, nafas 30
kali permenit, facies colarika, turgor kulit kembali lambat dan ektremitas teraba
dingin.Berdasarkan penilaian derajat dehidrasi menurut skor Daldiyono didapatkan total skor
7,pasien ini mengalami dehidrasi berat.Dehidrasi pada pasien ini dapat timbul akibat
pengeluaran cairan yang banyak.
Prinsip pengobatan diare pada pasien ini ada 3 yaitu pertama, penanganan dehidrasi
melalui rehidrasi oral dengan banyak minum, ataupun parenteral dengan infus cairan.Kedua,
obat anti diare, preparat yang paling disukai adalah loperamid karena tidak adiktif dan
memiliki efek samping paling kecil.Ketiga, obat antimikroba dengan memberikan
Siprofloksasin, preparat kuinolon dipilih karena efektif terhadap bakteri patogen non-invasif
dan invasif termasuk Shigella spp.
Untuk rehidrasi pada pasien ini digunakan cairan berupa Ringer Laktat.Kebutuhan
cairan yang diberikan pada pasien ini dapat ditentukan menggunakan skor Daldiyono. Skor
daldiyono dari pasien ini berjumlah 7, karena dari pemeriksaan didapatkan: tekanan darah
90/60 (+1), apatis (+1), pernafasan 30 kali permenit (+1), facies colarica (+2), dan turgor
kulit kembali lambat (+1). Dari skor daldiyono tersebut didapatkan kebutuhan cairan dari
pasien ini adalah 3260 cc.

Ilmu Penyakit Dalam FK UR RSUD AA Desember 2016 Page 17


LAPORAN KASUS

Tatalaksana Gastroenteritis pada pasien ini diberikan antimikroba Siprofloksasin dan


untuk menghentikan diare pada pasien diberikan attapulgit.
Dan untuk tatalaksana Dispepsia pasien ini diberikan golongan PPI / Proton Pump
Inhibitor yaitu Injeksi omeprazole dan antasida sebagai penetralisir asam lambung.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas disimpulkan bahwa pasien didiagnosis sebagai diare
akut dengan dehidrasi berat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. 2014
2. Simadibrata M, Daldiyono. Diare akut. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna
publishing;2009.p.548-55.
3. Korompis et al. Studi Penggunaan Obat pada Penderita Diare Akut di Instalasi Rawat
inap BLU RSUP Prof.DR.R.D. Kandou Manado Periode Januari-Juni 2012. Jurnal
Ilmiah Farmasi. UNSRAT. 2013;2(1)
4. Hannif et al. Faktor Risiko Diare Akut pada Balita. Berita Kedokteran Masyarakat.
2011;27(1)
5. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary D. Panduan praktik klinis.
Papdi;2015.p.898-904
6. Panduan praktik klinik bagi dokter di fasilitas pelayanan primer. Ikatan Dokter
Indonesia. 2014.p. 112-20.
7. Manoppo JI. Profil Diare Akut denagn Dehidrasi Berat di Ruang Perawatan Intensif
Anak. Departemen Ilmu Kesehatan Anak. 2010;12(3)
8. Camilleri M, Murray A. Diare dan konstipasi. Dalam : Longo DL, Fauci AS. Buku
Harrison gastroenterology dan hepatologi. Jakarta: EGC ;2013.p.39-44.
9. Manatsathit S, et all. Guideline for the management of acute diarrhea in adults.
Journal of Gastroenterology and Hepatology .2002: 17; 5471.
10. Talley NJ, Colin-Jones D, Koch KL, Koch M, Nyren O, Stanghellini V. Functional
dyspepsia: a classifi cation with guidelines for diagnosis and management.
Gastroenterol Int. 1991;4:145
11. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2009.
12. Jones MP. Evaluation and treatment of dyspepsia.Post Graduate Medical Journal.
2003;79:25-29.

Ilmu Penyakit Dalam FK UR RSUD AA Desember 2016 Page 18


LAPORAN KASUS

13. Greenburger NJ. Dyspepsia. The Merck Manuals Online Medical Library. 2008
March. Available from: http://www.merck.com/mmpe/sec02/ch007/ch007c.html.
14. Citra JT. Perbedaan depresi pada pasien dispepsia organik dan fungsional. Bagian
Psikiatri FK USU 2003.

15. Delaney BC. 10 Minutes consultation dyspepsia. BMJ. 2001. Available from:
http://www.bmj.com/cgi/content/full/322/7289/776.

16. Talley NJ, Vakil N, and the Practice Parameters Committee of the American College
of Gastroenterology. Guidelines for the management of dyspepsia. Am J
Gastroenterol 2005;100:2324- 37
17. Dyspepsia. Edition 2001. Available from:
http://mercyweb.org/MICROMEDEX/health_information.

Ilmu Penyakit Dalam FK UR RSUD AA Desember 2016 Page 19

Anda mungkin juga menyukai