Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. JUDUL

Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Thermoregulasi Pada An.A : Demam

Typhoid Di Ruang Melati Kamar D6 RSUD Kebumen.

B. LATAR BELAKANG MASALAH

Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat

(endemic) di Indonesia, mulai usia balita sampai orang dewasa. Prevalensi demam typhoid

paling tinggi pada usia 5 - 9 tahun karena pada usia tersebut orang-orang cenderung

memiliki aktivitas fisik yang banyak, atau dapat dikatakan sibuk dengan pekerjaan dan

kemudian kurang memperhatikan pola makannya, akibatnya mereka cenderung lebih

memilih makan di luar rumah, atau jajan di tempat lain, khususnya pada anak usia sekolah,

yang mungkin tingkat kebersihannya masih kurang dimana bakteri Salmonella thypii banyak

berkembang biak khususnya dalam makanan sehingga mereka tertular demam typhoid. Pada

usia anak sekolah, mereka cenderung kurang memperhatikan kebersihan/hygiene

perseorangannya yang mungkin diakibatkan karena ketidaktahuannya bahwa dengan jajan

makanan sembarang dapat menyebabkan tertular penyakit demam typhoid (Soegianto,

Soegeng., 2002).
Demam adalah suhu tubuh di atas batas normal. Demam dapat disebabkan oleh

kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu,

penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi (Hasan, R.A., 2002; 647).

Suhu dapat diartikan sebagai keseimbangan antara panas yang diproduksi dengan

panas yang hilang oleh tubuh. Kulit merupakan organ tubuh yang bertanggung jawab untuk

memelihara suhu tubuh agar tetap normal dengan mekanisme tertentu (Widiastuti, Samekto.,

2003: 103).

Demam Typhoid masih merupakan masalah kesehatan yg penting di berbagai negara

sedang berkembang. Besarnya angka pasti demam typhoid di dunia ini sangat sukar

ditentukan, sebab penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spectrum klinisnya sangat

luas. Di perkirakan angka kejadian dari 150/100.000/ tahun di Amerika Selatan dan

900/100.000/tahun di Asia. Umur penderita yg terkena di Indonesia (daerah endemis)

dilaporkan antara 3-19 tahun mencapai 91% kasus. Angka yang kurang lebih sama juga di

laporkan dari Amerika Selatan (Betz, 2002).

Kejadian demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi

lingkungan; di daeral semarang (Jawa Tengah) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan

di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insidens di perkotaan

berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi

lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan

lingkungan (Widiastuti, Samekto,2006).

Antigen S. thypi O dan S. thypi H impor memiliki korelasi bermakna dengan antigen

local sehingga dapat dipertimbangkan untuk dipakai dilaboratoriun yang tidak dapat
memproduksi antigen sendiri dan memilih uji widal tabung sebagai metode untuk

menegakkan diagnosis demam thypoid (Wardhani, dkk, 2005).

Pada penelitian ini tidak dapat ditentukan spesifisitas dan sensitivitas karena hanya

didapatkan 3 sampel dengan hasil biakan kuman S almonella positif. Hasil uji widal sampel

dengan biakan kuman Salmonella positif Sampel Antigen antigen yang dilarutkan pada

reagen impor adalah sebanyak 1010 bakteri/ml, sedangkan antigen lokal menggunakan

konsentrasi antigen 109 bakteri/ml. Hal ini bisa menyebabkan antigen impor sudah

teraglutinasi. Karena konsentrasi antigen impor lebih tinggi, sedangkan antigen lokal dengan

konsentrasi yang lebih rendah belum teraglutinasi (fenomena prozone dan postzone) .

(Wardhani, dkk, 2005)

Salmonella paratyphi A tidak dapat dihitung secara statistik karena keseragaman

sampel (semua sampel negatif dengan antigen lokal). Salmonella paratyphi B hanya

menunjukkan korelasi lemah antara antigen impor dan antigen lokal. Kedua antigen tersebut

perlu diteliti lebih lanjut dengan sampel yang lebih beragam (Wardhani, dkk, 2005).

Peningkatan titer aglutinin H saja tanpa disertai peningkatan aglutinin O tidak dapat

dipakai untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid. Penyebab hal tersebut dapat terjadi ada

3, yaitu.

a. Pernah terinfeksi atau sering terinfeksi dengan S. typhi dosis rendah (< 105).

b. Penderita berada dalam masa penyembuhan demam tifoid

c. Pernah mendapat imunisasi antitifoid.

Penderita demam nontifoid dapat memberikan gambaran kenaikan titer aglutinin O

dan H yang disebabkan oleh karena.

a. Reaksi silang dengan aglutinin yang dihasilkan oleh Enterobacteria lain.


b. Pada infeksi virus seperti demam berdarah dengue terjadi aktivasi poliklonal sel

limfosit B, sehingga infeksi S. typhi dalam dosis subklinis sudah cukup

merangsang limfosit B atau sel plasma yang teraktifkan oleh virus dengue untuk

memproduksi aglutinin O atau H di atas ambang nilai normalnya.

c. Kenaikan titer aglutinin pada demam nontifoid karena imunisasi sebelumnya atau

mengalami infeksi Salmonella sebelumnnya

Kesimpulan antigen S. Typhi impor mempunyai korelasi yang bermakna dengan

antigen lokal, sedangkan antigen S. Paratyphi B mempunyai korelasi lemah dengan antigen

lokal. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan sensitivitas dan spesifisitas

(Wardhani, dkk, 2005).

Angka kematian dari penyakit ini mencapai 20%. Kematian umumnya disebabkan

oleh komplikasi typhoid antara lain radang paru- paru, perdarahan usus, dan kebocoran usus.

Dengan antibiotika yang tepat, angka kematian dapat ditekan menjadi sekitar 1 sampai 2%.

Dengan pengobatan yang pas, lamanya penyakit pun dapat ditekan menjadi sekitar seminggu

(Supari, 2006).

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk kasus Demam typhoid ini

sebagai bahan studi karya tulis ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan Anak Pemenuhan

Kebutuhan Thermoregulasi Pada An.A : Thypoid Abdominalis Di Ruang Melati Kamar D6

RSUD Kebumen.

C. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan umum

Agar perawat dapat menerapkan asuhan keperawatan yang tepat bagi klien

typhoid abdominalis.
2. Tujuan khusus

Penulisan Karya Tulis Ilmiah agar Penulis mengetahui tentang:

a) Penulis mampu mendeskripsikan pengkajian data klien An. A dengan gangguan

sistem pencernaan: thypoid abdominalis.

b) Mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada klien An.A dengan gangguan sistem

pencernaan: thypoid abdominalis.

c) Mendeskripsikan intervensi keperawatan pada klien An.A dengan gangguan sistem

pencernaan: thypoid abdominalis.

d) Mendeskripsikan implementasi pada klien An.A dengan gangguan system

pencernaan: thypoid abdominalis.

e) Mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada klien An.A dengan gangguan sistem

pencernaan: thypoid abdominalis.

D. PENGUMPULAN DATA

Karya tulis ilmiah ini ditulis menggunakan metode diskriftif naratif agar lebih mudah

dalam mengetahui gambaran thypoid abdominalis. Penulis menggunakan metode ilmiah

dengan pendekatan proses keperawatan. Adapun cara pengumpulan datanya adalah :

1. Studi kepustakaan dari buku-buku yang berkaitan dengan masalah thypoid.

2. Studi dokumenter dengan menggunakan catatan medik atau catatan keperawatan pada

klien thypoid abdominalis.

3. Wawancara langsung pada klien, keluarga klien dan orang terdekat klien, tenaga

kesehatan yang lain seperti perawat, ahli gizi.

4. Observasi dan partisipasi aktif langsung dengan merawat klien di rumah sakit.
BAB II

KONSEP DASAR

A. Thypoid Abdominalis

1. Definisi

Demam typhoid adalah penyakit infeksi yang biasanya mengenai saluran cerna

dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada sluran cerna dan ganggun

kesadaran (Mansjoer, 2003:432)

Typhus abdominalis adalah infeksi bakteri hebat yang diawali selaput lender

usus jika diobati, secara progresif menyerbu seluruh tubuh (Tambayong, 2003:143)
Demam typhoid adalah penyakit menular yang bersifat akut,yang ditadai dengan

bakterimia, perubahan pada system retikuloendoteliel yang bersifat difus, pembentukan

mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum. (Soegianto; 2002)

Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit

kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari

limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa typhoid abdominalis atau

demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella

parathypi A, B, C yang mengenai saluran cerna khususnyadaerah ileum dengan gejala

demam lebih dari 7 hari, penularan terjadi secara fekal oral melalui makanan yang

terkontaminasi dan jika tidak diobati , secara progresif menyerbu jaringan seluruh

tubuh.

2. Etiologi

Penyebab dari penyakit thypoid adalah Salmonellla thyposa dan Salmonella

parathypi A, B, C. Kuman salmonella termasuk golongan bakteri berbentuk batang,

basil negative, mempunyai flagel yang memungkinkan kumanini dapat bergerak, tidak

berspora dan mempunyai 3 jenis antigen yaitu Antigen O ( Ag O) yang merupakan

antigen pada bagian soma ( badan ), Antigen H (Ag H) yang merupakan antigen pada

bagaian flagel (alat gerak ) dan Antigen Vi (Ag Vi) yang merupakan antigen bagian

kapsul (pembungkus soma), (Supridjadi, 2004:75).


Salmonella thypi yang menyebabkan infeksi invasive yang ditandai dengan

demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi antara

lain: perforasi usus, perdarahan , toksmia, dan kematian (Ranuh dan dkk.2005).

3. Patofisiologi

Kuman Salmonella thyposa masuk tubuh manusia melalui mulut dengan

makanan dan air yamg tercemar, sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung

sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plague peyeri yang

mengalami hipertropi, di tempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal

terjadi. Kuman Salmonella thyposa kemudian menembus ke lamina propia masuk ke

limfe dan mencapai kelenjar limfe mesentrial yang juga mengalami hipertropi. Setelah

kelenjar limfe ini Salmonella thyposa masuk aliran darah melalui duktus thorococicus.

Kuman kuman salmonella thyposa lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari

usus. Salmonella thyposa bersarang di plague peyeri, limfa, hati dan bagian-bagian lain

seperti retikuloendotelial (FKUI, 2002: 436)

Makanan dan minuman yang terkontaminasi Salmonella thyposa dan Salmonella

prathypi A, B, C masuk lambung dan di dalam lambung kuman tersebut ada yang mati

dan ada yang hidup, dengan adanya kumankuman tersebut lambung mengadakan

pertahanan dengan peningkatan pengeluaran asam lambung sehingga menyebabkan

mual muntah. Kuman yang masih hidup masuk usus halus kemudian menuju lamina

propia/ saluran limpa dan bisa menyebabkan splenomegali, dari saluran limfe kuman

masuk aliran darah melalui ductus thoracocicus dan masuk lagi ke sirkulasi portal yang

bias menyebabkan hepatomegali, dari hati kuman bisa masuk ke kandung empedu yang
bisa menyebabkan koleosistisis Di sirkulasi darah, kuman mengeluarkan endotoksin

yang merangsang pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada daerah yang meradang

sehingga terjadi inflamasi usus. Dengan aadanya peradangan maka akan meningkatkan

/merangasng peristaltik sehingga menyebabkan diare, dan juga akan menimbulkan nyeri

pada daerah epigastrik, peradangan tersebut merangsang hipotalamus yang disebabkan

adanya sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit yang meningkatkan set poin

temperature dan menyebabkan hipertermi (Supridjadi, 2004:75-76 dan FKUI,

2002:436).

4. Manifestasi klinis

Masa tunas kuman Salmonella thypi adalah 7-14 hari (rata-rata 3-30 hari), selam

masa inkubasi ditemukan gejala prodo normal berupa rasa tidak enak badan.biasanya

menurun pada pagi hari dan meningkat pada malam hari,dalam minggu kedua pasien

terus dalam keadaan demam,yang turun secara berangsur-angsur pada minggu ketiga.

Pada pasien dengan thypoid juga terdapat atau muncul tanda lidah kotor yang

ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan jarang disertai tremor, hati

dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan,biasanya timbul konstipasai maupun

diare (Mansjoer, 2003:432-433).

Selain tanda /keluhan yang sering terjadi pada penderita thypoid yaitu: demam,

nyeri kepala/pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,obstipasi, perasaan tidak enak

di perut/nyeri, lidah kotor (FKUI, 2002:436).


Penyakit thypoid mempunyai gejala antara lain : demam yang meningkat,

sementara penderita merasa dingin, tidak nafsu makan, sakit kepala, batuk , sukar buang

air besar, badan tersa lemah, dan .berat badan menurun.

5. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan demam thypoid menurut (Hasan R, Alatas 2002) yaitu :

a. Perawatan

Tirah baring total selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali.

Seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya berdiri dan berjalan.

b. Diit

Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, tidak

boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak

gas.

c. Pengobatan

Obat terpilih adalah kloramfenikol 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

selama 10 hari. Dosis maksimal kloramfenikol 2g/kgBB/hari. Kloramfenikol tidak

boleh diberikan bila jumlah leukosit < 2000/ul.bila pasien alergi dapat diberikan

golongan penisilin atau kotrimoksazol (Hassan R, Alatas, 2002: 433).

6. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Leukosit

Pada kebanyakan kasus demam thypoid, jumlah leukosit pada sedian darah

tepi berada dalam batas normal, kadang-kadang terdapat leukositas walaupun tidak
ada komplikasi atau infeksi sekunder, oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit

berguna untuk diagnosis demam thypoid.

b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT sering meningkat tetapi kembali normal setelah

sembuhnya demam, kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan pembatasan

pengobatan.

c. Biakan darah

Biakan darah positif memastikan demam thyoid, tetapi biakan darah

negative tidak menyingkirkan demam thypoid.

d. Uji widal

Uji widal adalah suatu reaksi antigen dan antibody/agglutinin. Aglutinin

yang spesifik terhadap Salmonella terdapat dalam serum pasien demam thypoid,

juga pada orang yang pernah tertular Salmonella. Antigen yang digunakan pada uji

widal adalah suspense Salmonella yang sudah dimatikan dan telah diolah di

laboratorium.Maksud uji widal ini adalah untuk menentukan adanya agglutinin

dalam serum pasien yang disangka menderita demam thypoid. Pada keadaan

normal uji widal negative (FKUI, 2002:436-437).

7. Pathway

Salmonella thypi/Salmonella parathypi A,B,C

Masuk melalui makanan/minuman

terkontaminasi kurang informasi

Lambung
Sebagian besar dimusnahkan oleh asam

lambung dalam lambung Kurang


pengetahuan

Asam lambung meningkat sebagian masuk usus halus

Mual, muntah, anoreksia lamina propia (saluran limfe)

Nafsu makan turun Masuk ductus thoracicocus

Metabolisme menurun aliran darah

sirkulasi portal
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan endotoksin bakteri
tubuh
Merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen

oleh leukosit padajaringan yang meradang

Perforasi Merangsang penurunan Peningkatan


usus hypothalamu peristaltik usus peristaltik usus

Peningkatan
Nyeri set point
temperatur Konstipasi Diare

(Supridjadi,2004:75-76 )

B. Asuhan Keperawata Hipertermi

1. Fokus Pengkajian

a. Riwayat keperawatan

Identitas pasien meliputi nama, umur, berat badan, jenis kelamin, alamat

rumah, suku bangsa, agama dan nama orang tua. Keluhan utama pasien biasanya
mengeluh demam tinggi dan naik turun, biasanya disertai muntah, tidak nafsu

makan, dan disertai sakit perut serta badan lemas.

Riwayat penyakit sekarang meliputi lamanya keluhan: masing-masing

orang berbeda tergantung pada tingkat demam, , keadaan sosial, ekonomi, hygiene

dan sanitasi. Akibat timbul keluhan: anak menjadi rewel dan menjadi gelisah,

badan menjadi lemah, suhu badan tinggi dan aktivitas bermain kurang. Faktor yang

memperberat adalah ibu menghentikan pemberian makanan karena anak tidak mau

makan dan minum,

Riwayat penyakit dahulu yang perlu ditanyakan yaitu riwayat penyakit

yang pernah di derita oleh anak maupun keluarga dalam hal ini orang tua. Apakah

dalam keluarga pernah mempunyai riwayat penyakit keturunan atau pernah

menderita penyakit kronis sehingga harus dirawat di rumah sakit.

b. Pola fungsional kesehatan menurut Gordon

1) Pola perspsi-managemen kesehatan

Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan.

Persepsi terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan kesehatan, kemampuan

menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan.

2) Pola nutrisi dan metabolik

Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit. Nafsu

makan, pola makan, diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan

menelan, mual/muntah, kebutuhan jumlah zat gizi, masalah/penyembuhan

kulit, makanan kesukaan.

3) Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi dan kulit kebiasaan defekasi, ada tidaknya

masalah defekasi, maslah miksi (oliguri, disuri, dll), penggunaan kateter,

frekuensi defekasi dan miksi, karakteristik urin dan feses, pola input cairan,

infeksi saluran kemih, masalah bau badan, perspirasi berlebih, dan lain-lain.

4) Pola latihan-aktivitas

Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi.

Pentingnya latihan atau gerak dalam keadaan sehat dan sakit, gerak tubuh dan

kesehatan berhubungan satu sama lain. Kemampuan klien dalam menata diri

apabilatingkat kemampuan 0: mandiri, 1: dengan alat bantu, 2: dibantu orang

lain, 3: dibantu orang dan alat, 4: tergantung dalam mlakukan ADL, kekuatan

otot dan Range Of Motion, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama dan

kedalaman nafas, bunyi nafas riwayat penyakit paru.

5) Pola kognitif perseptual

Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori

meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan, pembau dan

kompensasinya terhadap tubuh. Sedangkan pola kognitif didalamnya

mengandung kemampuan daya ingat klien terhadap peristiwa yang telah lama

terjadi dan atau baru terjadi dan kemampuan orientasi klien terhadap waktu,

tempat, dan nama (orang, atau benda yang lain). Tingkat pendidikan, persepsi

nyeri dan penanganan nyeri, kemampuan untuk mengikuti, menilai nyeri skala

0-10, pemakaian alat bantu dengar, melihat, kehilangan bagian tubuh atau

fungsinya, tingkat kesadaran, orientasi pasien, adakah gangguan penglihatan,

pendengaran, persepsi sensori (nyeri), penciuman,dan lain-lain.


6) Pola istirahat dan tidur

Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepsi tentang energi.

Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur, insomnia atau

mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih. (Winugroho, 2008).

2. Diagnosa keperawatan

a. Hipertemi berhubungan dengan proses penyakit/trauma

b. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi usus

c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan

absorsi, mual/muntah

e. Diare berhubungan dengan proses penyakit.

(Soegiyanto, 2002)

3. Fokus Intervensi

a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit /trauma

Setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam diharapkan hipertermi dengan

kriteria hasil (NOC: Thermoregulation) dapat terarasi dengan kriteria hasil: Suhu

tubuh dalam rentang normal 36,5-37,5 C, tidak ada perubahan warna kulit, Nadi

dalam rentang normal, respirasi dalam rentang normal 18-24x/menit (Moorhead,

2009)
Intervensi prioritas (NIC: Temperature Regulation) untuk masalah tersebut

adalah monitor suhu setiap 4 jam sekali, lakukan tepid water sponge, rencanakan

monitoring suhu secara kontinyu, monitor TD, Nadi, RR, monitor warna dan suhu

kulit, tanda-tanda hipertermi, berikan anti piretik untuk menurunkan panas

(Dochterman,2009).

b. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi usus

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan nyeri

dapat teratasi dengan kriteria hasil (NOC: Paint Control) Mampu mengontrol nyeri

(tahu penyebab nyeri menggunakan tehnik non farmakologi untuk mengurangi

nyeri),melaporkan nyeri berkurang dengan management nyeri, mampu mengenali

nyeri (skala, intensitas dan tanda nyeri), tanda-tanda vital dalam rentang normal

(Moorhead,2009).

Intervensi prioritas (NIC: Paint Management) untuk masalah tersebut adalah

kaji nyeri secara komprehensif, ajarkan tehnik non farmskologis untuk management

nyeri, berikan anakgesik untuk mengurangi nyeri, tingkatkan istirahat,

kolaborasikan dengan dokter apabila ada keluham dan tindakan nyeri tidak berhasil

(Dochterman, 2009).

c. Kurang pengetahun berhubungan dengan kurangnya informasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x20 menit diharapkan

keluarga pasien mengerti dan mampu merawat tentang penyakit yang diderita

pasien dengan kriteria hasil (NOC: Knowledge: Health Behavior) keluarga

menyatakan pemahaman tetang penyakit, kondisi, prognosis dan program

pengobatan, keluarga mampu malaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar,


keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat (Moorhead

dkk,2009).

Intervensi prioritas (NIC) untuk mengatasi masalah tersebut adalah berikan

penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien /keluaraga tentang proses penyakit

yang spesifik, gambaran tentang tanda gejala yang muncul pada penyakit dengan

cara yang tepat, gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat, sediakan

informasi pada keluaraga/pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat

(Dochterman,2009).

d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorsi,

mual/muntah

Tujuan menurut NOC (Nutrition Status: Food and Fluid Intake) tidak ada

tanda-tanda mal nutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti (Moorhead

dkk,2009).

Intervensi menurut NIC adalah

Nutrition Management:

Timbang berat badan pasien setiap 2 hari sekali, kolaborasi dengan ahli gizi

untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien, yakinkan diet

yang dimakan mengandung rendah serat untuk mencegah diare, motivasi pasien

untuk makan sedikit tapi sering, anjurkan pasien untuk makan dalam kondisi

hangat, ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian, monitor

adanya penurunan BB, (Dochterman, 2009).

e. Diare berhubungan dengan proses penyakit


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan diare

dapat teratasi dengan kriteria hasil (NOC: bowel elimination, electrolyte and acid

base balance) : menjaga sekitar rectal teriritasi, feses berbentuk, tidak terjadi diare,

mempertahankan turgor kulit (Moorhead, 2009)

Intervensi prioritas (NIC : Diarhea management) untuk masalah tersbut

adalah monitor intake dan output, identifikasi factor penyebab diare, monitor tanda

dan gejala diare, intruksikan pasien/keluarga untuk mengamati warna, jumlah

frekwensi BAB serta konsistensi feses (Dochterman, 2009)

BAB III

RESUME KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN

Penkajian ini dilakukan oleh Rifqi ghozali pada tanggal 23 juli 2012 pada pukul

12.30 di ruang Melati (D6) RSUD Kebumen

1. Identitas Pasien

Nama An.A, umur 10 tahun , jenis kelamin laki-laki , agama Islam, suku bangsa

Jawa/Indonesia, alamat Taman winagun-Kebumen, diagnosa medis typhoid Abdominalis,

tanggal masuk 19 Juli 2012 di ruang Melati (D6) RSUD Kebumen.

Penanggung jawab Nama Ny S, umur 40 tahun, jenis kelamin perempuan, agama

Islam, hubungan dengan pasien ibu kandung, alamat: Taman winagun-Kebumen.

2. Riwayat Kesehatan

Klien masuk IGD RSUD Kebumen pada hari kamis tanggal 19 juli 2012 pada

pukul 01.00 wib dengan keluhan demam, ibu mengatakan demam 10 hari panas naik

turun pasien mengeluhkan mual dan nafsu makan menurun ,Ibu mengatakan

sebelumnya klien sudah pernah dibawa kepuskesmas namun tidak kunjung

sembuh.Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 23 juli 2012 pukul 12.30 wib diruang

Melati (D6) didapatkan data suhu badan: 38 C, nadi 110x/menit, respirasi:24x/menit,

tekanan darah: 120/80 mmhg. Ibu mengatakan panas naik turun setiap hari terutama

menjelang sore hari, klien megatakan sudah tidak mual.

Pasien sebelumnya pernah menderita penyakit typhoid pada usia 3th dan dirawat

di RSUD Kebumen .jadi pasien masuk untuk kedua kalinya dengan penyakit yang sama.
Ibu pasien mengatakan dalam anggota keluarganya tidak ada yang menderita

penyakit seperti pasien .Ibu pasien mengatakan anggota keluarga memiliki keturunan

yaitu DM dan Hipertensi yang diderita oleh neneknya.

Ibu pasien mengatakan pada saat kehamilan pasien ibu tidak mengalami

gangguan hanya mual muntah biasa pada umur kehamilan 1 bulan pertama, hasil USG

normal. Pasien lahir pada usia kehamilan 9 bulan 10 hari dengan kelahiran spontan

dibantu oleh bidan, Pasien lahir dengan berat badan: 2500 gr dan panjang badan :48cm.

Pasien sudah mendapatkan imunisasi HBO ,BCG, Polio, DPT dan Campak.

3. Fokus Pengkajian

Pengkajian Pola Gordon diperoleh data pola nutrisi: Ibu pasien mengatakan

pasien memang susah makan saat dirumah kadang makan hanya 2x sehari minum air

putih 5-6 gelas sehari,saat dikaji pasien menghabiskan 5 sendok porsi diit yang

disediakan RS dan minum air putih 7-8 gelas sehari, pasien mengatakan mulutnya pahit

tidak enak untuk makan. Pola latihan dan aktivitas saat dirumah dalam kegiatan sehari-

hari serta kebutuhan sehari-hari pasien mampu memenuhinya secara mandiri,saat dikaji

pasien nampak bedrest dan dalam kebutuhan sehari-hari dengan bantuan ibu dan

perawat. Pola eliminasi sebelum sakit pasien BAB 1x sehari dengan konsistensi lunak

dam memiliki bau khas, BAk 5-6x sehari, saat dikaji klien BAB 1x sehari dengan

konsistensi padat lunak, warna kuning, dan berbau khas BAK 5-6x sehari. Pola istirahat

dan tidur: sebelum sakit ibu pasien mengatakan pasien tidur 10 jam perhari pasien

tidur malam mulai pukul 19.00-05.00wib pasien jarang sekali tidur siang, saat dikaji

pasien tidur siang sekitar 1-2 jam dan tidur malam dari jam 20.00-05.00wib. Pola

persepsi kesehatan: ibu mengatakan belum tahu mengenai penyakit thypoid pada
anaknya. Pola keyakinan dan nilai: sebelum sakit ibu mengatakan pasien rajin sholat

karena selalu dipantau oleh ibunya.saat dikaji klien tidak menjalankan sholat.

Hasil pemeriksaan fisik adalah kedaan umun baik,tingkat kesadaran compos

mentis, tanda-tanda vital adalah suhu: 38C ,nadi: 110x/menit, respirasi: 24x/menit,

tekanan darah:120/80mmhg, mata konjungtiva anemis, mukosa bibir kering, abdomen

datar,palpasi tidak terdapat nyeri tekan dan tidak ada masa ,auskultasi bising usus

12x/menit, perkusi timpani ,ekstremitas tidak mengalami kelemahan,ekstremitas bawah

tidak mengalami kelemahan.

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 20 juli 2012 Haemoglobin 11,4 gr/dl

(normal 11,7-17,3 gr/dl), Hematokrit 34,2 % (normal 35,0-52,0 %), Widal: Salmonella

typhi O 1/400, Salmonella typhi H 1/400, Salmonella Paratyphi 1/400.

Pada saat pengkajian tanggal 23 juli pukul 12.30wib pasien mendapatkan terapi

Tepid water sponge untuk menurunkan panas serta terapi obat paracetamol 250 mg,

pada tanggal 24-25 juli 2012 colsancetin 3x400mg,cefotaksim 2x500mg, paracetamol

3x250 mg.

B. ANALISA DATA DAN PRIORITAS MASALAH

Hasil analisa data dan prioritas diagnosa keperawatan pada tanggal 23 juli 2012

pukul 12.30wib adalah pertama hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai

dengan ibu mengatakan panas naik turun setiap hari terutama sore hari, tanda-tanda vital

tekanan darah :120/80 mmhg respirasi 24x/menit, nadi: 110x/menit, suhu:38C, akral

hangat, widal Salmonella. typhi O 1/400, Salmonella. typhi H 1/400, Salmonella. paratyphi

1/400.
Kedua defisit pengetahuan tentang penyakit typhoid berhubungan dengan

Kuranganya informasi ditandai dengan ibu mengatakan belum tahu tentang penyakit thypoid

pada anaknya. ibu tampak bingung saat ditanyai tentang penyakit typhoid yang diderita

anaknya.

Ketiga Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

denganhilangnya nafsu makan ditandai dengan pasien mengatakan tidak nafsu makan karena

mulutnya terasa pahituntuk makan enak,klien nampak lemas,klien tampak tidak tertarik untk

makan penurunan berat badan 2 kg dari 25 kg menjadi 23 kg antopometri : BB :23 kg TB:

135cm, biocemical: Hemoglobin 11.4 gr/dl, Hematocrit: 34.2 %, clinis: turgor kulit: kering,

konjungtiva anemis, dietary: diit bubur kasar hanya menghabiskan 5 sendok makan.

C. INTERVENSI,IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam diharapkan Hipertermi dengan

criteria hasil dapat terarasi dengan kriteria hasil (NOC: Thermoregulation) Suhu tubuh

dalam rentang 36,5-37,5 C, tidak ada perubahan warna kulit, Nadi dalam rentang

normal, respirasi dalam rentang normal 18-24x/menit (Morhead dkk, 2009).

Tindakan yang telah dilakukan pada tanggal 23 juli 2012 pukul 12.30 wib adalah

mengobservasi kedaan umum pasien: lemas, mengobservasi tingkat kesadaran:

composmentis, mengukur suhu badan: 38C, mengukur TD : 120/80mmhg, mengukur

RR: 24x/menit, Nadi: 110x/menit serta memberikan tepid water sponge untuk

menurunkan suhu, memberikan obat antipiretik paracetamol 250 mg, pada pukul 14.00

wib mengukur TD: 110/80mmhg, RR:22x/menit, Nadi: 96x/menit, Suhu: 37,4C.


Evaluasi dilakukan pada tanggal 23 juli 2012 pada pukul 15.30 Wib ibu

mengatakan panas sudah turun, TD: 110/80mmhg, RR 22x/menit, Nadi : 96x/menit,

Suhu 37,4 C, dari data diatas penulis menyimpulkan masalah keperawatan hipertermi

teratasi, rencana selanjutnnya adalah lanjutkan intervensi pantau TTV, motivasi

keluarga kompres hangat apabila terjadi panas, berikan obat antipiretik.

Tindakan yang telah dilaksanakan pada tanggal 24 juli 2012 pukul 07.00 wib

adalah mengukur Suhu: 36,7 C, mengukur RR: 22x/menit, mengukur Nadi: 88x/menit,

mengukur TD: 110/80mmhg, pada pukul 10.30 Wib memberikan injeksi cefotaxim 500

mg dan injeksi colsancetin 400 mg, mengobservasi mukosa bibir: kering, kulit tidak

kemerahan, akral hangat pada pukul 12.00 wib mengukur Suhu: 36,2C, RR: 20x/menit,

Nadi: 84x/menit, TD: 110/80 mmhg.

Evaluasi pada tanggal 24 juli 2012 pada pukul 15.00 Wib ibu mengatakan

pasien sudah enakan tapi masih lemas, TD: 110/80mmhg, RR: 20x/menit, Nadi:

84x/menit, Suhu: 36,2 C, pasien tampak lemas, mukosa bibir kering, kulit tidak

kemerahan, akral hangat, dari data diatas penulis menyimpulkan masalah keperawatan

hipertermi teratasi, rencana selanjutnya adalah pantau perubahan suhu badan, tanda-

tanda hipertermi pasien.

Tindakan yang telah dilakukan pada tanggal 25 juli 2012 pukul 07.00 wib

adalah mengukur suhu:37,2C, mengukur TD:90/70mmhg, mengukur RR: 22x/menit,

mengukur Nadi: 92x/menit, mengobservasi mukosa bibir lembab, kulit tidak

kemerahan, pada pukul 10.00wib memberikan injeksi cefotaxim 500 mg, memberikan

injeksi colsancetin 400 mg, pada pukul 12.00 wib mengukur TD: 90/70, RR: 22x/menit,

Nadi: 96x/menit, Suhu: 36,4C.


Evaluasi pada tanggal 25 juli 2012 pada pukul 13.00 wib didapatkan pasien

mengatakan sudah merasa enak dan sudah tidak panas lagi, TD: 90/70 mmhg, RR:

22x/menit, Nadi: 96x/menit, S:36,4 C, mukosa bibir lembab, kulit tidak kemerahan,

sehingga penulis menyimpulkan masalah keperawatan Hipertermi teratasi. Rencana

selanjutnya adalah pantau adanya perubahan suhu badan.

2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x20 menit diharapkan keluarga

pasien mengerti dan mampu merawat tentang penyakit yang diderita pasien dengan

kriteria hasil (NOC: knowledge: diese process, Knowledge : health Behavior) keluarga

menyatakan pemahaman tetang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan,

keluarga mampu malaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar, keluarga mampu

menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat ( Morhead dkk: 2009)

Tindakan yang telah dilakukan pada tanggal 23 juli 2012 pada pukul 12.30

adalah mengkaji tingkat pemahaman ibu terhadap penyakit yang diderita oleh pasien,

ibu mengatakan belum mengetahui penyakit thypoid yang terjadi pada anaknya.

Evaluasi pada tanggal 23 juli 2012 adalah ibu mengatakn belum paham dan

belum mengetahui penyakit thypoid pada anakanya, ibu tampak kebingungan saat

ditanya tentang penyakit thypoid yang diderita oleh anaknya, dari data yang diperoleh

maka penulis menyimpulkan bahwa masalah keperawatan Kurang pengetahuan belum

teratasi, rencana selanjutnya adalah berikan pendidikan kesehatan tentang penyakit

thypoid.
Tindakan yang telah dilaksanakan pada tanggal 24 Juli 2012 pukul 11.00 WIB

adalah memberikan pendidikan kesehatan tentang thypoid, mengevaluasi hasil

pendidikan kesehatan, memberikan reinforcement positif pada keluarga karena mampu

menjawab pertanyaan perawat.

Evaluasi dilakukan pada tanggal 24 Juli 2012 pukul 13.00 WIB setelah penulis

melakukan pendidikan kesehatan selama 1x20 menit didapatkan data keluarga pasien

mengatakan sudah mengetahui penatalaksanaan thypoid dan tahu pengertian, tanda

gejala, penyebab, makanan yang dianjurkan untuk pasien thypoid, makanan yang

dihindari, pengobatan , sehingga penulis menyimpulkan masalah kurang pengetahuan

teratasi. Rencana selanjutnya adalah motivasi keluarga untuk mengingat dan

mengaplikasikan dirumah makanan yang dianjurkan serta makanan yang perlu dihindari

sesuai dengan pendidikan kesehatan yang diberikan.

3. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

hilangnya nafsu makan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24jam diharapkan nutrisi

dapat terpenuhi dengan kriteria hasil (NOC: Nutrition Status: Food and Fluid Intake)

tidak ada tanda-tanda mal nutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

(Morhead dkk,2009).

Tindakan yang dilakukan pada tanggal 23 juli 2012 pukul12.30 adalah mengkaji

status nutrisi pasien: pasien mengatakan mulutnya pahit untuk makan, menimbang berat
badan pasien BB: 23 kg, TB: 135 cm mengobservasi turgor kulit: kering, pasien tampak

lemas, pasien mendapat diit bubur kasar dan hanya menghabiskan 5 sendok makan.

Evaluasi pada tanggal 23 juli 2012 pad pukul 15.30 wib adalah pasien

mengatakan mulutnya pahit untuk makan, BB: 23kg, TB: 135 cm, turgor kulit: kering,

pasien tampak lemas, pasien hanya menghabiskan 5 sendok makan diit bubur kasar, dari

data diatas penulis menyimpulkan masalah belum resiko perubahan nutrisi belum

teratasi, rencana selanjutnya adalah motivasi klien untuk makan sedikit tapi sering,

anjurkan klien makan dalam kondisi hangat.

Tindakan yang telah dilakukan pada tanggal 24 juli 2012 pada pukul 12.30wib

adalah memotivasi pasien untuk makan, menganjurkan pasien untuk makan dalam

kondisi hangat, mengobservasi turgor kulit: turgor kulit tidak elastis, pasien

mengahabiskan 7 sendok makan diit RS yang disediakan. .

Evaluasi yang dilakukan pada tanggal 24 juli 2012 pada pukul 15.00 Wib adalah

pasien mengatakan mau makan tetapi mulutnya masih tidak enak, pasien masih tampak

lemas, pasien menghabiskan 7 sendok diit RS, dari data tersebut penulis menyimpulkan

bahwa masalah keperawatn resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum

teratasi, rencana selanjutnya adalah anjurkan pasien makan dalam kondisi hangat,

lakukan penimbangan berat badan.

Tindakan yang telah dilakukan pada tanggal 25 juli 2012 pada pukul 07.00Wib

adalah memberikan motivasi pada pasien untuk mau makan dalam kondisi hangat,

pasien mengatakan mulutnya masih tidak enak untuk makan, pada pukul 12.00wib

menimbang berat badan pasien BB:23,5 kg, mengobservasi diit yang dihabiskan oleh

pasien pasien menghabiskan 8 sendok makan diit yang disediakan .


Evaluasi dilakukan pada tanggal 25 juli 2012 pukul 13.00 Wib didapatkan pasien mengatakan
mulutnya masih tidak enak untuk makan, pasien hanya menghabiskan 8 sendok makan diit yang
disediakan, pasien masih nampak lemas, BB:23,5 kg, sehingga penulis menyimpulkan masalah
resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi karen pasien masih melaporkan adanya
perubahan sensasi rasa dan pasien hanya menghabiska 8 sendok porsi diit yang disediakan,
peningkatan BB: 0,5 kg maka perencanaan selanjutnya adalah anjurkan pada keluarga untuk
terus memotivasi pasien untuk makan sedikit tapi sering, anjurkan pada keluarga untuk
memotivasi pasien untuk memakan diit dalam kondisi hangat, timbang BB 2 hari sekali

Anda mungkin juga menyukai