Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Selamat! Pendapatan per kapita penduduk Indonesia menembus angka US $ 18,000 atau
sekitar Rp. 180.000.000,00 per tahun. Angka tersebut jauh di atas beberapa negara ASEAN lainnya
seperti Malaysia yang hanya memiliki pendapatan per kapita penduduk US $ 6,220, atau Thailand
dengan pendapatan per kapita penduduknya US $ 2,990. Rekor tersebut hampir menyamai Korea
yang memiliki income per kapita penduduk US $ 20,000, meskipun masih jauh di bawah Jepang,
Australia, dan Amerika yang memiliki pendapatan per kapita penduduk di atas US $ 30,000.
Itulah topik terhangat yang dicatat di halaman surat kabar nasional pada tahun 2030. Itu pun
hanya prediksi beberapa ahli yang mengabaikan peningkatan pendapatan beberapa negara lain di
atas yang memang memiliki pendapatan per kapita seperti apa yang tertulis saat ini. Dengan berat hati
kita harus mengakui bahwa pendapatan per kapita penduduk Indonesia hanya US $ 1,946 pada tahun
2008, jauh di bawah Jepang US $ 34,189, Amerika US $ 43,444, Australia US $ 50,000, dan
Singapura US $ 29,320. Apa masyarakat Indonesia harus menunggu sampai tahun 2030? Dan apa
mungkin di tahun 2030 prediksi itu benar-benar akan tercapai? Atau itu hanyalah mimpi indah belaka
bagi rakyat Indonesia? Sampai sekarang masalah kemiskinan masih menjadi hantu yang
menakutkan bagi sebagian besar rakyat Indonesia.
Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia dan hingga kini
masih menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Selain bersifat laten dan aktual, kemiskinan
adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya dialami oleh Negara-negara berkembang melainkan
negara maju sepeti inggris dan Amerika Serikat. Negara inggris mengalami kemiskinan di penghujung
tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri di Eropa. Sedangkan Amerika Serikat bahkan
mengalami depresi dan resesi ekonomi pada tahun 1930-an dan baru setelah tiga puluh tahun
kemudian Amerika Serikat tercatat sebagai Negara Adidaya dan terkaya di dunia.
Pada kesempatan ini penyusun mencoba memaparkan secara global kemiskinan Negara-
negara di dunia ketiga, yaitu Negara-negara berkembang yang nota-benenya ada di belahan benua
Asia. Kemudian juga pemaparan secara spesifik mengenai kemiskinan di Negara Indonesia. Adapun
yang dimaksudkan Negara berkembang adalah Negara yang memiliki standar pendapatan rendah
dengan infrastruktur yang relatif terbelakang dan minimnya indeks perkembangan manusia dengan
norma secara global. Dalam hal ini kemiskinan tersebut meliputi sebagian Negara-negara Timur-
Tengah, Asia selatan, Asia tenggara dan Negara-negara pinggiran benua Asia.
Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu kemiskinan alami dan
kemiskinan buatan. kemiskinan alami terjadi akibat sumber daya alam (SDA) yang terbatas,
penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan Buatan diakibatkan oleh imbas
dari para birokrat kurang berkompeten dalam penguasaan ekonomi dan berbagai fasilitas yang
tersedia, sehingga mengakibatkan susahnya untuk keluar dari kemelut kemiskinan tersebut.
Dampaknya, para ekonom selalu gencar mengkritik kebijakan pembangunan yang mengedepankan
pertumbuhan ketimbang dari pemerataan.

ANALISIS PERMASALAHAN
A. Pembahasan
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara
yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat.
Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi
industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja
pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya
belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit
sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran. Berikut sedikit penjelasan mengenai
kemiskinan yang sudah menjadi dilema mengglobal yang sangat sulit dicari cara pemecahan
terbaiknya.

1. Definisi

Dalam kamus ilmiah populer, kata Miskin mengandung arti tidak berharta (harta yang
ada tidak mencukupi kebutuhan) atau bokek. Adapun kata fakir diartikan sebagai orang yang
sangat miskin. Secara Etimologi makna yang terkandung yaitu bahwa kemiskinan sarat dengan
masalah konsumsi. Hal ini bermula sejak masa neo-klasik di mana kemiskinan hanya dilihat dari
interaksi negatif (ketidakseimbangan) antara pekerja dan upah yang diperoleh.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perkembangan arti definitif
dari pada kemiskinan adalah sebuah keniscayaan. Berawal dari sekedar ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan hingga pengertian yang lebih
luas yang memasukkan komponen-komponen sosial dan moral. Misal, pendapat yang diutarakan
oleh Ali Khomsan bahwa kemiskinan timbul oleh karena minimnya penyediaan lapangan kerja di
berbagai sektor, baik sektor industri maupun pembangunan. Senada dengan pendapat di atas
adalah bahwasanya kemiskinan ditimbulkan oleh ketidakadilan faktor produksi, atau kemiskinan
adalah ketidakberdayaan masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh pemerintah sehingga
mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi. Arti definitif ini lebih dikenal
dengan kemiskinan struktural.
Deskripsi lain, arti definitif kemiskinan yang mulai bergeser misal pada awal tahun 1990-
an definisi kemiskinan tidak hanya berdasarkan tingkat pendapatan, tapi juga mencakup
ketidakmampuan di bidang kesehatan, pendidikan dan perumahan. Di penghujung abad 20-an
telah muncul arti definitif terbaru, yaitu bahwa kemiskinan juga mencakup kerentanan,
ketidakberdayaan dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi.
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-
negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika
Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era
kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal
dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah,
sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh
yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.
Amerika Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan, terutama pada
masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an Amerika Serikat tercatat
sebagai negara adi daya dan terkaya di dunia. Sebagian besar penduduknya hidup dalam
kecukupan. Bahkan Amerika Serikat telah banyak memberi bantuan kepada negara-negara lain.
Namun, di balik keadaan itu tercatat sebanyak 32 juta orang atau seperenam dari jumlah
penduduknya tergolong miskin.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan
relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil
pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin
relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah
kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap
seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat
kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.

1. Indikator-indikator Kemiskinan

Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri secara detail
indikator-indikator kemiskinan tersebut.
Adapun indikator-indikator kemiskinan sebagaimana di kutip dari Badan Pusat Statistika,
antara lain sebagi berikut:
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan).
2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi,
air bersih dan transportasi).
3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.
6. Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
7. Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9. Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban
kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil).

1. Penyebab Kemiskinan

Di bawah ini beberapa penyebab kemiskinan menurut pendapat Karimah Kuraiyyim. Yang
antara lain adalah:
a. Merosotnya standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global.
Yang penting digarisbawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan per-kapita bergerak
seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu sistem. Jikalau produktivitas berangsur
meningkat maka pendapatan per-kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya
produktivitas menyusut maka pendapatan per-kapita akan turun beriringan.
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan
pendapatan per-kapita:
a) Naiknya standar perkembangan suatu daerah.
b) Politik ekonomi yang tidak sehat.
c) Faktor-faktor luar negeri, diantaranya:
Rusaknya syarat-syarat perdagangan
Beban hutang
Kurangnya bantuan luar negeri, dan
Perang
b. Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat.
Terlihat jelas faktor ini sangat urgen dalam pengaruhnya terhadap kemiskinan. Oleh karena
itu, untuk menaikkan etos kerja dan produktivitas masyarakat harus didukung dengan SDA
dan SDM yang bagus, serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang bisa
dipertanggungjawabkan dengan maksimal
c. Biaya kehidupan yang tinggi.
Melonjak tingginya biaya kehidupan di suatu daerah adalah sebagai akibat dari tidak
adanya keseimbangan pendapatan atau gaji masyarakat. Tentunya kemiskinan adalah
konsekuensi logis dari realita di atas. Hal ini bisa disebabkan oleh karena kurangnya tenaga
kerja ahli, lemahnya peranan wanita di depan publik dan banyaknya pengangguran.
d. Pembagian subsidi in come pemerintah yang kurang merata.
Hal ini selain menyulitkan akan terpenuhinya kebutuhan pokok dan jaminan
keamanan untuk para warga miskin, juga secara tidak langsung mematikan sumber
pemasukan warga. Bahkan di sisi lain rakyat miskin masih terbebani oleh pajak negara.

1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia

Bagaimana perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia? Program Pembangunan


Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meluncurkan laporan tahunan Pembangunan manusia
(Human Development Report) 2006 yang bertajuk Beyord scarcity; power, poverty dan the global
water. Laporan ini menjadi rujukan perencanaan pembangunan dan menjadi salah satu Indikator
kegagalan atau keberhasilan sebuah negara menyejahterakan rakyatnya. Selama satu dekade ini
Indonesia berada pada Tier Medium Human Development peringkat ke 110, terburuk di Asia
Tenggara setelah Kamboja.
Jumlah kemiskinan dan persentase penduduk miskin selalu berfluktuasi dari tahun ke
tahun, meskipun ada kecenderungan menurun pada salah satu periode (2000-2005). Pada
periode 1996-1999 penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta, yaitu dari 34,01 juta(17,47%)
menjadi 47,97 juta (23,43%) pada tahun 1999. Kembali cerah ketika periode 1999-2002,
penduduk miskin menurun 9,57 juta yaitu dari 47,97 (23,43%) menurun menjadi 38,48 juta
(18,20%). Keadaan ini terulang ketika periode berikutnya (2002-2005) yaitu penurunan penduduk
miskin hingga 35,10 juta pada tahun 2005 dengan presentasi menurun dari 18,20% menjadi 15,97
%. Sedangkan pada tahun 2006 penduduk miskin bertambah dari 35,10 juta (15,97%) menjadi
39,05 juta (17,75%) berarti penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta (1,78%).
Adapun laporan terakhir, Badan Pusat Statistika ( BPS ) yang telah melaksanakan Survei
Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada bulan Maret 2007 angka resmi jumlah masyarakat
miskin adalah 39,1 juta orang dengan kisaran konsumsi kalori 2100 kilo kalori (kkal) atau garis
kemiskinan ketika pendapatan kurang dari Rp 152.847 per-kapita per bulan.

1. Penjelasan Teknis dan Sumber Data

Sebagai tinjauan kevalidan dan pemahaman data di atas secara lugas, dipaparkan
penjelasan data dan sumber data yang diambil dari Berita Resmi Statistika No.47/ IX/ 1
September 2006, yaitu sebagai berikut:
a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan
dasar (Basic Needs Approach). Dengan pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi. Untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan
makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini dapat dihitung Head
Count Indeks (HCI) yaitu persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
b. Metode yang digunakan menghitung Garis Kemiskinan(GK) yang terdiri dari dua komponen
yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM).
Perhitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan
pedesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pendapatan per-kapita
di bawah garis kemiskinan.
c. Sumber utama data yang dipakai untuk menghitung kemiskinan adalah data Susenas (Survei
Sosial Ekonomi Nasional) panel Februari 2005 dan Maret 2006. Sebagai informasi
tambahan,digunakan juga Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD) yang dipakai
untuk memperkirakan Proporsi dari Pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan
makanan.

1. Tantangan Kemiskinan di Indonesia

Masalah kemiskinan di Indonesia sarat sekali hubungannya dengan rendahnya tingkat


Sumber Daya Manusia (SDM). dibuktikan oleh rendahnya mutu kehidupan masyarakat Indonesia
meskipun kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Sebagaimana yang ditunjukkan oleh rendahnya
Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) Indonesia pada tahun 2002 sebesar 0,692. yang masih
menempati peringkat lebih rendah dari Malaysia dan Thailand di antara negara-negara ASEAN.
Sementara, Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) Indonesia pada tahun yang sama sebesar 0,178.
masih lebih tinggi dari Filipina dan Thailand. Selain itu, kesenjangan gender di Indonesia masih
relatif lebih besar dibanding negara ASEAN lainnya.
Tantangan lainnya adalah kesenjangan antara desa dan kota. Proporsi penduduk miskin
di pedesaan relatif lebih tinggi dibanding perkotaan. Data Susenas (National Social Ekonomi
Survey) 2004 menunjukkan bahwa sekitar 69,0 % penduduk Indonesia termasuk penduduk miskin
yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Selain itu juga tantangan yang sangat
memilukan adalah kemiskinan di alami oleh kaum perempuan yang ditunjukkan oleh rendahnya
kualitas hidup dan peranan wanita, terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak,
serta masih rendahnya angka pembangunan gender (Gender-related Development Indeks, GDI)
dan angka Indeks pemberdayaan Gender(Gender Empowerment Measurement,GEM).
Tantangan selanjutnya adalah otonomi daerah. di mana hal ini mempunyai peran yang
sangat signifikan untuk mengentaskan atau menjerumuskan masyarakat dari kemiskinan. Sebab
ketika meningkatnya peran keikutsertaan pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.
maka tidak mustahil dalam jangka waktu yang relatif singkat kita akan bisa mengentaskan
masyarakat dari kemiskinan pada skala nasional terutama dalam mendekatkan pelayanan dasar
bagi masyarakat. Akan tetapi ketika pemerintah daerah kurang peka terhadap keadaan lingkungan
sekitar, hal ini sangat berpotensi sekali untuk membawa masyarakat ke jurang kemiskinan, serta
bisa menimbulkan bahaya laten dalam skala Nasional.

1. Kebijakan dan Program Penuntasan Kemiskinan

Upaya penanggulangan kemiskinan Indonesia telah dilakukan dan menempatkan


penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama kebijakan pembangunan nasional. Kebijakan
kemiskinan merupakan prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009
dan dijabarkan lebih rinci dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun serta digunakan
sebagai acuan bagi kementrian, lembaga dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan
pembangunan tahunan.
Sebagai wujud gerakan bersama dalam mengatasi kemiskinan dan mencapai Tujuan
pembangunan Milenium, Strategi Nasional Pembangunan Kemiskinan (SPNK) telah disusun
melalui proses partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholders pembangunan di Indonesia.
Selain itu, sekitar 60 % pemerintah kabupaten/ kota telah membentuk Komite penanggulangan
Kemiskinan Daerah (KPKD) dan menyusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)
sebagai dasar arus utama penanggulangan kemiskinan di daerah dan mendorong gerakan sosial
dalam mengatasi kemiskinan.
Adapun langkah jangka pendek yang diprioritaskan antara lain sebagai berikut:
a) Mengurangi kesenjangan antar daerah dengan; (i) penyediaan sarana-sarana irigasi, air bersih
dan sanitasi dasar terutama daerah-daerah langka sumber air bersih. (ii) pembangunan jalan,
jembatan, dan dermaga daerah-daerah tertinggal. (iii) redistribusi sumber dana kepada
daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan instrumen Dana Alokasi Khusus
(DAK) .
b) Perluasan kesempatan kerja dan berusaha dilakukan melalui bantuan dana stimulan untuk
modal usaha, pelatihan keterampilan kerja dan meningkatkan investasi dan revitalisasi
industri.
c) Khusus untuk pemenuhan sarana hak dasar penduduk miskin diberikan pelayanan antara lain
(i) pendidikan gratis sebagai penuntasan program belajar 9 tahun termasuk tunjangan bagi
murid yang kurang mampu (ii) jaminan pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk miskin
di puskesmas dan rumah sakit kelas tiga.
Di bawah ini merupakan contoh dari upaya mengatasi kemiskinan di Indonesia.
Contoh dari upaya kemiskinan adalah di propinsi Jawa Barat tepatnya di Bandung dengan
diadakannya Bandung Peduli yang dibentuk pada tanggal 23 25 Februari 1998. Bandung
Peduli adalah gerakan kemanusiaan yang memfokuskan kegiatannya pada upaya menolong
orang kelaparan, dan mengentaskan orang-orang yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam
melakukan kegiatan, Bandung Peduli berpegang teguh pada wawasan kemanusiaan, tanpa
mengindahkan perbedaan suku, ras, agama, kepercayaan, ataupun haluan politik.
Oleh karena sumbangan dari para dermawan tidak terlalu besar bila dibandingkan
dengan permasalahan kelaparan dan kemiskinan yang dihadapi, maka Bandung Peduli
melakukan targetting dengan sasaran bahwa orang yang dibantu tinggal di Kabupaten/
Kotamadya Bandung, dan mereka yang tergolong fakir. Golongan fakir yang dimaksud adalah
orang yang miskin sekali dan paling miskin bila diukur dengan Ekuivalen Nilai Tukar Beras.
B. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Masalah dasar pengentasan kemiskinan bermula dari sikap pemaknaan kita terhadap
kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu hal yang alami dalam kehidupan. Dalam artian bahwa
semakin meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka kebutuhan pun akan
semakin banyak. Pengentasan masalah kemiskinan ini bukan hanya kewajiban dari pemerintah,
melainkan masyarakat pun harus menyadari bahwa penyakit sosial ini adalah tugas dan tanggung
jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Ketika terjalin kerja sama yang romantis baik dari
pemerintah, nonpemerintah dan semua lini masyarakat. Dengan digalakkannya hal ini, tidak perlu
sampai 2030 kemiskinan akan mencapai hasil yang seminimal mungkin.
2. Saran
Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang lebih
kreatif, inovatif, dan eksploratif. Selain itu, globalisasi membuka peluang untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat Indonesia yang unggul untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi
zaman globalisasi ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam
pengetahuan, wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas yang standarnya adalah standar global
Terlepas dari masalah-masalah diatas tentunya kita semua mengetahui bahwa Pendidikan
kewarganegaraan memiliki andil yang kuat dalam perubahan sikap dan prilaku bangsa ini karena
Pendidikan Kewarganegaraan adalah wahana untuk mengembangkan kemampuan, watak dan
karakter warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, sehingga dengan inilah insan-
insan berkarakter akan terlahir dengan sendirinya.
Indikator karakter yang terwujud dalam perilaku insan berkarakter adalah iman dan takwa,
pengendalian diri, sabar, disiplin, kerja keras, ulet, bertanggung jawab, jujur, membela
kebenaran, kepatutan, kesopanan, kesantunan, taat pada peraturan, loyal, demokratis, sikap
kebersamaan, musyawarah, gotong royong, toleran, tertib, damai, anti kekerasan,saling
menasihati, hemat, dan konsisten. Semua ini tentunya akan terwujud apabila nilai-nilai yang
terdapat didalam materi pendidikan kewarganegaraan dapat di terapkan di dalam kehidupan kita
sehari-hari. Dengan demikian tentunya sikap-sikap inilah yang dapat mengatasi masalah-
masalah yang menghinggapi bangsa ini.
Sehingga setelah adanya penerapan nilai-nilai kewarganegaraan, kejadian-kejadian yang
menjadi masalah kita sehari-hari dan mungkin juga sudah menjadi makanan sehari-hari bangsa
ini akan perlahan-lahan menghilang dengan sendirinya. Tentunya harus ada komitmen yang kuat
dari seluruh masyarakat indonesia dan komitmen ini haruslah kita jalankan untuk selamanya.
Dengan demikian impian untuk menjadi negara yang dipenuhi dan dihiasi oleh nilai-nilai
pancasila akan mungkin untuk terwujud sebagaimana mestinya.
Akhirnya dapat kita simpulkan bahwa pencurian, korupsi, fanatisme yang berlebihan,
premanisme, seks bebas, human trafficking, penggunaan narkoba, KDRT, dll. Adalah sebuah
kombinasi yang sempurna untuk menjelaskan keadaan bangsa Indonesia saat ini. Dan sudah
selayaknya kita sebagai manusia yang dianugerahkan kemampuan akal pikiran yang sehat
untuk bahu-membahu dalam menyelesaikan masalah-masalah ini. Tentunya dari diri kita terlebih
dahulu dengan mempraktekan semua nilai-nilai yang telah kita pelajari di dalam pendidikan
kewarganegaraan. Sehingga harapan untuk menjadi insan yang berkarakter dapat terwujud
dengan semestinya. Dan impian untuk menjadi negara yang bisa terangkat harkat dan
martabatnya bisa kita gapai dengan sendirinya.

Beberapa hari yang lalu, gak sengaja aja membaca sebuah artikel tentang 100
negara termiskin di dunia. Selidik punya selidik, niat hati ingin mengetahui sejauh
manakah miskinnya Negara ini di mata dunia, oh ternyata Eh, tetapi pas baca tuh,
terkejut pula ketika mengetahui bahwa China juga masih tergolong 100 Negara
termiskin. Nah loh padahal merupakan Negara yang menguasai pasar Asia, ternyata
masih juga miskin. Eh, tetapi penggolongan ini didasarkan pada pendapatan per kapita
loh yah. Jadi mungkin masih wajar, mengingat besarnya jumlah penduduk Negara China.
Ups, bagi yang belum tau apa itu pendapatan per kapita, akan saya beri pengertian
singkatnya deh
Pendapatan per kapita yaitu besarnya pendapatan rata-rata suatu Negara. Yang itu
artinya, hasil pembagian pendapatan Nasional (pendapatan keseluruhan) dari suatu
Negara dibagi dengan jumlah penduduk Negara tersebut. Jadi, wajarlah, bila mengingat
besarnya penduduk Negara China yang membeludak.
Dan, inilah daftar 100 Negara termiskin tersebut, silahkan cek berada di manakah
Indonesia, serta penguasa pasar Asia (China)... Indonesia berada pada urutan ke 68
setelah.

Anda mungkin juga menyukai