LATAR BELAKANG
Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk dapat
bertahan hidup dan untuk mewadahi aktivitas yang dilakukan sehari-hari, serta
untuk mensejahterakan keluarga dan mendapatkan hidup yang layak untuk tinggal
baik tinggal di kota atau wilayah. Rumah menjadi salah satu identitas bagi
masyarakat sehingga rumah harus dibuat senyaman mungkin untuk para penghuni
rumah tersebut. Pembangunan rumah harus disesuaikan dengan kondisi cuaca
yang ada di lingkungan huniannya seperti di daerah tropis di indonesia ini untuk
penghawaan alami, pencahayaan alami dan sirkulasi udara harus disesuaikan
dengan cuaca.
Tidak hanya disesuaikan dengan kondisi cuaca yang ada di lingkungan
hunian, tetapi pembangunan rumah juga memerlukan rancangan yang sesuai
dengan keingginan penghuni sehingga bisa mewakili identitas atau citra diri dari
si penghuni rumah. Jenis-jenis rumah yang akan dibangun dapat bervariasi, dapat
digali dari segi budaya tradisional yang ada, bisa dari konsep rumah yang sedang
tren saat ini dan lain sebagainya. Oleh karena itu banyak developer pembangunan
rumah yang saat ini memiliki model dengan pendekatan yang banyak jenisnya
seperti mengusung tema seperti arsitektur hijau, arsitektur tropis, arsitektur
modern, arsitektur kuno dan lain sebagainya.
Saat ini model dengan pendekatan arsitektur hijau sedang marak digunakan
oleh para developer maupun para arsitek, karena memiliki rumah dengan
pendekatan arsitektur hijau merupakan pendekatan yang baik untuk bangunan
dalam meminimalisir efek kerugian pada kesehatan manusia dan lingkungan,
dengan menggunakan pendekatan ini maka bangunan akan lebih berkelanjutan
dengan mengutamakan efisiensi energi atau arsitektur ramah lingkungan (Siregar,
2012). Bangunan yang ramah lingkungan umumnya memiliki pencahayaan alami
dan udara yang optimal oleh karena itu pengaplikasian arsitektur hijau seperti
adanya penghawaan alami dan pencahayaan alami yang memanfaatkan
lingkungan sekitar untuk menghemat dalam konsumsi energi yang ada di rumah.
Bangunan yang ramah lingkungan merupakan bangunan yang merespon alam,
karena bangunan merupakan bagian buatan yang berada di dalam alami sehingga
desain yang baik dan ideal merupakan desain yang tidak mengabaikan keberadaan
1
alam sekitar, alam secara global dan pengguna (Williams, 2007). Salah satu
developer yang ingin mewujudkan arsitektur hijau adalah Gapura Prima Group
(GPG) yang merupakan anggota dari Real Estate Indonesia, untuk pengembangan
perumahan kelas menengah ke atas yaitu Bukit Cimanggu City yang berlokasi di
jalan Raya Baru nomor 1, Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor.
B. TINJAUAN TEORI
Berdasarkan UU nomor 01 tahun 2011 tentang perumahan dan permukiman
bahwa rumah merupakan bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal
yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat
penghuninya serta aset bagi pemiliknya. Rumah tinggal yang sehat dan layak huni
merupakan rumah yang terdiri dari bahan bangunan, komponen dan penataan
ruang rumah yang baik dan ramah lingkungan serta termasuk pencahayaan,
kualitas udara, ventilasi, saluran air, limbah dan kepadatan hunian merupakan
indikator terpenting dalam menentukan rumah tinggal yang sehat dan layak huni.
Pada saat ini akan difokuskan pada pembahasaan terkait pencahayaan alami dan
penghawaan alami di lingkungan rumah.
a) Pencahayaan Alami
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pencahayaan merupakan proses,
cara, perbuataan dalam memberi cahaya. Pencahayaan alami adalah
pemanfaatan cahaya yang berasal dari benda penerangan seperti matahari, bulan
dan bintang sebagai penerang ruang, karena berasal dari alam maka cahaya
alami bersifat tidak menentu, tergantung pada iklim, musim dan cuaca (Dora
dan Nilasari, 2011). Sumber pencahayaan alami yang paling mudah kita peroleh
dan memiliki kuat sinar matahari yang paling besar adalah cahaya matahari,
dimana sumber cahaya alami ini harus dimanfaatkan secara maksimal sebagai
energi alternatif. Penataan ruangan dalam rumah yang menggunakan
pencahayaan alami memerlukan perencanaan serta penataan ruang yang baik
sehingga cahaya matahari dalam masuk ke ruangan dengan baik.
Penggunaan banyak bukaan di dalam ruangan guna optimalisasi
pencahayaan alami dalam bentuk jendela, lubang udara dan pintu merupakan
salah satu cara yang efektif untuk memasukkan cahaya alami, tetapi apabila
didesain dengan sembarangan dan diletakkan dengan tidak tepat maka akan
2
mengakibatkan ruang menjadi panas (Dennis, 2010). Penggunaan pencahayaan
alami memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki 0leh cahaya buatan,
keunggulannya antara lain adalah (Dora dan Nilasari, 2011) :
Meningkatkan semangat kerja, karena cahaya matahari yang masuk ke
dalam ruangan dapat memberikan kesan hangat, meningkatkan keceriaan
dan semangat dalam ruangan (Bean, 2004).
Sebagai penanda waktu, berada dalam suatu ruangan yang tertutup dan
tidak mendapat cahaya matahari dapat mengacaukan orientasi waktu,
disorientasi dan terkucil dari perubahaan kondisi sekitar. Kondisi ini
berpengaruh tidak baik terhadap psikologis dan mengganggu jam biologis
manusia (Pilatowicz, 1995).
Berdasarkan SNI No. 03-2396-2001 tentang Tata cara perancangan sistem
pencahayaan alami pada bangunan gedung pencahayaan alami siang hari dapat
dikatakan baik apabila pada siang hari antara jam 08.00 sampai dengan jam
16.00 waktu setempat terdapat cukup banyak cahaya yang masuk ke dalam
ruangan dan distribusi cahaya di dalam ruangan cukup merata atau tidak
menimbulkan kontras yang mengganggu. Sedangkan untuk tingkat pencahayaan
alami di dalam ruangan ditentukan oleh tingkat pencahayaan langit pada bidang
datar, perbandingan tingkat pencahayaan alami di dalam ruangan dan
pencahayaan alami pada bidang datar ditentukan oleh :
- Hubungan geometris antara titik ukur dan lubang cahaya;
- Ukuran dan posisi lubang cahaya;
- Distribusi terang langit; dan
- Bagian langit yang dapat dilihat dari titik ukur.
Faktor pencahayaan alami siang hari merupakan perbandingan tingkat
pencahayaan pada suatu titik dari suatu bidang tertentu di dalam suatu ruangan
terhadap tingkat pencahayaan bidang datar. Berdasarkan SNI 03-2396-2001
berikut merupakan faktor pencahayaan alami siang hari yang terdiri dari tiga
komponen yaitu :
1) Komponen langit (FL) yakni komponen pencahayaan langsung dari cahaya
matahari ke dalam bidang kerja
3
2) Komponen refleksi luar (FRL) yakni komponen pencahayaan yang berasal
dari refleksi benda-benda yang berada di sekitar bangunan yang
bersangkutan
4
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar penggunaan sinar matahari alami
dalam mendapatkan keuntungannya adalah variasi intensitas cahaya matahari,
distribusi dari terangnya cahaya, efek dari lokasi, pemantulan cahaya, jarak antar
bangunan dan letak geografis dan kegunaan bangunan gedung.
Selain itu terdapat strategi untuk pemanfaatan cahaya matahari adalah
dengan naungan atau shade dimana tutupan pada bangunan untuk mencegah
silau dan panas yang berlebihan karena terkena cahaya langsung, pengalihan
atau redirect merupakan mengalihkan dan mengarahkan cahaya matahari
ketempat-tempat yang diperlukan dan pengendalian merupakan pengendalian
jumlah cahaya yang masuk kedalam rumah sesuai dengan kebutuhan dan pada
waktu yang diperlukan.
b) Penghawaan Alami
Penghawaan alami atau ventilasi alami merupakan proses pertukaran udara
di dalam bangunan melalui bantuan elemen-elemen bangunan yang terbuka.
Proses pertukaran udara alami ini merupakan pergantian udara panas dengan
udara dingin dari luar bangunan, proses ini sangat diharapkan pada waktu
musim panas terjadi. Sirlukasi udara yang baik di dalam bangunan merupakan
sirkulasi udara yang memberikan kenyaman, aliran udara dapat mempercepat
proses penguapan di permukaan kulit sehingga dapat memberikan kesejukan
bagi penghuni bangunan. Standar kebutuhan udara segar manusia adalah 17
26m/jam/orang (Van Straaten, 1967).
5
Untuk mendapatkan penghawaan baik perlu dirancang bentuk, elemen dan
detail arsitektur yang bertujuan untuk mengoprimalkan aliran udara sejuk.
Proses penghawaan alami membutuhkan pendorong hingga terjadinya proses
tersebut, bentuk bangunan menentukan kekuatan untuk terjadinya penghawaan
alami. Secara mendasar, ukuran dan lokasi dari tempat masuknya udara
kedalam bangunan menentukan kemampuan untuk menangkap dan
mengarahkan aluran udara ke dalam bangunan. Penghawaan alami di dalam
rumah dapat diwujudkan melalui adanya ventilasi udara, dimana jumlah
ventilasi udara pada rumah harus cukup untuk mendukung proses sirkulasi
udara, mengalirkan udara segar dari luar ruangan kedalam ruangan.
Bentuk ventilasi terbaik menggunakan sistem rancanagan sirkulasi udara
dengan sistem ventilasi silang (cross ventilation), pada sistem ventilasi silang
ini penghawaan alami diatur sedemikian rupa agar bisa mengalir dari satu titik
ventilasi udara menuju titik ventilasi udara lain begitu sebaliknya. Karena
adanya perbedaan tekanan udara di dalam dan diluar rumah sehingga aliran
udara tidak akan terjebak di dalam rumah sehingga terasa pengap dan panas.
Dalam sistem ventiliasi silang terdapat dua macam bukaan yaitu inlet yang
merupakaan bukaan yang menghadap ke arah datangnya angin sehingga
berfungsi untuk memasukan udara ke dalam ruangan. Sedangkan outlet
merupakan bukaan lain yang berfungsi untuk mengeluarkan udara. Peletakan
bukaan harus disesuaikan dengan arah datangnya angin.
6
Peletakan bukaan inlet dan outlet dengan sistem cross ventilation dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu posisi diagonal dan posisi berhadapan
langsung.
- Posisi diagonal, peletakan bukaan inlet dan outlet diletakan dengan posisi
ini apabila angin datang secara tegak lurus (perpendicular) ke arah bukaan
inlet.
7
Dimensi atau kecepatan aliran udara dari bukaan inlet atau outlet juga harus
diperhatikan karena jika bukaan inlet memiliki kecepatan aliran udara lebih kecil
daripada bukaan outlet maka kecepatan aliran udara di dalam ruangan akan
meningkat 30% dari kecepatan udara di luar. Namun, jika bukaan inlet memiliki
dimensi udara yang lebih besar daripada bukaan outlet maka kecepatan aliran
udara di dalam ruangan akan turun 30% dari kecepatan di luar ruangan.
Ventilasi yang baik di dalam ruangan harus mempunyai syarat yang sesuai,
diantaranya adalah luas lubang ventilasi tetap minimum 5% dari luas lantai
ruangan, sedangkan ventilasi insidentil minimum 5% ukuran luas ini diatur
sedemikian rupa sehingga udara yang masuk tidak terlalu kencang dan tidak
terlalu sedikit, udara yang masuk harus udara yang bersih tidak tercemari oleh
asap dan bau dari lingkungan sekitar dan aliran udara diusahakan menggunakan
sistem ventilasi silang dengan menempatkan lubang hawa berhadapan antara dua
dinding ruangan.
C. PEMBAHASAN
Pembahasan berisi tentang penerapan pencahayaan dan penghawaan alami
dalam bangungan rumah di Perumahan Bukit Cimanggu City, Tanah Sareal, Kota
Bogor terkait dengan desain bangunan dan bukaan bangunan serta dilihat dari
lingkungan perumahan guna mendukung adanya penerapan pencahayaan dan
penghawaan alami di bangunan rumah.
a) Pencahayaan Alami dalam Desain dan Bukaan Bangunan
Pencahayaan alami bangunan rumah di Perumahan Bukit Cimangu City
hanya berasal dari depan dan belakang rumah karena jarak samping antar
bangunan berhimpitan sehingga cahaya yang masuk menjadi sedikit. Cluster
Mountain Park View memiliki desain arsitektur yang exclusive dan merupakan
tipe townhouse dimana pada tipe ini pemanfaatan energi khususnya
pemanfaatan cahaya matahari tidak dapat dimaksimalkan, untuk orientasi
bangunan yang ada di Cluster Mountain Park View ini ada yang menghadap ke
utara-selatan dan ada yang menghadap barat-timur.
8
Gambar 7. Site Plan Mountain Park View
Sumber : http://bukitcimanggucity.blogspot.co.id/p/master-plan.html
Berdasarkan orientasi bangunan ada beberapa bangunan yang menghadap
ke utara-selatan mengalami pencahayaan alami yang tidak optimal bagian
bangunan rumah yang terkena mataharai kurang dari 50%, cahaya yang masuk
berasal dari ventilasi maupun bukaan berupa jendela dan pintu walaupun tidak
maksimal, guna memaksimalkan pencahayaan alami yang masuk ke dalam
rumah maka penempatan ventilasi bukaan cahaya ditempatkan diatas bangunan
sehingga memaksimalkan cahaya langit dapat masuk ke dalam bagian rumah.
9
Berdasarkan denah bangunan diketahui bahwa bukaan ventilasi cahaya
pintu maupun jendela hanya berada di depan dan belakang rumah saja, karena
jarak yang sangat berhimpitan dengan sebelahnya tidak memungkinkan untuk
menempatkan adanya ventilasi untuk cahaya masuk ke dalam rumah, walaupun
memiliki pencahayaan alami yang tidak optimal tetapi terdapat bukaan yang
berada di atas rumah karena memiliki tinggi bangunan yang berbeda.
Sedangkan untuk bangunan rumah yang orientasi bangunannya sudah
menghadap barat-timur memiliki keunggulan yang lebih karena pencahayaan
alami dapat masuk sesuai dengan standar jam yang telah ditentukan yaitu pada
jam 08.00 hingga 16.00 walaupun jarak antar bangunan sangat berhimpitan.
Tata ruang dalam bangunan rumah ini memiliki penempatan yang pas
karena penempatan ruang tamu dan ruang makan yang memiliki intensitas
aktivitas yang cukup tinggi berada di tengah ruangan sehingga pencahayaan
alami dapat masuk berasal dari atas bangunan.
10
Gambar 9. Inlet dan Outlet dengan Atap Jack Roof
Sumber : http://slendroo.blogspot.co.id/2011/10/penghawaan-alami.html
11
mengingat tipe perumahan ini adalah townhouse sehingga area masuknya cahaya
dan tempat pertukaran udara menjadi lebih maksimal, kemudian lebih
memanfaatkan adanya Skylight di dalam rumah seperti jendela horizontal, roof
lantern dan lain sebagainya sehingga pencahayaan komponen langit dapat masuk
ke dalam bagian ruangan yang memiliki intensitas kegiatan yang cukup tinggi.
E. DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. 2001. SNI 03-2396-2001 tentang Tata Cara
Perancangan Sistem Pencahayaan Alami pada Bangunan Gedung.
Dennis, Lori. 20120. Green Interior Design. New York: Allworth Press.
Dora P.E dan Nilasari P. F. 2011. Jurnal dalam Pemanfaatan Pencahayaan Alami
pada Rumah Tinggal Tipe Townhouse di Surabaya. Surabaya : Universitas
Kristen Petra.
http://slendroo.blogspot.co.id/2011/10/penghawaan-alami.html diakses pada
tanggal 30 Desember 2015 pukul 23.45
http://www.bukitcimanggu.com/mountain-park-view/ diakses pada tanggal 31
Desember 2015 pukul 02.15
http://bukitcimanggucity.blogspot.co.id/p/master-plan.html diakses pada tanggal
31 Desember 2015 pukul 02.30
Republik Indonesia. 2011. Undang-undang No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan
dan Permukiman. Jakarta: Sekretariat Negara.
Van Straaten J.F. 1967. Thermal Performance of Building. Elsevier, Amsterdam.
12