Anda di halaman 1dari 14

DIABETES MILITUS

1. .Pengertian Umum

Diabetes mellitus (DM) didefenisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme
yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat
disebabkan oleh gangguan atau defenisi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar
pankreas atau disebabkan kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Ditjen Bina
Farmasi & ALKES, 2005).

Diabetes adalah suatu penyakit dimana metabolisme glukosa tidak normal, suatu resiko
komplikasi spesifik perkembangan mikrovaskular dan ditandai dengan adanya peningkatan
komplikasi perkembangan makrovaskuler. Secara umum, ketiga elemen diatas telah digunakan
untuk mencoba menemukan diagnosis atau penyembuhan diabetes (Mogensen, 2007). Pada
beberapa populasi tetapi bukan semuanya, defenisi diabetes oleh distribusi glukosa adalah
pendistribusian glukosa ke seluruh jaringan dimana berbeda distribusi glukosa pada setiap
individual dengan atau tanpa diabetes. Selain itu distribusi glukosa juga dapat menjadi parameter
untuk penyakit diabetes atau dengan kata lain, nilai defenisi diagnosis untuk diabetes didasarkan
pada nilai distribusi glukosa pada tingkat populasi bukan sering atau tidaknya berolahraga.
Besarnya komplikasi mikrovaskuler pada retina dan ginjal spesifik menuju ke diabetes. Selain itu
terjadinya komplikasi makrovaskuler dapat menyebabkan kematian pada penderita diabetes. Hal
ini ditunjukkan bahwa nilai glukosa yang tidak normal seharusnya ditemukan sebagai
peningkatan cepat dari nilai glukosa, yang mana diapresiasikan dengan peningkatan resiko
penyakit CVD (kardiovaskuler) (Mogensen, 2007).

2. Gejala Diabetes mellitus

Gejala diabetes adalah adanya rasa haus yang berlebihan, sering kencing terutama malam
hari dan berat badan turun dengan cepat. Di samping itu kadangkadang ada keluhan lemah,
kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah seks
menurun, dan luka sukar sembuh. Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan
adanya keluhan hingga ada yang bertanya mengapa jadi ribut dengan diabetes? Mereka
mengetahui adanya diabetes hanya karena pada saat check-up ditemukan kadar glukosa darahnya
tinggi. Oleh karena itu dalam rangka penyuluhan kepada pasien seperti ini, kita sering mendapat
hambatan karena sulit memotivasi. Memang saat ini tidak ada keluhan tetapi mereka harus
menyadari bahwa kadar glukosa darah yang selalu tinggi dalam jangka panjang akan
menimbulkan apa yang disebut komplikasi jangka panjang akibat keracunan glukosa. Pasien
dapat terkena komplikasi pada mata hingga buta atau komplikasi lain seperti kaki busuk
(gangren), komplikasi pada ginjal, jantung, dll (Waspadji, dkk, 2002). Beberapa faktor yang
dapat menunjang timbulnya Diabetes mellitus yaitu obesitas dan keturunan, sedangkan gejala
yang dapat diamati adalah polidipsia, poliuria, dan polipfagia. Gejala-gejala ini perlu mendapat
tanggapan di dalam penyusunan diet penderita Diabetes mellitus (Tjokroprawiro, dkk, 1986).

Patofisiologi

Seperti suara mesin, badan memerlukan bahan untuk mmbentuk sel baru dan mengganti
sel yang rusak. Di samping itu badan juga memerlukan energi supaya sel badan dapat berfungsi
dengan baik. Energi pada mesin berasal dari bahan bakar yaitu bensin. Pada manusia bahan
bakar itu berasal dari bahan makanan yang kita makan sehari-hari, yang terdiri dari karbohidrat
(gula dan tepung-tepungan), protein (asam amino) dan lemak (asam lemak) (Waspadji, dkk,
2002). Pengolahan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke
usus. Di dalam saluran pencernaan itu makanan dipecah menjadi bahan dasar makanan.
Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak.
Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan
diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan
bakar. Agar dapat berfungsi sebagai bahan bakar, makanan itu harus masuk dulu ke dalam sel
supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia
yang rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam
proses metabolisme itu insulin meme peran yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan
glukosa ke dalam sel untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah
suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas (Waspadji, dkk, 2002).
3. Penggolongan Diabetes

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakui tiga bentuk Diabetes mellitus yaitu:

1. Diabetes mellitus tipe 1


Diabetes mellitus tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes mellitus, IDDM) adalah
diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat
rusaknya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Lagerhans pankreas. IDDM
dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olah raga tidak bisa
menyembuhkan ataupun mencegah diabetes tipe 1. Kebanyakan penderita diabetes
tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai
dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya
normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab
terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi
autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut
dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat
diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat
glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1,
bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin,
ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa
mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup
(diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga
dimungkinkan pemberian insulin melalui pompa, yang memungkinkan untuk
pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan,
juga dimungkinkan pemberian dosis dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan.
Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder"
(Anonima , 2009).
2. Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 (Non-Insulin-Dependent Diabetes mellitus, NIDDM)
merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di
dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan
oleh mutasi pada banyak gen, termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel ,
gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin terutama pada hati
menjadi kurang peka terhadap insulin serta yang menekan penyerapan glukosa oleh
otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi gen tersebut
sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang
ditemukan pada manusia.
Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap
insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan
sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun
semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan
insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan
mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor
predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin. Obesitas ditemukan di kira-kira
90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2 kencing manis. Faktor
lain meliputi sejarah keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah terus
meningkat mulai untuk mempengaruhi anak remaja dan anak-anak.
Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes
tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga),
diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat
badan. Langkah yang berikutnya, jika perlu, perawatan dengan lisan antidiabetic
drugs (Anonima , 2009).
Berdasarkan uji toleransi glukosa oral, penderita DM tipe 2 dapat dibagi menjadi
4 kelompok:
a. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya normal
b. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya abnormal, disebut juga Diabetes
Kimia (Chemical Diabetes)
c. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa minimal (kadar glukosa
plasma puasa < 140mg/dl)
d. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa tinggi (kadar glukosa
plasma puasa > 140mg/dl) (Ditjen Bina Farmasi dal ALKES, 2005).
3. Diabetes mellitus Gestasional
Diabetes Mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya bersifat
sementara, tetapi merupakan faktor risiko untuk Diabetes Mellitus tipe 2. Sekitar 4-
5% wanita hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau
setelah trimester kedua (Ditjen Bina Farmasi dan ALKES, 2005).
3. Diabetes mellitus tipe 2
ADA (American Diabetes Association) menetapkan kriteria diagnostik diabetes tipe 2
sebagai berikut:
1. Seseorang dengan gejala hiperglikemia dan random plasma glucose(RPG) atau
glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl dari hasil 2 kali pengukuran terpisah dapat
dikatakan menderita diabetes tipe 2, atau
2. Seseorang dengan fasting plasma glucose (FPG) atau glukosa plasma dalam
keadaan puasa 126 mg/dl dari hasil 2 kali pengukuran terpisah dapat dikatakan
menderita diabetes tipe 2, atau
3. Seseorang dengan fasting plasma glucose (FPG) atau glukosa plasma dalam
keadaan puasa 110 mg/dl dari hasil 2 kali pengukuran terpisah dapat dikatakan
beresiko menderita diabetes tipe 2 (Muhammad, 2009).

4. Diabetes dengan Ganggren

a. Etiologi

Proses terjadinya kaki diabetik diawali oleh angiopati, neuropati, dan infeksi. Neuropati
menyebabkan gangguan sensorik yang menghilangkan atau menurunkan sensasi nyeri kaki,
sehingga ulkus dapat terjadi tanpa terasa. Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot tungkai
sehingga mengubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi kaki. Angiopati akan mengganggu
aliran darah ke kaki; penderita dapat merasa nyeri tungkai sesudah berjalan dalam jarak tertentu.
Infeksi sering merupakan komplikasi akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati.Ulkus
diabetik bisa menjadi gangren kaki diabetik. Penyebab gangren pada penderita DM adalah
bakteri anaerob, yang tersering Clostridium. Bakteri ini akan menghasilkan gas, yang disebut gas
gangren.
b. Faktor Risiko

Identifikasi faktor risiko penting, biasanya diabetes lebih dari 10 tahun, laki-laki, kontrol
gula darah buruk, ada komplikasi kardiovaskular, retina, dan ginjal. Hal-hal yang meningkatkan
risiko antara lain neuropati perifer dengan hilangnya sensasi protektif, perubahan biomekanik,
peningkatan tekanan pada kaki, penyakit vaskular perifer (penurunan pulsasi arteri dorsalis
pedis), riwayat ulkus atau amputasi serta kelainan kuku berat. Luka timbul spontan atau karena
trauma, misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet akibat sepatu atau sandal sempit dan
bahan yang keras. Luka terbuka menimbulkan bau dari gas gangren, dapat mengakibatkan
infeksi tulang (osteomielitis).

c. Patofiologi

Ulkus kaki diabetes disebabkan tiga faktor yang sering disebut trias, yaitu: iskemi,
neuropati, dan infeksi. Kadar glukosa darah tidak terkendali akan menyebabkan komplikasi
kronik neuropati perifer berupa neuropati sensorik, motorik, dan autonom. Neuropati sensorik
biasanya cukup berat hingga menghilangkan sensasi proteksi yang berakibat rentan terhadap
trauma fisik dan termal, sehingga meningkatkan risiko ulkus kaki. Sensasi propriosepsi yaitu
sensasi posisi kaki juga hilang. Neuropati motorik mempengaruhi semua otot, mengakibatkan
penonjolan abnormal tulang, arsitektur normal kaki berubah, deformitas khas seperti hammer toe
dan hallux rigidus. Deformitas kaki menimbulkan terbatasnya mobilitas, sehingga dapat
meningkatkan tekanan plantar kaki dan mudah terjadi ulkus.

Neuropati autonom ditandai dengan kulit kering, tidak berkeringat, dan peningkatan
pengisian kapiler sekunder akibat pintasan arteriovenosus kulit. Hal ini mencetuskan timbulnya
fisura, kerak kulit, sehingga kaki rentan terhadap trauma minimal. Hal tersebut juga dapat karena
penimbunan sorbitol dan fruktosa yang mengakibatkan akson menghilang, kecepatan induksi
menurun, parestesia, serta menurunnya refleks otot dan atrofi otot. Penderita diabetes juga
menderita kelainan vaskular berupa iskemi. Hal ini disebabkan proses makroangiopati dan
menurunnya sirkulasi jaringan yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis, dan arteri poplitea; menyebabkan kaki menjadi atrofi, dingin, dan
kuku menebal. Selanjutnya terjadi nekrosis jaringan, sehingga timbul ulkus yang biasanya
dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
Kelainan neurovaskular pada penderita diabetes diperberat dengan aterosklerosis.
Aterosklerosis merupakan kondisi arteri menebal dan menyempit karena penumpukan lemak di
dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otototot kaki karena
berkurangnya suplai darah, kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka lama dapat
mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus kaki diabetes. Proses
angiopati pada penderita DM berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer
tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal tungkai berkurang. DM yang
tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membran basalis arteri)
pembuluh darah besar dan kapiler, sehingga aliran darah jaringan tepi ke kaki terganggu dan
nekrosis yang mengakibatkan ulkus diabetikum.

Peningkatan HbA1C menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen oleh


eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan sirkulasi dan kekurangan oksigen
mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya menjadi ulkus. Peningkatan kadar fibrinogen
dan bertambahnya reaktivitas trombosit meningkatkan agregasi eritrosit, sehingga sirkulasi darah
melambat dan memudahkan terbentuknya trombus (gumpalan darah) pada dinding pembuluh
darah yang akan mengganggu aliran darah ke ujung kaki.
Gambar 1 : Patofiologi DM Ganggren

Gambar 2 : Klasifikasi kaki diabetes berdasarkan wagner- Meggit


D. Klasifikasi kaki Diabetes

Klasifikasi Wagner-Meggit dikembangkan pada tahun 1970-an, digunakan secara luas


untuk mengklasifikasi lesi pada kaki diabetes. Tabel . Klasifikasi kaki diabetes berdasarkan
Wagner Meggit.

Klasifikasi Wagner-Meggit dianjurkan oleh International Working Group on Diabetic


Foot (IWGDF) dan dapat diterima semua pihak agar memudahkan perbandingan hasil-hasil
penelitian. Dengan klasifikasi ini akan dapat ditentukan kelainan yang dominan, vaskular,
infeksi, atau neuropatik dengan ankle brachial index (ABI), filament test, nerve conduction
study, electromyography (EMG), autonomic testing, sehingga pengelolaan lebih baik. Ulkus
gangren dengan critical limb ischemia lebih memerlukan evaluasi dan perbaikan keadaan
vaskularnya. Sebaliknya jika faktor infeksi menonjol, antibiotik harus adekuat. Sekiranya faktor
mekanik yang dominan, harus diutamakan koreksi untuk mengurangi tekanan plantar.
F. Diagnostik

1. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan ulkus dan keadaan umum ekstremitas

b. Penilaian risiko insufisiensi vaskular

c. Penilaian risiko neuropati perifer

A. Ekstrimitas

Ulkus diabetes cenderung terjadi di daerah tumpuan beban terbesar, seperti tumit, area
kaput metatarsal di telapak, ujung jari yang menonjol (jari pertama dan kedua). Ulkus di
malleolus terjadi karena sering mendapat trauma. Kelainan lain yang dapat ditemukan seperti
callus hipertropik, kuku rapuh/pecah, kulit kering, hammer toes, dan fissure.

B. Insufisiensi Arteri Perifer

Pemeriksaan fisik akan rnendapatkan hilang atau menurunnya nadi perifer. Penemuan
lain yang berhubungan dengan aterosklerosis meliputi bising (bruit) arteri iliaka dan femoralis,
atrofi kulit, hilangnya rambut kaki, sianosis jari kaki, ulserasi dan nekrosis iskemik, serta
pengisian arteri tepi (capillary refill test) lebih dari 2 detik. Pemeriksaan vaskular non-invasif
meliputi pengukuran oksigen transkutan, anklebrachial index (ABI), dan tekanan sistolik jari
kaki. ABI dilakukan dengan alat Doppler. Cuff dipasang di lengan atas dan dipompa sampai nadi
brachialis tidak dapat dideteksi Doppler. Cuff kemudian dilepas perlahan sampai Doppler dapat
mendeteksi kembali nadi brachialis. Tindakan yang sama dilakukan pada tungkai, cuff dipasang
di bagian distal dan Doppler dipasang di arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior. ABI
didapat dari tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik brachialis. Bila ankle brachial index <
0,3 pasien di diagnosis iskemik berat.

D. Neuropati Perifer

Tanda neuropati perifer meliputi hilangnya sensasi rasa getar dan posisi, hilangnya
refleks tendon dalam, ulserasi trofik, foot drop, atrofi otot, dan pembentukan callus hipertropik
khususnya di daerah penekanan misalnya tumit. Status neurologis dapat diperiksa menggunakan
monofilamen SemmesWeinsten untuk mendeteksi sensasi protektif. Hasil abnormal jika
penderita tidak merasakan sentuhan saat ditekan sampai monofilamen bengkok. Alat
pemeriksaan lain adalah garpu tala 128 Hz untuk sensasi getar di pergelangan kaki dan sendi
metatarsofalangeal pertama. Pada neuropati metabolik intensitas paling parah di daerah distal.
Pada umumnya, seseorang tidak merasakan getaran garpu tala di jari tangan lebih dari 10 detik
setelah pasien tidak dapat merasakan getaran di ibu jari kaki. Beberapa penderita normal
menunjukkan perbedaan antara sensasi jari kaki dan tangan pemeriksa kurang dari 3 detik.

F. Pengelolaan

Pada setiap tahap harus diingat berbagai faktor yang harus dikendalikan, yaitu:

1. Mechanical control- pressure control


2. Metabolic control
3. Educational control
4. Wound control
5. Microbiological control- infection control

Pada tahap lanjut, perlu dilakukan wound control dan infection control, dan semua faktor
disertai kerjasama multidisipliner yang baik. Untuk stadium awal, peran pencegahan sangat
penting. Rehabilitasi medis dilakukan untuk distribusi tekanan plantar kaki dengan
menggunakan alas kaki khusus, serta berbagai usaha non-weight bearing sangat bermanfaat
untuk mengurangi kecacatan.8 Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 kelompok
besar, yaitu pencegahan kaki diabetes dan ulkus (pencegahan primer sebelum terjadi
perlukaan kulit) dan pencegahan kecacatan yang lebih parah (pencegahan sekunder dan
pengelolaan ulkus/gangren diabetik).

1. Pencegahan Primer
Penyuluhan cara terjadinya kaki diabetes sangat penting, harus selalu dilakukan setiap
saat. Berbagai usaha pencegahan sesuai dengan tingkat risiko dengan melakukan
pemeriksaan dini setiap ada luka pada kaki secara mandiri ataupun ke dokter terdekat.
Deformitas (stadium 2 dan 5) perlu sepatu/ alas kaki khusus agar meratakan penyebaran
tekanan pada kaki.
2. Pencegahan Sekunder
a. Pengelolaan Holistik Ulkus/Gangren Diabetik
Kerjasama multidisipliner sangat diperlukan. Berbagai hal harus ditangani dengan
baik dan dikelola bersama, meliputi:
a) Wound control
b) Microbiological control- infection control
c) Mechanical control- pressure control
d) Educational control
b. Terapi Farmakologi
Jika mengacu pada berbagai penelitian aterosklerosis (jantung, otak), obat seperti
aspirin yang dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk kaki DM. Namun,
sampai saat ini belum ada bukti kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara
rutin guna memperbaiki patensi pembuluh darah kaki penyandang DM.
c. Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau kondisi klaudikasio intermitten
hebat, maka tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan, diperlukan
pemeriksaan arteriografi. Untuk oklusi panjang dianjurkan operasi bedah pintas
terbuka. Untuk oklusi pendek dapat dipikirkan prosedur endovaskular. Pada keadaan
sumbatan akut dapat dilakukan tromboarterektomi.
Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat
diperbaiki, sehingga pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik. Terapi hiperbarik
dilaporkan juga bermanfaat memperbaiki vaskularisasi dan oksigenisasi jaringan luka
pada kaki diabetes sebagai terapi adjuvan. Masih banyak kendala untuk menerapkan
terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetes.
d. Wound Control
Perawatan luka sejak awal harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka
harus secermat mungkin. Klasifikasi ulkus pedis dilakukan setelah debridement
adekuat. Jaringan nekrotik dapat menghalangi proses penyembuhan luka dengan
menyediakan tempat untuk bakteri, sehingga dibutuhkan tindakan debridement.
Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan
nekrotik, dengan demikian akan sangat mengurangi produksi pus/cairan dari
ulkus/gangren. Debridement dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti
mekanikal, surgikal, enzimatik, autolisis, dan biokemis. Cara paling efektif adalah
dengan metode autolysis debridement. Autolysis debridement adalah cara peluruhan
jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri dengan syarat utama lingkungan luka harus
lembap. Pada keadaan lembap, enzim proteolitik secara selektif akan melepas
jaringan nekrosis, sehingga mudah lepas dengan sendirinya atau dibantu secara
surgikal atau mekanikal. Pilihan lain dengan menggunakan maggot. Saat ini terdapat
banyak macam dressing (pembalut) yang dapat dimanfaatkan sesuai keadaan luka dan
letak luka. Dressing mengandung komponen zat penyerap, seperti carbonated
dressing, alginate dressing akan bermanfaat pada luka yang masih produktif.
Hydrophilic fiber dressing atau silver impregnated dressing bermanfaat untuk luka
produktif dan terinfeksi.
Berbagai terapi topikal dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada luka,
cairan normal saline sebagai pembersih luka, senyawa silver sebagai bagian dari
dressing. Berbagai cara debridement non-surgikal seperti preparat enzim dapat
dimanfaatkan untuk mempercepat pembersihan jaringan nekrotik. Jika luka sudah
lebih baik dan tidak terinfeksi lagi, dressing seperti hydrocolloid dressing dapat
dipertahankan beberapa hari. Untuk kesembuhan luka kronik seperti luka kaki
diabetes, suasana kondusif sekitar luka harus dipertahankan. Selama proses inflamasi
masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan beranjak ke proses selanjutnya.
Untuk menjaga suasana kondusif dapat dipakai kasa yang dibasahi dengan normal
saline. Berbagai sarana dan penemuan baru dapat dimanfaatkan untuk wound control,
seperti: dermagrafi, apligraft, growth factor, protease inhibitor, dan sebagainya, untuk
mempercepat kesembuhan luka. Terapi hiperbarik oksigen efikasinya masih minimal.
e. Microbiological Control
Data pola kuman perlu diperbaiki secara berkala, umumnya didapatkan infeksi
bakteri multipel, anaerob, dan aerob. Antibiotik harus selalu sesuai dengan hasil
biakan kuman dan resistensinya. Lini pertama antibiotik spektrum luas, mencakup
kuman gram negatif dan positif (misalnya sefalosporin), dikombinasi dengan obat
terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazole).
f. Pressure Control
Jika tetap dipakai untuk berjalan (menahan berat badan/weight bearing), luka selalu
mendapat tekanan, sehingga tidak akan sempat menyembuh, apalagi bila terletak di
plantar seperti pada kaki Charcot.
Berbagai cara surgikal dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka seperti:
a. Dekompresi ulkus/gangren dengan insisi abses.
b. Prosedur koreksi bedah seperti operasi untuk hammer toe, metatarsal
head resection, Achilles tendon lengthening, partial calcanectomy.
g. Prognosis
Prognosis kaki diabetik bergantung pada berbagai faktor yang terlibat dalam
patofisiologi, komplikasi, dan penyakit yang menyertai. Penatalaksanaan holistik
harus ditekankan untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas kaki diabetik

Anda mungkin juga menyukai