Anda di halaman 1dari 40

STATUS PASIEN

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL

Nama Mahasiswa : Maryam Dokter Pembimbing : dr. Hery Susanto, Sp.A

NIM : 030.08.158 Tanda tangan :

I. Identitas Pasien
Nama : Bayi Ny. A
Umur : 0 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Jatibogor, Suradadi

Nama Ayah : Tn. Y


Umur : 27 tahun
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan : SMA

Nama Ibu : Ny. A


Umur : 23 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
Ruang : Dahlia
Masuk RS : 19 November 2013
DATA DASAR
II. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada nenek dan kakek pasien, serta
perawat ruang Dahlia pada tanggal 21 November 2013 pukul 09.00 WIB di dalam ruang
Dahlia RSU Kardinah Tegal.

Keluhan utama : sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang

Ibu G1P0A0 23 tahun, hamil 36 minggu. Kulit ketuban pecah sekitar 12 jam sebelum
ke rumah bersalin, warna jernih dan bau khas. Kemudian ibu dibawa ke rumah bersalin, 4
jam sebelum masuk ke RB Ibu merasa mulas yang mulai teratur, dan perut terasa kencang. 5
jam kemudian lahir bayi perempuan secara spontan dengan presentasi kepala, ditolong oleh
bidan dan dokter, bayi menangis lemah, merintih, nafas cepat, tidak sianosis, Apgar Score
menit pertama didapatkan nilai 5, BBL 2300 gram, PB 47 cm. Air ketuban jernih. Plasenta
lahir spontan, kotiledon lengkap, tidak terdapat infark dan hematom. Apgar Score menit ke-5
didapatkan 6 dan menit ke-10 tidak diketahui.

Pasien kemudian langsung dikirim ke IGD RSU Kardinah. Sesampainya di UGD


pukul 19.30 bayi terlihat sesak, gerak kurang aktif, tangis kurang kuat, warna kulit
kemerahan, retraksi dinding dada Setelah diberikan penatalaksanaan, hari kedua masih
tampak sesak nafas dan merintih. Hari ketiga sesak tampak berkurang. Setelah perawatan
hari ke-4, os sudah tidak tampak sesak tetapi terlihat ikterik kramer I-II, gerak tampak cukup
aktif dan menangis cukup kuat. Perawatan hari ke-5 ikterik kramer I-II, tidak sesak, menangis
kuat, dan gerak aktif. Dilakukan pengawasan KU dan tanda-tanda vital. Perawatan hari ke-6
ikterik sudah berkurang (kramer I). Hari ke-7 ikterik masih tampak, pasien di ACC pulang.
Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami hal serupa

Tidak ada yang memiliki riwayat sesak nafas, alergi, asma, penyakit jantung

Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah pasien menanggung 1 orang istri dan 1 orang anak yaitu pasien. Ayahnya
bekerja sebagai pedagang dengan penghasilan sekitar Rp. 2.000.000 sebulan dan merasa
cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari.

Kesan : riwayat ekonomi kurang baik

Riwayat Lingkungan

Kepemilikan rumah : Rumah orang tua


Keadaan rumah :
Pasien tinggal bersama dengan 5 orang yaitu kedua orangtua, nenek, kakek serta
paman. Tempat tinggal pasien berukuran 10 x 20 m, beratap genteng, lantai menggunakan
keramik dengan 3 kamar tidur yang berjendela, 1 ruang tamu, ruang makan dan dapur yang
bersatu. Terdapat 2 buah jendela di masing-masing ruangan, selalu dibuka setiap pagi
sehingga ventilasi udara dan cahaya matahari dapat masuk. Kamar mandi ada 1 di dalam
rumah, tidak terlalu jauh dengan septic tank ( 10 meter). Sumber air berasal dari sumur
pompa sendiri, penerangan dengan listrik. Sistem pembuangan air limbah disalurkan melalui
selokan di depan rumah. Selokan dibersihkan 1 kali dalam sebulan dan aliran air di dalamnya
lancar.
Kesan : rumah dan sanitasi lingkungan baik

RIWAYAT PASIEN
Pasien adalah anak pertama dan ini adalah kehamilan pertama bagi ibu pasien.

A. Riwayat Antenatal Care


Ibu mengaku rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan dekat rumah. Ibu
memeriksakan kehamilan sebanyak 2 kali yaitu 1 kali di trimester awal, 1 kali di trimester
akhir. Ibu menkonsumsi penambah darah, mendapat suntik TT 2x dan tidak ada konsumsi
jamu atau obat-obat lain. Ibu mengatakan tidak ada penyakit selama hamil, tidak ada riwayat
trauma dan tidak ada perdarahan sebelum persalinan.
B. Riwayat Persalinan
Kelahiran
Tempat kelahiran : Rumah Bersalin Rahma
Penolong persalinan : Bidan dan dokter
Cara persalinan : Spontan per vaginam
Masa gestasi : 36 minggu
HPHT : 5 Maret 2013
Taksiran partus : 12 Desember 2013
Tanggal kelahiran : 19 November 2013
Proses Partus : KPD 12 jam
Air ketuban : Jernih
Keadaan bayi :

Berat badan lahir : 2300 gram


Panjang badan lahir : 47 cm
Lingkar kepala : 33 cm
Langsung menangis : merintih
Nilai APGAR 1/5 : 5/6
Kelainan bawaan :-

Kesan : riwayat kelahiran dan kehamilan kurang baik

B. Riwayat Keluarga Berencana


Ibu pasien belum mengikuti program KB

C. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Pertumbuhan
Pertumbuhan anak kurang masa kehamilan menurut kurva Lubchenko
Perkembangan
Perkembangan anak belum dapat dievaluasi
D. Riwayat Makanan
Pasien baru mendapatkan ASI dan PASI saat perawatan di ruangan
E. Riwayat Imunisasi
VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)
BCG - - - - - -
DPT/ DT - - - - - -
POLIO - - - - - -
CAMPAK - - - - - -
HEPATITIS B 19/11/13 - - - - -

Kesan : Imunisasi Hepatitis B pertama sudah diberikan

G. Silsilah Keluarga

Silsilah atau Ikhtisar Keturunan

Keterangan :

: laki-laki

: perempuan

: pasien

Kesan : tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti pasien.
III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 21 November 2013, pukul 10.00 WIB di ruang
Dahlia. Bayi perempuan, usia 2 hari, berat badan sekarang 2300 gram, panjang badan 47
cm, dan lingkar kepala 33 cm.
Kesan umum :
Gerak kurang aktif, tangis lemah jika dirangsang, tampak sesak nafas (+), retraksi dada
(-), sianosis (-), anemis (-), kejang (-), ikterik (-)
Tanda vital
Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan
Laju jantung : 136x/menit, regular, isi cukup
Pernapasan : 48x/menit
Suhu : 36,3C (Axilla)
SpO2 : 97%
Terpasang oksigen headbox 5L/m
Status Generalis
Kepala
Mesocephal, ukuran lingkar kepala 33 cm, ubun-ubun besar masih terbuka, teraba
datar, tidak tegang, caput succadaneum (-), cephal hematom (-), rambut hitam
terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan.
Mata
Mata cekung (-/-), palpebra oedem (-/-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis
(-/-), katarak kongenital (-/-), glaukoma kongenital (-/-)
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), bentuk normal, sekret (-/-), septum deviasi (-)
Telinga
Normotia, discharge (-/-)
Mulut
Sianosis (-), trismus (-), stomatitis (-), bercak-bercak putih pada lidah dan mukosa
(-), bibir kering (-), labioschizis (-), palatoschizis (-)
Leher
Pendek, pergerakan baik, tumor(-), tanda trauma (-)
Thorax
Paru
Inspeksi :simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, retraksi suprasternal
(-), subcostal (-), intercostalis (-)
Palpasi : stem fremitus tidak dilakukan, aerola mammae tidak teraba, papilla
mammae (+/+).
Perkusi : pemeriksaan tidak dilakukan
Auskultasi : suara nafas dasar bronkovesikuler, suara nafas tambahan (-/-), ronkhi
(-/-), wheezing (-/-), hantaran (-/-)

Jantung

Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak


Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung sulit dinilai
Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi :datar, tali pusat terawat
Auskultasi :bising usus (+)
Palpasi :supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba.
Perkusi :timpani

Tulang Belakang

Tidak ada spina bifida, tidak ada meningocele

Genitalia

Perempuan , labia mayora sudah menutup labia minora

Anorektal

Anus (+), diaper rash (-)

Anggota gerak

Keempat anggota gerak lengkap sempurna, polidaktili (-), sindaktili (-)


Ekstremitas

Superior Inferior

Deformitas - /- - /-

Akral dingin - /- -/-

Akral sianosis - /- - /-

Ikterik - /- - /-

CRT < 2 detik < 2 detik

Tonus Normotoni Normotoni

Kulit

Lanugo tidak merata, sianotik (-), ikterik (-), anemis (-), turgor kulit abdomen kembali <
2 detik.

Refleks Primitif

Refleks Hisap : +
Refleks Rooting : +
Refleks Moro : +
Refleks Palmar Grasp :
Refleks Plantar Grasp :
IV. PEMERIKSAAN KHUSUS

A. Maturitas bayi menurut Lubchenko

KURVA LUBCHENKO

Berat badan lahir : 2300 gr

Usia kehamilan : 36 minggu

Hasil : Sesuai Masa Kehamilan


B. Ballard Score

Maturitas neuromuskuler Poin Maturitas fisik Poin


Sikap tubuh 3 Kulit 2
Jendela siku-siku 2 Lanugo 3
Rekoil lengan 2 Lipatan telapak kaki 3
Sudut popliteal 2 Payudara 2
Tanda Selempang 2 Bentuk telinga 3
Tumit ke kuping 3 Genitalia (perempuan) 3
Total 13 Total 15

New Ballard Score = maturitas neuromuskular + maturitas fisik

= 14+16 = 30 poin = 36 minggu

Kesan : maturitas bayi 36 minggu


C. Bell Squash Score

1. Partus tindakan (SC, Vacum, Sungsang)


2. Ketuban tidak normal
3. Kelainan bawaan
4. Asfiksia
5. Preterm
6. BBLR
7. Infus tali pusat
8. Riwayat penyakit ibu
9. Riwayat penyakit kehamilan
Kriteria : < 4 observasi neonatal infeksi
4 Neonatal infeksi
Hasil : 3 termasuk observasi neonatal infeksi

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil pemeriksaan laboratorium 20 November 2013

Hematologi Hasil Rujukan

Lekosit 19.7 3/ul 10-26 103/ul


Eritrosit 4.4 106/ul
3.7-6.5 106/ul
Hemoglobin 15.7 g/dL 14.9-23.7 g/dL
Hematokrit 47.8 % 47-75 %
MCV 109.9 U 76-96 U
MCH 36.1 pcg 27-31 pcg
MCHC 32.8 g/dL 33.0-37.0 g/dL
Trombosit 178 103/ul 150 400 103/ul
GDS 75 mg/dl 70-160 mg/dl
Hasil pemeriksaan laboratorium 22 November 2013

Kimia klinik Hasil Rujukan


Bilirubin total 7.22 0 1.10
Bilirubin direk 2.11 0 0.25

Hasil pemeriksaan laboratorium 25 November 2013

Kimia klinik Hasil Rujukan


Bilirubin total 7.63 0 1.10
Bilirubin direk 0.96 0 0.25

VI. PERJALANAN PENYAKIT

19 November (hari 1)

S: Sesak napas (+), merintih (+), demam (-), kejang (-), ikterik (-), minum (-), BAK (-),
BAB (-), muntah (-), sianosis (-)

O: KU: gerak kurang aktif, menangis lemah jika dirangsang, sesak nafas (+), sianosis (-),
kejang (-), ikterik (-), anemis (-), retraksi (+)

S : 36.10C

HR: 154 x/menit reguler

RR : 52x/ menit O2 sungkup 5 L/menit, Sp02 96%

Mata : Tidak cekung, CA (-/-) , SI (-/-)

Hidung : nafas cuping hidung (+/+)

Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-

Retraksi (+)

Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, timpani, turgor kulit normal


Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

A: Asfiksia sedang, observasi neonatal infeksi, BBLR, neonatus preterm

P: Oksigen sungkup 5 L/menit (k/p CPAP), IVFD Calcium Gluconas 1 x 0,5 mL dalam
Dex.5% kecepatan 8 tpm, Neo K 0,5 cc, Ceftriaxon 2x125 mg, Aminophilin 2x4 mg,
Dexamethason 3x1/4 ampul. Observasi tanda-tanda vital dan KU.

20 November 2013 (hari 2)

S: Sesak napas (+), merintih (+), demam (-), kejang (-), ikterik (-) , minum (-), BAK (+),
BAB (+), muntah (-), sianosis (-)

O: KU: gerak kurang aktif, menangis lemah jika dirangsang, sesak nafas (+), sianosis (-),
kejang (-), ikterik (-), anemis (-), retraksi (+)

S : 36.7oC

HR: 142 x/menit reguler

RR : 51x/ menit

SpO2 : 98 %, terpasang Oksigen sungkup 5 L/menit

Mata : CA (-/-), SI (-/-)

Hidung : nafas cuping hidung (-/-)

Thorax : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-

Retraksi (+)

Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, timpani, turgor kulit normal

Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

A: Asfiksia sedang, observasi neonatal infeksi, BBLR, neonatus preterm


P: Oksigen sungkup 5 L/menit , IVFD Calcium Gluconas 1 x 0,5 mL dalam Dex.5% 8 tpm,
Ceftriaxon 2x125 mg, Aminophilin 2x4 mg, Dexamethason 3x1/4 ampul. Observasi tanda-
tanda vital dan KU.

21 November 2013 (hari 3)

S: Sesak napas (+), merintih (-), demam (-), kejang (-), ikterik (-) , minum (+), BAK (+),
BAB (+), muntah (-), sianosis (-)

O: KU: gerak kurang aktif, menangis lemah jika dirangsang, sesak nafas (+), sianosis (-),
kejang (-), ikterik (-), anemis (-), retraksi (-)

S : 36.3 oC

HR: 136 x/menit reguler

RR : 48x/ menit

SpO2 : 97 %

Terpasang Oksigen headbox 5 L/menit

Mata : CA (-/-), SI (-/-)

Hidung : nafas cuping hidung (-/-)

Thorax : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-

Retraksi (-)

Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, timpani, turgor kulit normal

Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

A: Asfiksia sedang, observasi neonatal infeksi, BBLR, neonatus preterm

P: Oksigen headbox 5 L/menit , IVFD Calcium Gluconas 1 x 0,5 mL dalam Dex.5% 8 tpm,
Ceftriaxon 2x125 mg, Aminophilin 2x4 mg, Dexamethason 3x1/4 ampul. Observasi tanda-
tanda vital dan KU.
22 November 2013 (hari 4)

S: Sesak napas berkurang, merintih (-), demam (-), kejang (-), ikterik (+) kramer I-II,
minum ASI (+), BAK (+), BAB (+), muntah (-), sianosis (-)

O: KU: gerak aktif, menangis kuat, sesak nafas (-), sianosis (-), kejang (-), ikterik (+), anemis
(-), retraksi (-)

S : 36.6oC

HR: 126 x/menit reguler

RR : 42 x/ menit

Menggunakan O2 headbox 5 L/menit, Sp02 99%

Mata : Tidak cekung, CA (-/-) , SI (-/-)

Hidung : nafas cuping hidung (+/+)

Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-

Retraksi (-)

Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, timpani, turgor kulit normal

Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

A: Asfiksia sedang, observasi neonatal infeksi, BBLR, neonatus preterm, ikterus

P: Oksigen headbox 5 L/menit, IVFD Calcium Gluconas 1 x 0,5 mL dalam Dex.5% 10 tpm,
ASI adlib, Ceftriaxon 2x125 mg, Aminophilin 2x4 mg, Dexamethason 3x1/4 ampul.
Observasi tanda-tanda vital dan KU.

23 November 2013 (hari 5)

S: Sesak napas (-), merintih (-), demam (-), kejang (-), ikterik (+) , minum ASI (+), BAK (+),
BAB (+), muntah (-), sianosis (-)
O: KU: gerak aktif, menangis kuat, sesak nafas (-), sianosis (-), kejang (-), ikterik kramer I-
II, anemis (-), retraksi (-)

S : 36.7oC

HR: 142 x/menit reguler

RR : 44x/ menit

SpO2 : 99 %

Terpasang Oksigen inkubator 5 L/menit

Mata : CA (-/-), SI (-/-)

Hidung : nafas cuping hidung (-/-)

Thorax : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-

Retraksi (-)

Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, timpani, turgor kulit normal

Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

A: Asfiksia sedang, observasi neonatal infeksi, BBLR, neonatus preterm

P: Oksigen inkubator 5 L/menit , IVFD Dex.5% 8 tpm, Ceftriaxon 2x125 mg, Aminophilin
2x4 mg, Dexamethason 3x1/4 ampul.

25 November 2013 (hari 7)

S: Sesak napas (-), merintih (-), demam (-), kejang (-), ikterik (+) kramer I, minum ASI (+),
BAK (-), BAB (-), muntah (-), sianosis (-)

O: KU: gerak aktif, menangis kuat, sesak nafas (-), sianosis (-), kejang (-), ikterik (+), anemis
(-), retraksi (-)

S : 35,9oC
HR: 130 x/menit reguler

RR : 44x/ menit

Mata : Tidak cekung, CA (-/-) , SI (-/-)

Hidung : nafas cuping hidung (-/-)

Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-

Retraksi (-)

Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, timpani, turgor kulit normal

Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

A: Asfiksia sedang, observasi neonatal infeksi, BBLR, neonatus preterm, hiperbilirubinemia

P: IVFD Dex.5% 8 tpm, Ceftriaxon 2x125 mg, Aminophilin 2x4 mg, Dexamethason 3x1/4
ampul, ASI adlib, acc pulang.
VII. DIAGNOSIS BANDING

1. Asfiksia sedang
- Faktor Ibu
- Faktor Janin
- Faktor Placenta
2. Observasi Neonatal infeksi
- Antepartum
- Durante partum
- Post partum
3. BBLR
- Preterm
- IUGR
4. Hiperbilirubinemia
- Faktor produksi
- Faktor transportasi
- Faktor konjugasi
- Faktor ekskresi
5. Neonatus Preterm
- SMK (Sesuai Masa Kehamilan)
- BMK (Besar Masa Kehamilan)
- KMK (Kecil Masa Kehamilan)

VIII. DIAGNOSIS KERJA

1. Asfiksia sedang

2. Observasi Neonatal Infeksi

3. BBLR

4. Hiperbilirubinemia

5. Neonatus preterm Sesuai Masa Kehamilan


IX. PENATALAKSANAAN

Umum

Oksigen sungkup 5 L/menit


D5% 8 tpm
Tunda diet
Jaga kehangatan
Rawat tali pusat
Evaluasi keadaan umum dan tanda-tanda vital

Khusus

Ceftriaxon 2 x 125 mg
Aminophilin 2 x 4 mg
Dexamethason 3 x ampul

X. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

XI. USULAN PEMERIKSAAN

Pemeriksaan darah rutin ulang


Pemeriksaan bilirubin ulang

XII. NASEHAT
Jaga kehangatan bayi
Pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan
Ibu harus selalu membersihkan puting susu sebelum maupun sesudah menyusui. Jika
ibu menggunakan botol susu, pastikan botol susu dalam keadaan bersih dan harus
selalu dicuci serta direbus sebelum digunakan.
Setelah menyusui sendawakan bayi dengan cara meletakkan bayi tegak lurus di
pundak dan tepuk punggungnya perlahan-lahan sampai mengeluarkan suara.
Menjelaskan kepada ibu pasien untuk selalu mencuci tangan sehabis membersihkan
tinja anak.
Pantau pertumbuhan dan perkembangan anak dengan cara kontrol untuk tahu gejala
sisa
Ibu harus memeriksakan ke dokter secepat mungkin jika bayinya :
1. Mempunyai masalah bernafas
2. Menangis (lebih sering atau berbeda dari biasanya), merintih, atau mengerang
kesakitan
3. Tampak berwarna kebiruan (sianotik)
4. Suhu tubuh 38C
5. Muntah atau buang air besar berlebihan (>3x/hari)
6. Mengeluarkan darah (walaupun sedikit) pada air kencing maupun beraknya
7. Mengalami gemetar pada kaki dan tangan
8. Kejang
Lakukan pemeriksaan kesehatan bayi secara rutin ke pusat pelayanan kesehatan
terdekat untuk memeriksa perkembangan dan pertumbuhan badan serta pemberian
imunisasi dasar pada bayi
Hindari asap rokok di sekitar bayi karena paru-paru bayi masih sangat rentan terhadap
infeksi pernapasan
ANALISA KASUS

Diagnosa pada pasien ini adalah asfiksia neonatorum sedang, observasi neonatal
infeksi, BBLR, hiperbilirubinemia dan neonatus preterm sesuai masa kehamilan. Diagnosa
ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus dan pemeriksaan
penunjang.

Anamnesis

Ibu G1P0A0 23 tahun, hamil 36 minggu. Kulit ketuban pecah sekitar 12 jam sebelum
ke rumah bersalin, warna jernih dan bau khas. Lahir bayi perempuan secara spontan dengan
menangis lemah, merintih, nafas cepat, tidak sianosis, Apgar Score menit pertama didapatkan
nilai 5, BBL 2300 gram, PB 47 cm. Air ketuban jernih. Apgar Score menit ke-5 didapatkan 6
dan menit ke-10 tidak diketahui.

Dari data ini dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami asfiksia sedang sesuai
dengan skor apgar dan faktor ibu, janin, dan plasenta janin dapat menjadi faktor
penyebabnya. Berat lahir 2300 gram menandakan BBLR, dan usia kehamilan 36 minggu
menandakan bayi preterm.

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, KU : bayi tampak sesak , merintih (+), gerak kurang aktif dan
nangis lemah. RR : 48x/menit, tampak retraksi (+) merupakan tanda-tanda terdapatnya
gangguan pernapasan. Pasien tampak ikterik Kramer I-II pada hari ke-4 perawatan,
kemungkinan penyebab adalah ikterus fisiologis. Status generalis kepala, mata, jantung,
abdomen, genitalia, dan ekstremitas dalam batas normal.
Dari data di atas dapat disimpulkan pasien mengalami sesak, merintih, retraksi dada
(+) karena asfiksia. Ikterus muncul di hari ke-4 dapat disebabkan oleh ikterus fisiologis.

Pemeriksaan khusus
Dilakukan pemeriksaan khusus pada pasien ini antara lain pemeriksaan dengan
menggunakan kurva Lubchenko, Ballard score, Bell Squash Score, Didapatkan hasil sebagai
berikut :

1. Observasi Neonatal infeksi. Karena pada pasien ini terdapat asfiksia, BBLR, dan
preterm.
2. Neonatus preterm sesuai masa kehamilan. Pada kurva Lubchenko, pasien ini
termasuk kategori sesuai masa kehamilan dengan berat badan lahir 2300 gram dan
masa kehamilan 36 minggu. Serta menurut Ballard score, hasil penghitungan untuk
maturitas neuromuskular dan fisik didapatkan kesan 36 minggu, yang termasuk
dalam kategori preterm.

Pemeriksaan penunjang

1. Hasil laboratorium kadar billirubin serum didapatkan Billirubin Total 7,22 mg/dL,
Billirubin direk 2,11 mg/dL dan dari kramer score didapatkan score I-II. Dari hasil
pemeriksaan tersebut bahwa pasien mengalami hiperbilirubinemia.
TINJAUAN PUSTAKA

ASFIKSIA NEONATORUM

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan
asidosis (IDAI). Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir (WHO).

Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan
melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada pertukaran
plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguanpada
aliran darah umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia.

Faktor Resiko Faktor Resiko


Faktor Resiko Janin
Antepartum Intrapartum

Primipara Malpresentasi Prematuritas

Penyakit pada ibu:


Partus lama
- Demam saat kehamilan
Persalinan yang sulit dan
- Hipertensi saat traumatik BBLR
kehamilan
Ketuban mengandung Perumbuhan janin
- Anemia mekoneum Terhambat
- Diabetes militus Ketuban pecah dini Kelainan congenital
- Penyakit hati dan ginjal Induksi oksitosin

- Penyakit kolagen dan Prolaps tali pusat


pembuluh darah

Perdarahan antepartum

Riwayat kematian
neonatus sebelumnya

Penggunaan sedasi,
analgesi atau anestesi

1. Faktor ibu
Hipoksia ibu. Hal ini menimbulkan hipoksia janin. Hipoksia ibu ini dapat terjadi
karena hipoventilasi akibat pemberian oabat analgetika atau anestesi dalam.

Gangguan aliran darah uterus. Mengurangi aliran darah uterus akan menebabkan
berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian juga ke janin. Hal ini
sering diditemukan pada keadaan :

a. Gangguan kontraksi uterus (hipotoni, hipertoni, atonia uterus)


b. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, plasenta previa, atau solutio
plasenta.
c. Hipertensi ibu ( eklampsia, toksemia)
d. Ibu penderita DM, kelainan jantung atau penyakit ginjal.
e. Partus lama.
f. Persalinan abnormal (kelahiran sungsang, kembar, seksio sesarea)

2. Faktor plasenta
Asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan pada plasenta, misalnya solusio
plasenta dan plasenta previa.

3. Faktor Fetus
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada tali pusat membumbung, lilitan tali
pusat dan kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir

4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi pada

a. Pemakaian obat anestesi / analgetika berlebihan pada ibu


b. Trauma yang terjadi pada persalinan
c. Kelainan kongenital pada bayi (Aplasia paru, atresia saluran nafas, hernia
diafragmatika)
d. Adanya gangguan tumbuh kembang intrauterin

Patofisiologi
Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara, proses
ini dianggap perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi primary
gasping yang kemudian berlanjut dengan pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak
mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya. Kegagalan
perafasan mengakibatkan gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, diikuti acidosis
respiratorik. Apabila proses berlanjut maka metabolisme sel akan berlangsung dalam suasana
aerobik yang berupa glikolisis glikogen sehingga sumber utama glikogen terutama pada
jantung dan hati akan berkurang dan asam organik yang terjadi akan menyebabkan asidosis
metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan
beberapa diantaranya:
1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung
2. Terjadinya asidosis metabolik mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot
jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung
3. Pengisian udara aveolus yang kurang adekuat menyebabkan tetap tingginya resistensi
pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darak ke paru dan sistem sirkulasi tubuh lain
mengalami gangguan
Sehubungan dengan proses faali tersebut maka fase awal asfiksia ditandai dengan pernafasan
cepat dan dalam selama tiga menit (periode hiperapne) diikuti dengan apneu primer kira-kira
satu menit di mana pada saat ini denyut jantung dan tekanan darah menurun. Kemudian bayi
akan mulai bernafas (gasping) 8-10 kali/menit selama beberapa menit, gasping ini semakin
melemah sehingga akhirnya timbul apneu skunder. Pada keadaan normal fase-fase ini tidak
jelas terlihat karena setelah pembersihan jalan nafas bayi maka bayi akan segera bernafas dan
menangis kuat.
Pemakaian sumber glikogen unutk energi dalam metabolisme anaerob menyebabkan
dalam waktu singkat tubuh bayi akan menderita hipoglikemia. Pada asfiksia berat
menyebabkan kerusakan membran sel terutama sel susunan saraf pusat sehingga
mengakibatkan gangguan elektrolit, berakibat menjadi hiperkalemia dan pembengkakakn sel.
Kerusakan sel otak terjadi setelah asfiksia berlangsung selama 8-15 menit.
Diagnosis
Neonatus yang mengalami asfiksia neonatorum bisa didapatkan riwayat gangguan
alhir, lahir tidak bernafas dengan adekuat, riwayat ketuban bercampur mekoneum. Temuan
klinis yang didapatkan pada neonatus dengan asfiksia neonatorum dapat berupa lahir tidak
bernafas/megap-megap, denyut jantung <100x/menit, kulit sianosis atau pucat dan tonus otot
melemah. Secara klinis dapat digunakan skor APGAR pada menit ke 1, 5 dan 10 unutk
mendiagnosa dan mengklasifikasikan derajat asfiksia secara cepat. Skor APGARmerupakan
metode objektif untuk menilai kondisi bayi baru lahir dan berguna untuk memberikan
informasi mengenai keadaan bayi secara keseluruhan dan keberhasilan tindak resusitasi.
Walaupun demikian, tindakan resusitasi harus dimulai sebelum perhitungan pada menit
pertama. Jadi skor APGAR tidaklah digunakan untuk menentukan apakah seorang bayi
memerlukan resusitasi, langkah mana yang dibutuhkan atau kapan kita menggunakannya.
Ada tiga tanda utama yang digunakan untuk menentukan bagaimana dan kapan melakukan
resusitasi (pernafasan, frekuensi jantung, warna kulit) dan ini merupakan bagian dari APGAR
skor.dua tanda tambahan (tonus otot dan refleks rangsangan) menggambarkan keadann
neurologis. Skor APGAR biasanya dinilai pada menit 1 kemudian pada menit ke 5. Jika
nilainya pada menit ke 5 kurang dari 7, tambahan penilaian harus dilakukan setiap 5 menit
sampai 20 menit. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisis gas darah,
dimana pada neonatus dengan asfiksia neonatorum didapatkan PaO2 < 50 mmH2O, PaCO2 >
55 mmH2O, pH < 7,3. WHO pada tahun 2008 sudah menambahkan kriteria dalam penegakan
diagnosis asfiksia berdasarkan skor APGAR dan adanya asidosis metabolik, ditambah adanya
gangguan fungsi organ berupa gejala neurologis berupa HIE, akan tetapi peegakan diagnosis
HIE tidak dapat dilakukan dengan segera dan terdapat berbagai keterbatasan dalam
aplikasinya di komunitas. Hal ini membuat diagnosis asfiksia secra cepat di komunitas
menggunakan kriteria penilaian adanya gengguan pada pernafasan, frekuensi jantung dan
warna kulit ditunjang denga hasil analisa gas darah yang menunjukan asidosis metabolik

Penatalaksanaan
Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah mempertahankan kelangsungan hidup bayi
dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul dikemudian hari. Tindakan yang
dikerjakan pada bayi, lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.5
a. Resusitasi
Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 3 pertanyaan:4
a. apakah bayi cukup bulan?
b. apakah bayi bernapas atau menangis?
c. apakah tonus otot bayi baik atau kuat?
Bila semua jawaban ya maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam prosedur perawatan
rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi dikeringkan, diletakkan di dada ibunya dan
diselimuti dengan kain linen kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban tidak dari
salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitasi.
Pencegahan
Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau
meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu
hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari.
Upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja
karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak faktor seperti
kemiskinan, pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Untuk
itu dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait.
Adanya kebutuhan dan tantangan untuk meningkatkan kerjasama antar tenaga obstetri
di kamar bersalin. Perlu diadakan pelatihan untuk penanganan situasi yang tak diduga dan
tidak biasa yang dapat terjadi pada persalinan. Setiap anggota tim persalinan harus dapat
mengidentifikasi situasi persalinan yang dapat menyebabkan kesalahpahaman atau
menyebabkan keterlambatan pada situasi gawat.14 Pada bayi dengan prematuritas, perlu
diberikan kortikosteroid untuk meningkatkan maturitas paru janin.

Gangguan yang mukin terjadi pada akibat asfiksia:


Komplikasi yang terjadi akibat asfiksia
HIPERBILIRUBINEMIA
Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada
hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Ikterus (jaundice)
terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah, sehingga kulit (terutama) dan atau
sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila
serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17mol/L), sedangkan pada neonatus baru tampak apabila
serum bilirubin > 5 mg/dL ( >86 mol/L). Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan
terapi sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut Excessive Physiological
Jaundice. Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological Jaundice)
apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus > 95 0/00 menurut Normogram Bhutani.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari
pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologis tertentu pada
neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup
eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar
bilirubin ini terjadi pada hari ke 2 3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5 7, kemudian
akan menurun kembali pada hari ke 10 14. Kadar bilirubinpun biasanya tidak > 10 mg/dL
(171mol/L) pada bayi kurang bulan dan < 12 mg/dL (205 mol/L) pada bayi cukup bulan.
Masalah timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjungasi hepar
menurun sehingga terjadi kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang
berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misalnya kerusakan sel otak
yang akan mengakibatkan gejala sisa dikemudian hari, bahkan terjadinya kematian. Karena
itu bayi ikterus sebaiknya baru dianggap fisiologis apabila telah dibuktikan bukan suatu
keadaan patologis. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada hiperbilirubinemia,
pemeriksaan lengkap harus dilakukan untuk mengetahui penyebabnya, sehingga
pengobatanpun dapat dilaksanakan dini. Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan
efek patologis tersebut tidak selalu sama pada tiap bayi.

Metabolisme Billirubin
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh.
Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi
dari heme bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi
dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain.
Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX. Zat
ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang
sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak.
Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar.
Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel
hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan
ligandin (protein Y), protein Z dan glutation hepar lain yang membawanya ke reticulum
endoplasma hepar, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim
glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini
dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar
bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran
pencernaan dan selanjutnya menjadi urubilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin.
Dalam usus, sebagian di absorpsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorpsi
entero hepatik.

Etiologi
1. Produksi yang berlebihan; hematoma darah ekstravaskuler, ketidaksesuaian golongan
darah ABO dan Rh, defisiensi G6PD
2. Transport yang menurun; Hipoalbumin
3. Defek Konjugasi billirubin; defisiensi enzim uridin difosfat glukuronil tranferase,
prematuritas, hipotiroid
4. Penurunan Ekskresi; peningkatan siklus eneterohepatik oleh karena penurunan asupan
enteral, stenosis pilorik, atresia/ stenosis usus.

Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk
mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menbimbulkan
kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus tadi.
Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin
dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya
glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan (luminal). Pemberian substrat yang
dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi
enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan
yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.
Terapi Sinar
Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958. Banyak
teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru mengemukakan
bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah
senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin
yang merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih
mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam
empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga
peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus.
Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah lampu neon
yang diletakkan secara pararel dan dipasang dalam kotak yang berfentilasi. Agar bayi
mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm) lampu diletakkan pada jarak tertentu
dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksiglass biru yang berfungsi untuk menahan sinar
ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk penyinaran. Gantilah lampu setiap 2000 jam atau
setelah penggunaan 3 bulan walau lampu masih menyala. Gunakan kain pada boks bayi atau
inkubator dan pasang tirai mengelilingi area sekeliling alat tersebut berada untuk
memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke arah bayi. Pada saat penyinaran
diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat seluas-luasnya, yaitu dengan membuka
pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 6-8 jam agar bagian tubuh yang
terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata dan gonad.
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan
efek samping terapi sinar. Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan antara lain :
enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek
samping ini biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan
sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.
OBSERVASI NEONATAL INFEKSI
Terjadinya neonatal infeksi secara umum dapat ditentukan bila ditemukan adanya keadaan
berikut pada pemeriksaan.
Anamnesis
Riwayat ibu
Infeksi, KPD, persalinan tindakan, penolong/lingkungan persalinan kurang
hiegenis
Riwayat bayi
Asfiksia, BKB, BBLR
Malas minum, klinis cepat memburuk
Riwayat air ketuban:
keruh, purulen/mekonium
Keadaan bayi:
lunglai, mengantuk, aktifitas-, iritabel/rewel, malas minum, hiper/hipotermi,
gangguan nafas, ikterus, sklerema/ sekleredema, kejang
Pemeriksaan Fisik
Gangguan umum: gangguan suhu, perfusi, kesadaran, nafas, minum
Gastrointestinal:
Muntah, diare, perut kembung, hepatomegali
Kulit
Pucat, sianosis, ruam, ikterik, seklerem
Kardiopulmuner
Takipnu, gangguan nafas, takikardi, hipotensi
Neurologis:
Iritabilitas, penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun membonjol
Kaku kuduk
BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya pada
saat kelahiran kurang dari 2500 gram. Dahulu bayi baru lahir yang berat badannya kurang
atau sama dengan 2500 gram (2500 gram) disebut bayi prematur. Tetapi ternyata morbiditas
dan mortalitas neonatus tidak hanya bergantung pada berat badannya, tetapi juga pada
maturitas bayi itu.

Untuk mendapat keseragaman, pada kongres European Perinatal Medicine II di


London (1970) telah diusulkan defenisi berikut :

- Bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu.
- Bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai dari 37 minggu sampai 42
minggu.
- Bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih.

Dengan pengertian seperti yang telah diterangkan diatas, bayi BBLR dapat dibagi menjadi
dua golongan, yaitu :

1. Prematuritas murni
Masa gestasinya <37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa
gestasi itu atau biasa disebut bayi kurang bulan-sesuai masa kehamilan (BKB-SMK).

2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu.
Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine dan merupakan bayi yang
kecil untuk masa kehamilan (KMK).

Insidens

Angka bayi berat lahir rendah (BBLR) masih cukup tinggi, terutama di negara dengan
sosio ekonomi rendah. Data statistik menunjukkan sekitar 90 kasus BBLR terjadi di negara
berkembang. Di negara berkembang, angka kematian BBLR mencapai 35 kali lebih tinggi
dibandingkan bayi dengan berat lahir di atas 2500 gram.

Sejak tahun 1981, frekuensi BBLR telah naik, terutama karena adanya kenaikan
jumlah kelahiran preterm. Sekitar 30% bayi BBLR di Amerika Serikat mengalami
dismaturitas, dan dilahirkan sesudah 37 minggu. Di negara-negara yang sedang berkembang
sekitar 70% bayi BBLR tergolong dismaturitas.

Di Negara maju, angka kejadian kelahiran bayi prematur adalah sekitar 6-7%. Di
Negara sedang berkembang, angka kelahiran ini lebih kurang tiga kali lipat. Di Indonesia,
kejadian bayi prematur belum dapat dikemukakan, tetapi angka kejadian BBLR di Rumah
Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1986 adalah 24%. Angka kematian perinatal di
rumah sakit pada tahun yang sama adalah 70%, dan 73% dari seluruh kematian disebabkan
oleh BBLR.

Etiologi

1. Faktor ibu
a. Penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya toksemia
gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisis dan psikologis. Penyebab
lainnya adalah diabetes mellitus, penyakit jantung, bacterial vaginosis,
chorioamnionitis atau tindakan operatif dapat merupakan faktor etiologi
prematuritas.

b. Usia
Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah pada usia dibawah 20 tahun dan
pada multi gravida yang jarak antar kelahirannya terlalu dekat. Pada ibu-ibu yang
sebelumnya telah melahirkan lebih dari 4 anak juga sering ditemukan. Kejadian
terendah adalah pada usia antara 26-35 tahun.

c. Keadaan sosial ekonomi


Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi yang rendah. Hal ini disebabkan
oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang.

2. Faktor janin
Hidramnion, gawat janin, kehamilan ganda, eritroblastosis umumnya akan
mengakibatkan BBLR.

Patogenesis

Bayi lahir prematur yang BBLR-nya sesuai dengan umur kehamilan pretermnya
biasanya dihubungkan dengan keadaan medis dimana terdapat ketidakmampuan uterus untuk
mempertahankan janin (incompetent cervix/premature dilatation), gangguan pada perjalanan
kehamilan, pelepasan plasenta, atau rangsangan tidak pasti yang menimbulkan kontraksi
efektif pada uterus sebelum kehamilan mencapai umur cukup bulan.

Dismaturitas dihubungkan dengan keadaan medik yang menggangu sirkulasi dan


efisiensi plasenta, pertumbuhan dan perkembangan janin, atau kesehatan umum dan nutrisi
ibu. Dismaturitas mungkin merupakan respon janin normal terhadap kehilangan nutrisi atau
oksigen. Sehingga masalahnya bukan pada dismaturitasnya, tetapi agaknya pada resiko
malnutrisi dan hipoksia yang terus menerus. Serupa halnya dengan beberapa kelahiran
preterm yang menandakan perlunya persalinan cepat karena lingkungan intrauteri berpotensi
merugikan.

Gejala klinik

Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm,
lingkaran dada kurang dari 30 cm, lingkaran kepala kurang dari 33 cm, masa gestasi kurang
dari 37 minggu. Kepala relatif besar dari badannya, kulitnya tipis, transparan, lanugo banyak,
lemak subkutan kurang. Ossifikasi tengkorak sedikit, ubun-ubun dan sutura lebar, genitalia
imatur. Desensus testikulorum biasanya belum sempurna dan labia minora belum tertutup
oleh labia mayora. Rambut biasanya tipis dan halus. Tulang rawan dan daun telinga belum
cukup, sehingga elastisitas daun telinga masih kurang. Jaringan mamma belum sempurna,
puting susu belum terbentuk dengan baik. Bayi kecil, posisinya masih posisi fetal, yaitu
posisi dekubitus lateral, pergerakannya kurang dan masih lemah. Bayi lebih banyak tidur
daripada bangun. Tangisnya lemah, pernapasan belum teratur dan sering terdapat serangan
apnoe. Otot masih hipotonik, sehingga kedua tungkai selalu dalam keadaan abduksi, sendi
lutut dan sendi kaki dalam fleksi dan kepala menghadap ke satu jurusan.

Refleks moro dapat positif. Refleks mengisap dan menelan belum sempurna, begitu
juga refleks batuk. Kalau bayi lapar, biasanya menangis, gelisah, aktivitas bertambah. Bila
dalam waktu tiga hari tanda kelaparan ini tidak ada, kemungkinan besar bayi menderita
infeksi atau perdarahan intrakranial. Seringkali terdapat edema pada anggota gerak, yang
menjadi lebih nyata sesudah 24-48 jam. Kulitnya tampak mengkilat dan licin serta terdapat
pitting edema. Edema ini seringkali berhubungan dengan perdarahan antepartum, diabetes
mellitus, dan toksemia gravidarum.
Frekuensi pernapasan bervariasi terutama pada hari-hari pertama. Bila frekuensi
pernapasan terus meningkat atau selalu diatas 60x/menit, harus waspada kemungkinan
terjadinya penyakit membran hialin, pneumonia, gangguan metabolik atau gangguan susunan
saraf pusat. Dalam hal ini, harus dicari penyebabnya, misalnya dengan melakukan
pemeriksaan radiologis toraks.

Diagnosis

Bayi berat lahir rendah didiagnosis bila termasuk dalam golongan :

1. Prematuritas murni
Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannnya sesuai dengan berat
badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut Bayi Kurang Bulan-Sesuai Masa
Kehamilan (BKB-SMK).

2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi
itu, berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi
yang Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK).

Penatalaksanaan

Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan
perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus, maka perlu
diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan, dan bila perlu pemberian
oksigen, mencegah infeksi, serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi.

- Atur suhu
BBLR mudah mengalami hipotermi, oleh karena itu suhu tubuhnya harus
dipertahankan dengan ketat. Bisa dengan membersihkan cairan pada tubuh bayi,
kemudian dibungkus. Atau bisa juga dengan meletakkannya di bawah lampu atau
dalam inkubator. Dan bila listrik tidak ada, bisa dengan metode kangguru, yaitu
meletakkan bayi dalam pelukan ibu (skin to skin).

- Cegah sianosis
Cara mencegah sianosis dapat dengan cara pemberian oksigen agar saturasi oksigen
dalam tubuh bayi dapat dipertahankan dalam batas normal.
- Cegah infeksi
BBLR mudah sekali diserang infeksi. Ini disebabkan oleh karena daya tahan tubuh
terhadap infeksi berkurang, relatif belum sanggup untuk membentuk antibodi dan
daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum baik. Oleh karena itu, perlu
diperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi, antara lain mencuci tangan sebelum
dan sesudah memegang bayi, membersihkan tempat tidur bayi segera sesudah tidak
dipakai lagi, membersihkan kulit dan tali pusat bayi dengan baik.

- Pemberian vitamin K
Dosis 1 mg intra muskular, sekali pemberian. Pemberian vitamin K pada bayi imatur
adalah sama seperti bayi-bayi dengan berat badan dan maturitas yang normal.

- Intake harus terjamin


Pada bayi-bayi prematur, refleks isap, telan dan batuk belum sempurna. Kapasitas
lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan, terutama lipase masih kurang.
Pemberian minum dimulai pada waktu bayi berumur 3 jam agar bayi tidak menderita
hipoglikemia dan hiperbilirubinemia. Pada umumnya bayi dengan berat lahir 2000
gram atau lebih dapat menyusu pada ibunya. Bayi dengan berat kurang dari 1500
gram kurang mampu mengisap air susu ibu atau susu botol, terutama pada hari-hari
pertama. Dalam hal ini bayi diberi minum melalui sonde lambung.

Komplikasi

1. Sindrom gangguan pernapasan idiopatik


Disebut juga sebagai penyakit membran hialin karena pada stadium akhir akan terbentuk
membran hialin yang akan melapisi paru.

2. Pneumonia aspirasi
Sering ditemukan pada bayi prematur karena refleks menelan dan batuk belum
sempurna.

3. Perdarahan intraventrikuler
Perdarahan spontan di ventrikel otak lateral karena anoksia otak. Kelainan ini biasanya
hanya ditemukan pada otopsi.
4. Fibroplasias retrolental
Penyakit ini ditemukan pada bayi prematur yang disebabkan oleh gangguan oksigen
yang berlebihan.

5. Hiperbilirubinemia
Bayi prematur lebih sering mengalami hiprebilirubinemia dibandingkan dengan bayi
cukup bulan. Hal ini disebabkan oleh faktor kematangan hepar yang tidak sempurna
sehingga konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk belum sempurna.

6. Infeksi
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya IgG gamma globulin.

Prognosis

Prognosis BBLR ini tergantung dari berat ringannya masa perinatal, misalnya masa
gestasi (makin muda masa gestasi/makin rendah berat badan, makin tingggi angka kematian),
asfiksia atau iskemia otak, sindroma gangguan pernapasan, perdarahan intraventrikuler,
fibroplasias retrolental, infeksi, gangguan metabolik. Prognosis ini juga tergantung dari
keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan
dan postnatal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan, pencegahan infeksi,
mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia, hiperbilirubinemia, hipoglikemia, dan lain-lain).
DAFTAR PUSTAKA

1. Dubowitz LMS Dubowitz V Goldberg C. Clinical assessment of gestational age in the


newborn infant. J Pediatri. 1970; 77: 1-10
2. Von Der Pool B A. Preterm Labor: Diagnosis and Treatment. American Fam Physic
[Serial Online] 1998 May [Cited 2010 Jan 14]; 1(1). Available from: URL:
http://www.aafp.org/online/en/home/publications/journals/Preterm Labor: Diagnosis and
Treatment/htm.
3. New Ballard Score & nbspMaturational Assessment of Gestational Age [Online]. 2007
Dec [cited 2009 Dec 21]; Available from: URL:
/www.ballardscore.com/Pages/mono_neuro_posture.aspx.
4. Mupanemunda R and Watkinson M. Key Topics in Neonatology. 2nd Ed. New York:
Taylor & Francis Group; 2005.
5. Sanders M, Allen M, Alexander G R, Yankowitz J, Graeber J, Johnson T R B, and
Repka M X. Gestational Age Assessment in Preterm Neonates Weighing Less than 1500
Grams. PEDIATRICS 1991; 88: 542-45.
6. Bernbaum J C, Umbach D M, Ragan N B, Ballard J L., Archer J I, Schmidt-Davis H, and
Rogan W J. Pilot Studies of Estrogen-Related Physical Findings in Infants.
Environmental Health Perspectives 2008; 116: 416-19.
7. Behrman, Kliegman : Nelson Textbook Of Pediatrics Edisi 15, halaman 543-572, 589-
599. W.B Saunders Company 2000.
8. Martiza L. Ikterus : Gastroenterohepatologi IDAI, Jakarta: Badan Penerbit IDAI;
2004.hal 263-83.
9. IDAI. Asfiksia Neonatorum. Dalam: Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2004.h. 272-276.

Anda mungkin juga menyukai