Disusun Oleh:
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2012
MODELING DAN ANALISIS DATA BIOFARMASETIKA
DENGAN WINSAAM
I. Tujuan
Mempelajari modeling dan analisis data penelitian biofarmasetika
dengan pengkhususan data ini vivo menggunakan software
WinSAAM.
II. Prinsip
a. Modeling
Modeling merupakan sistem simultan yang tersusun atas
persamaan differensial dan atau persamaan aljabar yang
mendefinisikan peranan variabel-variabel serta koefisien transport
pada suatu sistem fisika, kimia, dan biologis.
b. Kompartemen
Kompartemen adalah suatu materi karakteristik yang dapat berupa
suatu bentuk kimia tertentu, materi biologis (organ, bagian organ)
yang memiliki ruangan atau volume tertentu.
c. WinSAAM
WinSAAM merupakan suatu software yang memungkinkan untuk
menganalisis data eksperimental berdasarkan model kompatemen
tertentu secara langsung.
III. Teori
Pada umumnya obat diberikan dalam bentuk sediaan seperti tablet,
kapsul , suspensi dan lain-lain. Suatu bentuk sediaan obat terdiri dari bahan
obat dan bahan-bahan pembantu yang tersusun dalam formula dan diikuti
dengan petunjuk cara proses pembuatan. Kita mengetahui bahwa sangat
banyak sediaan farmasi dengan obat, dosis dan bentuk sediaan yang sama,
diproduksi oleh industri-industri farmasi dengan nama-nama yang berbeda.
Dengan berbagai alasan dari industri-industri, maka umumnya formula
sediaan tersebut berbeda. Pada akhir tahun lima puluhan dan awal tahun enam
puluhan bermunculan laporan, publikasi dan diskusi yang mengemukakan
bahwa banyak obat-obat dengan kandungan, dosis dan bentuk sediaan yang
sama dan dikeluarkan oleh industri farmasi yang berbeda memberikan
kemanjuran yang berbeda. Laporan-laporan dan publikasi-publikasi tersebut
menyebabkan munculnya ilmu baru dalam bidang farmasi yaitu biofarmasi
(Bourne, 2009).
Selanjutnya perkembangan ilmu biofarmasi , melihat bentuk sediaan
sebagai suatu drug delivery system yang menyangkut pelepasan obat
berkhasiat dari sediaannya, absorpsi dari obat berkhasiat yang sudah
dilepaskan, distribusi obat yang sudah diabsorpsi oleh cairan tubuh,
metabolisme obat dalam tubuh serta eliminasi obat dari tubuh.
Kecepatan pelepasan obat dipengaruhi oleh bentuk sediaan, formula
dan cara pembuatan sehingga bisa terjadi sebagian obat dilepas di saluran
cerna dan sebagian lagi masih belum dilepas sehingga belum sempat
diabsorpsi sudah keluar dari saluran cerna. Umumnya obat yang sudah terlarut
dalam cairan saluran cerna bisa diabsorpsi oleh dinding saluran cerna, tetapi
dilain pihak obat yang sudah terlarut itu bisa terurai tergantung dari sifatnya ,
sehingga sudah berkurang obat yang diabsorpsi.
Compendia seperti Farmakope hanya mensyaratkan uji in vitro
terhadap produk obat seperti waktu hancur dan atau uji kecepatan disolusi
obat dari sediaan untuk tablet/kapsul. Test in vitro ini tidak memberikan
jaminan terhadap kemanjuran produk tersebut. Uji farmakokinetika yang
betul-betul memberikan jaminan. Tetapi untuk melakukan uji farmakokinetika
suatu produk baru dari obat lama adalah terlalu lama, terlalu mahal dan
hasilnya masih diperdebatkan . Cara yang terbaik adalah melakukan uji
bioavailabilitas yang merupakan ukuran kecepatan dan jumlah obat yang
diabsorpsi oleh tubuh. Uji bioavailabilitas ini haruslah uji bioavailabilitas
komparatif terhadap produk innovator, yaitu suatu produk yang sudah lama
digunakan dan mendapat pengakuan pengalaman klinis dari para dokter. FDA
dari Amerika Serikat pada tahun 1975 telah menetapkan
bahwa jika ada pabrik yang membuat sediaan yang telah dikeluarkan pertama
oleh pabrik lain, maka pabrik yang ikut itu harus menunjukkan minimum
sediaannya bioekivalen dengan produk inovatornya.
Modeling merupakan sistem simultan yang tersusun atas persamaan
differensial dan atau persamaan aljabar yang mendefinisikan peranan variabel-
variabel serta koefisien transport pada suatu sistem fisika, kimia, dan biologis.
Modeling yang didesign dengan baik dan benar akan menjadi suatu perangkat
metode yang handal dan dapat dipercaya dalam analisis data dan mendukung
pengambilan kesimpulan. Metode ini sangat membantu dalam melakukan
summary data, mengeksplorasi mekanisme proses, serta memprediksikan
suatu parameter variabel tertentu berdasarkan suatu model (Stefanovski et.al.,
2003).
Analisis terhadap data penetrasi in vitro pada umumnya menggunakan
metode lag time dengan parameter yang digunakan misalnya fluks tunak dan
lag time. Metode ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, beberapa data
tidak termasuk daerah linear kurva jumlah kumulatif tertranspor versus waktu.
Kedua, daerah linear kurva jumlah kumulatif tertranspor versus waktu tidak
selalu merefleksikan kondisi tunak proses transpor. Metode lain yang dapat
digunakan adalah evaluasi berdasarkan fluks maksimum yang dicapai. Selain
itu juga pernah dilaporkan analisis berdasarkan jumlah obat tertranspor.
Kesemua metode tersebut memiliki keterbatasan yaitu ketidakmampuan
mendeskripsikan perubahan gradual dalam kecepatan transpor. Hal ini penting
khususnya bila akan mengekstrapolasikan dengan data in vitro (Nugroho dkk,
2004).
Untuk memperbaiki keterbatasan metode lag time dalam menganalisis
permeasi transdermal, dikembangkan model yang berdasarkan teori
kompartemen yang memiliki beberapa keuntungan. Pertama, data dapat
dianalisa berdasarkan data fluks untuk mengetahui parameter lain. Kedua,
keseluruhan titik data dianalisis tanpa harus mengeluarkan beberapa titik data
seperti pada metode lag time. Ketiga, model kompartemen menggambarkan
fluks sebagai fungsi dari waktu. Hal ini dapat digunakan untuk
memprediksikan fluks tunak, meskipun bila fluks tunak tidak dicapai selama
eksperimen (Nugroho dkk, 2004).
Model dua kompartemen disajikan pada gambar 1 dimana kecepatan
obat terabsorbsi dari kompartemen donor ke kulit mengikuti orde nol. Obat
tertranspor dengan kecepatan yang relatif kecil sehingga kadar obat dalam
kompartemen donor dapat dianggap konstan. Kecepatan absorbsi dari
kompartemen donor menuju kulit ini tidak mempengaruhi proses kecepatan
transfer massa secara signifikan. Parameter yang juga berpengaruh dalam
model dua kompartemen ini adalah potensi obat tertranspor (Available
Doseatau AD) dan kecepatan pelepasan obat dari kulit ke kompartemen
aseptor (KR) (Shargel dan Yu, 1988).
Model tiga kompartemen secara skematis dapat dilihat pada gambar 2,
kecepatan obat terabsorbsi dari kompartemen donor ke kulit mengikuti orde
pertama. Obat tertranspor dengan kecepatan tertentu sehingga menurunkan
kadar obat dalam kompartemen donor secara signifikan. Kecepatan absorbsi
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap proses transpor. Dengan
demikian proses transpor dipengaruhi oleh tiga kompartemen, yaitu
kompartemen donor, kulit dan kompartemen aseptor (Shargel dan Yu, 1988).
Parameter yang menggambarkan kecepatan transfer massa dari
kompartemen donor menuju kulit adalah Ka, parameter untuk
menggambarkan potensi obat tertranspor adalah AD, sedangkan parameter
yang menggambarkan kecepatan transfer massa dari kulit ke kompartemen
aseptor adalah KR. Parameter Ka pada model tiga kompartemen menjadi
faktor penentu dalam proses transfer massa, selain parameter AD dan K R
(Bourne, 2009).
V. Prosedur
1. Download WinSAAM
2. Open WinSAAM
3. Masukkan parameter farmakokinetik, perhatikan penggunaan
titik dan koma
4. Save WinSAAM working file, tutup (hanya working file saja)
5. Ketik deck, enter
6. Ketik solve, enter
7. Ketik Iter, enter
8. ketik plot q(1), enter
9. Lihat bentuk kurva, jika belum saling berhimpitan itu berarti data
kita belum sesuai dengan prediksi winsaam
10. Jika sudah berhimpitan kurvanya, simpan gambar kurva, klik
file, safe plot as, simpan dalam JPG, OK
11. Tutup gambar
12. Simpan halaman utama file, save, beri nama, OK
13. Langkah selanjutnya memindahkan data dari spreadsheet
14. Dari halaman utama winsam, buka command, batch saam
15. Copy data hasil analisis winsaam ke excel
16. Kolom 1, 2, 3, dan hasil copy dan hasil copy di excel masih berupa
satu kolom. Maka untuk memisahkannya, blok data tersebut
(kolom1,2,3, C, D, dan SAAM)
17. Klik data, text to column
18. Tandai delimited, next, centang space, next, finish
19. Buat grafik hubungan T (time) terhadap QO
20. Data kita diberinama QO
21. Karena sebenarnya kurva saling tumpang tindih antara data kita
dengan winsaam, maka kita buat titik dengan warna yang berbeda
untuk membedakan data kita dengan prediksi winsaam
22. Agar kedua titik-titik grafik tersebut lebih jelas, maka dapat diubah
format markernya
-Kel =
-Kel = 0,259/jam
2. Konstanta Absorpsi (Ka)
=
=
-Ka =
-Ka = 2, 666/jam
3. Volume Distribusi (Vd)
Log 27 = Log
Inti dari WinSAAM adalah dua konsep, kompartemen dan transfer antar-
kompartemen. Kompartemen merupakan dasar dari zona dimana zat-zat
homogen didistribusikan, dan antar-kompartemen transfer menggambarkan
proses yang bertanggung jawab untuk memindahkan zat dari satu zona
tersebut ke yang lain. Sementara kegunaan dari program ini untuk biologi
(analisis compartmental) hampir tak terbatas, maka sangat cocok untuk:
Prinsip dari percobaan kali ini adalah modeling dan regresi linier.
Modelling adalah system simultan yang tersusun atas persamaan differensial
dan atau persamaan aljabar yang mendefinisikan peranan variable-variable
serta koefisien transport pada suatu sistem fisika,kimia dan biologis.
Kurva yang diperoleh dari pratikum kali ini dapat dikatakan baik karena
kurva yang diperoleh berhimpit antara prediksi WinSAAM dengan data yang
dimasukan.Selanjutnya simpan kurva dalam bentuk gambar (jpg) setelah itu
data dipindahkan excel (spread sheet) kemudian dari halaman utama
WinSAAM buka commands batch saam lalu copy data hasil analisis
WinSAAM ke excel kemudian klik data dan text to coloumn kemudian
tandai delimited,next dan finish. Commands berfungsi untuk
menghubungkan model,menyimpan model dan mendapatkan kembali model
yang sebelumnya selain itu juga untuk menyusun,menyelesaikan (solve) dan
mem-fitting model sesuai dengan grafik.
Hasil grafik hubungan antara waktu (T) dengan QO yang diperoleh pada
praktikum kali ini dapat dikatakan baik karena semua titik antara data Q O dan
prediksi saling berhimpitan.Nilai konstanta Absorbsi dari data WinSAAM
adalah 2,27/Jam sedangkan nilai konstanta absorbs dari metode konvensional
adalah sebesar 2, 666/jam.