Case 1 Asfiksi
Case 1 Asfiksi
I. Identitas Pasien
Nama : Bayi Ny. A
Umur : 0 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Jatibogor, Suradadi
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada nenek dan kakek pasien, serta
perawat ruang Dahlia pada tanggal 21 November 2013 pukul 09.00 WIB di dalam ruang
Dahlia RSU Kardinah Tegal.
Ibu G1P0A0 23 tahun, hamil 36 minggu. Kulit ketuban pecah sekitar 12 jam sebelum
ke rumah bersalin, warna jernih dan bau khas. Kemudian ibu dibawa ke rumah bersalin, 4
jam sebelum masuk ke RB Ibu merasa mulas yang mulai teratur, dan perut terasa kencang. 5
jam kemudian lahir bayi perempuan secara spontan dengan presentasi kepala, ditolong oleh
bidan dan dokter, bayi menangis lemah, merintih, nafas cepat, tidak sianosis, Apgar Score
menit pertama didapatkan nilai 5, BBL 2300 gram, PB 47 cm. Air ketuban jernih. Plasenta
lahir spontan, kotiledon lengkap, tidak terdapat infark dan hematom. Apgar Score menit ke-5
didapatkan 6 dan menit ke-10 tidak diketahui.
Tidak ada yang memiliki riwayat sesak nafas, alergi, asma, penyakit jantung
Ayah pasien menanggung 1 orang istri dan 1 orang anak yaitu pasien. Ayahnya
bekerja sebagai pedagang dengan penghasilan sekitar Rp. 2.000.000 sebulan dan merasa
cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari.
Riwayat Lingkungan
RIWAYAT PASIEN
Pasien adalah anak pertama dan ini adalah kehamilan pertama bagi ibu pasien.
G. Silsilah Keluarga
Keterangan :
: laki-laki
: perempuan
: pasien
Kesan : tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti pasien.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 21 November 2013, pukul 10.00 WIB di ruang
Dahlia. Bayi perempuan, usia 2 hari, berat badan sekarang 2300 gram, panjang badan 47
cm, dan lingkar kepala 33 cm.
Kesan umum :
Gerak kurang aktif, tangis lemah jika dirangsang, tampak sesak nafas (+), retraksi dada
(-), sianosis (-), anemis (-), kejang (-), ikterik (-)
Tanda vital
Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan
Laju jantung : 136x/menit, regular, isi cukup
Pernapasan : 48x/menit
Suhu : 36,3C (Axilla)
SpO2 : 97%
Terpasang oksigen headbox 5L/m
Status Generalis
Kepala
Mesocephal, ukuran lingkar kepala 33 cm, ubun-ubun besar masih terbuka, teraba
datar, tidak tegang, caput succadaneum (-), cephal hematom (-), rambut hitam
terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan.
Mata
Mata cekung (-/-), palpebra oedem (-/-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis
(-/-), katarak kongenital (-/-), glaukoma kongenital (-/-)
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), bentuk normal, sekret (-/-), septum deviasi (-)
Telinga
Normotia, discharge (-/-)
Mulut
Sianosis (-), trismus (-), stomatitis (-), bercak-bercak putih pada lidah dan mukosa
(-), bibir kering (-), labioschizis (-), palatoschizis (-)
Leher
Pendek, pergerakan baik, tumor(-), tanda trauma (-)
Thorax
Paru
Inspeksi :simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, retraksi suprasternal
(-), subcostal (-), intercostalis (-)
Palpasi : stem fremitus tidak dilakukan, aerola mammae tidak teraba, papilla
mammae (+/+).
Perkusi : pemeriksaan tidak dilakukan
Auskultasi : suara nafas dasar bronkovesikuler, suara nafas tambahan (-/-), ronkhi
(-/-), wheezing (-/-), hantaran (-/-)
Jantung
Abdomen
Inspeksi :datar, tali pusat terawat
Auskultasi :bising usus (+)
Palpasi :supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba.
Perkusi :timpani
Tulang Belakang
Genitalia
Anorektal
Anggota gerak
Superior Inferior
Deformitas - /- - /-
Akral sianosis - /- - /-
Ikterik - /- - /-
Kulit
Lanugo tidak merata, sianotik (-), ikterik (-), anemis (-), turgor kulit abdomen kembali <
2 detik.
Refleks Primitif
Refleks Hisap : +
Refleks Rooting : +
Refleks Moro : +
Refleks Palmar Grasp :
Refleks Plantar Grasp :
IV. PEMERIKSAAN KHUSUS
KURVA LUBCHENKO
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
19 November (hari 1)
S: Sesak napas (+), merintih (+), demam (-), kejang (-), ikterik (-), minum (-), BAK (-),
BAB (-), muntah (-), sianosis (-)
O: KU: gerak kurang aktif, menangis lemah jika dirangsang, sesak nafas (+), sianosis (-),
kejang (-), ikterik (-), anemis (-), retraksi (+)
S : 36.10C
Retraksi (+)
P: Oksigen sungkup 5 L/menit (k/p CPAP), IVFD Calcium Gluconas 1 x 0,5 mL dalam
Dex.5% kecepatan 8 tpm, Neo K 0,5 cc, Ceftriaxon 2x125 mg, Aminophilin 2x4 mg,
Dexamethason 3x1/4 ampul. Observasi tanda-tanda vital dan KU.
S: Sesak napas (+), merintih (+), demam (-), kejang (-), ikterik (-) , minum (-), BAK (+),
BAB (+), muntah (-), sianosis (-)
O: KU: gerak kurang aktif, menangis lemah jika dirangsang, sesak nafas (+), sianosis (-),
kejang (-), ikterik (-), anemis (-), retraksi (+)
S : 36.7oC
RR : 51x/ menit
Retraksi (+)
S: Sesak napas (+), merintih (-), demam (-), kejang (-), ikterik (-) , minum (+), BAK (+),
BAB (+), muntah (-), sianosis (-)
O: KU: gerak kurang aktif, menangis lemah jika dirangsang, sesak nafas (+), sianosis (-),
kejang (-), ikterik (-), anemis (-), retraksi (-)
S : 36.3 oC
RR : 48x/ menit
SpO2 : 97 %
Retraksi (-)
P: Oksigen headbox 5 L/menit , IVFD Calcium Gluconas 1 x 0,5 mL dalam Dex.5% 8 tpm,
Ceftriaxon 2x125 mg, Aminophilin 2x4 mg, Dexamethason 3x1/4 ampul. Observasi tanda-
tanda vital dan KU.
22 November 2013 (hari 4)
S: Sesak napas berkurang, merintih (-), demam (-), kejang (-), ikterik (+) kramer I-II,
minum ASI (+), BAK (+), BAB (+), muntah (-), sianosis (-)
O: KU: gerak aktif, menangis kuat, sesak nafas (-), sianosis (-), kejang (-), ikterik (+), anemis
(-), retraksi (-)
S : 36.6oC
RR : 42 x/ menit
Retraksi (-)
P: Oksigen headbox 5 L/menit, IVFD Calcium Gluconas 1 x 0,5 mL dalam Dex.5% 10 tpm,
ASI adlib, Ceftriaxon 2x125 mg, Aminophilin 2x4 mg, Dexamethason 3x1/4 ampul.
Observasi tanda-tanda vital dan KU.
S: Sesak napas (-), merintih (-), demam (-), kejang (-), ikterik (+) , minum ASI (+), BAK (+),
BAB (+), muntah (-), sianosis (-)
O: KU: gerak aktif, menangis kuat, sesak nafas (-), sianosis (-), kejang (-), ikterik kramer I-
II, anemis (-), retraksi (-)
S : 36.7oC
RR : 44x/ menit
SpO2 : 99 %
Retraksi (-)
P: Oksigen inkubator 5 L/menit , IVFD Dex.5% 8 tpm, Ceftriaxon 2x125 mg, Aminophilin
2x4 mg, Dexamethason 3x1/4 ampul.
S: Sesak napas (-), merintih (-), demam (-), kejang (-), ikterik (+) kramer I, minum ASI (+),
BAK (-), BAB (-), muntah (-), sianosis (-)
O: KU: gerak aktif, menangis kuat, sesak nafas (-), sianosis (-), kejang (-), ikterik (+), anemis
(-), retraksi (-)
S : 35,9oC
HR: 130 x/menit reguler
RR : 44x/ menit
Retraksi (-)
P: IVFD Dex.5% 8 tpm, Ceftriaxon 2x125 mg, Aminophilin 2x4 mg, Dexamethason 3x1/4
ampul, ASI adlib, acc pulang.
VII. DIAGNOSIS BANDING
1. Asfiksia sedang
- Faktor Ibu
- Faktor Janin
- Faktor Placenta
2. Observasi Neonatal infeksi
- Antepartum
- Durante partum
- Post partum
3. BBLR
- Preterm
- IUGR
4. Hiperbilirubinemia
- Faktor produksi
- Faktor transportasi
- Faktor konjugasi
- Faktor ekskresi
5. Neonatus Preterm
- SMK (Sesuai Masa Kehamilan)
- BMK (Besar Masa Kehamilan)
- KMK (Kecil Masa Kehamilan)
1. Asfiksia sedang
3. BBLR
4. Hiperbilirubinemia
Umum
Khusus
Ceftriaxon 2 x 125 mg
Aminophilin 2 x 4 mg
Dexamethason 3 x ampul
X. PROGNOSIS
XII. NASEHAT
Jaga kehangatan bayi
Pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan
Ibu harus selalu membersihkan puting susu sebelum maupun sesudah menyusui. Jika
ibu menggunakan botol susu, pastikan botol susu dalam keadaan bersih dan harus
selalu dicuci serta direbus sebelum digunakan.
Setelah menyusui sendawakan bayi dengan cara meletakkan bayi tegak lurus di
pundak dan tepuk punggungnya perlahan-lahan sampai mengeluarkan suara.
Menjelaskan kepada ibu pasien untuk selalu mencuci tangan sehabis membersihkan
tinja anak.
Pantau pertumbuhan dan perkembangan anak dengan cara kontrol untuk tahu gejala
sisa
Ibu harus memeriksakan ke dokter secepat mungkin jika bayinya :
1. Mempunyai masalah bernafas
2. Menangis (lebih sering atau berbeda dari biasanya), merintih, atau mengerang
kesakitan
3. Tampak berwarna kebiruan (sianotik)
4. Suhu tubuh 38C
5. Muntah atau buang air besar berlebihan (>3x/hari)
6. Mengeluarkan darah (walaupun sedikit) pada air kencing maupun beraknya
7. Mengalami gemetar pada kaki dan tangan
8. Kejang
Lakukan pemeriksaan kesehatan bayi secara rutin ke pusat pelayanan kesehatan
terdekat untuk memeriksa perkembangan dan pertumbuhan badan serta pemberian
imunisasi dasar pada bayi
Hindari asap rokok di sekitar bayi karena paru-paru bayi masih sangat rentan terhadap
infeksi pernapasan
ANALISA KASUS
Diagnosa pada pasien ini adalah asfiksia neonatorum sedang, observasi neonatal
infeksi, BBLR, hiperbilirubinemia dan neonatus preterm sesuai masa kehamilan. Diagnosa
ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus dan pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis
Ibu G1P0A0 23 tahun, hamil 36 minggu. Kulit ketuban pecah sekitar 12 jam sebelum
ke rumah bersalin, warna jernih dan bau khas. Lahir bayi perempuan secara spontan dengan
menangis lemah, merintih, nafas cepat, tidak sianosis, Apgar Score menit pertama didapatkan
nilai 5, BBL 2300 gram, PB 47 cm. Air ketuban jernih. Apgar Score menit ke-5 didapatkan 6
dan menit ke-10 tidak diketahui.
Dari data ini dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami asfiksia sedang sesuai
dengan skor apgar dan faktor ibu, janin, dan plasenta janin dapat menjadi faktor
penyebabnya. Berat lahir 2300 gram menandakan BBLR, dan usia kehamilan 36 minggu
menandakan bayi preterm.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, KU : bayi tampak sesak , merintih (+), gerak kurang aktif dan
nangis lemah. RR : 48x/menit, tampak retraksi (+) merupakan tanda-tanda terdapatnya
gangguan pernapasan. Pasien tampak ikterik Kramer I-II pada hari ke-4 perawatan,
kemungkinan penyebab adalah ikterus fisiologis. Status generalis kepala, mata, jantung,
abdomen, genitalia, dan ekstremitas dalam batas normal.
Dari data di atas dapat disimpulkan pasien mengalami sesak, merintih, retraksi dada
(+) karena asfiksia. Ikterus muncul di hari ke-4 dapat disebabkan oleh ikterus fisiologis.
Pemeriksaan khusus
Dilakukan pemeriksaan khusus pada pasien ini antara lain pemeriksaan dengan
menggunakan kurva Lubchenko, Ballard score, Bell Squash Score, Didapatkan hasil sebagai
berikut :
1. Observasi Neonatal infeksi. Karena pada pasien ini terdapat asfiksia, BBLR, dan
preterm.
2. Neonatus preterm sesuai masa kehamilan. Pada kurva Lubchenko, pasien ini
termasuk kategori sesuai masa kehamilan dengan berat badan lahir 2300 gram dan
masa kehamilan 36 minggu. Serta menurut Ballard score, hasil penghitungan untuk
maturitas neuromuskular dan fisik didapatkan kesan 36 minggu, yang termasuk
dalam kategori preterm.
Pemeriksaan penunjang
1. Hasil laboratorium kadar billirubin serum didapatkan Billirubin Total 7,22 mg/dL,
Billirubin direk 2,11 mg/dL dan dari kramer score didapatkan score I-II. Dari hasil
pemeriksaan tersebut bahwa pasien mengalami hiperbilirubinemia.
TINJAUAN PUSTAKA
ASFIKSIA NEONATORUM
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan
asidosis (IDAI). Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir (WHO).
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan
melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada pertukaran
plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguanpada
aliran darah umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia.
Perdarahan antepartum
Riwayat kematian
neonatus sebelumnya
Penggunaan sedasi,
analgesi atau anestesi
1. Faktor ibu
Hipoksia ibu. Hal ini menimbulkan hipoksia janin. Hipoksia ibu ini dapat terjadi
karena hipoventilasi akibat pemberian oabat analgetika atau anestesi dalam.
Gangguan aliran darah uterus. Mengurangi aliran darah uterus akan menebabkan
berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian juga ke janin. Hal ini
sering diditemukan pada keadaan :
2. Faktor plasenta
Asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan pada plasenta, misalnya solusio
plasenta dan plasenta previa.
3. Faktor Fetus
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada tali pusat membumbung, lilitan tali
pusat dan kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi pada
Patofisiologi
Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara, proses
ini dianggap perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi primary
gasping yang kemudian berlanjut dengan pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak
mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya. Kegagalan
perafasan mengakibatkan gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, diikuti acidosis
respiratorik. Apabila proses berlanjut maka metabolisme sel akan berlangsung dalam suasana
aerobik yang berupa glikolisis glikogen sehingga sumber utama glikogen terutama pada
jantung dan hati akan berkurang dan asam organik yang terjadi akan menyebabkan asidosis
metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan
beberapa diantaranya:
1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung
2. Terjadinya asidosis metabolik mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot
jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung
3. Pengisian udara aveolus yang kurang adekuat menyebabkan tetap tingginya resistensi
pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darak ke paru dan sistem sirkulasi tubuh lain
mengalami gangguan
Sehubungan dengan proses faali tersebut maka fase awal asfiksia ditandai dengan pernafasan
cepat dan dalam selama tiga menit (periode hiperapne) diikuti dengan apneu primer kira-kira
satu menit di mana pada saat ini denyut jantung dan tekanan darah menurun. Kemudian bayi
akan mulai bernafas (gasping) 8-10 kali/menit selama beberapa menit, gasping ini semakin
melemah sehingga akhirnya timbul apneu skunder. Pada keadaan normal fase-fase ini tidak
jelas terlihat karena setelah pembersihan jalan nafas bayi maka bayi akan segera bernafas dan
menangis kuat.
Pemakaian sumber glikogen unutk energi dalam metabolisme anaerob menyebabkan
dalam waktu singkat tubuh bayi akan menderita hipoglikemia. Pada asfiksia berat
menyebabkan kerusakan membran sel terutama sel susunan saraf pusat sehingga
mengakibatkan gangguan elektrolit, berakibat menjadi hiperkalemia dan pembengkakakn sel.
Kerusakan sel otak terjadi setelah asfiksia berlangsung selama 8-15 menit.
Diagnosis
Neonatus yang mengalami asfiksia neonatorum bisa didapatkan riwayat gangguan
alhir, lahir tidak bernafas dengan adekuat, riwayat ketuban bercampur mekoneum. Temuan
klinis yang didapatkan pada neonatus dengan asfiksia neonatorum dapat berupa lahir tidak
bernafas/megap-megap, denyut jantung <100x/menit, kulit sianosis atau pucat dan tonus otot
melemah. Secara klinis dapat digunakan skor APGAR pada menit ke 1, 5 dan 10 unutk
mendiagnosa dan mengklasifikasikan derajat asfiksia secara cepat. Skor APGARmerupakan
metode objektif untuk menilai kondisi bayi baru lahir dan berguna untuk memberikan
informasi mengenai keadaan bayi secara keseluruhan dan keberhasilan tindak resusitasi.
Walaupun demikian, tindakan resusitasi harus dimulai sebelum perhitungan pada menit
pertama. Jadi skor APGAR tidaklah digunakan untuk menentukan apakah seorang bayi
memerlukan resusitasi, langkah mana yang dibutuhkan atau kapan kita menggunakannya.
Ada tiga tanda utama yang digunakan untuk menentukan bagaimana dan kapan melakukan
resusitasi (pernafasan, frekuensi jantung, warna kulit) dan ini merupakan bagian dari APGAR
skor.dua tanda tambahan (tonus otot dan refleks rangsangan) menggambarkan keadann
neurologis. Skor APGAR biasanya dinilai pada menit 1 kemudian pada menit ke 5. Jika
nilainya pada menit ke 5 kurang dari 7, tambahan penilaian harus dilakukan setiap 5 menit
sampai 20 menit. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisis gas darah,
dimana pada neonatus dengan asfiksia neonatorum didapatkan PaO2 < 50 mmH2O, PaCO2 >
55 mmH2O, pH < 7,3. WHO pada tahun 2008 sudah menambahkan kriteria dalam penegakan
diagnosis asfiksia berdasarkan skor APGAR dan adanya asidosis metabolik, ditambah adanya
gangguan fungsi organ berupa gejala neurologis berupa HIE, akan tetapi peegakan diagnosis
HIE tidak dapat dilakukan dengan segera dan terdapat berbagai keterbatasan dalam
aplikasinya di komunitas. Hal ini membuat diagnosis asfiksia secra cepat di komunitas
menggunakan kriteria penilaian adanya gengguan pada pernafasan, frekuensi jantung dan
warna kulit ditunjang denga hasil analisa gas darah yang menunjukan asidosis metabolik
Penatalaksanaan
Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah mempertahankan kelangsungan hidup bayi
dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul dikemudian hari. Tindakan yang
dikerjakan pada bayi, lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.5
a. Resusitasi
Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 3 pertanyaan:4
a. apakah bayi cukup bulan?
b. apakah bayi bernapas atau menangis?
c. apakah tonus otot bayi baik atau kuat?
Bila semua jawaban ya maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam prosedur perawatan
rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi dikeringkan, diletakkan di dada ibunya dan
diselimuti dengan kain linen kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban tidak dari
salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitasi.
Pencegahan
Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau
meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu
hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari.
Upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja
karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak faktor seperti
kemiskinan, pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Untuk
itu dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait.
Adanya kebutuhan dan tantangan untuk meningkatkan kerjasama antar tenaga obstetri
di kamar bersalin. Perlu diadakan pelatihan untuk penanganan situasi yang tak diduga dan
tidak biasa yang dapat terjadi pada persalinan. Setiap anggota tim persalinan harus dapat
mengidentifikasi situasi persalinan yang dapat menyebabkan kesalahpahaman atau
menyebabkan keterlambatan pada situasi gawat.14 Pada bayi dengan prematuritas, perlu
diberikan kortikosteroid untuk meningkatkan maturitas paru janin.
Metabolisme Billirubin
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh.
Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi
dari heme bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi
dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain.
Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX. Zat
ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang
sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak.
Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar.
Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel
hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan
ligandin (protein Y), protein Z dan glutation hepar lain yang membawanya ke reticulum
endoplasma hepar, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim
glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini
dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar
bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran
pencernaan dan selanjutnya menjadi urubilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin.
Dalam usus, sebagian di absorpsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorpsi
entero hepatik.
Etiologi
1. Produksi yang berlebihan; hematoma darah ekstravaskuler, ketidaksesuaian golongan
darah ABO dan Rh, defisiensi G6PD
2. Transport yang menurun; Hipoalbumin
3. Defek Konjugasi billirubin; defisiensi enzim uridin difosfat glukuronil tranferase,
prematuritas, hipotiroid
4. Penurunan Ekskresi; peningkatan siklus eneterohepatik oleh karena penurunan asupan
enteral, stenosis pilorik, atresia/ stenosis usus.
Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk
mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menbimbulkan
kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus tadi.
Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin
dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya
glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan (luminal). Pemberian substrat yang
dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi
enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan
yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.
Terapi Sinar
Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958. Banyak
teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru mengemukakan
bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah
senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin
yang merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih
mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam
empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga
peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus.
Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah lampu neon
yang diletakkan secara pararel dan dipasang dalam kotak yang berfentilasi. Agar bayi
mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm) lampu diletakkan pada jarak tertentu
dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksiglass biru yang berfungsi untuk menahan sinar
ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk penyinaran. Gantilah lampu setiap 2000 jam atau
setelah penggunaan 3 bulan walau lampu masih menyala. Gunakan kain pada boks bayi atau
inkubator dan pasang tirai mengelilingi area sekeliling alat tersebut berada untuk
memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke arah bayi. Pada saat penyinaran
diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat seluas-luasnya, yaitu dengan membuka
pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 6-8 jam agar bagian tubuh yang
terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata dan gonad.
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan
efek samping terapi sinar. Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan antara lain :
enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek
samping ini biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan
sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.
OBSERVASI NEONATAL INFEKSI
Terjadinya neonatal infeksi secara umum dapat ditentukan bila ditemukan adanya keadaan
berikut pada pemeriksaan.
Anamnesis
Riwayat ibu
Infeksi, KPD, persalinan tindakan, penolong/lingkungan persalinan kurang
hiegenis
Riwayat bayi
Asfiksia, BKB, BBLR
Malas minum, klinis cepat memburuk
Riwayat air ketuban:
keruh, purulen/mekonium
Keadaan bayi:
lunglai, mengantuk, aktifitas-, iritabel/rewel, malas minum, hiper/hipotermi,
gangguan nafas, ikterus, sklerema/ sekleredema, kejang
Pemeriksaan Fisik
Gangguan umum: gangguan suhu, perfusi, kesadaran, nafas, minum
Gastrointestinal:
Muntah, diare, perut kembung, hepatomegali
Kulit
Pucat, sianosis, ruam, ikterik, seklerem
Kardiopulmuner
Takipnu, gangguan nafas, takikardi, hipotensi
Neurologis:
Iritabilitas, penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun membonjol
Kaku kuduk
BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya pada
saat kelahiran kurang dari 2500 gram. Dahulu bayi baru lahir yang berat badannya kurang
atau sama dengan 2500 gram (2500 gram) disebut bayi prematur. Tetapi ternyata morbiditas
dan mortalitas neonatus tidak hanya bergantung pada berat badannya, tetapi juga pada
maturitas bayi itu.
- Bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu.
- Bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai dari 37 minggu sampai 42
minggu.
- Bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih.
Dengan pengertian seperti yang telah diterangkan diatas, bayi BBLR dapat dibagi menjadi
dua golongan, yaitu :
1. Prematuritas murni
Masa gestasinya <37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa
gestasi itu atau biasa disebut bayi kurang bulan-sesuai masa kehamilan (BKB-SMK).
2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu.
Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine dan merupakan bayi yang
kecil untuk masa kehamilan (KMK).
Insidens
Angka bayi berat lahir rendah (BBLR) masih cukup tinggi, terutama di negara dengan
sosio ekonomi rendah. Data statistik menunjukkan sekitar 90 kasus BBLR terjadi di negara
berkembang. Di negara berkembang, angka kematian BBLR mencapai 35 kali lebih tinggi
dibandingkan bayi dengan berat lahir di atas 2500 gram.
Sejak tahun 1981, frekuensi BBLR telah naik, terutama karena adanya kenaikan
jumlah kelahiran preterm. Sekitar 30% bayi BBLR di Amerika Serikat mengalami
dismaturitas, dan dilahirkan sesudah 37 minggu. Di negara-negara yang sedang berkembang
sekitar 70% bayi BBLR tergolong dismaturitas.
Di Negara maju, angka kejadian kelahiran bayi prematur adalah sekitar 6-7%. Di
Negara sedang berkembang, angka kelahiran ini lebih kurang tiga kali lipat. Di Indonesia,
kejadian bayi prematur belum dapat dikemukakan, tetapi angka kejadian BBLR di Rumah
Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1986 adalah 24%. Angka kematian perinatal di
rumah sakit pada tahun yang sama adalah 70%, dan 73% dari seluruh kematian disebabkan
oleh BBLR.
Etiologi
1. Faktor ibu
a. Penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya toksemia
gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisis dan psikologis. Penyebab
lainnya adalah diabetes mellitus, penyakit jantung, bacterial vaginosis,
chorioamnionitis atau tindakan operatif dapat merupakan faktor etiologi
prematuritas.
b. Usia
Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah pada usia dibawah 20 tahun dan
pada multi gravida yang jarak antar kelahirannya terlalu dekat. Pada ibu-ibu yang
sebelumnya telah melahirkan lebih dari 4 anak juga sering ditemukan. Kejadian
terendah adalah pada usia antara 26-35 tahun.
2. Faktor janin
Hidramnion, gawat janin, kehamilan ganda, eritroblastosis umumnya akan
mengakibatkan BBLR.
Patogenesis
Bayi lahir prematur yang BBLR-nya sesuai dengan umur kehamilan pretermnya
biasanya dihubungkan dengan keadaan medis dimana terdapat ketidakmampuan uterus untuk
mempertahankan janin (incompetent cervix/premature dilatation), gangguan pada perjalanan
kehamilan, pelepasan plasenta, atau rangsangan tidak pasti yang menimbulkan kontraksi
efektif pada uterus sebelum kehamilan mencapai umur cukup bulan.
Gejala klinik
Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm,
lingkaran dada kurang dari 30 cm, lingkaran kepala kurang dari 33 cm, masa gestasi kurang
dari 37 minggu. Kepala relatif besar dari badannya, kulitnya tipis, transparan, lanugo banyak,
lemak subkutan kurang. Ossifikasi tengkorak sedikit, ubun-ubun dan sutura lebar, genitalia
imatur. Desensus testikulorum biasanya belum sempurna dan labia minora belum tertutup
oleh labia mayora. Rambut biasanya tipis dan halus. Tulang rawan dan daun telinga belum
cukup, sehingga elastisitas daun telinga masih kurang. Jaringan mamma belum sempurna,
puting susu belum terbentuk dengan baik. Bayi kecil, posisinya masih posisi fetal, yaitu
posisi dekubitus lateral, pergerakannya kurang dan masih lemah. Bayi lebih banyak tidur
daripada bangun. Tangisnya lemah, pernapasan belum teratur dan sering terdapat serangan
apnoe. Otot masih hipotonik, sehingga kedua tungkai selalu dalam keadaan abduksi, sendi
lutut dan sendi kaki dalam fleksi dan kepala menghadap ke satu jurusan.
Refleks moro dapat positif. Refleks mengisap dan menelan belum sempurna, begitu
juga refleks batuk. Kalau bayi lapar, biasanya menangis, gelisah, aktivitas bertambah. Bila
dalam waktu tiga hari tanda kelaparan ini tidak ada, kemungkinan besar bayi menderita
infeksi atau perdarahan intrakranial. Seringkali terdapat edema pada anggota gerak, yang
menjadi lebih nyata sesudah 24-48 jam. Kulitnya tampak mengkilat dan licin serta terdapat
pitting edema. Edema ini seringkali berhubungan dengan perdarahan antepartum, diabetes
mellitus, dan toksemia gravidarum.
Frekuensi pernapasan bervariasi terutama pada hari-hari pertama. Bila frekuensi
pernapasan terus meningkat atau selalu diatas 60x/menit, harus waspada kemungkinan
terjadinya penyakit membran hialin, pneumonia, gangguan metabolik atau gangguan susunan
saraf pusat. Dalam hal ini, harus dicari penyebabnya, misalnya dengan melakukan
pemeriksaan radiologis toraks.
Diagnosis
1. Prematuritas murni
Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannnya sesuai dengan berat
badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut Bayi Kurang Bulan-Sesuai Masa
Kehamilan (BKB-SMK).
2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi
itu, berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi
yang Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK).
Penatalaksanaan
Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan
perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus, maka perlu
diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan, dan bila perlu pemberian
oksigen, mencegah infeksi, serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi.
- Atur suhu
BBLR mudah mengalami hipotermi, oleh karena itu suhu tubuhnya harus
dipertahankan dengan ketat. Bisa dengan membersihkan cairan pada tubuh bayi,
kemudian dibungkus. Atau bisa juga dengan meletakkannya di bawah lampu atau
dalam inkubator. Dan bila listrik tidak ada, bisa dengan metode kangguru, yaitu
meletakkan bayi dalam pelukan ibu (skin to skin).
- Cegah sianosis
Cara mencegah sianosis dapat dengan cara pemberian oksigen agar saturasi oksigen
dalam tubuh bayi dapat dipertahankan dalam batas normal.
- Cegah infeksi
BBLR mudah sekali diserang infeksi. Ini disebabkan oleh karena daya tahan tubuh
terhadap infeksi berkurang, relatif belum sanggup untuk membentuk antibodi dan
daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum baik. Oleh karena itu, perlu
diperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi, antara lain mencuci tangan sebelum
dan sesudah memegang bayi, membersihkan tempat tidur bayi segera sesudah tidak
dipakai lagi, membersihkan kulit dan tali pusat bayi dengan baik.
- Pemberian vitamin K
Dosis 1 mg intra muskular, sekali pemberian. Pemberian vitamin K pada bayi imatur
adalah sama seperti bayi-bayi dengan berat badan dan maturitas yang normal.
Komplikasi
2. Pneumonia aspirasi
Sering ditemukan pada bayi prematur karena refleks menelan dan batuk belum
sempurna.
3. Perdarahan intraventrikuler
Perdarahan spontan di ventrikel otak lateral karena anoksia otak. Kelainan ini biasanya
hanya ditemukan pada otopsi.
4. Fibroplasias retrolental
Penyakit ini ditemukan pada bayi prematur yang disebabkan oleh gangguan oksigen
yang berlebihan.
5. Hiperbilirubinemia
Bayi prematur lebih sering mengalami hiprebilirubinemia dibandingkan dengan bayi
cukup bulan. Hal ini disebabkan oleh faktor kematangan hepar yang tidak sempurna
sehingga konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk belum sempurna.
6. Infeksi
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya IgG gamma globulin.
Prognosis
Prognosis BBLR ini tergantung dari berat ringannya masa perinatal, misalnya masa
gestasi (makin muda masa gestasi/makin rendah berat badan, makin tingggi angka kematian),
asfiksia atau iskemia otak, sindroma gangguan pernapasan, perdarahan intraventrikuler,
fibroplasias retrolental, infeksi, gangguan metabolik. Prognosis ini juga tergantung dari
keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan
dan postnatal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan, pencegahan infeksi,
mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia, hiperbilirubinemia, hipoglikemia, dan lain-lain).
DAFTAR PUSTAKA