Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh
ABSTRAK
Sekam padi merupakan bahan baku bioetanol Generasi II. Biokonversi sekam menjadi
bioetanol diawali dengan tahapan pre-treatment (proses delignifikasi). Berkaitan dengan
hal tersebut, maka tujuan penelitian adalah delignifikasi sekam padi menggunakan jamur
Marasmius sp dan jamur Phanerochaete chrysosporium; serta komparasi proses
delignifikasi menggunakan metode kimia dan enzimatis. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa delignifikasi enzimatik sekam padi oleh jamur Marasmius sp memberikan hasil
yang lebih baik daripada jamur P.chrysosporium. Pengamatan hari ke-30 menghasilkan
penurunan kadar lignin 70,89% dengan Marasmius sp dan 59,39% dengan
P.chrysosporium. Kadar selulosa menurun 13,68% (rendemen 39,34%) oleh Marasmius sp
dan 12,16% (rendemen 40,03%) oleh P.chrysosporium. Delignifikasi kimiawi sekam padi
menghasilkan rendemen selulosa 36,37%. Hal ini menunjukkan bahwa proses delignifikasi
enzimatik menghasilkan rendemen selulosa yang lebih baik daripada delignifikasi kimiawi.
ABSTRACT
Rice husk can be used as a raw material for the second-generation bioethanol.
Bioconversion of rice husks into bioethanol begins with the pre-treatment stage
(delignification process). In this regard, the purpose of the research was delignification
using rice husks with Marasmius sp and Phanerochaete chrysosporium fungus, as well as
comparative delignification processes using chemical and enzymatic methods. The results
of the research showed that enzymatic delignification of rice husk by Marasmius sp gave
better results than that with P.chrysosporium. Observation in the 30-th day decreased
levels of lignin produced by 70.89% using Marasmius sp; and by 59.39% using
P.chrysosporium. Cellulose content decreased 13.68% (39.34% yield) by Marasmius sp
and 12.16% (40.03% yield) by P.chrysosporium. Chemical delignification of rice husk
produces cellulose yielded 36.37%. These suggests that the process of enzymatic
delignification of cellulose produced a better yield than chemical delignification.
87
Prosiding
Pengembangan Sumber Daya Pedesaan ISBN 978-979-9204-88-2
dan Kearifan Lokal Berkelanjutan III
PENDAHULUAN
Bioetanol adalah bahan bakar substitusi bensin premium (gasoline) yang berasal
dari fermentasi glukosa secara anaerob. Bietanol Generasi I menggunakan bahan baku
berpati yang mengandung polimer glukosa. Hidrolisis bahan baku berpati akan
menghasilkan monomer glukosa yang selanjutnya difermentasi untuk membentuk
bioetanol. Bahan baku berpati diperoleh dari tetes tebu atau karbohidrat dari tanaman
berpati seperti singkong, ubi jalar, jagung dan sagu (Wahyudi, 2006). Permasalahan yang
dihadapi adalah keterbatasan bahan baku. Tetes tebu banyak diekspor, sedangkan produksi
singkong, ubi dan sagu lebih dikembangkan sebagai bahan baku pangan dan industri.
Road map sektor energi bioetanol telah menetapkan arah penelitian dan
pengembangan jangka panjang (2016-2025) untuk berfokus pada Bioetanol Generasi II
dengan menggunakan enzim selulase dan bahan baku lignoselulosa. Contoh bahan baku
yang merupakan lignoselulosa adalah limbah pertanian, sekam padi dengan nilai ekonomi
yang rendah. Fenomena semacam ini terjadi hampir di semua sentra-sentra penggilingan
padi. Oleh karena itu, produksi bioetanol dari sekam padi akan sejalan dengan upaya
penanggulangan limbah pertanian, peningkatan nilai ekonomi limbah pertanian, sekaligus
upaya pemenuhan kebutuhan kebutuhan energi masyarakat yang semakin meningkat
(Soerawidjaja, 2008).
Permasalahan yang muncul adalah struktur karbohidrat komplek penyusun sekam
padi membutuhkan sistem multi-enzim karbohidrase untuk menghidrolis polimer
karbohidrat secara simultan. Hidrolisis polimer lignoseluosa harus dilakukan untuk
membuka jalan menuju struktur polimer selulosa sehingga enzim selaluse dapat memecah
selulosa menjadi monomer glukosa (Rubin, 2008). Berdasarkan hal tersebut, maka
permasalahan yang akan dikaji pada penelitian ini adalah bagaimana potensi jamur
Marasmius sp dan Phanerochaete chrysosporium untuk mendegradasi lignoselulosa sekam
padi. Adapun tujuan penelitian adalah 1) karakterisasi sekam padi, 2) delignifikasi sekam
padi menggunakan jamur Marasmius sp dan P.chrysosporium, dan 3) komparasi proses
delignifikasi secara enzimatik dan kimiawi.
METODE ANALISIS
Penelitian dilakukan selama tujuh bulan, yaitu bulan Mei hingga November 2013,
di laboratorium Biokimia, Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknik, Unsoed.
Bahan utama yang digunakan adalah sekam padi dari penggilingan Padi UD Lesung Semi
88
Prosiding
Pengembangan Sumber Daya Pedesaan ISBN 978-979-9204-88-2
dan Kearifan Lokal Berkelanjutan III
89
Prosiding
Pengembangan Sumber Daya Pedesaan ISBN 978-979-9204-88-2
dan Kearifan Lokal Berkelanjutan III
selulosa kemudian dicuci berulang-ulang dengan akuades, dan dikeringkan dengan oven
pada suhu 50 oC hingga kadar air sekitar 10%.
90
Prosiding
Pengembangan Sumber Daya Pedesaan ISBN 978-979-9204-88-2
dan Kearifan Lokal Berkelanjutan III
Uji coba pertumbuhan jamur juga dilakukan menggunakan baglog serbuk sekam
padi dengan kadar air 60%. Pertumbuhan jamur menggunakan baglog ditujukan untuk
efisiensi proses delignifikasi serbuk sekam padi dalam jumlah yang besar. Berbeda dengan
pertumbuhan jamur di cawan petri, media yang digunakan di baglog jauh lebih sederhana,
yaitu campuran serbuk sekam, kapur, gypsum, dan CaCO3. Hal ini dilakukan untuk
menyederhanakan bahan-bahan kimia yang harus digunakan di tingkat petani, khususnya
Mitra UD Lesung Semi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jamur Marasmius sp dan
P.chrysosporium juga mampu tumbuh menggunakan media campuran serbuk sekam padi,
kapur, gypsum, dan CaCO3 dengan kadar air 60%. Pertumbuhan jamur yang relatif lambat.
Hingga akhir pengamatan selama 30 hari, hanya terlihat pertumbuhan miselium
Marasmius sp, atau spora P. Chrysosporium, sedangkan pertumbuhan tubuh buah jamur
belum muncul.
91
Prosiding
Pengembangan Sumber Daya Pedesaan ISBN 978-979-9204-88-2
dan Kearifan Lokal Berkelanjutan III
dengan penurunan kadar lignin hanya 59,39%. Hal ini diduga karena Marasmius sp lebih
mampu menggunakan sekam padi sebagai substrat yang ditandai dengan pertumbuhan
Marasmius sp yang lebih baik daripada P. Chrysosporium.
92
Prosiding
Pengembangan Sumber Daya Pedesaan ISBN 978-979-9204-88-2
dan Kearifan Lokal Berkelanjutan III
Endapan hasil proses delignifikasi kemudian direaksikan dengan NaOH 15% untuk
mengekstrak xilan yang merupakan komponen utama hemiselulosa. Penggunaan NaOH
15% diduga mampu mengembangkan intrafibril selulosa sehingga meningkatkan luas
permukaan spesifik dan larutnya hemiselulosa dalam NaOH. Endapan yang diperoleh
adalah fraksi selulosa dari sekam padi. Hasil penelitian menghasilkan rendemen selulosa
36,37% dari rerata berat awal serbuk sekam padi 50,365 g (Tabel 3). Perolehan selulosa
berdasarkan proses kimiawi lebih sedikit daripada kadar selulosa awal (45,57%) maupun
selulosa hasil proses enzimatik. Kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh proses transfer
endapan secara manual yang tidak optimum karena residu yang diperoleh sangat halus
sehingga menyulitkan penyaringan endapan.
KESIMPULAN
Serbuk sekam padi yang diteliti mengandung kadar air 5,75%, kadar abu 19,28%,
kadar lignin 20,47% dan kadar selulosa 45,57%. Delignifikasi enzimatik sekam padi oleh
Marasmius sp memberikan hasil yang lebih baik daripada P.chrysosporium. Pengamatan
hari ke-30 menghasilkan penurunan kadar lignin 70,89% oleh Marasmius sp dan 59,39%
oleh P.chrysosporium. Kadar selulosa menurun 13,68% (rendemen 39,34%) oleh
Marasmius sp dan 12,16% (rendemen 40,03%) oleh P.chrysosporium. Adapun
delignifikasi kimiawi sekam padi hanya menghasilkan rendemen selulosa 36,37%.
93
Prosiding
Pengembangan Sumber Daya Pedesaan ISBN 978-979-9204-88-2
dan Kearifan Lokal Berkelanjutan III
DAFTAR PUSTAKA
Fadilah, Sperisa Distantina, Enny Kriswiyanti Artati, dan Arif Jumari, 2008.
Biodelignifikasi Batang Jagung Dengan Jamur Pelapuk Putih Phanerochaete
chrysosporium, Equilibrium, Vol.7, No.1, hal. 7 11.
Irawati, D., N.R. Anwar, W. Syafii, dan I.M. Artika, 2009. Pemanfaatan Serbuk Kayu
Untuk Produksi Etanol Dengan Perlakuan Pendahuluan Delignifikasi Menggunakan
Jamur Phanerochaete chrysosporium, J. Ilmu Kehutanan, Vol. III (1), hal. 13-22.
Kementrian Negara Riset dan Teknologi R.I., 2006, Indonesia 2005-2025. Buku Putih
Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang
Sumber Energi Baru dan Terbarukan untuk Mendukung Keamanan dan Ketersediaan
Energi Tahun 2025, 101 hal, Kemenristek R.I, Jakarta.
Rubin, E.M. 2008. Genomics of Cellulosic Biofuels, Nature, No. 454, pp. 841-845.
Sunarti, T.C., dan N. Richana. 2007. Produksi Selulase oleh Trichoderma viride Pada
media Tongkol Jagung Dan Fraksi Selulosanya. J. Pascapanen 4(2) 2007 : 57-64.
[TAPPI] Technical Association of The Pulp and Paper Industry. 1996. TAPPI Test Method.
Atlanta: TAPPI Press.
Tien, M., and T.K. Kirk, 1986, Lignin-degrading enzyme from Phanerochaete
chrysosporium: Purification, characterization, and catalytic properties of a unique
H202-requiring oxygenase, Proc.Natl. Acad. Sci., Vol.81, pp. 2280-2284.
94
The author has requested enhancement of the downloaded file. All in-text references underlined in blue are linked to publications on ResearchGate.