Anda di halaman 1dari 5

Sawi Asin

Sawi Asin: Produk Sawi Fermentasi Indonesia


Mafrikhul Muttaqin

Sawi (Brassicaceae) adalah salah satu komoditas pangan hortikultura Indonesia yang mudah
rusak. Salah satu alternatif dalam mengatasi resiko kerusakan sawi adalah dengan
menggunakan fermentasi. Dalam hal ini, jenis sawi yang digunakan adalah sawi pahit (sawi
jabung, sawi daging, Brassica juncea, Chinese mustard). Sawi pahit biasa digunakan dalam
bentuk terfermentasi di Indonesia, tidak dimanfaatkan dalam bentuk lain. Di Cina, sawi pahit
merupakan komoditas sayur yang berharga dan digunakan hampir di seluruh daerahnya (Ren
et al. 1995). Sawi pahit memiliki kandungan yang tinggi pada serat, vitamin (B1, B2, B6, C,
dan E), karoten, klorofil, dan mangan. Secara umum, komposisi kimia sawi dapat dilihat pada
Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia sawi untuk setiap 100 gr bahan


Kandungan Jumlah
Air (g) 92.2
Protein (g) 2.3
Lemak (g) 0.3
Karbohidrat (g) 4.0
Kalsium (mg) 220.0
Fosfor (mg) 38.0
Besi (mg) 2.9
Vitamin A (SI) 6460.0
Vitamin B1 (mg) 0.09
Vitamin C (mg) 102.0
Kalori (kal) 22.0
Bagian yang dapat dimakan (%) 87.0
Sumber: Direktorat Gizi Kementrian Kesehatan RI

Fermentasi sawi pahit bertujuan untuk mengawetkan sawi pahit sekaligus memberikan
perubahan rasa, warna, bentuk yang menarik. Hasil dari fermentasi sawi pahit berupa sawi
asin (Gambar 1). Sawi asin dikenal juga sebagai sayur asin. Beberapa jenis sawi asin lainnya
disebut suan-tsai atau fu-tsai (Taiwan), kiam chai (Thailand), kiam chaye (Malaysia), dan
Pak-Gard-Dong (Thailand). Setiap negara memiliki perbedaan dalam pembuatan sayur asin
meliputi bahan yang digunakan, cara pembuatan, atau waktu fermentasi.

Gambar 1 Sawi asin

Dalam pembuatan sawi asin, bahan-bahan yang digunakan adalah sawi pahit, air, tepung
beras, garam, dan gula. Untuk 1 kg sawi pahit, dibutuhkan bahan perendam berupa 500 cc air
yang telah ditambahkan 1 sendok teh (sdt) tepung beras, 2 sendok makan (sdm) garam, dan 1
sdm gula pasir. Berikut adalah tahapan pembuatan sawi asin yang umum di Indonesia.
1. Sawi pahit dijemur hingga layu
2. Garam ditaburkan dan dilakukan peremasan sawi pahit yang telah layu secara perlahan-
lahan sampai keluar air
3. Sawi pahit kemudian didiamkan selama kurang lebih 1 jam
4. Air perendam disiapkan dengan cara mencampur semua bahan perendam, dididihkan, dan
didinginkan
5. Setelah 1 jam, sawi pahit yang telah digarami dibilas dengan air hingga bersih dan
ditiriskan
6. Setiap 3-4 lembar daun sawi pahit diikat menjadi satu dan diletakkan pada wadah non
reaktif
7. Air perendam kemudian dituangkan dan dibiarkan sampai 3-4 hari (sesuai keasaman yang
diinginkan)
8. Sawi asin yang telah jadi dapat disimpan di dalam kulkas
Bahan perendam yang digunakan dapat pula berupa air pekat yang diambil dari air untuk
menanak nasi (air tajin). Menurut Sadek et al. (2009), penambahan air tajin yang
dikombinasikan dengan 3% garam akan menghasilkan sawi asin dengan mutu organoleptik
lebih baik dibanding tanpa penambahan air tajin. Selain itu, sawi asin akan memiliki
penampakan warna hijau muda, berasa asin, beraroma khas sawi asin, dan bertekstur renyah.
Fermentasi pada pembuatan sawi asin merupakan fermentasi spontan. Disebut fermentasi
spontan karena tidak dilakukan penambahan mikroorganisme tertentu secara sengaja.
Mikroorganisme yang muncul dapat berasal dari permukaan sawi pahit, udara, bahan
perendam, peralatan, atau bahan-bahan lain yang digunakan. Mikroorganisme yang terlibat
dalam fermentasi sawi asin biasanya didominasi oleh bakteri asam laktat (BAL). Pada
berbagai produk pangan fermentasi, BAL umum dijumpai terkait kemampuan BAL dalam
menggunakan berbagai macam gula, menghasilkan laktat dan berbagai jenis asam lainnya
(Hutkins 2006).
BAL merupakan istilah bakteri yang tidak resmi dan tidak terdapat dalam taksonomi
prokariot. BAL didefinisikan sebagai segala jenis bakteri yang dapat memproduksi asam
laktat, memiliki kandungan GC rendah, tidak membentuk spora, Gram positif batang atau
kokus, toleran asam dan garam, non motil, anaerob fakultatif, dengan berbagai perbedaan
pada biokimia, fisiologi, dan genetiknya (Kapoor 2010, Hutkins 2006). Dalam fermentasi
sawi asin, komunitas BAL tergantung pada kemampuan BAL beradaptasi pada bahan
perendam dan melakukan metabolisme. Hasil metabolisme BAL akan memberikan
perubahan rasa, bentuk, maupun warna pada selama fermentasi sawi asin.
Bahan perendam dalam fermentasi sawi asin mengandung garam, tepung beras (atau air
tajin), dan gula pasir. Penambahan garam pada bahan perendam diduga sebagai penyeleksi
mikroorganisme halotoleran. BAL yang bersifat halotoleran mampu hidup dan mendominasi
populasi pada fermentasi sawi asin. Berdasarkan sistem osmosis, kandungan garam
lingkungan (bahan perendam) yang lebih tinggi akan mengakibatkan air dari dalam sel-sel
sawi asin keluar. Hal ini dilanjutkan dengan penurunan aktivitas air (Aw), sehingga bakteri
pembusuk tidak dapat hidup di dalam jaringan sawi asin. Zat dalam bahan perendam lain
adalah tepung beras atau gula pasir berfungsi substrat awal bagi pertumbuhan BAL dalam
fermentasi. Kedua zat ini digunakan BAL sebagai substrat yang mudah dimetabolisme untuk
pertumbuhan awal sebelum mendegradasi struktur yang lebih kompleks seperti selulosa sawi
pahit.
Jumlah dan jenis BAL berfluktuasi bergantung pada waktu fermentasi, bahan perendam, dan
struktur sawi pahit sebagai bahan fermentasi sawi asin. Chao et al. (2009) melakukan
inventarisasi BAL pada suan-tsai dan fu-tsai dengan menggunakan analisis komunitas
mikroba berdasarkan sekuen gen penyandi 16S rRNA. Hasil analisa tersebut dapat dilihat
pada Tabel 2.

Tabel 2 Komunitas total BAL pada suan-tsai dan fu-tsai


Genus Jumlah spesies Keterangan
Enterococcus 1
Lactobacillus 11 Diduga terdapat 5 spesies Lactobacillus baru
Leuconostoc 3
Pediococcus 1
Weissella 2 Weissella cibaria dan Weissella paramesenteroides

Dalam fermentasi, terjadi perubahan populasi mikroorganisme sepanjang waktu perendaman.


Menurut Chen et al. (2006), pada suan-tsai, Pediococcus pentosaceus merupakan jenis BAL
dengan jumlah melimpah pada tahap awal waktu fermentasi. Seiring lamanya waktu
fermentasi (setelah 40 hari fermentasi), jenis Tetragenococcus halophilus mendominasi
populasi karena kemampuan T. halophilus yang mampu hidup dalam kadar garam tinggi.
Dilihat dari jumlah BAL dalam suatu kurun waktu fermentasi, pada hari ke tiga fermentasi
ditemukan BAL dalam jumlah paling banyak (Chao et al. 2009).
Perubahan stuktur, rasa, dan warna pada sawi asin terjadi sepanjang waktu fermentasi.
Peningkatan jumlah asam laktat dan turunnya pH selama fermentasi diduga memiliki
hubungan dengan rasa asin dan jumlah atau komposisi BAL (Chao et al. 2009). Pertumbuhan
BAL dapat pula membatasi pertumbuhan mikroorganisme yang tidak dikehendaki seperti
mikroorganisme pembusuk atau patogen dengan cara memproduksi peptida dan bakteriosin
(Glazer & Nikaido 2007).
Produk fermentasi seperti sawi asin secara umum dapat meningkatkan daya cerna selulosa
oleh tubuh manusia. Selain itu, terjadinya degradasi molekul komplek pada bahan pangan
dapat memudahkan tubuh menyerap zat gizi pada bahan pangan.
Penelitian mengenai komunitas mikroorganisme pada fermentasi sawi asin masih jarang
dilakukan di Indonesia. Mikroorganisme yang berperan, selain BAL, diduga terdapat jenis
cendawan toleran garam dalam jumlah yang lebih sedikit. Pengetahuan mengenai
mikroorganisme yang terlibat dalam fermentasi sawi asin diperlukan sebagai landasan
preparasi fermentasi untuk memperoleh produk yang lebih baik.

Daftar Pustaka

Chao SH, Wu RJ, Watanabe K, Tsai YC. 2009. Diversity of lactic acid bacteria in suan-tsai
and fu-tsai, traditional fermented mustard products of Taiwan. Int J Food Microbiol.
135(3):203-210.
Chen YS, Yanagida F, Hsu JS. 2006. Isolation and characterization of lactic acid bacteria
from suan-tsai (fermented mustard), a traditional fermented food in Taiwan. J of Appl
Microbiol. 101: 125130.
Kapoor K. 2010. Illustrated Dictionary of Microbiology. Delhi: Oxford Book Company.
Glazer AN, Nikaido H. 2007. MICROBIAL BIOTECHNOLOGY Fundamentals of Applied
Microbiology. Edisi ke-2. Cambridge: Cambridge University Pr.
Sadek NF, Wibowo M, Kusumaningtyas E. 2009. Pengaruh Konsentrasi Garam dan
Penambahan Sumber Karbohidrat terhadap Mutu Organoleptik Produk Sawi Asin [PKM-AI]
Bogor: IPB.
Hutkins RW. 2006. Microbiology and Technology of Fermented Foods. Iowa: Blackwell.
Ren J, McFerson JR, Li R, Kresovich S, Lamboy WF. 1995. Identities and Relationships
among Chinese Vegetable Brassicas as Determined by Random Amplified Polymorphic
DNA Markers. J. AMER. SOC. HORT. SCI. 120(3):548555. 1995.
About these ads

http://biofin.wordpress.com/2011/03/17/sawi-asin/

PENDAHULUAN
Sayuran, terutama yang berdaun hijau, merupakan salah satu bahan pangan yang baik karena
mengandung vitamin dan mineral, antara lain vitamin C, provitamin A, zat besi, dan kalsium.
Sayuran yang paling banyak di Indonesia adalah kangkung, bayam, katuk, daun mlinjo, dan
petsai (Oomen, dkk, 1984). Sayuran dapat tumbuh pada berbagai kondisi lingkungan dan
suhu yang berbeda, sehingga beragam jenisnya.

Berbagai sayuran dapat ditanam di sekitar pekarangan dalam upaya untuk menggalakkan
usaha penganekaragaman pangan yang disebut lumbung hidup. Dengan adanya program
pemerintah tersebut diharapkan hasil panen sayuran akan berlimpah.

Ada beberapa jenis sayuran yang dapat dimanfaatkan misalnya yang berbentuk buah seperti
tomat, terung, dan labu; biji seperti kecipir, kelapa, dan kentang; umbi seperti wortel,
bawang, dan bit; tunas (asparagus), bunga (kubis), dan daun seperti petsai, kangkung, bayam,
dan lain-lain.

Salah satu sifat sayuran adalah cepat layu dan busuk akibat kurang cermatnya penanganan
lepas panen. Untuk memperpanjang masa simpannya dapat dilakukan dengan berbagai
pengolahan, misalnya acar, sauerkraut, sayuran asin, kerupuk, dan lain-lain.

Sayur asin merupakan produk olahan sayuran yang mempunyai rasa khas. Sayur asin
dihasilkan dari proses peragian dengan menggunakan air tajin sebagai bahan untuk
pertumbuhan bakteri.

Tujuan pembuatan sayur asin ini untuk memperpanjang daya simpan sayuran yang mudah
busuk dan rusak.

Sayur asin ini selain dibuat dari sawi, juga dari bahan-bahan lain, seperti : genjer, kubis, dan
lain-lain.

BAHAN

1. Daun sawi hijau 10 kg


2. Garam 100 gram (1 bata)
3. Beras kg
4. Air secukupnya

ALAT

1. Pisau
2. Tikar
3. Stoples
4. Tungku
5. Panci

CARA PEMBUATAN

1. Pisahkan daun sawi helai demi helai. Cuci, lalu diamkan di atas tikar bersih selama 1
malam;
2. Remas-remas daun sawi dengan garam kemudian masukkan ke dalam stoples beserta
cairannya;
3. Masak beras (seperti menanak nasi) sampai mendidih, lalu ambil airnya (air tajin);
4. Campurkan air tajin tersebut pada sawi hingga rata dalam stoples;
5. Tutup rapat dan simpan di tempat yang gelap selama 3 hari.

DIAGRAM ALIR PEMBUATAN SAYUR ASIN

KEUNTUNGAN

Dengan pengolahan yang baik, sayur asin ini dapat awet sampai 1 bulan

Catatan :

1. Sayur asin ini tidak hanya daunnya saja yang diolah tetapi termasuk juga tangkai
daunnya.
2. Sayur asin harus diletakkan pada tempat gelap agar proses peragiannya benar-benar
sempurna sehingga tidak busuk.
3. Penutup stoples harus benar-benar rapat agar udara tidak ada yang masuk sehingga
sayur asin benar-benar masak dan tidak terjadi proses pembusukan.
4. Setiap habis mengambil sayur asin, stoples harus ditutup rapat kembali.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mengawetkan sayuran. Jakarta : Bhratara Karya Aksara, 1986. Hal. 55


2. Pembuatan sayur asin dari genjer. Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI-TVRI, 1985. 11
hal.
3. Pengolahan sayur. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan
Litbang Pertanian, 1989.
4. Sayur Asin. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan, Institut
Pertanian Bogor, 1981. Hal. 27-32.

KONTAK HUBUNGAN

Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot Subroto 10 Jakarta
12910.

Anda mungkin juga menyukai