Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang; biasanya
disertai peningkatan tekanan intraokular. Pada sebagian besar kasus, glaukoma tidak
disertai dengan penyakit mata lainnya (Vaughan, 2008). Pada glaukoma akan terdapat
kelemahan fungsi mata dengan terjadinya cacat lapangan pandang dan kerusakan
anatomi berupa ekskavasi serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan
kebutaan. Glaukoma dapat disebabkan bertambahnya produksi cairan mata oleh badan
siliar atau karena berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau
di celah pupil (Ilyas, 2011).
Aqueous humour bersirkulasi di bagian depan mata. Sejumlah kecil cairan
dihasilkan terus-menerus dan jumlahnya sama dengan volume cairan yang dialirkan
keluar mata melewati sistem drainase untuk mengatur tekanan konstan dalam mata.
Karena mata adalah struktur yang tertutup, jadi jika ada hambatan dalam sistem drainase,
cairan yang berlebih tidak dapat mengalir keluar. Tekanan cairan dalam bola mata akan
meningkat, mendorong melawan saraf optik dan dapat meyebabkan kerusakan
(American Academy of Ophtalmology, 2002).
Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan
aliran keluar aqueous humour akibat kelainan sistem drainase sudut balik mata depan
(glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses aqueous humour ke sistem drainase
(glaukoma sudut tertutup) (Vaughan, 2008). Lebih dari 60 juta orang di dunia menderita
glaukoma. Dan yang lebih menarik lagi, setengah populasi dari penderita glaukoma tidak
menyadarinya (Weinreb, 2010). Setelah katarak, glaukoma merupakan penyebab utama
kebutaan di dunia dan juga penyebab utama dalam kasus penurunan ketajaman
penglihatan yang ireversibel, kebanyakan karena glaukoma sudut terbuka primer.
Glaukoma terhitung lebih banyak mengenai dewasa daripada anakanak dan wanita
daripada pria (Grehn, 2009). Di Indonesia, prevalensi glaukoma adalah 0,5% dan ada 9
provinsi yang memiliki prevalensi kasus glaukoma diatas prevalensi nasional (Depkes,
2008).

1
BAB II
ISI

A. Definisi Glaukoma
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaucoma (Ilyas. 2006).
Glaukoma adalah suatu keadaan tekanan intraokuler/tekanan dalam bola mata relatif
cukup besar untuk menyebabkan kerusakan papil saraf optik dan menyebabkan
kelainan lapang pandang (RS Mata YAP. 2009). Pendapat lain juga menyatakan
bahwa glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda karakteristik berupa adanya
neuropati optic glaukomatosa bersamaan dengan defek atau gangguan penyempitan
lapang pandang (visual field) yang khas, disertai dengan kenaikan tekanan bola mata
(Soeroso,A. 2007)

B. Anatomi Fisiologi Glaukoma


Glaukoma didefinisikan sebagai suatu kumpulan penyakit dengan karakteristik
neuropati optik yang berhubungan dengan penurunan lapang pandangan dan
peningkatan tekanan intraokuli sebagai satu faktor resiko utama (Kansky, 2002).

1. Anatomi Glaukoma
Aqueous humor adalah cairan jernih yang dibentuk oleh korpus siliaris dan
mengisi bilik mata anterior dan posterior. Aqueous humor mengalir dari korpus
siliaris melewati bilik mata posterior dan anterior menuju sudut kamera okuli
anterior. Aqueous humor diekskresikan oleh trabecular meshwork (Simmons et al,
2007-2008). Prosesus siliaris, terletak pada pars plicata adalah struktur utama
korpus siliaris yang membentuk aqueous humor (Solomon, 2002). Prosesus
siliaris memiliki dua lapis epitelium, yaitu lapisan berpigmen dan tidak
berpigmen. Lapisan dalam epitel yang tidak berpigmen diduga berfungsi sebagai
tempat produksi aqueous humor (Simmons et al, 2007-2008). Sudut kamera okuli
anterior, yang dibentuk oleh pertautan antara kornea perifer dan pangkal iris,
merupakan komponen penting dalam proses pengaliranaqueous humor. Struktur
ini terdiri dari Schwalbes line, trabecular meshwork dan scleral spur (Riordan-
Eva, 2009).
Trabecular meshwork merupakan jaringan anyaman yang tersusun atas
lembar-lembar berlubang jaringan kolagen dan elastik (Riordan-Eva, 2009).

2
Trabecular meshwork disusun atas tiga bagian, yaitu uvea meshwork (bagian
paling dalam), corneoscleral meshwork (lapisan terbesar) dan
juxtacanalicular/endothelial meshwork (lapisan paling atas). Juxtacanalicular
meshwork adalah struktur yang berhubungan dengan bagian dalam kanalis
Schlemm (Cibis et al, 2007-2008).

Gambar 1 Struktur trabecular meshwork.


Sumber: Shields, 2001 dalam Simmons et al, 2007-2008.
Kanalis Schlemm merupakan lapisan endotelium tidak berpori dan lapisan
tipis jaringan ikat. Pada bagian dalam dinding kanalis terdapat vakuola-vakuola
berukuran besar, yang diduga bertanggung jawab terhadap pembentukan gradient
tekanan intraokuli (Cibis et al, 2007-2008).
Aqueous humor akan dialirkan dari kanalis Schlemm ke vena episklera untuk
selanjutnya dialirkan ke vena siliaris anterior dan vena opthalmikus superior.
Selain itu, aqueous humor juga akan dialirkan ke vena konjungtival, kemudian ke
vena palpebralis dan vena angularis yang akhirnya menuju ke vena ophtalmikus

3
superior atau vena fasialis. Pada akhirnya, aqueous humor akan bermuara ke
sinus kavernosus (Solomon, 2002).

2. Fisiologi Glaukoma
Aqueous humor diproduksi dengan kecepatan 2-3 L/menit dan mengisi bilik
anterior sebanyak 250 L serta bilik posterior sebanyak 60 L (Solomon, 2002).
Aqueous humor berfungsi memberikan nutrisi (berupa glukosa dan asam amino)
kepada jaringan-jaringan mata di segmen anterior, seperti lensa, kornea dan
trabecular meshwork. Selain itu, zat sisa metabolisme (seperti asam piruvat dan
asam laktat) juga dibuang dari jaringan-jaringan tersebut. Fungsi yang tidak kalah
penting adalah menjaga kestabilan tekanan intraokuli, yang penting untuk
menjaga integritas struktur mata. Aqueous humor juga menjadi media transmisi
cahaya ke jaras penglihatan (Cibis et al, 2007-2008).
Perbandingan Komposisi Aqueous Humor, Plasma dan Vitreous Humor.
Komponen Plasma Aqueous Humor Vitreous Humor
(mmol/kg H2O)
Na 146 163 144
Cl 109 134 114
HCO3 28 20 20-30
Askorbat 0,04 1,06 2,21
Glukosa 6 3 3,4
Sumber : Cibis et al, 2007-2008

Produksi aqueous humor melibatkan beberapa proses, yaitu transport aktif,


ultrafiltrasi dan difusi sederhana. Transport aktif di sel epitel yang tidak
berpigmen memegang peranan penting dalam produksi aqueous humor dan
melibatkan Na+/K+-ATPase. Proses ultrafiltrasi adalah proses perpindahan air
dan zat larut air ke dalam membran sel akibat perbedaan tekanan osmotik. Proses
ini berkaitan dengan pembentukan gradien tekanan di prosesus siliaris.
Sedangkan proses difusi adalah proses yang menyebabkan pertukaran ion
melewati membrane melalui perbedaan gradien elektron (Simmons et al, 2007-
2008).
Sistem pengaliran aqueous humor terdiri dari dua jenis sistem pengaliran
utama, yaitu aliran konvensional/ trabecular outflow dan aliran nonkonvensional/
uveoscleral outflow. Trabecular outflow merupakan aliran utama dari aqueous

4
humor, sekitar 90% dari total. Aqueous humor mengalir dari bilik anterior ke
kanalis Schlemm di trabecular meshwork dan menuju ke vena episklera, yang
selanjutnya bermuara pada sinus kavernosus. Sistem pengaliran ini memerlukan
perbedaan tekanan, terutama di jaringan trabekular (Solomon, 2002).
Uveoscleral outflow, merupakan sistem pengaliran utama yang kedua, sekitar
5-10% dari total. Aqueous humor mengalir dari bilik anterior ke muskulus siliaris
dan rongga suprakoroidal lalu ke vena-vena di korpus siliaris, koroid dan sklera.
Sistem aliran ini relatif tidak bergantung kepada perbedaan tekanan (Solomon,
2002).

Gambar 2 Trabecular Outflow (kiri) dan Uveosceral Outflow (kanan).


Sumber : Goel et al, 2010.

C. Prevalensi
Beberapa penelitian melaporkan prevalensi kebutaan bilateral di negara
berkembang di Asia berkisar 0,3-4,4, dibandingkan degan agka kebutaan di Negara
Asia Tenggara anggka kebutaan di Indonesia adalah yang tertinggi (1,5%), dimana
Bangladesh 1%, India 0,7%, Thailand 0,3% (Khurana, 2007) dalam (Herman, 2009).
Menurut perkiraan WHO pada tahun 2002, penyebab kebutaan paling utama di
dunia adalah katarak (47,8%), galukoma (12,3%), uveitis (10,2%), age-related
macular degeneration (AMD), trachoma (3,6%), corneal opacity (5,1%), dan diabetic
retinopathy (4,8%) (Depkes RI, 2003) dalam (Herman, 2009)

5
D. Etiologi
Glaukoma terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara proses produksi
dan ekskresi/ aliran keluar aqueous humor. Beberapa faktor resiko yang dapat
memicu terjadinya glaukoma adalah tekanan darah yang tinggi, diabetes melitus,
miopia, ras kulit hitam, pertambahan usia dan pascabedah (Simmons et al, 2007-
2008).
Etiologi Berdasarkan klasifikasi glaucoma yaitu :
1. Glaucoma sudut terbuka
a. Petrabekular : terjadi obstruksi jalan menuju trabekula melalui penutupan
membrane, yang dapat berupa jaringan fibrovaskular dan poliferasi endotel
b. Trabecular : penyumbatan trabecular meshwork oleh berbagai materi yaitu
protein lensa dengan berat molekul tinggi. Sel darah merah yang mati setelah
trauma (ghost cell glaucoma)
c. Post-trabekula : peningkatan tekanan pada permukaan mata (peningkatan
tekanan vena episklera) dengan sudut yang masih terbuka, menyebabkan
aliran humor akuos terhambat.
2. Glaucoma sudut tertutup
Terjadi akibat kontraksi berbagai membrane patologis di permukaan iris, menutupi
trabecular meshwork. Selain itu dapat pula muncul akibat tumor korpus siliaris
yang mengkompresi iris sehingga menempel pada trabecular meshwork.

E. Patofisiologi
1. Glaukoma sudut terbuka
Glaukoma yang sering ditemukan adalah glaukoma sudut terbuka. Glaukoma
sudut terbuka terjadi karena pembendungan terhadap aliran keluar aqueous
humor, sehingga menyebabkan penimbunan. Hal ini dapat memicu proses
degenerasi trabecular meshwork, termasuk pengendapan materi ekstrasel di
dalam anyaman dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm (Salmon, 2009).
Mekanisme kerusakan neuron pada glaukoma sudut terbuka dan hubungannya
dengan tingginya tekanan intraokular masih belum begitu jelas. Teori utama
memperkirakan bahwa adanya perubahan-perubahan elemen penunjang
struktural akibat tingginya tekanan intraokular di saraf optikus, setinggi dengan
lamina kribrosa atau pembuluh darah di ujung saraf optikus (Friedman dan
Kaiser, 2007).
2. Glaukoma sudut tertutup
Glaukoma sudut tertutup terjadi apabila terbentuk sumbatan sudut kamera
anterior oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran aqueous humor dan tekanan
intraokular meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan

6
penglihatan yang kabur. Serangan akut sering dipresipitasi oleh dilatasi pupil,
yang terjadi spontan di malam hari, saat pencahayaan kurang (Salmon, 2009).
a. Glaukoma Sudut Tertutup Akut
Pada glaukoma sudut tertutup akut terjadi peningkatan tekanan bola mata
dengan tiba-tiba akibat penutupan pengaliran keluar aqueous humor
secara mendadak. Ini menyebabkan rasa sakit hebat, mata merah, kornea
keruh dan edematus, penglihatan kabur disertai halo (pelangi disekitar
lampu). Glaukoma sudut tertutup akut merupakan suatu keadaan darurat
(Salmon, 2009).
b. Glaukoma Sudut Tertutup Kronis.
Pada glaukoma tertutup kronis, iris berangsur-angsur menutupi jalan
keluar tanpa gejala yang nyata, akibat terbentuknya jaringan parut antara
iris dan jalur keluar aqueous humor. Glaukoma sudut tertutup biasanya
bersifat herediter dan lebih sering pada hipermetropia. Pada pemeriksaan
didapatkan bilik mata depan dangkal dan pada gonioskopi terlihat iris
menempel pada tepi kornea (Salmon, 2009).
3. Glaukoma congenital
Glaukoma kongenital adalah bentuk glaukoma yang jarang ditemukan.
Glaukoma ini disebabkan oleh kelainan perkembangan struktur anatomi mata
yang menghalangi aliran keluar aqueous humor. Kelainan tersebut antara lain
anomali perkembangan segmen anterior dan aniridia (iris yang tidak
berkembang). Anomali perkembangan segmen anterior dapat berupa sindrom
Rieger/ disgenesis iridotrabekula, anomali Peters/ trabekulodisgenesis
iridokornea, dan sindrom Axenfeld (Salmon, 2009).
4. Glaucoma sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang timbul akibat adanya penyakit
mata yang mendahuluinya. Beberapa jenis glaukoma sekunder antara lain
glaukoma pigmentasi, pseudoeksfoliasi, dislokasi lensa, intumesensi lensa,
fakolitik, uveitis, melanoma traktus uvealis, neovaskular, steroid, trauma dan
peningkatan tekanan episklera (Salmon, 2009).
5. Glaukoma tekanan normal
Beberapa pasien dapat mengalami glaukoma tanpa mengalami peningkatan
tekanan intraokuli, atau tetap dibawah 21 mmHg. Patogenesis yang mungkin
adalah kepekaan yang abnormal terhadap tekanan intraokular karena kelainan
vaskular atau mekanis di kaput nervus optikus, atau bisa juga murni karena
penyakit vaskular. Glaukoma jenis ini sering terjadi di Jepang. Secara genetik,
keluarga yang memiliki glaukoma tekanan-normal memiliki kelainan pada gen

7
optineurin kromosom 10. Sering pula dijumpai adanya perdarahan diskus, yang
menandakan progresivitas penurunan lapangan pandang (Salmon, 2009).

8
F. Pathway Glaukoma Umum

Obstruksi aliran Penurunan produksi Meningkatnya


aquaeus humor cairan mata oleh badan pengeluaran cairan
siliari mata di celah pupil
Obstruksi cairan Peningkatan tekanan
trabekuler vitreous

Hambatan pengaliran cairan Pergerakan iris ke depan


aquaeus humor

Cairan di badan siliari


bertambah

Nyeri TIO meningkat Glaukoma Pembedahan

Gangguan saraf Tanda dan gejala


Resiko Infeksi
optikus

Perubahan Kurang
Gangguan penglihatan perifer pengetahuan
persepsi Kebutaan
sensori visual
Cemas
Resiko jatuh
G. Tanda dan Gejala
Gejala yang dialami penderita glaukoma sangat beragam tergantung pada jenis
glaukoma yang diderita, apakah akut atau kronik. Gejala glaukoma akut sangat jelas,
karena penderita akan merasakan sakit kepala, mata sangat pegal, mual dan bahkan
muntah. Penglihatan akan terasa buram dan melihat pelangi disekitar lampu. Mata
penderita akan terlihat merah. Namun sayangnya, karena gejala yang dirasakan
terutama adalah sakit kepala, serta mual dan muntah, banyak penderita glaukoma akut
yang tidak menyadari bahwa sebenarnya yang menjadi penyebab adalah glaukoma
yang akut. Pada awalnya mereka akan berusaha minum obat sakit kepala selama
beberapa waktu sebelum akhirnya diketahui bahwa yang menjadi penyebab adalah
penyakit pada mata. Pada saat itu umumnya saraf mata telah terjadi karena tekanan
mata yang sangat tinggi. Glaukoma yang bersifat kronik tidak menimbulkan gejala.
Penderita tidak merasakan apapun, namun perlahan-lahan terjadi kerusakan saraf yang
berlanjut pada penurunan penglihatan. Saat penderita menyadari adanya gangguan
penglihatan, biasanya telah terjadi kerusakan berat minimal pada salah satu matanya
(Infodatin, 2015).

9
Umumnya dari riwayat keluarga ditemukan anggota keluarga dalam garis
vertical atau horizontal juga memiliki penyakit serupa, penyakit ini berkembang
secara perlahan namun pasti, penampilan bola mata seperti normal dan sebagian besar
tidak menampakan kelainan selama stadium dini. Pada stadium lanjut keluhan klien
yang mincul adalah sering menabrak akibat pandangan yang menjadi jelek atau lebih
kabur, lapangan pandang menjdi lebih sempit hingga kebutaan secara permanen.
Gejala yang lain adalah (Harnawartiaj, 2008) :
1. Mata terasa sakit tanpa kotoran.
2. Kornea suram.
3. Disertai sakit kepala hebat terkadang sampai muntah.
4. Kemunduran penglihatan yang berkurang secara cepat.
5. Nyeri di mata dan sekitarnya.
6. Udema kornea.
7. Pupil lebar dan refleks berkurang sampai hilang.
8. Lensa keruh.

Selain itu glaukoma akan memperlihatkan gejala sebagai berikut (Sidharta Ilyas,
2004) :
1. Tekanan bola mata yang tidak normal
2. Rusaknya selaput jala
3. Menciutnya lapang penglihatan akibat rusaknya selaput jala yang dapat berakhir
dengan kebutaan.

H. Jenis Glaukoma
Klasifikasi Glaukoma menurut (Blanco et al. 2002) yaitu sebagai berikut:
1. Glaukoma sudut terbuka (Open-angle glaucomas)
a. Idiopatik
1) Glaukoma kronik (primer) sudut terbuka
2) Glaukoma tekanan normal
b. Akumulasi material yang menimbulkan obstruksi jalinan trabekula
1) Pigmentary glaucoma
2) Exfoliative glaucoma
3) Steroid-induced glaucoma
4) Inflammatory glaucoma
5) Lens-induced glaucoma
a) Phacolytic
b) Lens-particle
c) Phacoanaphylactic glaucomas, dll
c. Kelainan lain dari jalinan trabekula
1) Posner-Schlossman (trabeculitis)
2) Traumatic glaukoma (angle recession)
3) Chemical burns
d. Peningkatan tekanan vena episklera
1) Sindrom SturgeWeber
2) Tiroidopati
10
3) Tumor Retrobulbar
4) Carotid-cavernous fistula
5) Thrombosis sinus cavernosus
2. Glaukoma sudut tertutup (Angle closure glaucomas)
a. Blok pupil
1) Glaukoma primer sudut tertutup (akut, subakut, kronik, mekanisme
campuran)
2) Glaukoma dicetuskan lensa
a) Fakomorfik
b) Subluksasi lensa
c) Sinekia posterior
i. Inflamasi
ii. Pseudofakia
iii. Iris-vitreous
b. Anterior displacement of the iris/lens
1) Aqueous misdirection
2) Sindrom iris plateu
3) Glaukoma dicetuskan dari kelainan lensa
4) Kista dan tumor iris dan korpus silier
5) Kelainan koroid-retina
c. Obstuksi membran dan jaringan
1) Glaukoma neovaskuler
2) Glaukoma inflamasi
3) Sindrom ICE
4) Pertumbuhan epitel dan serabut yang terganggu
3. Kelainan perkembangan bilik mata depan
a. Glaukoma primer congenital
b. Glaukoma berhubungan dengan gangguan pertumbuhan mata
1) Aniridia
2) AxenfeldRieger syndrome
3) Peters anomaly

I. Manifestasi Klinis
1. Symptoms
a. Nyeri, merupakan tanda khas pada serangan akut yang terjadi secara
mendadak dan sangat nyeri pada mata di sekitar daerah inervasi cabang nervus
kranial V
b. Mual, muntah dan lemas, hal ini sering berhubungan dengan nyeri
c. Penurunan visus secara cepat dan progresif, hiperemis, fotofobia yang terjadi
pada semua kasus
d. Riwayat penyakit dahulu, kira-kira 5% pasien menyampaikan riwayat khas
serangan intermiten dari glaukoma sudut tertutup sub-akut

2. Slit-lamp biomikroskopi
a. Hiperemis siliar karena injeksi limbal dan pembuluh darah konjungtiva.
b. Edema kornea dengan vesikel epitelial dan penebalan stroma.
c. Bilik mata depan dangkal dengan kontak iridokorneal perifer
d. Flare dan sel akuos dapat dilihat setelah edem kornea dapat dikurangi.

11
e. Pupil oval vertikal, tetap pada posisi semi-dilatasi dan tidak ada reaksi
terhadap cahaya dan akomodasi.
f. Dilatasi pembuluh darah iris.
g. Tekanan intra-okular sangat meningkat (50-100 mmHg).

J. Komplikasi
Komplikasi glaukoma menurut (Dwindra,M. 2009) yaitu:
1. Sinekia Anterior Perifer
Iris perifer melekat pada jalinan trabekel dan menghambat aliran humour akueus
2. Katarak
Lensa kadang-kadang membengkak, dan bisa terjadi katarak. Lensa yang
membengkak mendorong iris lebih jauh ke depan yang akan menambah hambatan
pupil dan pada gilirannya akan menambah derajat hambatan sudut.
3. Atrofi Retina dan Saraf Optik
Daya tahan unsur-unsur saraf mata terhadap tekanan intraokular yang tinggi
adalah buruk. Terjadi gaung glaukoma pada papil optik dan atrofi retina, terutama
pada lapisan sel-sel ganglion.
4. Glaukoma Absolut
Tahap akhir glaukoma sudut tertutup yang tidak terkendali adalah glaukoma
absolut. Mata terasa seperti batu, buta dan sering terasa sangat sakit. Keadaan
semacam ini memerlukan enukleasi atau suntikan alkohol retrobulbar.

K. Prognosis
Prognosa baik, apabila glaukoma akut cepat terdeteksi dan mendapat terapi
yang sesegera mungkin. Galukoma diperiksaan atau mendapat diagnosa ketika sudah
stadium lanjut, dimana lapang pandang telah hilang secara progresif, iris menjadi
atrofi dan midriasis pupil telah menetap. Penanganan episode akut yang terlambat
akan menyebabkan sinekia suduttertutup permanent dan bahkan menyebabkan
kebutaan permanent dalam 2-3 hari (Larasati, 2011)

L. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Visus
Pemeriksaan visus dilakukan untuk mengetahui gangguan pandangan
berupa,pandangan kabur atau penyempitan lapangan pandang.
Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan visus yang mana didapatkan visus pasien
yang perlahan lahan mulai menurun sejak pemeriksaaan pertama yaitu dari
Desember 2013.
2. Slit-lampmikroskop

12
Mikroskop slit-lamp merupakan pemeriksaan yang paling mendasar
padaglaukoma. Dengan pemeriksaan ini, akan dinilai konjuctiva, anterior
chamber, iris, lensa, dan lain-lain, namun diperlukan lensa tambahan untuk sudut
bilik mata depan dan fundus okular.
3. Tonometri
Tonometri merupakan pemeriksaan tekanan intra okular. Pemeriksaaan tekanan
intra okular umumnya dilakukan pada kasus glaukoma karena pada kasus kasus
glaukoma biasanya didapatkan peningkatan dari tekanan intra ocular.
Pada pasien ini sendiri juga rutin dilakukan pemeriksaan intra okular, dari hasil
pemeriksaan ini sendiri dipatkan tekanan intra okular dari pasien yang tinggi dan
seiring dengan pengobatan menjadi turun perlahan lahan.
4. Perimetri
Perimetri merupakan pemeriksaan untuk menilai gangguan lapangan pandang
pada glaukoma. Alat-alatyang dapat digunakan adalah automated perimeter
(misalnya Humphrey, Octopus,atau Henson), perimeter Goldmann, Friedmann
field analyzer, dan layar tangent.2
5. Oftalmoskopi
Dalam mendiagnosis glaukoma, deteksi perubahan morfologi pada optik diskatau
serat lapisan retina saraf sangat penting. Meskipun temuan patologis dari disk
optik atau saraf lapisan serat retina berhubungan dengan stadium penyakit
glaukoma, mereka sering terdeteksi sebelum terdapat kelainan bidang visual.
Padaglaukoma normal-tension khususnya,penyakit sering ditemukan dengan
pemeriksaan oftalmoskopi
6. Gonioskopi
Pada pemeriksaan ini dapat dilihat secara tepat variasi struktur sudut bilik mata
depan, seperti Schwalbesline, travecular meshwork, scleral spur, dan badan
siliaris. Pada pemeriksaan ini juga akan tampak keadaan patologi seperti, ocular
ischemic pada diabetikretinopati, oklusi vena retina dan oklusi arteri karotid
internal, danneovaskularisasi juga dapat terjadi di sudut bilik mata depan.

Pemeriksaan lain pada Glaukoma


1. Pemeriksaan tekanan bola mata
Pemeriksaan tekanan bola mata juga dapat dilakukan tanpa alat,
dasarpemeriksaannya adalah dengan merasakan lenturan bola mata (ballotement)
dilakukan penekanan bergantian dengan kedua jari tangan.

13
2. Uji minum kopi
Pasien meminum 1-2 gelas kopi pekat bila tekanan pada bola mata naik15-20
mmHg sesudah meminum selama 20-40 menit, berarti pasien
menunjukkaanadanya galukoma.
3. Uji minum air
Minum air yang banyak akan menurunkan takanan osmotik sehingga air akan
banyak masuk kedalam bola mata yang akan menaikkan tekanan. Tekanan bola
mata diukur seltiap 15 menit. Bila tekanan bola mata naik 8-15 mmHg dalam
waktu 45 menit pertama menunjukkan pasien menderita glaukoma.
4. Uji steroid
Dilakukan pada pasien yang dicurigai adanya glaukoma terutama dengan riwayat
glaukoma pada keluarga. Dengan diteteskan betametason atau dexametason0.1%
3-4 kali sehari. Dan tekanan bola mata di periksa setiap minggu. Padapasien
berbakat glaukoma maka tekanan bola mata akan naik setelah 2 minggu.
5. Uji variasi diurnal
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui apakah tekanan bola mata pada pasien
meninggi pada suatu saat dalam satu hari yang menimbulkan gejala glaukoma.
Nilai variasi normal pada mata harian adalah 2-3 mmHg, sedang padamata
glaukoma variasi dapat mencapai 15-20 mmHg.5
6. Uji kamargelap
Pada pengujian ini dilakukan pengukuran tekanan bola mata dan kemudian pasien
dimasukkan kedalam kamar gelap dan duduk dengan muka menghadap ke
mejaselama 60 90 menit. Pada akhir 90 menit tekanan bola mata diukur, 55%
pasienglaukoma akan menunjukkan hasil yang positif (tekanan bola mata naik
setelahmemasuki kamar gelap 8 mmHg).

M. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan glaukoma berujuan untuk mempertahankan
fungsi visual dengan mengendalikan tekanan intraokuler dan dengan begitu akan
mencegah atau menunda kerusakan saraf optik yang lebih lanjut. Pemberian
penatalaksanaan secara dini dapat meminimalisasi terjadinya gangguan penglihatan.
Penurunan tekanan intraokular dapat mencegah terjadinya kerusakan pada nervus
optikus.
1. Penatalaksanaan medikamentosa

14
Penatalaksanaan medikamentosa dibagi berdasarkan cara kerjanya dalam
menghambat produksi aqueus humor, fasilitasi aliran aqueus, reduksi volume
vitreus serta miotik, midriatik dan siklopegik. Obat-obatan yang digunakan antara
lain:
a. Beta-blockers: bekerja dengan menurunkan produksi aqueous humor,
contohnya Timolol, Betaxolol, dan Carteolol.
b. Agonis alpha: bekerja dengan menurunkan produksi cairan sekaligus
meningkatkan aliran keluar aqueous humor contohnya Brimonidine dan
Apraclonidine.
c. Analog prostaglandin/prostamide: contohnya Latanaprost 0,005% bekerja
dengan meningkatkan aliran keluar aqueous humor melalui non-conventional
(uveo-scleral) outflow pathway.
d. Ihibitor karbonik anhidrase: contohnya Acetazolamide, Dorzolamide dan
Brinzolamide. Bekerja dengan menurunkan produksi aqueous humor
e. Agonis kolinergik : contohnya pilokarpin. Bekerja dengan meningkatkan
aliran keluar aqueous humor melalui conventional outflow pathway
f. Obat-obatan lain seperti epinefrin (meningkatkan outflow dan menurunkan
produksi aqueus humor)
g. Agen hiperosmotik untuk menurunkan volume badan vitreus seperti gliserol,
isosorbid, urea, dan manitol.
Pada pasien ini awalnya pasien mendapat terapi kombinasi dua macam obat untuk
membantu penurunan tekanan bola mata yang optimal pada pasien, lalu saat bola
mata pasien sudah mulai menurun, dokter mengurangi satu obat pasien sehingga
pasien hanya menggunakan satu jenis obat saja.

2. Penatalaksanaan bedah
Pada umumnya operasi ditangguhkan selama mungkin dan baru dilakukan bila
terjadi beberapa keadaan antara lain:
a. TIO tak dapat dipertahankan di bawah 22 mmHg
b. Lapang pandangan yang terus mengecil
c. Pada pasien yang tidak dapat dipercaya pengobatannya
d. Tidak mampu membeli obat untuk seumur hidup
e. Tak tersedia obat-obatan yang diperlukan
Teknik bedah yang dilakukan adalah dengan iridotomi perifer, trabekuloplasti
serta bedah untuk drainase (prosedur trabekulektomi). Jika semua usaha bedah
tersebut gagal dilakukan prosedur siklodestruktif untuk menghancurkan badan
silier. Prosedur siklodestruktif antara lain dengan krioterapi, diatermi, ultrasonik
frekuensi tinggi dan dengan termal neodynium.

15
N. Asuhan Keperawatan pada Klien Glaukoma
1. Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat :
Perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan
penglihatan.
b. Makanan / Cairan :
Mual, muntah (glaukoma akut)
c. Neurosensori :
- Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau
dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan
kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak).
- Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar,
kehilangan penglihatan perifer, fotofobia (glaukoma akut).
- Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
- Tanda : Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan
dan peningkatan air mata.
d. Nyeri / Kenyamanan : Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma
kronis). Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata,
sakit kepala (glaukoma akut).
e. Penyuluhan / Pembelajaran:
- Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler.
- Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan
vena), ketidakseimbangan endokrin.
- Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.

2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan
sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa,
aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau
penglihatan ke retina atau jalan optik.
b. Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor
pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
c. Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)

16
d. Pengukuran gonioskopi : Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut
tertutup glaukoma.
e. Tes Provokatif : Digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO
normal atau hanya meningkat ringan.
f. Pemeriksaan oftalmoskopi: Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi
lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.
g. Darah lengkap, LED : Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
h. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosis,
PAK.
i. Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.

3. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b.d peningkatan tekanan intraokuler
b. Nyeri b/d peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai dengan mual
dan muntah
c. Ansietas b. d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri,
kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan,
ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup.
d. Resiko cedera yang berhubungan dengan penurunan sensori penglihatan

17
4. Rencana Asuhan Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA


NO INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN HASIL (NOC)
1. Nyeri b/d peningkatan Setelah diberikan asuhan NIC Label : Pain Management
tekanan intra okuler keperawatan, nyeri yang (1400)
(TIO) yang ditandai dirasakan klien berkurang 1. Kaji secara komprehensip
dengan mual dan muntah dengan kriteria hasil : terhadap nyeri termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
NOC label : Pain Level (2102)
kualitas, intensitas nyeri dan
1. Klien melaporkan nyeri
faktor presipitasi
berkurang 2. Observasi reaksi

2. Ekspresi wajah klien ketidaknyaman secara

tidak menunjukkan nonverbal


3. Gunakan strategi komunikasi
kesakitan/ nyeri
terapeutik untuk
3. Klien tidak mengerang mengungkapkan pengalaman
atau menangis nyeri dan penerimaan klien
4. Klien tidak merasa terhadap respon nyeri
4. Tentukan pengaruh
gelisah
pengalaman nyeri terhadap
5. Klien tidak mondar- kualitas hidup( napsu makan,
mandir tidur, aktivitas,mood,
6. Klien tidak merasa mual hubungan sosial)
5. Tentukan faktor yang dapat
7. Klien tidak mengalami
memperburuk nyeri. Lakukan
ketegangan otot
evaluasi dengan klien dan tim
8. Nafsu makan mningkat kesehatan lain tentang ukuran
pengontrolan nyeri yang telah
dilakukan
Pain Control (1605) 6. Berikan informasi tentang
nyeri termasuk penyebab
1. Klien mengetahui onset
nyeri, berapa lama nyeri akan
nyeri
hilang, antisipasi terhadap
2. Klien dapat ketidaknyamanan dari
menggambarkan faktor prosedur

18
penyebab nyeri 7. Control lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
3. Menggunakan buku
ketidaknyamanan klien( suhu
harian untuk mencatat
ruangan, cahaya dan suara)
dan memantau gejala 8. Hilangkan faktor presipitasi
setiap saat yang dapat meningkatkan
pengalaman nyeri klien
4. Melaporkan gejala nyeri
(ketakutan, kurang
pada tenaga kesehatan
pengetahuan)
profesional 9. Ajarkan cara penggunaan
5. Klien dapat
terapi non farmakologi
menggunakan teknik
(distraksi, guide
non farmakologi
6. Klien menggunakan imagery,relaksasi)
10. Kolaborasi pemberian
analgesic sesuai
analgesik
instruksi

2. Gangguan persepsi Setelah diberikan asuhan Manajemen Lingkungan (6489)


sensori : penglihatan b.d keperawatan, Kompensasi 1. Ciptakan lingkungan yang man
peningkatan tekanan tingkah laku penglihatan bagi pasien
intraokuler (1611) klien baik, dengan 2. Pindahkan benda-benda yang
kriteria hasil : berbahaya dari lingkungan
pasien
1. Klien dapat memantau
3. Pasang side rail
gejala dari semakin
4. Sediakan tempat tidur yang
buruknya penglihatan
2. Klien dapat memposisikan rendah
diri untuk menguntungkan 5. Tempatkan benda-benda pada
penglihatan tempat yang dapat dijangkau
3. Ingatkan yang lain untuk
pasien
menggunakan teknik yang
Terapi kegiatan (4310)
menguntungkan
1. Bekerjasama dengan tenaga
penglihatan
kesehatan, dokter, dan/atau ahli
4. Klien dapat menggunakan
terapis dalam merencanakan
pencahayaan yang cukup
dan memantau kegiatan
untuk aktivitas yang
program sebaimana mestinya
sedang dilakukan
2. Bantu untuk menemukan
5. Menggunakan alat bantu

19
penglihatan yang lemah makna diri melalui aktivitas
6. Menggunakan layanan
yang biasa (misalnya bekerja)
pendukung untuk
dan/atau aktivitas liburan yang
penglihatan yang lemah
disukai
7. Menggunakan Braille
3. Bantu memilih kegiatan yang
Gambaran Tubuh (1200) sesuai dengan kemampuan
1. Deskripsi pada bagian fisik, psikologi, dan sosial
tubuh yang terkena dampak 4. Bantu mengidentifikasi dan
2. Menyesuaikan diri dengan
memperoleh sumber daya yang
berubahnnya status
diperlukan untuk kegiatan yang
kesehatan
dikehendaki
5. Instruksikan pasien/keluarga
untuk menghormati aturan
dalam aktivitas fisik, sosial,
spiritual, dan kognitif demi
menjaga keberfungsian dan
kesehatan
6. Bantu dengan kegiatan fisik
yang biasa (misalnya, berjalan,
berpindah, berbalik, dan
perawatan pribadi), sesuai
kebutuhan
7. Bantu pasien/keluarga untuk
memantau kemajuan dalam
pencapaian tujuan.

Peningkatan komunikasi: deficit


penglihatan (4976)
1. Catat reaksi pasien terhadap
rusaknya penglihatan (misal,
depresi, menarik diri, dan
menolak kenyataan)
2. Menerima reaksi pasien
terhadap rusaknya penglihatan
20
3. Bantu pasien dalam
menetapkan tujuan yang baru
untuk belajar bagaimana
melihat dengan indera yang
lain
4. Andalkan penglihatan pasien
yang tersisa sebagaimana
mestinya
5. Gambarkan lingkungan kepada
pasien
6. Jangan memindahkan benda-
benda di kamar pasien tanpa
memberitahu pasien
7. Sediakan bahan bacaan Braille,
sebagaimana perlunya

3. Ansietas b. d faktor Setelah diberikan asuhan Anxiety Reduction (5820)


fisilogis, perubahan keperawatan selama 2 x 24 jam 1. Mendengarkan penyebab
status kesehatan, adanya diharapkan klien tidak kecemasan klien dengan penuh
nyeri, mengalami kecemasan, dengan perhatian
2. Observasi tanda verbal dan non
kemungkinan/kenyataan kriteria hasil :
verbal dari kecemasan klien
kehilangan penglihatan NOC: anxiety control (1402)
3. Ajarkan pasien teknik relaksasi
ditandai dengan 1. Klien mampu 4. Ciptakan hubungan saling
ketakutan, ragu-ragu, mengidentifikasi dan percaya
5. Berusaha memahami keadaan
menyatakan masalah mengungkapkan gejala
pasien
tentang perubahan cemas
6. Bantu pasien untuk
kejadian hidup. 2. Vital sign dalam batas
mengungkapkan hal-hal/
normal
keadaan yang membuat cemas
3. Mengidentifikasi,
Calming Technique (5880)
mengungkapkan dan
1. Menganjurkan keluarga untuk
menunjukkan teknik
tetap mendampingi klien
untuk mengontrol cemas 2. Mengurangi atau
4. Menunjukkan menghilangkan rangsangan
konsentrasi dan akurasi yang menyebabkan kecemasan

21
dalam berpikir pada klien
5. Ekspresi wajah, bahasa Coping enhancement (5230)
tubuh dan tingkat 1. Meningkatkan pengetahuan
aktivitas menunjukkan klien mengenai glaucoma.
2. Menginstruksikan klien untuk
berkurangnya
menggunakan tekhnik
kecemasan
relaksasi
6. Kecemasan pada klien
berkurang dari skala 3
menjadi skala 4

4. Resiko cedera yang Setelah dilakukan asuhan Mencegah Jatuh (6490)


berhubungan dengan keperawatan selama 2 x 24 jam, Pencegahan jatuh :
penurunan sensori didapatkan hasil: 1. Identifikasi defisit fisik yang
penglihatan Perilaku keamanan: berpotensi untuk jatuh
lingkungan fisik rumah 2. Identifikasi karakteristik
(1910) lingkungan yang meningkatkan
1. Perlengkapan pencahayaan potensi jatuh (seperti lantai
2. Penggunaan system alarm yang licin)
pribadi 3. Berikan peralatan yang
3. Kelengkapan alat bantuan menunjang untuk
pada lokasi yang mudah mengokohkan jalan
dicapai 4. Ajarkan klien bagaimana
4. Penyusunan perabotan berpindah untuk meminimalisir
untuk mengurangi resiko trauma
5. Ajarkan keluarga tentang
Pengetahuan: keamanan faktor resiko yang
pribadi (1809) berkontribusi pada jatuh dan
Indikator : bagaimana mengurangi resiko
1. Gambaran untuk jatuh
mencegah jatuh 6. Kaji keluarga dalam
2. Gambaran perilaku mengidentifikasi bahaya di
individu yang berisiko rumah dan bagaimana
tinggi memodifikasikannya

22
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai oleh pencekungan (cupping) diskus
optikus dan pengecilan lapangan pandang; biasanya disertai peningkatan tekanan
intraokular. Dengan menggunakan pendekatan dalam proses keperawatan dapat
membantu dalam penanganan masalah pasien atau mempercepat proses
penyembuhan.
B. Saran
Selayaknya seorang mahasiswa keperawatan dan seorang perawat dalam setiap
pemberian asuhan keperawatan termasuk dalam asuhan keperawatan Glaukoma
menggunakan konsep yang sesuai dengan kebutuhan dasar manusia yang bersifat
holistic yang meliputi aspek biopsikospiritual dan semoga makalah ini dapat
digunakan sebagai titik acuan khalayak umum.

24
DAFTAR PUSTAKA

Amra, Aryani Atiyatul. (2007). Penatalaksanaan Glaukoma Akut. Diakses pada


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/3506/09E01372.pdf?
sequence=1 tanggal 16 Mei 2017 pukul 20.15

Blanco AA, Costa VP, Wilson RP. (2002). Handbook of Glaucoma. London: Martin Dunitz.
Halaman 17-20

Cibis, G.H., Beaver, H.A., Jhons, K., Kaushal, S., Tsai,J.C., and Berestska, J.S., (2007).
Trabecular Meshwork. In: Tanaka, S., ed. Fundamental and principles of
Ophthalmology. Singapore: American Academy of Ophthalmology, 54-59.

Dwindra,M. (2009). Glaukoma. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Pekan Baru, Riau.

Faradillah, N. (2009). Glaukoma dan katarak senilis. Fakultas Kedokteran Universitas Riau.
Pekan Baru, Riau.

Folberg R. The Eye. In: Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC, editors. (2010). Robbins
and cotran Pathologic basis of Disease, Eighth Edition. Philadelphia: Saunders

Friedman, N.J., Kaiser, P.K., (2007). Glaucoma: Primary Open-Angle Glaucoma. In:Merritt,
J., ed. Essentials of Ophthalmology. Philadelphia: Saunders, 201-204.

H, ect. Guidelines for Glaucoma. 2nd Edition. Tokyo: Japan Glaucoma Society. (2010). Hal.
10,16, 19-23, 37-41.

Herman. (2009). Prevalensi Kebutuhan Akibat Glaukoma di Kabupaten Tapanuli Selatan.


Diakses pada 16 Mei 2017, dari:
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6399/1/10E00177.pdf

Ilyas S. (2006). Ilmu Penyakit Mata. Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Halaman 205-216.

Ilyas, Sidharta. Ilmu penyakit mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2010. Hal.167-72,
212-3.Hirano

Ilyas, Sidharta. (2004). Ilmu Perawatan Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Infodatin. (2015). Pusat data dan informasi kementerian kesehatan RI: Situasi dan analisa
glaukoma. Diakses pada tanggal 16 Mei 2017, dari :
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
glaukoma.pdf

Kanski JJ, Bowlling B. Clinical Ophthalmology:A Systematic Approach, Seventh Edition.


Philadelphia:Elsevier;2011

Larasati, K. (2011). Glaukoma Akut. Diakses pada 16 Mei 2017, dari:


https://www.scribd.com/doc/49319164/Glaukoma

25
Riordan-Eva, Paul & Withcher, John P, (2009). Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum, edisi
17. Jakarta: EGC

RS Mata YAP. Diagnosis dan Penanganan Glaukoma. Diakses pada http://www.rsmyap.com


[diakses 15 Mei 2017].

Rusmayani, Emma. (2016). GLAUKOMA: DETEKSI, PENGOBATAN, DAN TERAPI.


Diakses pada tanggal 16 Mei 2017 dari http://jec.co.id/id/blog/138/glaukoma-
deteksi-pengobatan-dan-terapi

Salmon, J.R, (2009). Glaukoma. In: Paul R, Whitcher, J.P, ed. Oftalmologi Umum Vaughan
& Asbury. Ed. 17. Jakarta: EGC, 212-224.

Simmons, S.T., et al, (2007). Introduction to Glaucoma: Terminology, Epidemiolpgy, and


Heredity. In:Tanaka, S., ed. Glaucoma. Singapore: American Academy of
Ophthalmology, 3-15.

Soeroso, A. (2007). The role of il-10 cytokine in increased intraocular pressure on primary
open angle glaucoma. Jurnal Oftalmologi Indonesia. Vol. 5, No. 2: Halaman. 125

Solomon, I.S., (2002). Aqueos Humor Dynamics. Diakses pada tanggal 16 Mei 2017 dari :
http://www.nyee.edu/pdf/solomonaaqhumor.pdf

26

Anda mungkin juga menyukai