Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM IMUNO-SEROLOGI

PEMERIKSAAN NARKOBA

DISUSUN OLEH :

KELAS 15 D

KELOMPOK 3

1. SYAHWAN JUMA SOACIM 153145453155

2. MULYATI 153145453140

3. HASMIDAR 153145453130

4. SUHARTI 1531454531

PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MEGA REZKY MAKASSAR

TAHUN 2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Narkoba sebagai zat yang sangat diperlukan untuk pengobatan dalam

pelayanan kesehatan seringkali disalahgunakan tidak sesuai dengan

standar pengobatan dan jika disertai peredaran narkoba secara gelap akan

menimbulkan akibat yang sangat merugikan perorangan ataupun

masyarakat, khususnya generasi muda bahkan dapat menimbulkan bahaya

yang sangat besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada

akhirnya akan melemahkan ketahanan nasional. Narkoba dengan

mudahnya dapat diperoleh bahkan sudah dapat diracik sendiri yang sulit

dideteksi (Mardani, 2008).

Jumlah penggunaan narkoba tercatat saat ini hampir 4 juta jiwa, hasil

penelitian yang dilakukan badan narkotika menunjukan angka prevelesi

penyalagunaan narkoba dari tahun ke tahun mengalami peningkatan

diamana pada tahun 2015 diperkirakan jumlah pengguna narkoba

mencapai 5,8 juta jiwa (BNN 2011).

Data yang diperoleh Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan

15.000 orang meninggal akibat penyalahgunaan narkoba. Dari jumlah

tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa 40 nyawa per hari harus

melayang akibat narkoba. Di Indonesia, generasi muda mulai memakai

narkoba karena ingin coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan


rasa senang. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh dari teman-temannya

yang sudah kecanduan, ataupun karena ingin berperilaku seperti orang

dewasa.

Penyalagunaan narkoba umumnya dilakukan pada remaja akhir yang

berusia 19-22 tahun, korban penyalahgunaan narkoba yang

memprihatinkan pada umumnya remaja dan dewasa muda yaitu mereka

dalam usia produktif. Pada umumnya, narkoba disalahgunakan oleh

mereka yang kurang mengerti efek samping yang ditimbulkan (Prisaria,

2012). pelajar dan mahasiswa perempuan lebih banyak yang mengetahui

tentang dampak penyalahgunaan narkoba dibanding pelajar atau

mahasiswa pria. Pada umumnya jenis narkoba yang paling banyak

diketahui oleh pelajar dan mahasiswa adalah ganja (75,6%), heroin

(56,6%) dan ekstasi (45,6%). (BNN, 2011)

Pemeriksaan urine narkoba dengan menggunakan rapid test lebih

efektif dibanding pemeriksaan untuk jenis spesimen lain. Hal ini karena

konsentrasi narkoba yang dihasilkan lebih banyak terdapat di urine. Rapid

Test yang digunakan pada praktikum adalah bentuk strip carik celup,

dalam Strip menggunakan 3 Parameter yaitu Amphetamine (AMP),

Marijuana (THC), dan Morphin (MOP).

Keunggulan metode pada pemeriksaan yang di lakukan pada

praktikum di lab memiliki sensitivitas sesuai dengan standard National

Institute on Drug Abuse (NIDA, sekarang SAMHSA), dan dengan

spesifisitas 99,7%. Keunggulan dengan menggunakan pemeriksaan strip


test ini yaitu mudah dilakukan dibagian lapangan dan hanya membutuhkan

waktu yang cepat.

I.2 Tujuan Praktikum

Mampu mengidentifikasi narkoba jenis amfetamin (AMP), marijuana

(THC) dan morphin (MOP). Berdasarkan pada prinsip imunokromatografi

kompetitif dengan menggunakan metode Rapid test carik celup.

I.3 Prinsip Kerja

Berdasarkan prinsip imunukromatografi kompetitif, yaitu jika terdapat

antigen narkoba pada sampel urin manusia maka antigen akan berkompentisi

dengan drugs konjugat yang terdapat pada garis tes. Jika dalam sampel urin

terdapat anti narkoba (positif) maka antigen akan berikatan dengan antibody bebas

yang terdapat pada strip. Antibody bebas yang tidak berikatan dengan antigen

akan berikatan dengan drugs konjugat yang terdapat pada garis control hingga

jenuh dan membentuk kompleks warna pada daerah garis control. Begitu pula

sebaliknya jika pada sampel urin tidak terdapat antigen narkoba (negative) maka

antibody bebas akan langsung berikatan dengan drugs konjugat yang terdapat

pada garis tes dan garis control hingga jenuh, dan membentuk kompleks warna

pada daerah tes dan control.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Narkotika

Narkotika tidak terlepas dengan istilah NAPZA. NAPZA adalah singkatan

dari narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lain. Narkotika menurut

farmakologi adalah zat yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan membius

(opiat). Narkotika menurut UU RI no. 22 tahun 1997 adalah opiat, ganja dan

kokain. Zat adiktif adalah zat yang bila digunakan secara teratur, sering, dalam

jumlah yang cukup banyak, dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi). Adiksi

adalah suatu keadaan ketika seseorang yang bila mengurangi atau menghentikan

penggunaan NAPZA tertentu secara teratur, sering dan cukup banyak, ia akan

mengalami sejumlah gejala fisik maupu mental, sesuai dengan jenis NAPZA yang

biasa dugunakannya. Sekarang, pengertian adiksi hanya dimaksudkan sebagai

ketergantungan fisik saja (Sumiati, 2009).

Menurut smith kline dan french clinical staff (1968) membuat defenisi

narkotika adalah zat-zat (obat) yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau

pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan syaraf

sentral ( Sasangka, 2003).

Dari kedua defenisi tersebut, M.RIDHA MAROEF menyimpulkan:

Narkotika ada dua macam, yaitu narkotika alami dan sintesis. Yang

termasuk narkotika alami adalah berbagai jenis candu, morphine, heroin, ganja,
hashish, codein dan cocain. Narkotika alam ini termasuk dalam pengertian

narkotika sempit. Sedang narkotika sintesis adalah termasuk dalam pengertian

narkotika secara luas. Narkotika sintesis yang termasuk didalamnya zat-zat (obat)

yang tergolong dalam tiga jenis obat yaitu: hallucinogen, depressant dan

stimulant. Narkotika bekerja mempengaruhi sususan syaraf sentral yang

akibatnya dapat menimbulkan ketidaksadaran atau pembiusan. Berbahaya apabila

disalahgunakan. Bahwa narkotika dalam pengertian di sini adalah mencakup obat-

obat bius dan obat-obat berbahaya atau narcotic and dangerous drugs ( Sasangka,

2003).

Ketergantungan dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Ketergantungan fisik adalah keadaan bila sesworang mengurangi atau

menghentikan penggunaan NAPZA tertentu yang biasa ia gunakan, ia akan

b. mengalami gejala putus zat (NAPZA). Selain ditandaia dengan gejala putus

zat (NAPZA), ketergantungan fisik juga dapat ditandai dengan toleransi. b.

Ketergantungan psikologis adalah suatu keadaan bila berhenti menggunakan

NAPZA tertentu, seseorang akan mengalami kerinduan yang sangat kuat

untuk menggunakan NAPZA tersebut walaupun ia tidak mengalami gejala

fisik (Sumiati, 2009).

Psikotropika menurut Undang-undang RI no. 5 Tahun 1997 adalah zat atau

obbat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif

melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan

khas pada aktifitas mental dan perilaku (Sumiati, 2009).


2.2 Penggolongan Narkotika dan Psikotropika

Penggolongan narkotika dan psikotropika dapat di lihat menurut UU RI

No. 5/1997 dan 22/1997, yaitu :

Narkotika :

a. Narkotika golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk

tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,

serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan.

Contoh Heroin, kokain, dan ganja

b. Narkotika golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan

sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan Dalam terapi dan/ atau untuk

tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi tinggi

menimbulkan ketergantungan. Morfin, petidin , serta turunannya

c. Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi

dan/ atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai

potensi tinggi menimbulkan ketergantungan. Kodein, dan garam-garam

narkotika dalam golongan tertentu

Sedangkan Psikotropika :

a. Psikotropika golongan I : Psikotopika yang hanya dapat digunakan untuk

tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta

mempunyai potensi amat kuat menimbulkan sindroma ketergantungan.

MDMA, Ekstasi, LSD, STP

b. Psikotropika golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan,
serta mempunyai potensi kuat mengaki batkan sindroma ketergantungan.

Amfetamin, fensiklidin, sekorbarbital, metakualon, metil- fenidat (ritalin).

c. Psikotropika golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan,

serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergan

tungan. Fenobarbital, Flunitrazepam

d. Psikotropika golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

sangat luas digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu

pengetahuan, serta mempunyai potensi ringan menimbulkan sindroma

ketergantungan. Diazepam, klobazam, bromazepam, klonazepam,

Klordiazepoksi da, nitrazepam, (BK, DUM, MG).

( Tjokronegoro dan Hendrautama, 2002)

2.3. Mekanisme Penggunaan Narkotika Dalam Tubuh

Seseorang dapat mengonsumsi zat dengan berbagai cara, misalnya dengan

cara meminumnya, menelan, menghirup, menghisap dan menyuntikkan satu

atau lebih zat, sehingga zat tersebut akan masuk ke dalam peredaran darah

dan menggangu sinyal penghantar syaraf (neorotransmitter) sel-sel syaraf

pusat (otak). Mekanisme kerja obat dalam tubuh merupakan suatu keadaan

dimana obat tersebut merangsang susunan saraf pusat untuk bekerja sesuai

dengan karakteristik zat yang digunakan. Zat yang masuk ke dalam tubuh

akan mempengaruhi sinyal penghantar saraf yang dapat menggangu fungsi-


fungsi antara lain kognitif (pikiran, memori), afektif (alam sadar), dan

psikomotor perilaku (Sumiati, 2009).

2.4 Pengertian Urine

Urinalisa adalah suatu metoda analisa untuk mendapatkan bahan - bahan

atau zat - zat yang dimungkinkan terkandung di dalam urine, dan juga untuk

melihat adanya kelainan pada urine (Simanjuntak, 1997).

Urine atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan

oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses

urinalisasi. Eksreksi urine diperlukan untuk membuang molekul - molekul sisa

dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan

tubuh. Dalam mempertahankan homeostasis tubuh peranan urin sangat penting,

karena sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urin

(Simanjuntak, 1997).

Urine Sewaktu adalah urine yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak

ditentukan dengan khusus. Urine sewaktu ini cukup baik untuk pemeriksaan rutin

yang menyertai pemeriksaan badan tanpa pendapat khusus (Simanjuntak, 1997).

1.1 Komposisi Urine

Komposisi zat - zat dalam urine bervariasi tergantung jenis

makanan serta air yang diminumnya. Urine normal berwarna jernih

transparan, sedang warna urine kuning muda urine berasal dari zat warna

empedu (bilirubin dan biliverdin). Urin normal pada manusia terdiri dari air,
urea, asam urat, amoniak, kreatinin, asam laktat, asam fosfat, asam sulfat,

klorida, garam - garam terutama garam dapur, dan zat - zat yang berlebihan

di dalam darah misalnya vitamin C dan obat - obatan. Semua cairan dan

materi pembentuk urine tersebut berasal dari darah atau cairan interstisial.

Komposisi urine berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang

penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui

molekul pembawa (Simanjuntak, 1997).

1.2 Tes Urine

Tes urine biasanya digunakan perusahaan bagi para karyawan baru

untuk menjalani prosedur penerimaan karyawan baru.Pada umumnya, tes

urine meliputi deteksi keberadaan zat - zat yang seharusnya tidak terdapat

dalam urine, misalnya,protein zat gula, bakteri, kristal - kristal tertentudalam

jumlah yang besar. Tes urine juga digunakan untuk mendeteksi kehamilan

serta zat - zat narkoba (Simanjuntak, 1997).

1.3 Penyakit Yang Dapat Dideteksi Oleh Tes Urine

Penyakit yang dapat dideteksi melalui tes urine cukup banya, antara

lain penyakit ginjal,diabetes (kencing manis), gangguan hati (lever),

eklampsia (pada wanita hamil), dan beberapa lagi lainnya. Pada penyakit -

penyakit tersebut, tes urine tetap harus didampingi dengan pemeriksaan

fisik. Sebab, tes urine hanyalah pelengkap atau penguat dugaan adanya

penyakit dalam tubuh (Simanjuntak, 1997).


1.4 Mekanisme Pemeriksaan Urine

Urine berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam

ginjal dengan melalui glomerulus berfungsi sebagai ultrafiltrasi pada

simpai Bowman, berfungsi untuk menampung hasil filtrasi dari

glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi penyerapan kembali Zat - zat

yang sudah disaring pada glomerulus, sisa cairan akan diteruskan ke piala

ginjal terus berlanjut ke ureter (Simanjuntak, 1997).

Pemeriksaan narkoba seringkali dibagi menjadi pemeriksaan

skrining dan konfirmatori. Pemeriksaan skrining merupakan pemeriksaan

awal pada obat pada golongan yang besar atau metobolitnya dengan hasil

presumptif positif atau negatif. Secara umum pemeriksaan skrining

merupakan pemeriksaan yang cepat, sensitif, tidak mahal dengan tingkat

presisi dan akurasi yang masih dapat diterima, walaupun kurang spesifik

dan dapat menyebabkan hasil positif palsu karena terjadinya reaksi silang

dengan substansi lain dengan struktur kimia yang mirip. Pada pemeriksaan

skrining, metode yang sering digunakan adalah immunoassay dengan

prinsip pemeriksaan adalah reaksi antigen dan antibodi secara kompetisi.

Pemeriksaan skrining dapat dilakukan di luar laboratorium dengan metode

onsite strip test maupun di dalam laboratorium dengan metode ELISA

(enzyme linked immunosorbent assay).

Pemeriksaan konfirmasi digunakan pada spesimen dengan hasil positif

pada pemeriksaan skrining. Pemeriksaan konfirmasi menggunakan metode yang

sangat spesifik untuk menghindari terjadinya hasil positif palsu. Metoda


konfirmasi yang sering digunakan adalah gas chromatography / mass

spectrometry (GC/MS) atau liquid chromatography/mass spectrometry (LC/MS)

yang dapat mengidentifikasi jenis obat secara spesifik dan tidak dapat bereaksi

silang dengan substansi lain. Kekurangan metode konfirmasi adalah waktu

pengerjaannya yang lama, membutuhkan ketrampilan tinggi serta biaya

pemeriksaan yang tinggi.

Panel pemeriksaan narkoba tergantung jenis narkoba yang banyak

digunakan, tetapi biasanya meliputi 5 macam obat yaitu amfetamin, kanabinoid,

kokain opiat dan PCP. Obat lain yang sering disalahgunakan seperti

benzodiazepin sering pula diperiksakan. Pada pemeriksaan narkoba baik untuk

skrining maupun konfirmasi, telah ditetapkan standar cutoff oleh NIDA untuk

dapat menentukan batasan positif pada hasil pemeriksaan. (Dasgupta, 2007)

Pada dasarnya test dasarkan pada kompetisi penjenuhan IgG anti-narkoba

yang mengandung substrat enzim ( ada dalam keadaan bebas di zone S)

merupakan antibody Pendeteksi Strip oleh narkoba sampel/urin antigen

dalam sampel atau narkoba yang telah di konjugasi enzim antigen dalam strip

Test . Jika dijenuhi oleh narkoba sampel ( sampel positif narkoba ), maka IgG

anti-narkoba substrat tidak akan berikatan dengan narkoba-enzimnya, sehingga

tidak terjadi reaksi enzim-substrat yang berwarna. Sebaliknya jika tidak dijenuhi

(sampel negative narkoba) atau hanya sebagian dijenuhi (sampel meangandung

narkoba dalam jumlah di bawah ambang batas pemeriksaan/CUTOFF), maka IgG

anti-narkoba-substrat akan berikatan dengan narkoba-enzimnya secara penuh atau


sebagian, sehingga terjadi reaksi enzim-substrat yang berwarna penuh (gelap) atau

lamat-lamat (ragu-ragu).
BAB III

METODELOGI KERJA

3.1 Alat yang diperlukan :

a. Pot urin.

b. Timer.

3.2 Bahan yang diperlukan :

a. Urin sewaktu.

b. Alat uji imunoassey merk MONPTES (Dispcard).

3.3 Prosedur kerja :

a. Preparasi sampel

1. Diperiksa kondisi sampel yang akan diperiksa.

2. Jika sampel urin keruh, didiamkan hingga diperoleh urine yang

jernih.

3. Dipipet sampel bagian atas tabung (fase bening).

4. Dimasukkan ke dalam wadah urin.

5. Diberi label pada wadah urin.

b. Cara kerja:

1. Dibuka kemasan alat uji pada suhu ruangan yang sesuai.

2. Dilepaskan tutup dan diberi label pada alat uji lalu di tulis dari

dengan identitas pasien.

3. Direndam ujung penyerap ke dalam sampel urin selama sekitar 10

detik. Sampel urin sebaiknya tidak menyentuh dasar wadah.


4. Dipasang kembali tutupnya di atas ujung penyerap dan diletakkan

perangkat secara horizontal pada permukaan bersih yang tidak

menyerap.

5. Dibaca hasilnya pada waktu 5 menit.


BAB IV

HASIL PRAKTIKUM

1.
Jenis Specimen Urine
2.
Kondisi Specimen Baik (jernih, tanpa endapan)
3.
Kode Specimen Mr. Syahwan
4.
Merek KIT Monotes
5.
No. Lot D1606138
6.
Tanggal kadaluarsa 201806
7.
Metode Pemeriksaan Rapid test
8.
Prinsip Pemeriksaan Imunokromatografi Kompetitif

Amphetamine (AMP) = Negatif (-)


Marijuana (THC) = Negatif (-)
Morphin (MOP) = Negatif (-)

9.
Intrepretasi Hasil
BAB V

PEMBAHASAN

Pada percobaan kali ini dilakukan praktikum pemeriksaan narkoba pada

urin dengan menggunakan prinsip kromatografi kompetitif. Parameter yang di

periksa antara lain AMF, THC dan MOP. Hasil positif di tandai dengan terbentuk

1 garis yaitu pada area control (c), dan hasil negativ dengan terbentuk 2 garis

yaitu pada area control (c) dan test (t), sedangkan hasil invalid apabila terbentuk

garis pada control C atau garis pada control T, atau tidak sama sekali terbentuk

pita pada kedua-duannya.

Pada dasarnya test didasarkan pada kompetensi penjenuhan IgG anti-

narkoba. Dimana sampel urin yang mengandung drug antigen (AMP, THC, dan

MOP), akan bereaksi dengan konjugat antibody membentuk kunjugat kompleks,

lalu konjugat komplekst tadi menuju ke Test, dimana antigen yang masih bebas

akan berikatan dengan drugs konjugat yang terdapat pada control C sampai jenuh,

tanda postif akan membentuk kompleks warna pada daerah konrtrol.

Proses dari masuknya narkoba melalui sirkulasi darah, zat narkoba akan

dibawa ke otak, hati ginjal, dan organ lainnya. Kemudian mengalami metabolism

serta melalui ginjal dieksreksi dan dikeluarkan lewat urin. Efek yang ditimbulkan

zat narkoba dapat mempengarhui susunan saraf pusat dan merusak organ-organ

dalam tubuh.
Pada proses pemeriksaan dilaboratorium dapat digunakan sampel yaitu :

yang berupa raw material (serbuk, kristal, tablet, kapsul, bahan/daun, biji, batang),

spesimen (urine, darah, dan rambut), maupun sediaan farmasi seperti wadah

plastik, alat hisap, botol, alat suntik, maupun wadah bekas tempat yang dicurigai

narkoba.

Pada dasarnya khusus untuk pemeriksaan specimen urin dilakukan

dengan dua tahap pemeriksaan yaitu pemeriksaan awal (skrining) dan lanjutan

(konfirmasi). Pemeriksaan skrining merupakan pemeriksaan; awal pada obat

golongan besar atau metabolitnya dengan hasil presumptive positif atau negative.

Sedangkan pemeriksaan konfirmasi pemeriksaan lanjutan dan digunakan pada

pemeriksaan spsimen dengan hasil positif pada pemeriksaan awal. Pemeriksaan

konfirmasi menggunakan metode yang sangat spesifik untuk menghindari

terjadinya hasil positif palsu. False positive atau yang disebut dengan positif palsu

dapat terjadi pada alat skrining urine narkoba, hal ini dikarenakan metode alat

skrining adalah immunoassay dengan prinsip pemeriksaan adalah reaksi antigen

dan antibodi secara kompetisi. Positif palsu disebabkan adanya reaksi silang

dengan substansi lain yang mempunyai kemiripan dalam struktur kimia. Untuk

mengetahui kebenaran terhadap hasil skrining yang terdeteksi positif dapat

melakukan pemeriksaan konfimasi (lanjutan) dengan menggunakan Gas

Chromatography Mass Spectrometry (GCMS) .Metoda konfirmasi yang sering

digunakan adalah gas chromatography / mass spectrometry (GC/MS) atau liquid

chromatography/mass spectrometry (LC/MS) yang dapat mengidentifikasi jenis

obat secara spesifik dan tidak dapat bereaksi silang dengan substansi lain.
Kekurangan metode konfirmasi adalah waktu pengerjaannya yang lama,

membutuhkan keterampilan tinggi serta biaya pemeriksaan yang tinggi.

Dan berdasarkan pemeriksaan yang telah kami lakukan tidak di lanjutkan

pada pemeriksaan konfirmasi, karena hasil yang di dapatkan negatif (-).


BAB V

PENUTUP

V.I Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang telah di lakukan dapat di tarik kesimpulan

bahwa pada :

Sampel urin yang di periksa tidak mengandung narkoba, hal ini karena

pada strip yang digunakan menunjukkan tanda garis merah pada control dan

test sehingga di katakan negative.


DAFTAR PUSTAKA

Bamdad Riahi-Zanjani, Pharmacology On Line, April 2014, False Positive and


False Negative Results in Urine Drug Screening Tests: Tempering
Methods and Specimen Integrity Test.

Dasgupta A. The Effects of Adulterants and Selected IngestedCompounds on


Drugsof-Abuse Testing in Urine. Am J Clin Pathol 2007;128:491-503

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


194/MENKES/SK/VI/2012 mengenai Penunjukan Laboratorium
Pemeriksaan Narkoba.

Mardani, 2008, penyalagunaan narkoba dalam perspektif hukum islam dan


hukum pidana nasional. Rajawali pers . Jakarta

Prisari ,N. 2012, Hubungan pengetahuan dan lingkungan sosial terhadap


tindakan penyalagunaan NAPZA pada siswa SMA N 1 jepara .
Universitas dipanegara.

Sasangka, H. 2003. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana


Bandung: penerbit mandar maju. Halaman 6-7, 33-34.

Simanjuntak, 1997. Pengertian Klimonoli dan Patologi Sosial. Parsita : Bandung

Sumiati, dan Dinaerti. 2009. Asuhan keoerwatan pada klini penyalagunnan dan
ketergantungan NAPZA. Penerbit Trans Info Medi : Jakarta
LAMPIRAN

BAB 1 : Mulyati

BAB II : Syahwan juma soacim

BAB III-IV : Suharti

BAB V : Hasmidar

Anda mungkin juga menyukai