PREEKLAMPSIA BERAT
PEMBIMBING :
dr. I Made P. Juliawan, Sp.OG
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Laporan kasus yang berjudul Preeklampsia Berat ini disusun dalam rangka mengikuti
Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/ SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum
Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:
1. dr. I Made P. Juliawan, Sp.OG, selaku pembimbing laporan kasus ini.
2. dr. A. Rusdhy Hariawan Hamid, Sp.OG, selaku Kepala Bagian/ SMF Kebidanan dan
Kandungan RSUP NTB.
3. dr.I Made Mahayasa, Sp.OG, selaku Koordinator Pendidikan Bagian/ SMF Kebidanan
dan Kandungan RSUP NTB.
4. dr. H. Doddy A.K., Sp.OG (K), selaku supervisor.
5. dr. Agus Thoriq, Sp.OG, selaku supervisor.
6. dr. Edi Prasetyo Wibowo, Sp.OG, selaku supervisor.
7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan
kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan
khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai
dokter. Terima kasih.
Mataram, 11 September 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Angka kematian maternal masih menjadi tolok ukur untuk menilai baik buruknya keadaan
pelayanan kebidanan dan salah satu indikator tingkat kesejahteraan ibu. Penyebab terpenting
kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan 40-60%, infeksi 20-30% dan keracunan
kehamilan 20-30%, sisanya sekitar 5% disebabkan penyakit lain yang memburuk saat kehamilan
atau persalinan.2 Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di
Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini
disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan maasih
ditangani oleh petugas non medic dan sistem rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam
kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan tentang
pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga medik
baik dipusat maupun didaerah.3
Berdasarkan Report of the National High Blood Pressure Education Program Working
Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001, hipertensi dalam kehamilan
diklasifikasikan menjadi hipertensi kronik ( hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 2 minggu pasca persalinan), preeklampsia-eklampsia (Preeclampsi
adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan di sertai dengan proteimuria,
sedangkan eklampsi adalah preeklampsi yang disertai dengan kejang dan atau koma), hipertensi
kronik dengan superimposed preeklampsia (hipertensi kronik yang disertai tanda-tanda
preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria), hipertensi gestasional disebut juga
transient hypertension (hipertensi yang timbul pada saat kehamilan tanpa disertai proetinuria dan
hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda
preeklampsia tetapi tanpa proteinuria).
Di Indonesia eklampsia, disamping perdarahan dan infeksi masih merupakan sebab utama
kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu, diagnosis dini
preeklampsia, yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu
segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Dengan pengetahuan
mengenai preeklamsia-eklamsia, menjadi jelas bahwa pemeriksaan antenatal yang teratur dan
yang secara rutin mencari tanda-tanda preeklampsia, sangat penting dalam usaha pencegahan
preeklamsia berat dan eklampsia3.
Berikut ini disajikan suatu kasus seorang wanita 28 tahun dengan G2P1A0L1 37-38
minggu, tunggal, hidup, intrauterin, persentasi kepala dengan preeklampsia berat,
oligohidramnion dan Susp. PJT, yang selanjutnya ditatalaksana sesuai prosedur tetap di RSUP
NTB. Selanjutnya akan dibahas apakah diagnosis, tindakan, dan penatalaksanaannya sudah tepat
dan sesuai dengan literatur yang ada.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah kehamilan 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria. Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia
berat. Preeklampsia ringan merupakan suatu sindrom spesifik kehamilan dengan menurunnya
perfusi keorgan yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.
Preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau
edema setelah kehamilan 20 minggu. Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan
darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5
g/24 jam. Preeklampsia berat dibagi menjadi (a) Preeklampsia berat tanpa impending eklampsia,
dan (b) Preeklampsia berat dengan impending eklampsia. Disebut impending eklampsia bila
preeklampsia berat disertai gejala gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus,
muntah muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah3.
Tabel Perbandingan Preeklampsi Ringan dan Berat4.
n. Paru
Penderita preeklampsia berat mempunyai resiko besar terjadinya edema paru.
Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan endotel pada
pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis. Dalam menangani edema paru,
pemasangan Central Venous Pressure (CVP) tidak menggambarkan keadaan yang
sebenarnya dari pulmonary capillary wedge pressure.
o. Janin
Pre-eklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang
disebabkan oleh menurunnya perfusi utero-plasenta, hipovolemia, vasospasme, dan
kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta.
Dampak pre-eklampsia dan eklampsia pada janin adalah :
Intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohidramnion
Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat intrauterine
growth restriction, prematuritas, oligohidroamnion, dan solusio plasenta.
2.7 Diagnosis
Batasan :
Timbulnya hipertensi 160 /110 mmHg disertai proteinuria dan atau edema pada
kehamilan setelah 20 minggu.
2.8 Penatalaksanaan
A. Sikap terhadap penyakitnya: pengobatan medikamentosa
Penderita preeklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada
preeklamsia berat adalah pengelolaan cairan, karena penderita preeklamsia dan eklamsia
mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab dari ekdua
keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat memnentukan terjadinya edema
paru dan oliguria adalah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan
gradien tekanan onkotik koloid (pulmonary capillary wedge pressure).3
Oleh karena itu, monitoring monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan
outpu cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran
secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan. Bila terjadi tanda-
tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi cairan, yaitu dapat diberikan
berupa 5% Ringer-dekstrose atau cairan garam faali, dengan jumlah tetesan 125 cc/jam
atau infus dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer laktat (60-125
cc/jam) 500 cc.3
Pasien juga dipasangi kateter foley untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi
bila produksi urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam. Diberikan antasida
untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari
aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat,
lemak dan garam.3
Pemberian obat antikejang
a. MgSO4
b. Diazepam
c. Fenitoin
Obat anti kejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium sulfat
(MgSO47H2O). Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi
neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps, sehingga pada pemberian magnesium
sulfat, akan menggeser kalsium yang kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat menjadi
pilihan pertama untuk kejang pada preeklamsia atau eklamsia. Cara pemberian
magnesium sulfat antara lain:3
Loading dose: inititial dose
4 gram MgSO4: intravena, (40% dalam 10 cc) selama 15 menit
Maintenance dose:
Diberikan infus 6 gram dalam larutan ringer/ 6 jam; atau diberikan 4-5 gram i.m.
Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram i.m tiap 4-6 jam.3
Syarat-syarat pemberian MgSO4:
a. Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas
10% = 1 g (10% dalam 10 cc) diberikan i.v. 3 menit.
b. Reflek patella (+) kuat
c. Frekuensi nafas >16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distress pernafasan.
Magnesium sulfat dihentikan bila:
a. Ada tanda-tanda intoksikasi
b. Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
a. Dosis terapeutik: 4-7 mEq/L (4,8-8,4 mg/dl)
b. Hilangnya reflek tendon: 10 mEq/L (12 mg/dl)
c. Tehentinya pernafasan: 15 mEq/L (18 mg/dl)
d. Terhentinya jantung: >30 mEq/L (>36 mg/dl)
Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4, maka diberikan salah satu obat
berikut: tiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam, atau fenitoin
Diuretik tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru, payah jantung
kongestif atau anasarka. Diuretik yang dipakai adalah furosemida.
Pemberian antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut off)
tekanan darah untuk pemberian antihipertensi. Beberapa sumber menggunakan cut off
160/110 mmHg, ada pula yang menentukan cut off >126mmHg.3
Jenis antihipertensi yang sering digunakan di Indonesia adalah Nifedipin, dosis awal
:10-20 mg, diulangi 30 menit bila perlu. Dosis maksimum 120 mg per 24 jam. Nifedipin
tidak boleh digunakan sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat, sehingga hanya
boleh diberikan per oral.3
B. Sikap terhadap kehamilannya
1) Perawatan aktif (agresif)
Berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan
medikamentosa.3
Indikasi:3,6
Ibu
- Umur kehamilan 37 minggu
- Adanya tanda-tanda/ gejala impending eclampsia
- Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu keadaan klinik dan
laboratoriik memburuk
- Perawatan konservatif gagal
- Perawatan selama 24 jam, tekanan darah tetap 160 / 110 mmHg
- Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan
Janin
- Adanya tanda-tanda fetal distress
- Adanya tanda-tanda intrauterine growth restriction (IUGR)
- NST non reaktif dengan profil biofisik abnormal
- Terjadinya oligohidramnion
Laboratorik
Adanya tanda-tanda Sindroma HELLP khususnya menurunnya trombosit dengan
cepat
Pengobatan Medikamentosa :6
1. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)
2. Infus Dekstrose 5% 20 tetes/menit
3. Pemberian MgSO4
Dosis Awal : Berikan MgSO4 4 g IV (bolus)
Dosis Pemeliharaan : MgSO4 2 g / jam IV
4. Bila tekanan darah 180/110 mmHg diberikan injeksi Clonidin 0,15 mg IV yang
diencerkan 10 cc Dekstrose 5% diberikan sama dengan perawatan konservatif
dilanjutkan Nifedipin 3 x 10 mg.
Terminasi kehamilan6
Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan berdasar keadaan obstetric
pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum.
Induksi persalinan dengan drips Oksitosin bila :
- Kesejahteraan janin baik
- Skor pelvik (Bishop) 5
Operasi Seksio Sesarea bila :
- Kesejahteraan janin jelek
- Skor pelvik (Bishop) < 5
2) Perawatan konservatif
Berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan
medikamentosa. Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm 37
minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik.3,6
A. Pengobatan dilakukan di Kamar Bersalin / Ruang Isolasi :6
a. Tirah baring dengan miring ke satu sisi (kiri)
b. Infus Dekstrose 5%, 20 tetes/menit
c. Pasang kateter tetap
d. Pemberian obat anti kejang : Magnesium Sulfat (MgSO4)
Langsung berikan dosis pemeliharaan MgSO4 2 g/jam IV
Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
- Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu Calcium Glukonas 10% (1 gr
dalam 10 cc) diberikan IV pelan (3 menit).
- Refleks patella (+)
- Frekuensi pernafasan > 16 x/menit
- Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya.
e. Pemberian anti hipertensi (bila tekanan darah 180/110 mmHg)
Injeksi Clonidin 1 ampul (0,15 mg/cc) dilarutkan/diencerkan dalam larutan
Dekstrose 5% 10 cc. Mula-mula disuntikkan 5 cc IV perlahan-lahan selama 5
menit. Kemudian setelah 5 menit tekanan darah diukur bila belum ada penurunan,
maka diberikan lagi 5 cc IV perlahan-lahan selama 5 menit. Injeksi Clonidin
dapat diberikan tiap 4 jam sampai tekanan darah diastolik normal.
f. Pemeriksaan Laboratorium :
Hb, Trombosit, Hematokrit, Asam Urat
Urine lengkap dan produksi urine 24 jam
Fungsi hati
Fungsi ginjal
B. Pengobatan dan evaluasi selama rawat inap di Kamar Bersalin :6
a. Tirah Baring
b. Medikamentosa :
Nifedipin 3 x 10 mg (po).
Roboransia
c. Pemeriksaan Laboratorium :
Hb, Trombosit, Hematokrit, asam urat
Urine lengkap dan produksi urine 24 jam
Fungsi hati
Fungsi Ginjal
d. Diet biasa
e. Dilakukan penilaian kesejahteraan janin (KTG/USG)
Perawatan Konservatif dianggap gagal bila :6
Adanya tanda-tanda Impending Eklampsia (keluhan subyektif)
Penilaian kesejahteraan janin jelek
Kenaikan tekanan darah progresif
Adanya Sindroma HELLP
Adanya kelainan fungsi ginjal
Perawatan konservatif dianggap berhasil bila : penderita sudah mencapai perbaikan
dengan tanda-tanda pre-eklampsia ringan dan perawatan dilanjutkan sekurang-kurangnya
selama 3 hari lagi kemudian penderita boleh pulang. Bila perawatan konservatif gagal
dilakukan terminasi.6
2.9 Komplikasi
a. Penyulit ibu:3,7
Eklampsia
Sistem saraf pusat
Perdarahan intracranial, thrombosis vena sentral, hipertensi ensefalopati, edema
serebri, edema retina, macular atau retina detachment dan kebutaan korteks.
Gastrointestinal-hapatika: subskapular hematoma hepar, rupture kapsul hepar
Ginjal: gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut
Hematologic: DIC, trombositopenia dan hematoma luka operasi
Kardiopulmonar: edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik, depresi atau arrest,
pernapasan, kardiak arrest, iskemia miokardium
Lain-lain: asites, edema laring, hipertensi yang tidak terkendalikan.
b. Penyulit janin
Penyulit yang terjadi pada janin ialah intrauterine fetal growth restriction, solusio
plasenta, prematuritas, sindroma distress napas, kematian janin intrauterine, kematian
neonatal perdarahan intraventrikular, necrotizing enterocolitis, sepsis, cerebral palsy.
HPHT : lupa.
Riwayat ANC : >4 kali di Posyandu dan di bidan.
ANC terakhir tanggal 10/12/2012
Hasil : normal
Riwayat USG : -
Riwayat obstetri
Riwayat kontrasepsi
Pasien sebelumnya menggunakan KB suntik 3 bulan dan berencana menggunkan IUD.
Riwayat obstetri
I.
2. Status Obstetri:
L1 : bokong
L2 : punggung di sebelah kiri
L3 : Kepala
L4 : 4/5
TFU : 41 cm
TBJ : 2170 g
HIS : 4x10~40
DJJ : 12-12-11 (140 x/menit)
VT : 5 cm, effacement 50%, amnion (+), teraba kepala H1, denominator tidak jelas, tidak
teraba bagian kecil janin dan tali pusat.
4. Diagnosis :
G4P3A0H3 A/T/H/IU persentasi kepala dengan preeklampsia berat
5. Rencana tindakan:
Observasi kesejahteraan ibu dan janin
Pasang Kateter urin
Bolus MgSO4 40 % 4 gr
Infuse drip MgSO4 40% 6 gr
DM konsul ke SPV, SPV advice acc SC pada pukul 10.00 Wita
KIE pasien dan keluarga
6. Terminasi kehamilan
SC dimulai pada tanggal 27 Agustus 2012 pukul 22.10
Bayi
- Lahir tgl / jam : 13 Desember 2012 pukul 11.20 WITA
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Macam Persalinan : SC
- Apgar Score : 5-7
- Indikasi : Preeklamsia Berat
- Lahir : Hidup
- Berat : 2000 gram
- Panjang : 48 cm
- Kel.kongenital :-
- Anus :+
Plasenta
- Lahir tgl / jam : 13 Desember 2012 pukul 11.30 (manual)
- Berat : 500 gram
- Panjang tl.pusat : 30 cm
- Lengkap : Ya
- Air Ketuban : Jernih
- Perdarahan : 350 cc