Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA

MODELING DAN ANALISIS DATA

BIOFARMASETIKA DENGAN WINSAAM

Disusun Oleh:

Salma khairunnisa Ghassani 260110090088

Ismail Ahsanuddien Akbar 260110097006

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2012
MODELING DAN ANALISIS DATA BIOFARMASETIKA
DENGAN WINSAAM

I. Tujuan
Mempelajari modeling dan analisis data penelitian biofarmasetika
dengan pengkhususan data ini vivo menggunakan software
WinSAAM.

II. Prinsip
a. Modeling
Modeling merupakan sistem simultan yang tersusun atas
persamaan differensial dan atau persamaan aljabar yang
mendefinisikan peranan variabel-variabel serta koefisien transport
pada suatu sistem fisika, kimia, dan biologis.
b. Kompartemen
Kompartemen adalah suatu materi karakteristik yang dapat berupa
suatu bentuk kimia tertentu, materi biologis (organ, bagian organ)
yang memiliki ruangan atau volume tertentu.
c. WinSAAM
WinSAAM merupakan suatu software yang memungkinkan untuk
menganalisis data eksperimental berdasarkan model kompatemen
tertentu secara langsung.

III. Teori
Pada umumnya obat diberikan dalam bentuk sediaan seperti tablet,
kapsul , suspensi dan lain-lain. Suatu bentuk sediaan obat terdiri dari bahan
obat dan bahan-bahan pembantu yang tersusun dalam formula dan diikuti
dengan petunjuk cara proses pembuatan. Kita mengetahui bahwa sangat
banyak sediaan farmasi dengan obat, dosis dan bentuk sediaan yang sama,
diproduksi oleh industri-industri farmasi dengan nama-nama yang berbeda.
Dengan berbagai alasan dari industri-industri, maka umumnya formula
sediaan tersebut berbeda. Pada akhir tahun lima puluhan dan awal tahun enam
puluhan bermunculan laporan, publikasi dan diskusi yang mengemukakan
bahwa banyak obat-obat dengan kandungan, dosis dan bentuk sediaan yang
sama dan dikeluarkan oleh industri farmasi yang berbeda memberikan
kemanjuran yang berbeda. Laporan-laporan dan publikasi-publikasi tersebut
menyebabkan munculnya ilmu baru dalam bidang farmasi yaitu biofarmasi
(Bourne, 2009).
Selanjutnya perkembangan ilmu biofarmasi , melihat bentuk sediaan
sebagai suatu drug delivery system yang menyangkut pelepasan obat
berkhasiat dari sediaannya, absorpsi dari obat berkhasiat yang sudah
dilepaskan, distribusi obat yang sudah diabsorpsi oleh cairan tubuh,
metabolisme obat dalam tubuh serta eliminasi obat dari tubuh.
Kecepatan pelepasan obat dipengaruhi oleh bentuk sediaan, formula
dan cara pembuatan sehingga bisa terjadi sebagian obat dilepas di saluran
cerna dan sebagian lagi masih belum dilepas sehingga belum sempat
diabsorpsi sudah keluar dari saluran cerna. Umumnya obat yang sudah terlarut
dalam cairan saluran cerna bisa diabsorpsi oleh dinding saluran cerna, tetapi
dilain pihak obat yang sudah terlarut itu bisa terurai tergantung dari sifatnya ,
sehingga sudah berkurang obat yang diabsorpsi.
Compendia seperti Farmakope hanya mensyaratkan uji in vitro
terhadap produk obat seperti waktu hancur dan atau uji kecepatan disolusi
obat dari sediaan untuk tablet/kapsul. Test in vitro ini tidak memberikan
jaminan terhadap kemanjuran produk tersebut. Uji farmakokinetika yang
betul-betul memberikan jaminan. Tetapi untuk melakukan uji farmakokinetika
suatu produk baru dari obat lama adalah terlalu lama, terlalu mahal dan
hasilnya masih diperdebatkan . Cara yang terbaik adalah melakukan uji
bioavailabilitas yang merupakan ukuran kecepatan dan jumlah obat yang
diabsorpsi oleh tubuh. Uji bioavailabilitas ini haruslah uji bioavailabilitas
komparatif terhadap produk innovator, yaitu suatu produk yang sudah lama
digunakan dan mendapat pengakuan pengalaman klinis dari para dokter. FDA
dari Amerika Serikat pada tahun 1975 telah menetapkan
bahwa jika ada pabrik yang membuat sediaan yang telah dikeluarkan pertama
oleh pabrik lain, maka pabrik yang ikut itu harus menunjukkan minimum
sediaannya bioekivalen dengan produk inovatornya.
Modeling merupakan sistem simultan yang tersusun atas persamaan
differensial dan atau persamaan aljabar yang mendefinisikan peranan variabel-
variabel serta koefisien transport pada suatu sistem fisika, kimia, dan biologis.
Modeling yang didesign dengan baik dan benar akan menjadi suatu perangkat
metode yang handal dan dapat dipercaya dalam analisis data dan mendukung
pengambilan kesimpulan. Metode ini sangat membantu dalam melakukan
summary data, mengeksplorasi mekanisme proses, serta memprediksikan
suatu parameter variabel tertentu berdasarkan suatu model (Stefanovski et.al.,
2003).
Analisis terhadap data penetrasi in vitro pada umumnya menggunakan
metode lag time dengan parameter yang digunakan misalnya fluks tunak dan
lag time. Metode ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, beberapa data
tidak termasuk daerah linear kurva jumlah kumulatif tertranspor versus waktu.
Kedua, daerah linear kurva jumlah kumulatif tertranspor versus waktu tidak
selalu merefleksikan kondisi tunak proses transpor. Metode lain yang dapat
digunakan adalah evaluasi berdasarkan fluks maksimum yang dicapai. Selain
itu juga pernah dilaporkan analisis berdasarkan jumlah obat tertranspor.
Kesemua metode tersebut memiliki keterbatasan yaitu ketidakmampuan
mendeskripsikan perubahan gradual dalam kecepatan transpor. Hal ini penting
khususnya bila akan mengekstrapolasikan dengan data in vitro (Nugroho dkk,
2004).
Untuk memperbaiki keterbatasan metode lag time dalam menganalisis
permeasi transdermal, dikembangkan model yang berdasarkan teori
kompartemen yang memiliki beberapa keuntungan. Pertama, data dapat
dianalisa berdasarkan data fluks untuk mengetahui parameter lain. Kedua,
keseluruhan titik data dianalisis tanpa harus mengeluarkan beberapa titik data
seperti pada metode lag time. Ketiga, model kompartemen menggambarkan
fluks sebagai fungsi dari waktu. Hal ini dapat digunakan untuk
memprediksikan fluks tunak, meskipun bila fluks tunak tidak dicapai selama
eksperimen (Nugroho dkk, 2004).
Model dua kompartemen disajikan pada gambar 1 dimana kecepatan
obat terabsorbsi dari kompartemen donor ke kulit mengikuti orde nol. Obat
tertranspor dengan kecepatan yang relatif kecil sehingga kadar obat dalam
kompartemen donor dapat dianggap konstan. Kecepatan absorbsi dari
kompartemen donor menuju kulit ini tidak mempengaruhi proses kecepatan
transfer massa secara signifikan. Parameter yang juga berpengaruh dalam
model dua kompartemen ini adalah potensi obat tertranspor (Available
Doseatau AD) dan kecepatan pelepasan obat dari kulit ke kompartemen
aseptor (KR) (Shargel dan Yu, 1988).
Model tiga kompartemen secara skematis dapat dilihat pada gambar 2,
kecepatan obat terabsorbsi dari kompartemen donor ke kulit mengikuti orde
pertama. Obat tertranspor dengan kecepatan tertentu sehingga menurunkan
kadar obat dalam kompartemen donor secara signifikan. Kecepatan absorbsi
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap proses transpor. Dengan
demikian proses transpor dipengaruhi oleh tiga kompartemen, yaitu
kompartemen donor, kulit dan kompartemen aseptor (Shargel dan Yu, 1988).
Parameter yang menggambarkan kecepatan transfer massa dari
kompartemen donor menuju kulit adalah Ka, parameter untuk
menggambarkan potensi obat tertranspor adalah AD, sedangkan parameter
yang menggambarkan kecepatan transfer massa dari kulit ke kompartemen
aseptor adalah KR. Parameter Ka pada model tiga kompartemen menjadi
faktor penentu dalam proses transfer massa, selain parameter AD dan K R
(Bourne, 2009).

Gambar 1. Skema transfer massa model dua kompartemen


Gambar 2. Skema transfer massa model tiga kompartemen

Selama 50 tahun terakhir, model kompartemen telah digunakan


untuk menggambarkan dan membuat prediksi pada sejumlah sistem
farmakokinetik, metabolisme, dan biologis. Dibutuhkan modeling
software canggih untuk mencocokkan data ke model tersebut dan
untuk membuat prediksi menggunakan model kompartemen.
WinSAAM adalah salah satu program pemodelan tersebut
(Stefanovski et.al., 2003).
WinSAAM adalah pemodelan berorientasi program Windows
yang memungkinkan pengguna untuk mengeksplorasi sistem biologis
dengan menggunakan model matematika. Program ini telah
berkembang dari program SAAM asli yang dikembangkan oleh Dr
Berman Mones di National Institutes of Health. SAAM kini telah
menyediakan ribuan aplikasi dalam biologi, kedokteran, teknik, dan
pertanian baik dalam bentuk aslinya (SAAM19 - SAAM27), atau
dalam bentuk interaktif pertamanya, Consam (Wu, 2011).
Inti dari WinSAAM adalah dua konsep, kompartemen dan
transfer antar-kompartemen. Kompartemen merupakan dasar dari zona
dimana zat-zat homogen didistribusikan, dan antar-kompartemen
transfer menggambarkan proses yang bertanggung jawab untuk
memindahkan zat dari satu zona tersebut ke yang lain. Sementara
kegunaan dari program ini untuk biologi (analisis compartmental)
hampir tak terbatas, maka sangat cocok untuk: (Wu, 2011).
1) pemeriksaan fisiologis berbasis masalah transportasi nutrisi
menggunakan radiotracer / data isotop stabil
2) penyelidikan kimia berbasis studi metabolik menggunakan
jalur in vitro dan reaksi data kinetik.

IV. Alat dan Bahan


1. Komputer (SistemOperasi Windows)
2. CD Instalasi Software WiinSAAM atau koneksi internet untuk
dapat mendownload secara langsung WinSAAM dari situs
http://www.winsaam.com

V. Prosedur
1. Download WinSAAM
2. Open WinSAAM
3. Masukkan parameter farmakokinetik, perhatikan penggunaan
titik dan koma
4. Save WinSAAM working file, tutup (hanya working file saja)
5. Ketik deck, enter
6. Ketik solve, enter
7. Ketik Iter, enter
8. ketik plot q(1), enter
9. Lihat bentuk kurva, jika belum saling berhimpitan itu berarti data
kita belum sesuai dengan prediksi winsaam
10. Jika sudah berhimpitan kurvanya, simpan gambar kurva, klik
file, safe plot as, simpan dalam JPG, OK
11. Tutup gambar
12. Simpan halaman utama file, save, beri nama, OK
13. Langkah selanjutnya memindahkan data dari spreadsheet
14. Dari halaman utama winsam, buka command, batch saam
15. Copy data hasil analisis winsaam ke excel
16. Kolom 1, 2, 3, dan hasil copy dan hasil copy di excel masih berupa
satu kolom. Maka untuk memisahkannya, blok data tersebut
(kolom1,2,3, C, D, dan SAAM)
17. Klik data, text to column
18. Tandai delimited, next, centang space, next, finish
19. Buat grafik hubungan T (time) terhadap QO
20. Data kita diberinama QO
21. Karena sebenarnya kurva saling tumpang tindih antara data kita
dengan winsaam, maka kita buat titik dengan warna yang berbeda
untuk membedakan data kita dengan prediksi winsaam
22. Agar kedua titik-titik grafik tersebut lebih jelas, maka dapat diubah
format markernya

VI. Data Pengamatan danPerhitungan

VI.1 Data PengamatanKonvensional


Obat C dosis 200 mg (peroral)
Time (hr) Cp (mg/L)
0 0.0
0.25 11.858
0.5 17.63
0.75 20.814
1 21.298
1.5 21.071
3 14.872
6 6.88
12 1.501
18 0.321
24 0.068

VI.2 Kurva Plot Q

Keterangan : bentuk kurva adalah prediksi WinSAAM,


sedangkan yang berupa garis adalah data milik kita.

VI.3 Data Pengamatan WinSAAM


Obat C dosis 200 mg (peroral)
---
CAT- QC/Q
NO D C - T THETA QC QO QO-QC O WT
0.00E+ 0.00E+ 0.00E
1 G 2 0.00E+00 0.00E+00 0.00E+00 *
1 00 00 +00
1.21E+ -2.18E- 3.14E
1 G 2 2.50E-01 0.00E+00 1.19E+01 1.018
2 01 01 -04
1.82E+ -5.41E- 1.42E
1 G 2 5.00E-01 0.00E+00 1.76E+01 1.031
3 01 01 -04
2.09E+ -1.09E- 1.02E
1 G 2 7.50E-01 0.00E+00 2.08E+01 1.005
4 01 01 -04
2.18E+ -5.24E- 9.74E
1 G 2 1.00E+00 0.00E+00 2.13E+01 1.025
5 01 01 -05
2.11E+ 5.42E- 9.95E
1 G 2 1.50E+00 0.00E+00 2.11E+01 1
6 01 04 -05
1.50E+ -1.64E- 2.00E
1 G 2 3.00E+00 0.00E+00 1.49E+01 1.011
7 01 01 -04
6.98E+ -9.71E- 9.33E
1 G 2 6.00E+00 0.00E+00 6.88E+00 1.014
8 00 02 -04
1.50E+ 5.72E- 1.96E
1 G 2 1.20E+01 0.00E+00 1.50E+00 0.996
9 00 03 -02
3.20E- 5.47E- 4.29E
1 G 2 1.80E+01 0.00E+00 3.21E-01 0.998
10 01 04 -01
6.87E- -6.76E- 9.55E
1 G 2 2.40E+01 0.00E+00 6.80E-02 1.01
11 02 04 +00

VI.4 Data Working file WinSAAM


Obat C dosisi 200 mg (peroral)
1: A SAAM31
2: C Insert Control lines 2,3,4 here as needed
3: H PAR
4: C Insert model parameters here
5: IC(1) 100
6: L(2,1) 2.270232E+00 0.000000E+00 1.000000E+01
7: L(0,2) 2.567219E-01 0.000000E+00 1.000000E+01
8: P(2) 3.463222E+00 0.000000E+00 1.000000E+04
9: H DAT
10: C Insert data values here
11: XG(2)=F(2)/P(2)
12: 101G(2) FSD=0.1

1. Konstanta Eliminasi (Kel) = 2,567x10-1/Jam


2. Konstanta Absorpsi (Ka) = 2,27/Jam
3. Volume Distribusi (Vd) = 3,463 L
VI.5 KurvaWinSAAM
Obat C dosisi 200 mg (peroral)

VI.6 Perhitungan Konvensional


Obat C dosisi 200 mg (peroral)
1. Konstanta Eliminasi (Kel)

-Kel =

-Kel = 0,259/jam
2. Konstanta Absorpsi (Ka)

=
=

-Ka =

-Ka = 2, 666/jam
3. Volume Distribusi (Vd)

Log Cp0 = Log

Log 27 = Log

1,431 = Log - Log Vd

1,431 = Log 221.520,565 - Log Vd


1,431 = 5,345 - Log Vd
Log Vd = 5,345 1,431
Log Vd = 3,914
Vd = 10 3,914
Vd = 8.203,515 mL 8,2035 Liter
VI.7 KurvaKonvensional
Obat C dosis 200 mg (peroral)
VII. Pembahasan
Percobaan kali ini bertujuan untuk mempelajari modeling dan analisis data
dan penelitian biofarmasetika dengan pengkhususan data in vivo
menggunakan software WinSAAM. WinSAAM adalah pemodelan berbasis
program Windows yang memungkinkan pengguna untuk mengeksplorasi
sistem biologis dengan menggunakan model matematika. Program ini telah
berkembang dari program SAAM asli yang dikembangkan oleh Dr Berman
Mones di National Institutes of Health. SAAM kini telah menyediakan ribuan
aplikasi dalam biologi, kedokteran, teknik, dan pertanian baik dalam bentuk
aslinya (SAAM19 - SAAM27), atau dalam bentuk interaktif pertamanya,
Consam.

Inti dari WinSAAM adalah dua konsep, kompartemen dan transfer antar-
kompartemen. Kompartemen merupakan dasar dari zona dimana zat-zat
homogen didistribusikan, dan antar-kompartemen transfer menggambarkan
proses yang bertanggung jawab untuk memindahkan zat dari satu zona
tersebut ke yang lain. Sementara kegunaan dari program ini untuk biologi
(analisis compartmental) hampir tak terbatas, maka sangat cocok untuk:

1) pemeriksaan fisiologis berbasis masalah transportasi nutrisi


menggunakan radiotracer / data isotop stabil
2) penyelidikan kimia berbasis studi metabolik menggunakan jalur in
vitro dan reaksi data kinetik.

Keuntungan dari metode WinSAAM meliputi:.

Satu set pemodelan dengan model yang mudah diaplikasikan


Persamaan matematika yang otomatis mendasari pemodelan
Sistem linier dan nonlinier mudah digunakan
Hasil data yang otomatis terbaca tanpa perlu menerjemahkan konstruksi
model
Efisien, numerik integrator dapat dengan otomatis dipilih, dan dinamis
Solusi steady state untuk sistem linier dan nonlinier, dan kemampuan
untuk dimasukkannya data steady state dalam proses fitting Model
Akses yang fleksibel ke konstruksi pemodelan
Batch dan pengolahan interaktif
Macro editor and macro processing
Merupakan pengembangan software simulasi dan modeling
Dapat berintegrasi dengan software windows lainnya

Kekurangan dari metode WinSAAM diantaranya :

Hanya software yang berbasis windows yang dapat menggunakan


Pada metode ini hanya sedikit fungsi statistic yang dapat digunakan
WinSAAM hanya didukung oleh satu optimizer sehingga menghasilkan
data output yang relatif kurang baik terhadap fitting data

Prinsip dari percobaan kali ini adalah modeling dan regresi linier.
Modelling adalah system simultan yang tersusun atas persamaan differensial
dan atau persamaan aljabar yang mendefinisikan peranan variable-variable
serta koefisien transport pada suatu sistem fisika,kimia dan biologis.

Pada praktikum kali ini yang pertama dilakukan adalah menginstall


program WinSAAM kemudian buka programnya lalu buka edit dan masuk
ke dalam winsaam working file. Pada windows working file ini kita akan
mengisi beberapa angka dan data kemudian akan diolah menjadi sebuah
grafik. Parameter L(2,1) menggambarkan parameter kecepatan perpindahan
obat dari kompartemen 1 menuju kompartemen 2. Parameter L (0,2)
menunjukan kecepatan eliminasi sedangkan IC (1) adalah initial condition
untuk kompartemen I. Initial condition pada umumnya mengacu pada jumlah
obat yang tersedia pada awal proses transport. Setiap parameter diasumsikan
dengan 3 angka yang dipisahkan dengan TAB (tabulasi) dengan rincian angka
pertama adalah prediksi awal,angka kedua adalah nilai minimum dan angka
ketiga adalah angka batasan maksimal.

Selanjutnya,data obat Z dengan dosis 200 mg secara oral dimasukan


kemudian ketik deck kemudian di enter. Deck berfungsi untuk
menerjemahkan listing dalam bahasa binary (decking) selanjutnya ketik
solve lalu dienter. Solve, adalah proses untuk menerjemahkan persamaan
termasuk bahwa persamaan yang dianalisis adalah persamaan diferensial
menjadi persamaan planar termasuk profil kurva prediksi sesuai dengan angka
yang kita masukkan,kemudian ketik iterasi lalu ketik enter. Iterasi
digunakan untuk mendapatkan parameter model fitting yang paling baik
merefleksikan data observasi.Kemudian ketik plot Q1 lalu di enter. Plot
Q1 berfungsi untuk menampilkan kurva perbandingan antara prediksi
winsaam dengan data yang kita masukan. Jika data yang dimasukan belum
berhimpit antara prediksi dengan data kita,misalnya jika prediksi terlalu
tinggi, maka kita memberikan nilai P(2) atau volume distribusi yang terlalu
rendah maka dapat diperbaiki dengan cara kembali ke winsaam working file
kemudian data ketiga parameter tadi diubah sehingga akan mempengaruhi
bentuk kurva.
Kurva plot q

Kurva yang diperoleh dari pratikum kali ini dapat dikatakan baik karena
kurva yang diperoleh berhimpit antara prediksi WinSAAM dengan data yang
dimasukan.Selanjutnya simpan kurva dalam bentuk gambar (jpg) setelah itu
data dipindahkan excel (spread sheet) kemudian dari halaman utama
WinSAAM buka commands batch saam lalu copy data hasil analisis
WinSAAM ke excel kemudian klik data dan text to coloumn kemudian
tandai delimited,next dan finish. Commands berfungsi untuk
menghubungkan model,menyimpan model dan mendapatkan kembali model
yang sebelumnya selain itu juga untuk menyusun,menyelesaikan (solve) dan
mem-fitting model sesuai dengan grafik.

Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara waktu (T) dengan QO kemudian


grafik yang muncul akan tumpang tindih dengan grafik prediksi WinSAAM
sehingga untuk memudahkan pengamatan symbol keduanya dibedakan dan
diperjelas dengan cara format data series kemudian built in sehingga
tampak jelas setiap titiknya berhimpit. Grafik QO adalah nilai konsentrasi obat
dalam plasma berdasarkan data yang diperoleh sedangkan grafik prediksi
adalah grafik prediksi dari WinSAAM. Tujuan akhir dari WinSAAM ini
adalah untuk menentukan Ka, Kel, dan Vd kemudian dibandingkan dengan
hasil perhitungan parameter tersebut dengan metode konvensional.

Hasil grafik hubungan antara waktu (T) dengan QO yang diperoleh pada
praktikum kali ini dapat dikatakan baik karena semua titik antara data Q O dan
prediksi saling berhimpitan.Nilai konstanta Absorbsi dari data WinSAAM
adalah 2,27/Jam sedangkan nilai konstanta absorbs dari metode konvensional
adalah sebesar 2, 666/jam.

Nilai kecepatan eliminasi dari data WinSAAM adalah 2,567x10-1/Jam atau


0,2567/jam, sedangkan nilai kecepatan eliminasi dari metode konvensional
adalah sebesar 0,259/jam. Kecepatan eliminasi adalah laju atau kecepatan
dimana obat dalam system peredaran darah dieliminasi dalam bentuk pecahan
per satuan waktu.

Volume distribusi yang diperoleh dari data WinSAAM adalah sebesar


3,463 L sedangkan data yang diperoleh dari metode konvensional adalah
sebesar 8,2035 Liter. Volume distribusi (Vd) merupakan volume hipotesis
cairan tubuh yang akan diperlukan untuk melarutkan jumlah total obat pada
konsentrasi yang sama seperti yang ditemukan dalam darah. Atau volume
distribusi merupakan perbandingan antara dosis jumlah obat yang diberikan
dengan konsentrasi obat dalam plasma.

Dari kedua nilai yang diperbandingkan tersebut terdapat perbedaan antara


nilai parameter yang diperoleh dengan menggunakan metode WinSAAM
dengan metode konvensional. Hal ini dapat terjadi karena pada saat
memplotkan garis pada grafik adanya ketidaktepatan dalam memasukan
datanya. Seharusnya hasil yang diperoleh tidak jauh berbeda antara data
WinSAAM dengan data konvensional. Metode kalkulasi yang lebih dapat
diandalkan atau dapat dikatakan lebih akurat jika dibandingkan dengan
metode konvensional yang hanya berdasarkan pengamatan dan perhitungan
diatas kertas grafik saja,maka dapat dikatakan metode yang lebih akurat
adalah dengan metode WinSAAM hanya saja metode dengan komputasi ini
memerlukan pemahaman yang baik dalam pengoperasian sehingga tidak
terjadi kesalahan dalam pengoperasian dan menginterpretasikan hasil yang
diperoleh selain itu nilai-nilai parameter dalam metode ini sulit untuk
diinterpretasikan karena ditulis dalam notasi-notasi tertentu.
VIII. Kesimpulan
Perhitungan profil farmakokinetik obat X menggunakan program
WinSAAM dan secara konvensional memiliki perbedaan. Hal ini
disebabkan kurangnya keahlian pengoperasian menggunakan program
WinSAAM dan kurangnya ketelitian pada proses konvensional.
Namun analisis menggunakan program WinSAAM merupakan metode
terbaik dalam menentukan prediksi matematis kinetika transfer massa
antar kompartemen yang diperoleh dari derivasi dengan fitting model
terhadap data eksperimental. Penentuan kinetika transport dilakukan
melalui pendekatan goodness of fit dengan metode visual dan numerik
berdasarkan plot q prediksi dan q pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA

Bourne, D. W. A,. 2009. Pharmacocinetics and Biopharceutics. Available online at


: http://www.boomer.0rg. [Diakses pada tanggal 20 Desember 20012].

Nugroho, AK., O Della-Pasqua, M Danhof, and JA Bouwstra. 2004.


Compartemental Modeling of Transdermal Iontophoretic Transport : in
vitro Model Derivation and Application. Pharm. Res.

S h a rg e l L a n d A B C Yu . 1 9 8 8 . Biofarmasetika dan Farmakokinetika


Terapan, edisi kedua. Surabaya: Airlangga University Press.

Stefanovski D, PJ Moate and RC Boston. 2003. WinSAAM: a windows-based


compartmental modeling system. School of Veterinary Medicine,
University of Pennsylvania, PA 19348. USA. 52(9):1153-66.

Wu, C. 2011. WinSAAM - The Simulation, Analysis and Modeling Software.


Available at: http://www.imcportal.org/repository/software/winsaam-
the-simulation-analysis-and-modeling-software [diakses tanggal 20
Desember 12].

Anda mungkin juga menyukai