2 Standar Pelayanan Pendidikan PDF
2 Standar Pelayanan Pendidikan PDF
DI KABUPATEN BALANGAN
Oleh :
2011
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apa yang tersurat tersirat dalam pasal 31 UUD 1945 diperjelas dalam
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berkhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab
2
amanat konstitusi tersebut. Penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Tuhan Yang Maha Esa. Dokumen tersebut dapat menjadi arah kebijakan dan
B. Perumusan Masalah
Kabupaten Balangan
C. Tujuan Kegiatan
Balangan.
D. Manfaat Kegiatan
3
berlandaskan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pelayanan Publik
1. Pengertian
mendasar.
umum atau masyarakat dapat kita temukan dalam istilah public offering
5
(pelayanan masyarakat), public interest (kepentingan umum) dll. Sedangkan
negara) dan public sector (sektor negara). Dalam hal ini, pelayanan publik
merujukkan istilah publik lebih dekat pada pengertian masyarakat atau umum.
Namun demikian pengertian publik yang melekat pada pelayanan publik tidak
harus diemban pemerintah baik di tingkat pusat maupun di daerah. Fungsi ini
6
Dalam konsep pelayanan, dikenal dua jenis pelaku pelayanan, yaitu
provider (Barata, 2003 : 11) adalah pihak yang dapat memberikan suatu
(b) Pelanggan eksternal, yaitu semua orang yang berada di luar organisasi
kepercayaannya;
organisasi.
7
a. Sebagian besar layanan pemerintah berupa jasa, dan barang tak nyata.
sebuah jalinan sistem pelayanan yang berskala regional, atau bahkan nasional.
bergabung dengan pelayanan mikrolet, bajaj, ojek, taksi dan kereta api untuk
8
f. Tujuan akhir dari pelayanan publik adalah terciptanya tatanan kehidupan
barang tidak nyata (intangible), dan juga dapat berupa jasa. Layanan barang tidak
nyata dan jasa adalah jenis layanan yang identik. Jenis-jenis pelayanan ini
diamati dan dinilai kualitasnya, sedangkan pelayanan jasa relatif lebih sulit untuk
Suatu pelayanan jasa biasanya diikuti dengan pelayanan barang, misalnya jasa
jenis saja, yaitu barang dan jasa. Berikut ini adalah karakteristik pelayanan dari
Gronroos (1990) yang menjelaskan perbedaan antara pelayanan barang dan jasa.
Tabel 1
Perbedaan Karakteristik antara Barang dan Jasa
Barang Jasa
Sesuatu yang berwujud Sesuatu yang tidak berwujud
Satu jenis barang dapat berlaku untuk Satu bentuk pelayanan kepada
banyak orang (homogen) seseorang belum tentu sesuai/sama
dengan bentuk jasa pelayanan kepada
orang lain (heterogen)
Proses produksi dan distribusinya Proses produksi dan distribusi
terpisah dengan proses konsums pelayanan berlangsung bersamaan pada
saat dikonsumsi
Berupa barang/benda Berupa proses/kegiatan
9
Nilai utamanya dihasilkan di Nilai utamanya dihasilkan dalam proses
perusahaan interaksi antara penjual dan pembeli.
Pembeli pada umumnya tidak terlibat Pembeli terlibat dalam proses produksi
dalam proses produksi
Dapat disimpan sebagai persediaan Tidak dapat disimpan
Dapat terjadi perpindahan kepemilikan Tidak ada perpindahan kepemilikan
Sumber: Gronroos (1990)
Lebih lanjut Savas (1987) mengelompokkan jenis-jenis barang dan jasa
pelayanan publik. Ciri dari exclusion akan melekat pada barang/jasa jika
adalah bahwa barang konsumsi merupakan barang atau jasa yang dapat
dipergunakan secara bersama-sama atau kolektif oleh banyak orang tanpa ada
Tabel 2
Pengelompokkan Barang dan Jasa
Berdasarkan Ciri Dasar Exclusion dan Comsumption
Consumption
Exclusion Konsumsi Konsumsi
Individual Kolektif
Mudah mencegah orang Barang semi
Barang privat
lain untuk ikut menikmati publik
Sulit mencegah orang Barang semi
Barang publik
lain untuk ikut menikmati privat
Sumber : Savas, (1987)
10
a. Barang privat
Barang dan jasa jenis ini dikonsumsi secara individual dan tidak dapat
Barang dan jasa jenis ini dikonsumsi secara individual, namun sulit mencegah
biasa disebut juga sebagai barang semiprivat. Contoh dari barang semiprivat
ini adalah pembelian radio ketika dinyatakan, si pemilik tidak dapat mencegah
Barang dan jasa jenis ini umumnya digunakan secara bersama-sama, namun si
pengguna harus membayar dan mereka yang tidak dapat/mau membayar dapat
pemanfaatan toll goods semakin serupa barang tersebut dengan ciri barang
publik (Collective Goods). Atau biasa disebut juga dengan barang semi publik.
d. Barang publik
Barang dan jasa ini umumnya digunakan secara bersama-sama dan tidak
11
(pengguna) pada umumnya tidak bersedia membayar berapapun tanpa dipaksa
privat dan semi privat, dapat murni dilakukan oleh swasta. Sedangkan penyediaan
barang semi publik dapat dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta. Khusus
a. Pendidikan.
b. Kesehatan.
c. Keagamaan.
f. Sosial.
g. Perumahan.
h. Pemakaman/krematorium.
j. Air minum.
1. Pelayanan administratif
12
2. Pelayanan barang
3. Pelayanan jasa
hal teknologi produksi sehingga hubungan antara output dan input tidak dapat
sangat sulit mencegah pengaruh nilai-nilai dan kepentingan para birokrat dari
Di sisi lain, sektor swasta berperan dalam hal penyediaan barang dan jasa
penyediaan barang dan jasa oleh sektor swasta. Ada kalanya pemerintah juga
dimana pemerintah lebih berperan sebagai kompetitor pemain pasar lainnya, perlu
13
diatur secara jelas, mana barang dan jasa yang harus diserahkan ke swasta, mana
yang dapat dikerjakan secara bersama-sama, dan mana yang murni dikerjakan
oleh pemerintah.
C. Paradigma Pelayanan
Di masa lalu, paradigma pelayanan publik lebih memberi peran yang sangat besar
kepada pemerintah sebagai sole provider. Peran pihak di luar pemerintah tidak
pernah mendapat tempat atau termarjinalkan. Masyarakat dan dunia swasta hanya
Pada tahun 1990-an terjadi reformasi di sektor publik. Hal ini terjadi
pemerintah. Berkenaan dengan hal tersebut, Osborne & Plastrik (1996 : 13)
lebih dan bekerja lebih banyak (spending more and doing more). Dalam
yang dikurangi dan bekerja lebih sedikit (spending less and doing less). Dalam
14
kenyataannya, penghematan yang dilakukan pemerintah terhadap anggarannya
menolong, namun ada perbedaan kritis antara realitas sektor publik dan bisnis.
mempunyai uang yang cukup. Dalam kenyataannya kita harus mengubah cara
terletak pada sumber daya, akan tetapi sistemlah yang menjebak mereka.
Fungsi pengayuh bisa dilakukan secara lebih efisien oleh pihak lain yang
profesional. Prinsip ini menjelaskan bahwa pemerintah tidak dapat secara terus
menerus bekerja sendirian, dan harus mulai mengubah paradigma pelayanan agar
tujuan dari penyelenggaraan pelayanan dapat tercapai lebih baik lagi. Masih
banyak prinsip-prinsip yang dikenalkan dalam konsep ini, namun intinya adalah
15
Semangat entrepreneurial government ini lebih didasarkan pada
Serikat. Konsep lain yang sebenarnya telah lebih dulu eksis dan memiliki
negara. Gerakan ini menjadi tren di dunia manajemen BUMN. Banyak negara
yang kemudian meniru pola privatisasi Inggris ini, termasuk juga New Zealand,
melayani. Fungsi pelayanan yang diemban dan melekat pada birokrasi, tidak
16
serta merta menempatkan warga masyarakat sebagai kelompok pasif. Dalam hal
production. Konsep ini dikenal pertama kali dan dikembangkan sejak tahun 1980-
an, ketika pakar administrasi publik dan politik urban membangun teori yang
menjelaskan kegiatan kolektif dan peran kritis dari keterlibatan warga masyarakat
dalam penyediaan pelayanan barang dan jasa. Pada dasarnya teori co production
Parks consumer producers adalah pihak yang berhubungan dengan produksi yang
pada akhirnya akan mengkonsumsi akhir dari produk yang dibuatnya. Di sisi lain,
17
membelanjakannya untuk barang dasn jasa lainnya. Dalam hal ini co-production
memerlukan kedua pihak berkontribusi input pada proses produksi untuk barang
dan jasa tertentu. Dengan kata lain, dalam banyak pelayanan, proses produksi
output dan outcome memerlukan partisipasi aktif dari penerima layanan barang
dan jasa.
keputusan adalah sarana untuk memenuhi hak dasar sebagai warga. Pada akhirnya
tujuan dari partisipasi publik adalah untuk mendidik dan memberdayakan warga.
Sedangkan menurut Marschall (2004 : 231), tujuan dari partisipasi publik adalah
Heller dalam Rich (1995 : 660) menjelaskan dua bentuk dasar partisipasi,
organisasi dan gerakan sosial yang didasarkan pada inisiatif warga yang memilih
mana akan ada kesempatan bagi masukan warga terhadap pengambilan keputusan
dalam hal penyelenggaraan negara dengan memilih wakilnya untuk duduk di kursi
18
parlemen. Sama halnya ketika menyuarakan pendapat untuk kepentingan
berlaku, dan dapat juga berupa dukungan nyata dengan membantu secara
penyedia pelayanan umum dan peran warga masyarakat sebagai pengguna atau
publik (co-produser).
Gambar 1
Partisipasi dalam Pelayanan Publik
Service
Participation
19
Dalam gambar di atas dikenal istilah co-produser, yang berarti penghasil
jasa atau layanan. Co-produser ini adalah warga atau sebagian dari warga
sebagai bentuk partisipasi. Ini berangkat dari konsep ko-produksi yang dijelaskan
service are contributed by individuals who are not in the same organization,
yaitu bahwa co-production adalah proses di mana input yang digunakan untuk
menghasilkan barang atau jasa diberikan oleh individu yang bukan berasal dari
Sejalan dengan itu, Bjur dan Siegel dalam Lynch (1983 : 41) telah meneliti
jenis tujuan dari partisipasi warga. Hal ini menunjukkan hubungan yang kuat
berhubungan erat dengan kedua belah pihak; pemerintah dan masyarakat. Melalui
sisi pemerintah, kita bisa melihat penerapan kebijakan dan pengunaan teknik-
20
keterlibatan dalam berdisiplin dan menaati aturan, serta dukungan langsung dalam
tujuan. Sedangkan peran pada sisi masyarakat adalah partisipasi aktif baik dalam
pelayanan publik.
D. Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan telah menjadi salah satu isu penting dalam penyediaan
layanan publik di Indonesia. Kesan buruknya pelayanan publik selama ini selalu
menjadi citra yang melekat pada institusi penyedia layanan di Indonesia. Selama
ini pelayanan publik selalu identik dengan kelambanan, ketidak adilan, dan biaya
tinggi. Belum lagi dalam hal etika pelayanan di mana perilaku aparat penyedia
layanan yang tidak ekspresif dan mencerminkan jiwa pelayanan yang baik.
yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan (Goetsch & Davis, 2002). Oleh karenanya
pelanggan.
Penilaian terhadap kualitas pelayanan ini dapat dilihat dari beberapa sudut
Pandang yang berbeda (Evans & Lindsay, 1997), misalnya dari segi:
21
1. Product Based, di mana kualitas pelayanan didefinisikan sebagai suatu
karakteristik produknya.
Gambar 2
Model Kesenjangan dari Kualitas Pelayanan
22
Sumber : Delivering Quality Service, Zeithaml, et. Al., (1990), hal. 131
Penjelasan terhadap kelima kesenjangan tersebut adalah sebagai berikut:
Hal ini terjadi disebabkan karena kurang dilakukannya survey akan kebutuhan
pasar atau kurang dimanfaatkannya hasil penelitian secara tepat serta kurang
jenjang birokrasi dalam unit pelayanan juga merupakan salah satu faktor
23
2. Kesenjangan antara persepsi manajemen (Management Perception of
pula dengan tidak adanya standarisasi dalam penyediaan pelayanan, dan tidak
Kesenjangan ini terjadi karena munculn konflik peran dalam diri pegawai
untuk memenuhi harapan pimpinan. Selain itu juga adalah teknologi yang
(Service Delivery).
organisasi.
24
dengan kesenjangan sebelumnya, kesenjangan kelima ini menitikberatkan
1. Prinsip-prinsip Dasar
customer service standard). Isi dari executive order tersebut adalah sebagai
berikut :
ldentify customer who are, or should be, served by the agency, survey the
customers to determine the kind and quality of service they want and their
level of satisfaction with existing service, post service standards and measure
result against the best business, provide the customers with choice in both
sources of services, and complaint system easily accesible, and provide means
Inti isi executive order tersebut di atas adalah adanya upaya identifikasi
25
menentukan jenis dari kualitas pelayanan yang mereka inginkan dari untuk
termasuk standar pelayanan pos serta mengukur hasil dengan yang terbaik,
yang berisi 9 prinsip penyediaan pelayanan publik yang merupakan wujud dari
tersebut adalah :
upaya tersebut antara lain ditunjukan dengan terbitnya berbagai kebijakan seperti:
26
1. Inpres No. 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan
masih jauh dari harapan. Hal ini terbukti dari masih buruknya kualitas pelayanan
publik.
27
Adapun yang dimaksud dengan standar pelayanan (LAN, 2003) adalah
suatu tolok ukur yang dipergunakan untuk acuan penilaian kualitas pelayanan
sebagai komitmen atau janji dari pihak penyedia pelayanan kepada pelanggan
ditetapkan terlebih dahulu. Jadi pelayanan yang berkualitas tidak hanya ditentukan
oleh pihak yang melayani, tetapi juga pihak yang ingin dipuaskan ataupun
dipenuhi kebutuhannya.
menjadi alat untuk mengukur kinerja pelayanan serta menjadi alat monitoring
pelayanan publik menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Hal ini
28
lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan,
mengetahui dengan pasti hak dan kewajiban apa yang harus mereka dapatkan
dan lakukan untuk mendapatkan suatu jasa pelayanan. Standar pelayanan juga
ukuran-ukuran apa saja yang menjadi kriteria kinerja pelayanan. Menurut LAN
29
b. Reliabilitas, meliputi konsistensi dari kinerja yang tetap dipertahankan dan
hanya dengan pertemuan secara langsung, tetapi juga melalui telepon atau
internet. Oleh karena itu, lokasi dari fasilitas dan operasi pelayanan juga
harus diperhatikan.
langsung.
30
h. Komunikasi antara petugas dan pelanggan. Komunikasi yang baik dengan
mengerti.
j. Kejelasan dan Kepastian, yaitu mengenai tata cara, rincian biaya layanan
Hal ini sangat penting karena pelanggan tidak boleh ragu-ragu terhadap
k. Keamanan, yaitu usaha untuk memberikan rasa aman dan bebas pada
keamanan yang perlu kita berikan berupa keamanan fisik, financial dan
l. Mengerti apa yang diharapkan pelanggan. Hal ini dapat dilakukan dengan
31
digunakan dalam memberikan pelayanan, kartu pengenal dan fasilitas
penunjang lainnya.
untuk membayar.
kabupaten/kota
32
F.Standar Pelayanan Publik di Daerah
itu pemerintah daerah harus menyediakan pelayanan publik yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Sesuai dengan pasal 10 ayat (3) UU No. 32 Tabun 2004
moneter dan fiskal nasional, serta agama. Pada ayat (5) dinyatakan pula bahwa
besaran, dan jangkauan dampak yang timbul akibat penyelenggaraan suatu urusan
kabupaten/kota.
33
urusan pemerintahan tertentu kepada masyarakat. Penyelenggaraan urusan
suatu tingkatan pemerintahan dengan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang
kriteria akuntabillitas maka semakin dekat pemberi layanan dan penggunanya, dan
semakin banyak jumlah pengguna layanan maka layanan tersebut lebih tepat
Efisiensi adalah tingkat daya guna tertinggi yang dapat diperoleh dari
tingkat daya guna yang paling tinggi yang dapat diperoleh dari penyelenggaraan
terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib didefinisikan sebagai
ini berarti pemerintah menetapkan urusan mana yang merupakan urusan dasar
34
pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah propinsi
merupakan urusan dalam skala propinsi, sedangkan urusan wajib yang menjadi
tersebut meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
35
kabupaten/kota secara bersama-sama. Pembagian dalam penyelenggaraan urusan
pemerintah dan pemerintahan daerah propinsi, kabupaten dan kota atau antar
pemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung dan sinergis sebagai satu
sistem pemerintahan.
secara bertahap. Hingga saat ini pemerintah sedang menyusun RPP tentang
wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat. Dalam
1. SPM merupakan standar yang dikenakan pada urusan wajib, sedangkan untuk
urusan wajibnya.
36
4. SPM bersifat dinamis dan perlu dikaji ulang dan diperbaiki sesuai dengan
merata.
5. SPM ditetapkan pada tingkat minimal yang diharapkan secara nasional untuk
pengawasan, pelaporan, dan merupakan salah satu alat untuk menilai Laporan
memperhatikan unsur input (tingkat atau besaran sumber daya yang digunakan),
output (keluaran), outcome (hasil atau wujud pencapaian kinerja), benefit (tingkat
manfaat yang dirasakan sebagai nilai tambah), dan impact (dampak atau pengaruh
anggaran berbasis kinerja yang juga mengacu kepada input, output, outcome,
daerah. SPM sangat diperlukan oleh pemerintah daerah dan masyarakat sebagai
37
konsumen pelayanan itu sendiri. Bagi pemerintah daerah suatu SPM dapat
dijadikan sebagai tolok ukur (benchmark) dalam penentuan biaya yang diperlukan
menjadi acuan dalam menilai kinerja pelayanan publik, yakni kualitas dan
2. SPM akan bermanfaat untuk menentukan Standar Analisis Biaya (SAB) yang
4. SPM akan dapat dijadikan dasar dalam menentukan anggaran kinerja dan
berimbang.
5. SPM akan dapat membantu penilaian kinerja (LPJ) Kepala Daerah secara
pemerintah daerah.
38
7. SPM akan menjadi argumen dalam melakukan rasionalisasai kelembagaan
masyarakat.
perundang-undangan, yakni:
Daerah;
Daerah; dan
Sesuai dengan PP No. 65 Tahun 2005 pasal 5 ayat (1), penyusunan SPM
39
Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas,
digunakan untuk menjabarkan SPM ke dalam aturan yang lebih spesifik, seperti
dilakukan.
Indonesia saat ini sangat beragam dari satu daerah ke daerah lainnya, baik dari
belum dapat dipenuhi oleh banyak pemerintah daerah. Demikian pula dengan
dengan pelayanan di bidang lainnya, seperti pelayanan KTP, akses jalan dari
40
(departemen terkait). Selain itu, tingkat kesiapan masing-masing departemen
di daerah juga cukup beragam. Dari sebanyak 11 (sebelas) sektor yang dalam UU
terkait yang telah mengeluarkan acuan SPM untuk diterapkan ke seluruh daerah di
1. Data yang tidak akurat dan dapat dipercaya, sedangkan data BPS yang ada,
2. Data keuangan tidak disajikan dalam bentuk yang dapat dianalisa dengan baik.
3. Data statistik yang ada seringkali tidak sesuai dengan jenis data yang
dibutuhkan. Misalnya, data BPS yang tersedia adalah jumlah penduduk usia 0-
14 tahun, sedangkan jenis data yang dibutuhkan adalah jumlah penduduk usia
7-16 tahun.
41
4. Kurangnya kemampuan staf pemerintah daerah untuk mengumpulkan dan
perencanaan strategis.
menjelaskan kondisi yang ada secara objektif. Misalnya, bila dinas melakukan
yang rendah.
kesehatan.
populasi.
tahun sekali.
yang terdiri dari Bappeda, Bagian Penyusunan Program, dan Bawasda, serta
42
auditor independen untuk kasus-kasus tertentu. Pemerintah Propinsi juga
di wilayahnya.
Daerah
Sudah sejak lama banyak kesan buruk yang disandang aparat pemerintah
(sektor publik) dalam hal pelayanan. Hal ini antara lain dapat diindikasikan dari
besarnya dana yang digunakan untuk membiayai aparatur pemerintah, namun hal
itu ternyata tidak diimbangi dengan kualitas pelayanan kepada masyarakat yang
membayar berbagai macam pungutan, baik pajak, retribusi dan sebagainya. Sudah
atas pelayanan yang diberikan oleh negara. Namun apa yang diperoleh masyarakat
berkembang selama ini, seperti kalau bisa dilakukan besok kenapa harus
pada kepuasan masyarakat selaku pelanggannya. Hal yang demikian bukan saja
43
mengakibatkan pemborosan sumberdaya tetapi juga kualitas jasa yang dihasilkan
menghasilkan produk berupa jasa pelayanan publik, baik pelayanan yang bersifat
publik atas apa yang telah dilakukan. Hal ini sesuai dengan prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik (good governance), yang terdiri dari tiga prinsip utama,
layanan harus bersaing dengan swasta dengan produk pelayanan yang sama, dapat
diperkirakan bahwa secara perlahan namun pasti negara akan bangkrut karena
biaya produksi sangat tinggi, sedang pendapatan akan berkurang drastis akibat
ditinggalkan oleh para pelanggan yang tidak puas dengan pelayanan yang
diberikan.
melanda negara kita telah melahirkan tuntutan perubahan yang juga bersifat
negara dalam aspek keuangan. Pada sisi lain kompleksitas pelayanan publik yang
44
tajam tanpa diimbangi dengan peningkatan keuangan daerah untuk
terhadap penerimaan daerah baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah
(PAD) maupun yang berasal dari Pusat dalam bentuk Dana Alokasi Umum
kebutuhan yang sangat mendesak bagi sektor publik di daerah (Pemda) untuk
yang meningkat dalam kondisi keuangan daerah yang terpuruk. Hal ini seiring
(rowing). Dalam hal ini, pemerintah harus mampu menjadi katalisator bagi
otonomi daerah.
No. 22 Tahun 1999 yang diamandemen dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang
No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
45
Daerah. Penerapan demokratisasi pemerintahan melalui otonomi daerah
sangat tinggi, bahkan oleh berbagai pihak sering dikatakan kebablasan dalam
berbagai aspek pemerintahan daerah, yaitu diskresi dalam aspek kewenangan atau
stakeholders utama yaitu Pemda, sektor swasta dan masyarakat. Ketiga aktor akan
lingkungannya.
46
meningkatkan kesejahteraan atau kemakmuran warga daerah tersebut. Untuk
yang ada di daerah tersebut. Dengan demikian maka isi otonomi daerah harus
otonomi, maka otonomi daerah harus diwujudkan dalam bentuk pelayanan yang
Dilihat dari jenis output yang dihasilkan Pemda, maka hasil akhir
pelayanan Pemda adalah tersedianya barang dan jasa (public good and public
memenuhi kebutuhan publik seperti jalan, jembatan, rumah sakit, sekolah, irigasi,
pasar, terminal dsb. Sedangkan public regulation akan terwujud dalam bentuk
47
Kelahiran, Akta Perkawinan, IMB, HO (bila akan membuka usaha) dan bentuk-
ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat. Untuk itu setiap pemda seharusnya
memiliki agenda pelayanan yang jelas, jenis-jenis pelayanan publik apa yang akan
tersebut, keterlibatan masyarakat dan swasta menjadi suatu kebutuhan yang tak
peringatan terkenal yang diberikan oleh Lord Acton bahwa power tends of
Setelah berjalan selama lebih kurang lima tahun, terdapat begitu banyak
pada era desentralisasi. Bahkan, banyak daerah yang pimpinannya sampai saat ini
kisah mengenai kerja keras para pemimpin daerah dalam mengoptimalkan dana
APBD yang terbatas untuk memberikan pelayanan publik secara optimal bagi
48
terdapat berbagai variabel yang mempengaruhi pelaksanaan desentralisasi
tersebut, namun salah satu yang kelihatannya paling penting adalah political will
kesejahteraan masyarakatnya.
keberhasilan suatu daerah dalam menjalankan otonomi daerah dapat dilihat dari
bentuk pelayanan yang diberikan bagi pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs)
belanja publik pada kegiatan-kegiatan yang secara langsung terkait dengan upaya
berkualitas.
49
BAB III
METODE PENELITIAN
Alasan digunakannya metode ini adalah karena metode ini orientasinya pada
meneliti status kelompok manusia, suatu objek set kondisi, suatu sistem
pemiikiran atau suatu peristiwa yang terjadi sekarang ini. Di samping itu metode
deskriptif ini mencoba untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara
50
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan
A. Tempat Penelitian
Selatan, Juai dan Halong. Dari delapan kecamatan tersebut kemudian diambil
mewakili daerah dataran tinggi, daerah tengah dan daerah dataran rendah.
1. Sumber Data
a. Key informan, yaitu informan awal atau informan kunci yang dipilih
sampai peneliti merasa bahwa informan sudah cukup yakni jika sudah
51
informan terakhir) karena informasinya sudah jenuh. Cara seperti ini
Balangan.
2. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini meliputi kata-kata atau cerita langsung
tulisan atau data dari berbagai dokumen dijadikan data sekunder (pelengkap).
C. Instrumen Penelitian
52
Untuk memudahkan pengumpulan data, peneliti menggunakan alat
bantu berupa catatan lapangan, kamera foto dan pedoman wawancara. Dalam
penelitian ini, proses pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti meliputi
tiga kegiatan :
izin formal dari instansi terkait, sebagai bukti bahwa peneliti benar-benar
masing sekolah yang menjadi objek penelitian. Dalam hal ini peneliti
berusaha menjalin hubungan baik khususnya dengan para para guru untuk
3. Mengumpulkan Data
Dalam tahap ini, ada tiga macam teknik pengumpulan data yang
penelitian.
53
b. Dokumentasi, dengan menghimpun data yang diambil dari berbagai
D. Analisis Data
konteksnya.
E. Keabsahan data
54
dalam penelitian kualitatif standar tersebut sering disebut dengan
1. Kredibilitas
dirasa benar
c. Melakukan Triangulasi
55
Hal ini dilakukan dengan maksud mengeek kebenaran data
berlainan
2. Keteralihan
situasi lain.
56
BAB IV
HASIL PENELITIAN
57
Kabupaten Balangan dan Kabupaten Tanah Bumbu yang disahkan oleh
terletak pada 2 01' 37" sampai dengan 2 35' 58" Lintang Selatan dan 114
50' 24" sampai dengan 115 50' 24" Bujur Timur. Luas wilayah kabupaten ini
1.878,3 km atau hanya 5% dari luas total Provinsi Kalimantan Selatan. Dari
Lampihong, Batu Mandi, Awayan, Paringin, Juai, Halong, Tebing Tinggi dan
96,96 km2 , Kecamatan Paringin Selatan 86,80 km2 dan Kecamatan Tebing
adalah ketinggian 0-7 meter, yaitu hanya 1,21%. Ketinggian 0-7 meter dpl
Timur yaitu Kecamatan Halong, Tebing Tinggi dan Awayan. Potensi dapat
58
terjadi pada sekitar daerah kemiringan lereng 25-40% dan lebih dari 40%
0-2 meter. Jika dilihat dari jenis tanahnya, wilayah kabupaten Balangan
didominasi jenis tanah podsolik merah kuning dengan bahan induk batuan
Uren, sungai Ninian, sungai Jauk, sungai Batumandi, sungai Lokbatu dan
dapat digolongkan kedalam iklim hutan tropika humid dengan rata-rata curah
hujan tahunan berkisar antara 2000 mm hingga 3000 mm, curah hujan
59
memiliki beberapa sektor unggulan daerah yaitu di sektor pertanian,
2010).
Tabel 4.1
Jarak antara Pemukiman Permanen dengan Sekolah
60
1 3 km 8 Mak 6 km 36 20
3 km 16 6 km 20
Jumlah 100 Jumlah 100
rombel yaitu maksimal 32 orang untuk SD/MI dan 36 orang untuk SMP/MTs.
Hasil penelitian mengenai jumlah peserta didik dalam setiap rombel ini dapat
Tabel 4.2
Jumlah Peserta Didik dalam Setiap Rombel
guru yang dilengkapi dengan meja kursi dan memiliki ruang kepala sekolah
yang terpisah dengan ruang guru. Hasil penelitian mengenai hal tersebut
Tabel 4.3
Gambaran Ketersediaan Ruang Kepsek dan Guru
peserta didik, dan enam orang guru untuk setiap satuan pendidikan, dan untuk
daerah khusus empat orang guru untuk setiap satuan pendidikan. Hasil
Tabel 4.4
Gambaran Ketersediaan Guru untuk Satuan Pendidikan di SD/MI
mata pelajaran dan untuk daerah khusus tersedianya satu orang guru untuk
62
Tabel 4.5
Gambaran Ketersediaan Guru untuk Setiap Mata Pelajaran
di SMP/MTs
Jumlah 100
D-IV/S1 dan dua orang guru yang memiliki sertifikat pendidik. Mengenai hal
Tabel 4.6
Gambaran Ketersediaan Guru SD/MI yang Berkualifikasi S1/DIV
Tuntutan SPMP SD/MI Hasil Penelitian %
Tersedia 2 org guru yg 1 orang 24
berkualifikasi S1/D IV Orang 14
> 2 orang 62
Jumlah 100
Tabel 4.7
Gambaran Ketersediaan Guru yang Bersertifikat Pendidik
Jumlah 100
sertifikat pendidik
Tabel 4.9
Gambaran Persentase Guru yang Bersertifikat Pendidikan di Sekolah
64
guru untuk mata pelajaran matematika, IPA, Bahasa Indonesia dan Bahasa
Inggris
a. Guru Matematika
Tabel 4.10
Gambaran Ketersediaan Guru Matematika yang Bersertifikat Pendidik
Tuntutan SPMP Hasil Penelitian %
SMP/MTs
Setiap sekolah minimal Belum ada 40
memiliki 1 orang guru 1 40
bersertifikat guru 2 dan lebih 20
matematika
Jumlah 100
b. Guru IPA
Tabel 4.11
Gambaran Ketersediaan Guru IPA yang Bersertifikat Pendidik
Tuntutan SPMP Hasil Penelitian %
SMP/MTs
Setiap sekolah minimal Belum ada 30
memiliki 1 orang guru 1 30
bersertifikat guru 2 dan lebih 40
matematika
Jumlah 100
Jumlah 100
66
Tabel 4.16
Gambaran Kualifikasi Akademik Kepala Sekolah
Tabel 4.17
Gambaran Sertifikasi Kepala Sekolah
Jumlah 100
Tabel 4.18
Gambaran Kunjungan Pengawas Sekolah
67
Tabel 4.19
Gambaran Lamanya Kunjungan Pengawas ke Sekolah
Matematika, IPA dan IPS dengan perbandingan satu set untuk setiap peserta
didik. Hasil penelitian berkaitan dengan ketersediaan buku teks ini dapat
Tabel 4.20
Gambaran Ketersediaan Buku Teks di Sekolah
perbandingan satu set untuk setiap peserta didik. Hasil penelitian berkaitan
68
dengan buku teks ini dapat terlihat pada tabel berikut :
Tabel 4.21
Gambaran Ketersediaan Buku Teks di Sekolah
karena itu di setiap SD/MI dituntut untuk menyediakan satu set peraga IPA.
Berkaitan dengan alat peraga ini, hasil penelitian dapat terlihat pada tebel
berikut
Tabel 4.22
Gambaran Ketersediaan Alat Peraga IPA di Sekolah
buku referensi, dan setiap SMP/MTs memiliki 200 judul buku pengayaan dan
69
terlihat pada tabel berikut :
Tabel 4.23
Gambaran Ketersediaan buku pengayaan di sekolah
Tabel 4.24
Gambaran Ketersediaan buku pengayaan di sekolah
Tabel 4.25
Gambaran Ketersediaan buku referensi di sekolah
pendidikan. Hasil penelitian berkaitan dengan hal ini dapat terlihat pada tabel
berikut :
Tabel 4.26
Gambaran Jumlah Jam Kerja Guru tetap Per Minggu
70
Tuntutan SPMP SD/MI Hasil Penelitian %
Kerja guru tetap per minggu < 30 jam 84
37,5 jam 37,5 jam 16
> 37,5 jam 0
Jumlah 100
minggu dengan kegiatan tatap muka per minggu 18 jam untuk kelas I dan II,
24 jam untuk kelas III, dan 27 jam untuk kelas IV sampai dengan kelas IX.
Mengenai hal ini hasil penelitian dapat terlihat pada gambar berikut :
Tabel 4.27
Gambaran Penyelenggaraan PBM Kelas I dan II Per Minggu di Sekolah
Tabel 4.28
Gambaran Penyelenggaraan PBM Kelah III Per Minggu di Sekolah
Tabel 4.29
Gambaran Penyelenggaraan PBM KelaS IV s.d VI Per Minggu di Sekolah
Tabel 4.30
Gambaran Penyelenggaraan PBM KelaS IV s.d VI Per Minggu di Sekolah
satuan pelajaran (KTSP). Hasil penelitian mengenai hal ini dapat terlihat pada
tabel berikut :
Tabel 4.31
Gambaran Penerapan KTSP di Sekolah
72
Sudah 54 Sudah 50
menerapkan sesuai
semua
Jumlah 100 Jumlah 100
untuk setiap mata pelajaran yang diampunya. Hasil penelitian mengenai hal ini
Tabel 4.32
Gambaran Penerapan RPP yang Disusun berdasarkan Silabus
73
20. Pengembangan dan penerapan Program Penilaian
berkaitan dengan hal tersebut dapat digambarkan pada tabel di bawah ini
Tabel 4.33
Gambaran Pengembangan dan Penerapan Program Penilaian
Tabel 4.34
Gambaran Pelaksanaan supervisi oleh Kepala Sekolah
74
kepada guru umpan balik
Melakukan 84 Memberi dan 60
dan ada umpan
memberikan balik
umpan balik
Jumlah 10 Jumlah 100
0
Tabel 4.35
Gambaran Prekuensi supervisi oleh Kepala Sekolah dalam Setiap Semester
penilaian setiap peserta didik dilaporkan kepada kepala sekolah pada akhir
semester dalam bentuk laporan hasil prestasi belajar peserta didik. Hasil
penelitian berkaitan dengan hal tersebut dapat terlihat pada tabel berikut :
Tabel 4.36
Gambaran Penyampaian Laporan Hasil Evaluasi Guru kepada Kepala
Sekolah
75
Jumlah 100 Jumlah 100
23. Penyampaian Laporan Hasil UAS dan UKK serta US/UN kepada Orang
Disdik Kabupaten/Kota
UKK serta US/UN kepada orang tua peserta didik dan menyampaikan kepada
semester. Hasil penelitian berkaitan dengan hal tersebut dapat terlihat pada tabel
berikut :
Tabel 4.37
Gambaran Penyampaian Laporan Hasil UAS/UKK kepada Disdik
Tabel 4.38
Gambaran Penerapan KTSP di Sekolah
76
BAB V
A. Kesimpulan
77
2. Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur standar pelayanan
SMP/MTs
didik, dan enam orang guru untuk setiap satuan pendidikan, dan untuk
pelajaran dan untuk daerah khusus tersedianya satu orang guru untuk
pendidik
78
i. Di setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik D-
supervisi/pembinaan
79
q. Setiap SD/MI menyediakan satu set peraga IPA
referensi, dan setiap SMP/MTs memiliki 200 judul buku pengayaan dan
20 referensi
(KTSP)
hasil penilaian setiap peserta didik kepada kepala sekolah pada akhir
80
US/UN kepada orang tua peserta didik dan menyampaikan kepada
Disdik kab/kota
berbasis sekolah
B. Rekomendasi
pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
Leisher, Susannah Hopkins & Stefan Nachuk. 2006. Making Services Work for
the Poor: A Syinthesis of Nine Case Studies from Indonesia. Available
online at http://www.innovations.harvard.edu/
81
Marschall. Melissa J. 2004. Citizen Participation and the Neighborhood Context:
A New Look at the Coproduction of Local Public Goods. Political
Research Quarterly. Academic Research Library.
Nucholis, Hanif. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. PT.
Grasindo. Jakarta
Osborne, David & Peter Plastrik, 1996. Banishing Bureaucracy: The Five
Strategies for Reinventing Government, Addison-Wesley Publishing
Company. Massachusetts.
Ostrom, Elinor. 1996. Crossing the Great Divide: Coproduction, Synergy, and
Development. World Development, Vol. 24, No. 6 (June 1996), 1073-87.
Zeithand, Valerie A. et. al. 1990. Delivering Quality Service. The Free Press. New
York.
82