PENDAHULUAN
Di Indonesia buah dan dan sayur merupakan bahan pangan yang sangat
mudah didapatkan, bahkan disetiap daerah memiliki buah atau sayur sebagai ciri
khas untuk daerah tersebut, misalnya kota Malang merupakan daerah penghasil apel
dengan rasa yang spesifik yaitu rasa asam yang mendominasi, sehingga setiap apel
yang ditanam di Malang mempunyai nama Apel Malang. Buah dan sayur memiliki
peranan yang sangat besar bagi tubuh kita yaitu sebagai sumber vitamin dan mineral
yang diperlukan oleh tubuh yang berfungsi sebagai zat pengatur. Buah dan sayur
dengan beraneka jenis dan warna yang beranekaragam dapat saling melengkapi
kebutuhan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh kita. Disamping itu, salah satu bahan
pangan yang banyak mengandung serat terdapat pada buah dan sayur. Serat
melancarkan pencernaan, bahkan pada mereka yang menderita kelebihan gizi, serat
dapat mencegah dan mengurangi resiko penyakit akibat kegemukan (Jahari dan
Sumarno, 2001).
Kuntarsih pada tanggal 14 Juni 2010 yang diliput oleh situs Republika Online,
menuturkan, tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia termasuk yang paling rendah
di dunia. Rakyat Indonesia hanya mengonsumsi 35 kilogram sayuran per kapita per
tahun. Angka itu jauh lebih rendah dengan angka konsumsi sayuran yang dianjurkan
mengakibatkan penyakit pencernaan dan sembelit yang bisa fatal bagi kesehatan
(Anonim, 2010).
sayuran masyarakat Indonesia hanya lebih tinggi dari Thailand. Kita ada di angka 35
kilogram per kapita per tahun, sedangkan Thailand 30 kilogram per kapita per tahun.
Tingkat konsumsi sayuran masyarakat dunia secara berjenjang adalah Cina (270
kilogram per kapita per tahun), Singapura (120 kilogram per kapita per tahun),
Myanmar (80 kilogram per kapita per tahun), Vietnam (75 kilogram per kapita per
tahun), Filipina (55 kilogram per kapita per tahun), India (50 kilogram per kapita per
tahun), Malaysia (49 kilogram per kapita per tahun), Indonesia (35 kilogram per
kapita per tahun), dan Thailand (30 kilogram per kapita per tahun) (Anonim, 2010).
Indonesia masih belum mencapai jumlah konsumsi serat yang dianjurkan. Rata-rata
konsumsi serat rumah tangga per orang per hari di daerah kota sebesar 9,9 gram dan
di daerah desa lebih tinggi sedikit dibandingkan dengan daerah kota, yaitu sebesar
10,7 gram. Secara keseluruhan konsumsi rata-rata serat rumah tangga per orang per
konsumsi serat yang dianjurkan adalah 20-35 gram/orang/hari (Jahari dan Sumarno,
2001).
2007 mengumpulkan data frekuensi dan porsi asupan buah dan sayur, dengan
mengukur jumlah hari dalam seminggu dan jumlah porsi rata-rata dalam sehari. Hasil
tahun ke atas yang mengonsumsi buah dan sayur sesuai dengan anjuran WHO di
dan sayur masih sangat rendah seperti di kabupaten Nias Selatan (0,1%), Nias
(0,4%), Simalungun (0,8%), Tapanuli Tengah (0,9%) dan Kota Sibolga (0,8%).
Sedangkan kecukupan makanan buah dan sayur sudah tinggi (di atas 10 persen)
diantara yang lain adalah Kabupaten Dairi (15,9%) dan Kota Binjai (10,7%).
Sedangkan Kota Medan sendiri hanya 5,4% dari penduduk umur 10 tahun ke atas
yang mengonsumsi buah dan sayur sesuai dengan yang dianjurkan WHO.
masyarakat akan semakin menurun yang dipaparkan oleh Dr.Iskandar Adi Nuhung
(Staf ahli menteri bidang Teknologi Kementrian Pertanian) pada tanggal 12 Maret
2010 yang diliput oleh Jawa Pos Group di Jakarta. Konsumsi pangan masyarakat
diharapkan berupa makanan tambahan dari hasil pertanian lainnya seperti buah dan
130 kg per kapita per tahun, menjadi di bawah 100 kg per kapita per tahun di tahun
2014. Target penurunan ini diharapkan akan mendorong konsumsi hasil pertanian
mengonsumsi makanan yang mengandung banyak zat antioksidan. Buah dan sayur
merupakan pangan yang didalamnya mengandung banyak vitamin dan mineral yang
dibutuhkan tubuh untuk menghindari proses oksidasi oleh radikal bebas, dan
sebaiknya memakan buah yang berwarna dan beranekaragam jenisnya karena dengan
bersifat antioksidan dan saling melengkapi zat gizi yang dibutuhkan dan menutupi
Secara umum anak-anak Indonesia lebih sulit mengonsumsi buah dan sayur
makanan yang justru dianggap sangat penting bagi tubuh yaitu sayur-sayuran, karena
itu pendidikan dan penyuluhan gizi penting sekali peranannya dalam usaha
memperbaiki gizi masyarakat, khususnya perbaikan gizi bayi dan anak-anak balita
(Winarno, 1987).
Menyuruh anak makan sayur mungkin menjadi hal yang sulit bagi
kebanyakan ibu di Indonesia. Keadaan ini berbeda dengan di negara maju, sejak
kecil anak-anak telah mendapat pendidikan gizi secara teratur. Melalui pelajaran di
kelas dan program makan siang di sekolah (school lunch), anak-anak dididik supaya
hampir setiap hari mereka diingatkan agar menyukai beragam jenis makanan,
pendidikan gizi diberikan segera setelah anak masuk sekolah dasar, dan dilanjutkan
kebiasaan makan tertentu. Apabila kebiasaan makan tersebut belum sesuai dengan
yang seharusnya, maka harus segera dilakukan upaya perbaikan agar jangan sampai
dapat memilih dan menikmati beragam makanan yang mengandung zat-zat gizi yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak secara baik dan sehat
(Suhardjo, 2003).
Sampai saat ini di Indonesia ada empat masalah gizi utama dalam tumbuh
kembang anak yaitu kurang energi protein (KEP), anemia gizi besi (AGB) (bahkan
WHO (2004) mengungkapkan anak sekolah yang menderita anemia gizi besi
sebanyak 40% dan diperkirakan prevalensi anemia untuk anak sekolah di negara
berkembang sebanyak 53% dan negara maju sebanyak 9%), kurang vitamin A
(KVA) dan gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI). Zat gizi mikro merupakan
zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah sedikit, namun esensial untuk
tubuh, zat gizi mikro terdapat pada pangan hewani dan nabati, karena harga pangan
hewani yang relative lebih mahal dibandingkan dengan pangan nabati maka lebih
baik masyarakat diajak untuk lebih mengonsumsi pangan nabati yang berupa buah-
buahan dan sayuran yang mengandung banyak mineral. Kekurangan salah satu zat
ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak dan dampaknya tidak
Masalah gizi lain yang juga menjadi masalah pada usia sekolah adalah
walaupun prevalensinya telah menurun secara berarti. Pada tahun 1980, prevalensi
(Total Goiter Rate /TGR ) adalah 30%. Angka ini menurun menjadi 27,9% pada
tahun 1990, dan menjadi 11,1% pada tahun 2003 (Rencana Aksi Nasional Pangan
bahwa siswa yang bersekolah di SD Negeri 064975 bersifat heterogen baik dari segi
suku dan agamanya. Disekitar lingkungan sekolah banyak dijual makanan yang tidak
sehat baik dari hygiennya maupun keamanan jajanan tersebut. Jajanan yang tersedia
di sekitar sekolah pun dapat merusak selera makan dari anak-anak tersebut, karena
didominasi dengan rasa asin yang berasal dari MSG (Mono Sodium Glutamat), rasa
Untuk mencegah agar para generasi bangsa tidak salah asupan gizi dan
berpengaruh terhadap proses belajar mengajar salah satu usaha yang dapat dilakukan
dilengkapi dengan poster tentang buah dan sayuran. Penyuluhan dilakukan agar
sasaran dapat berpartisipasi aktif dan memberikan umpan balik terhadap materi
penyuluhan. Metode ceramah dapat dipakai pada sasaran dengan pendidikan rendah
maupun tinggi.
pengetahuan dan sikap siswa SD Negeri 064975 Kecamatan Medan Denai Kota
terhadap pengetahuan dan sikap siswa SD Negeri 064975 Kecamatan Medan Denai
perbaikan gizi anak sekolah sebagai bagian dari upaya perbaikan mutu anak
di sekolah.