Anda di halaman 1dari 13

Tugas Kelompok

Fisiologi Pascapanen

GANGGUAN PATOGEN

Disusun Oleh :
KELOMPOK 5
Ima Rahima Hidayati G111 14 324
Regina Emmi G111 14 327
Viona Marsella Aprilia G111 14
Tifany Maryam Pasaka G111 14
Serlina Rantetandung G111 14

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata
kuliah Teknologi Hasil Perkebunan.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak,
sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
teknologi pengolahan serta hasil olahan produk vanili, yang kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas
Hasanuddin. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca demi perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata
penulis sampaikan terimakasih.
Wassalam.

Makassar, 01 Desember 2016

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Produk pascapanen hortikultura segar buah-buahan dan sayur-sayuran
adalah produk yang masih hidup dicirikan dengan adanya aktivitas metabolisme
yaitu respirasi. Respirasi adalah proses oksidasi dengan memanfaatkan gula
sederhana dimana dengan keterlibatan enzim dirubah menjadi CO2, H2O dan
energi kimia berupa adenosin triphosphate (ATP) disamping energi dalam bentuk
panas. Karena suplai karbohidrat terputus karena aktivitas fotosintesis terhambat
setelah panen untuk produk sayuran dan suplai terputus dari tanaman induknya
untuk buah-buahan, maka semua suplai untuk aktivitas respirasi hanya berasal
dari tubuh bagian tanaman yang dipanen itu sendiri. Akibatnya, selama periode
pascapanennya terjadi kemunduran-kemunduran mutu kesegarannya.
Kemunduran ini akan dibarengi dengan tumbuh dan perkembangan agen-agen
perusak lainnya seperti mikroorganisme pembusuk dan serangga perusak.
Produk pascapanen hortikultura segar juga sangat mudah mengalami
kerusakankerusakan fisik akibat berbagai penanganan yang dilakukan. Kerusakan
fisik ini terjadi karena secara fisik-morfologis, produk hortikultura segar
mengandung air tinggi (85- 98%) sehingga benturan, gesekan dan tekanan sekecil
apapun dapat menyebabkan kerusakan yang dapat langsung dilihat secara kasat
mata dan dapat tidak terlihat pada saat aktifitas fisik tersebut terjadi. Biasanya,
untuk kerusakan kedua tersebut baru terlihat setelah beberapa hari. Kerusakan
fisik ini menjadi entry point yang baik sekali bagi khususnya mikroorganisme
pembusuk dan sering menyebabkan nilai susut yang tinggi bila cara pencegahan
dan penanggulangannya tidak direncanakan dan dilakukan dengan baik.
Beragam cara pengendalian telah dikembangkan dan digunakan untuk
tujuan komersial baik dengan menggunakan bahan kimia, perlakuan fisik, musuh
alami dan induce resistance. Keragaman ini juga dibarengi dengan adanya
regulasi-regulasi penggunaannya terkait dengan aspek kesehatan masyarakat dan
lingkungan.
I.2 Rumusan masalah
Dari latar belakang yang telah dirumuskan di atas, maka kami mengangkat
beberapa poin rumusan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini,
diantaranya:
Bagaimana proses infeksi mikroorganisme penyebab kerusakan?
Bagaimana efek serangan terhadap produk hortikultura?
Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi pengembangan infeksi?
Bagaimana pengendalian gangguan patogen yang dapat diakukan?

I.3 Manfaat penulisan


Dari penulisan makalah ini diharapkan pembaca dapat memperoleh beberapa
manfaat yaitu :
Mengetahui proses infeksi mikroorganisme penyebab kerusakan
Dapat mengetahui efek serangan patogen terhadap produk hortikultura
Mengetahui faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan infeksi
Mengetahui cara-cara pengendalian gangguan patogen
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Proses Infeksi Mikroorganisme

Produk hortikultusa yang telah dipanen dari induk tanamannya masih


melakukan aktivitas metabolisme namun aktivitas metabolismenya tidaklah sama
dengan pada waktu produk tersebut masih melekat pada induknya. Berbagai
macam stress atau gangguan dialaminya mulai dari saat panen, penanganan
pascapanen, distribusi dan pemasaran, ritel dan saat ditangan konsumen seblum
siap dikonsumsi atau diolah. Stress terjadi karena kondisi hidupnya tidak pada
kondisi normal saat di lapangan. Kondisi stress diakibatkan oleh perlakuan-
perlakuan pascapanennya seperti kondisi suhu, atmosfer, sinar serta perlakuan-
perlakuan fisik diluar batas kehidupan normalnya. Stress adalah gangguan,
hambatan atau percepatan proses metabolisme normal sehingga dipandang tidak
menyenangkan atau suatu keadaan negatif.
Saat panen, produk segar telah dilabui oleh beragam macam mikroorganisme
di bagian permukaan produk dan dapat pula berada di dalamnya. Mikroorganisme
patogenik yang berada di dalam produk dapat belum berkembang selama
pertumbuhan bagian yang dipanen masih berada pada tanaman induknya dan
melakukan pertumbuhan dan perkembangan setelah panen (infeksi laten).
Mikroorganisme yang melabuhi permukaan produk beragam mulai dari yang
saprofit dan patogenik. Bila terjadi kerusakan mekanis ataupun kemunduran
fisiologis pada produk, maka mikroorganisme patogenik akan tumbuh dan
berkembang menyebabkan pembusukan. Demikian pula dengan serangga
pengganggu seperti lalat buah, peletakan telur lalat biasanya terjadi saat buah
masih berkembang di lapangan. Telur ini baru tumbuh dan berkembang menjadi
larva atau ulat setelah buah mengalami pemasakan selama periode
pascapanennya.
Dalam keadaan segar, bahan pangan nabati kemungkinan terkontaminasi oleh
mikroorganisme dari tanah dimana tanaman tersebut tumbuh. Buah-buahan
karena jauh daru tanah, kemungkinan untuk terkontaminasi lebih kecil
dibandingkan dengan sayuran atau bahan pangan yang lain yang kontak langsung
dengan tanah. Kebersihan saluran juga berpengaruh terhadap kualitas
mikrobiologi pangan bahan pangan nabati. Penggunaan air dari irigasi yang
tercemardan penggunaan pupuk kandang atau kotoran manusia sebagai pupuk
beresiko terhadap kontaminasi oleh salmonella (termasuk S. typhi), Shigella dan
V. cholerae serta virus. Pencucian dan pembilasan dengan air yang mengandung
semua bakteri kecuali sporanya.
Produk segar pascapanen dilabuhi oleh berbagai jenis mikroorganisme yang
dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu 1) mikroorganisme penyebab penyakit pada
jaringan produk tanaman (plant pathogenic microorganisms), 2) mikroorganisme
penyebab penyakit pada manusia atau binatang (human or animal-pathogenic
microorganisms), dan 3) mikroorganisme non-patogenik. Secara umum
mikroorganisme patogenik pada sayuran dan buah-buahan pada awal infeksinya
berbeda jenisnya. Perbedaan jenis mikroorganisme yang tumbuh ini disebabkan
oleh kondisi keasaman produk berbeda. Pada produk sayur-sayuran dimana
keasaman umumnya rendah (pH>4.5) maka mikroorganisme yang tumbuh
umumnya bakteri. Sedangkan pada produk buah-buahan dengan keasaman tinggi
(pH) maka mikroorganisme yang tumbuh kebanyakan jamur.
Cara infeksi dari mikroorganisme penyebab pembusukan dapat berbeda yang
dat dibagi manjadi tiga, yaitu; 1) infeksi laten, 2) infeksi melalui luka setelah
panen, 3) infeksi langsung pada produk utuh. Infeksi laten adalah cara infeksi
yang dilakukan saat produk masih di kebun tumbuh bersama tanaman induknya.
Pada kondisi dimana produk masih di kebun umumnya masa mikroorganisme
pembusuk tidak dapat tumbuh dan berkembang tetapi dalam keadaan dorman.
Mikroorganisme baru tumbuh dan berkembang setelah rpoduk tersebut dipanen
dan mengalami periode pemasakan atau pelayuan. Contoh dari mikroorganisme
ini adalah Colletotrichum sp. yang menyebabkan penyakit anthracnose pada buah
mangga, papaya, pisang, alpukat dan sebagainya. Botrytis sp. penyebab penyakit
busuk lunan umumnya terjadi pada buah buahan seperti anggur, apel dan
sebagainya dapat memulai infeksinya saat produk masih di kebun.
Mikroorganisme pembusuk dengan mudah menguinfeksi produk melalui luka
yang diakibatkan penanganan selama periode pascapanennya. Contoh dari
mikroorganisme yang menginfeksi produk lewat luka adalah Rhizopus sp. yang
dikenal dengan nama penyakitnya busuk rhizopus, Panicillium digitatum dan
Penicillium italicum yang dikenal sebagai grey dan blue molds pada buah jeruk.
Infeksi langsung pada produk pascapanen utuh dapat dilakukan dengan
adanya enzim pektolitik yang dihasilkan oleh mikroorganisme itu sendiri yang
dapat melunakkan jaringan produk terutama dinding sel yang tersusun oleh
polisakarida pektat. Enzim pektinase yang berperan untuk melunakkan jaringan
tersebut meliputi pectin metal esterase (PME), pectin lyase (PE)
endopolygakturonase (Endo-PG) dan exopoligalakturonase (Exo-PG).
II. 2 Efek Serangan Patogen
Seperti disebutkan sebelumnya bahwa produk pascapanen dilabuhi oleh
berbagai macam mikroorganisme dan tingkat populasinya sangat tergantung pada
kondisi pra panennya. Kondisi hujan dan kelembaban tinggi sangat
menguntungkan untuk pertumbuhan mikroorganisme penyebab pembusukan.
Tanpa dilakukan penyemprotan pestisida yang memadai maka sumber inokulum
penyakit akan tinggi populasinya. Demikian pula dengan sanitasi kebun yang
jelek tanpa adanya sirkulasi udara memadai dengan kerapatan gulma tinggi akan
menyengkan sekali sebagai lingkungan tempat tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme pembusuk.
Fisiologis tanaman saat tumbuh kurang baik terutama dukungan
pertumbuhannya seperti nutrisi dalam tanah dan kondisi lingkungan atmosfernya
maka dapat berpengaruh terhadap rentannya produk yang dipanen terhadap
serangan mikroorganisme pathogen. Disamping itu kematangan produk saat
panen juga berpengaruh terhadap masa simpan pascapanennya. Bila dipanen
dalam keadaan masak maka kepekaan terhadap serangan mikroorganisme tinggi
shingga hanya dapat disimpan dalam waktu singkat. Bila produk dipanen dalam
keadaan matang tetapi belum masak maka daya simpannya akan semakin lebih
panjang jika pengendalian lingkungan penundaan pemasakan dikendalikan
dengan baik.
II. 3 Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Infeksi
Faktor yang berpengaruh terhadap penyebaran mikroorganisme pathogen
penyebab pembusukan serta besarnya susut yang terjadi selama periode
pascapanennya adalah factor pra-panen dan pasca-panen. Faktor pra-panen
ditentukan oleh cuaca, kondisi fisiologis tanaman, sanitasi kebun dan adanya
penyemprotan pestisida. Sedangkan factor pasca-panen ditentukan oleh cara
penanganan, sanitasi dan pengemasan.
Cara penanganan pascapanen menentukan masa simpan. Cara penanganan
yang kurang baik seperti penanganan yang cenderung menimbulkan pelukaan dan
kemunduran fisiologis yang cepat akan berakibat pada pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk dengan cepat pula. Perlakuan-perlakuan pascapanen
sering diberikan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh
mikroorganisme pembusuk. Namun demikian, adanya pembusukan oleh
mikroorganisme adalah akibat sekunder dari penanganan yang salah selama
periode pascapanennya. Seperti pada produk yang mengalami luka maka akan
sangat memudahkan mikroorganisme tumbuh pada bagian luka tersebut.
Kemunduran mutu fisiologis biasanya diikuti oleh serangan mikroorganisme
pembusuk sibagai akibat sekunder karena degradasi jaringan yang mempermudah
infeksi dan enzim pektolitik untuk melunakan jaringan. Pada Tabel 3
memperlihatkan beberapa factor pra-panen, panen dan pasca-panen yang
menyebabkan tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogenik
II. 4 Pengendalian Gangguan Patogen
a. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Pascapanen
Produk yang digunakan untuk pengendalian mikroorganisme pembusuk
pascapanen harus digunakan setelah mempertimbangkan beberapa factor kritis
sebagai berikut:
a. Jenis pathogen yang terlibat dalam pembusukan o Lokasi pathogen di dalam
produk
b. Waktu terbaik untuk pengendalian pembusukan tersebut. o Kematangan dari
produk
c. Lingkungan selama penyimpanan, transportasi dan pemasarannya.
Produk yang dipilih untuk pengendalian pembusukan akibat mikroorganisme
harus mempertimbangkan factor di atas apakah dengan bahan kimia atau
pengendalian secara biologis. Beberapa fungisida terdapat digunakan untuk
pengendalian pembusukan oleh mikroorganisme, dibandingkan dengan fungisida
pra-panen yang jenisnya banyak, jenis fungisidia pascapanen lebih sedikit.
Beberapa jenis fungisida yang digunakan pascapanen, sekarang ini tidak
lagi diijinkan karena kaitannya residu yang diidentifikasi berpengaruh toksik
kaitannya dengan kesehatan manusia dan factor lingkungan. Beberapa produk
sudah kehilangan daya racunnya karena tumbuhnya resistansi pada
mikroorganisme pembusuk. Contoh bahan fungisida pascapanen yang sedang
digunakan adalah thiabendazole, dichloran, dan imazalil. Akan tetapi, resistansi
terhadap thiabendazole dan imazalil meningkat maka penggunaan sebagai bahan
kimia efektif berkurang.
Beberapa bahan pengawet antimicrobial sebagai bahan tambahan pada
makanan secara umum tidak dipang sebagai perlakuan pascapanen namun dapat
mengendalikan pembusukan, dan dalam beberapa kasus hanya cara inilah
pengendaliannya. Produk ini meliputi sodium benzoate, parabens, sorbic acid,
propionic acid, SO2, acetic acid, nitrites and nitrates, dan antibiotics such as nisin
(Chichester and Tanner, 1972). Contohnya di California, gray mold yang
menyerang anggur dikendalikan dengan fumigasi menggunakan SO2 (Luvisi et
al., 1992). Permintaan akan perlakuan fungisida pascapanen sangat menguat
khususnya dengan hilangnya iprodione di tahun 1996.
Pengendalian biologis penyakit pascapanen merupakan pendekatan baru
dan memberikan beberapa keuntungan dibandingkan dengan pengendalian
biologis konvensional:
a. Kondisi lingkungan dapat dipelihara dan ditetapkan
b. Agen pengendalian biologis dapat lebih efisien
c. Efektif biaya untuk produk pascapanen
Agen pengendali biologis yang pertama dikembangkan untuk digunakan
pascapanen adalah strain Bacillus subtilis (Pusey and Wilson, 1984). Strain
bakteri ini mengendalikan busuk coklat pada peach, tetapi saat formulasi
komersial dibuat, pengendalian memadai tidak dapat dicapai (Pusey, 1989).
Belakangan ini strain Pseudomonas syringae van Hall didapatkan mengendalikan
Blue dan Gray Mold terhadap pome fruit (Janisiewicz and Marchi, 1992).
Sekarang ini dijual secara komersial untuk pengendalian penyakit pascapanen
(Janisiewicz and Jeffers, 1997). Walau biocontrol tidak diragukan lagi
keefektivannya, namun sering tidak memberikan hasil yang konsisten. Hal ini
mungkin disebabkan efikasinya juga dipengaruhi langsung oleh jumlah inokulum
pathogen yang ada.
Iradiasi untuk pengendalian mikroorganisme pathogen dapat dilakukan.
Namun, walau sinar ultraviolet mempunyai pengaruh letal terhadap bakteri dan
jamur yang ditempatkan pada sinar langsung, tidak ada bukti mengurangi
pembusukan pada buah dan sayuran dalam kemasan (Hardenburg et al., 1986).
Belakangan ini dosis rendah sinar UV (254 nm UV-C) mengurangi busuk coklat
pascapanen pada peach (Stevens et al., 1998). Pada kasus iniperlakuan sinar
mempunyai dua pengaruh yaitu mengurangi inokulum pathogen dan menginduksi
resistansi dari produk yang diperlakukan. Namun demikian, hal ini belum praktis
sebagai perlakuan pascapanen dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Pengelolaan suhu yang baik sangat kritis untuk pengendalian penyakit
pascapanen dan perlakuan lainnya dipandang sebagai suplemen terhadap
pendinginan (Sommer, 1989). Jamur pembusuk buah umumnya tumbuh optimal
pada suhu 20 sampai 25 C dan dapat dibagi menjadi suhu pertumbuhan minimum
5 sampai 10 C atau -6 sampai 0 C. jamur dengan pertumbuhan minimum di
bawah -2 C tidak dapat dihentikan secara sempurna dengan pendinginan tanpa
mengakibatkan pembekuan buah. Namun suhu serendah memungkinkan
diinginkan karena memperlambat pertumbuhan secara berarti dan mengurangi
pembusukan.
Perubahan konsentrasi gas O2 dan CO2 sering terjadi disekitar buah dan
sayuran (Spotts, 1984). Dengan mengendalikan gas tersebut yang sering disebut
sebagai controlled atmosphere dapat berpengaruh terhadap perlambatan proses
kemunduran fisiologis produk serta terhadap pertumbuhan dan perkembangan
mikroorganisme selama produk tersebut disimpan. Menurunkan konsentrasi O2
dan meningkatkan CO2 di atas 5%; dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme
perusak.
b. Pengendalian Serangga Hama Pascapanen
Beberapa cara pengendalian serangga hama telah dikembangkan yaitu; 1)
pendekatan system, 2) pest-free zone, 3) inspeksi dan sertifikasi, dan 4) perlakuan
pascapanen. Dalam pendekatan system, tidak ada cara pengendalian tunggal yang
sempurna. Sejumlah cara diintegrasikan untuk mengendalikan serangga hama
yang dapat berada pada produk dalam kemasan. Sepertti halnya integrated Pest
Management, pengendalian dapat mulai dari kebun dan lingkungan sekitarnya,
pengendalian kematangan saat panen, inspeksi saat pengemasan, pengembangan
prosedur pencucian khusus, dan sebagainya. Dalam pendekatan system ini,
perlakuan khusus pascapanen tidak diperlukan, namun produk sering
membutuhkan inspeksi dan sertifikasi sebelum dikapalkan.
Sedangkan Pest-Free Zone adalah daerah pertumbuhan yang telah
disertifikasi bebas dari hama-hama tertentu. Dibutuhkan program pembatasan
ketat terhadap perpindahan produk dari daerah terinfestasi ke daerah PFZ. Produk
yang diekspor dari PFZ tidak perlu memenuhi perlakuan karantina khusus, tetapi
inspeksi dan sertifikasi dibutuhkan. Contohnya daerah Florida ditetapkan atau
disertifikasi sebagai daerah bebas Caribbean fruit fly.
Perlakuan pascapanen ditujukan untuk membunuh atau mensterilkan hama
serangga dengan kerusakan minimum pada produk. Perlakuan apapun yang akan
diberikan harus mempertimbangkan respon dari komoditi tersebut terhadap
perlakuan tersebut. Respon dari komoditi terhadap perlakuan karantina bervariasi
tergantung pada kultivar dan kematangan. Dengan demikian, pada saat akan
diberikan perlakuan, selalu diadakan inspeksi terhadap mutu produk terkait
dengan kultivar dan kematangannya sehingga kemungkinan kerusakan-kerusakan
sudah dapat diantisipasi sebelumnya. Perlakuan tertentu sering merupakan
kebutuhan dan dipersyaratkan setiap saat produk dikapalkan/ekspor dengan tujuan
tertentu. Kebanyakan perlakuan dilakukan sebelum dikapalkan, tapi beberapa
produk diperlakukan selama transport atau saat tiba di daerah tujuan.
a. Fumigasi
Cara pengendalian hama pascapanen yang umum, mudah dan murah adalah
dengan cara fumigasi. Namun di masa akan datang, penggunaan kebanyaan
fumigant tampaknya akan menurun karena pengaruhnya terhadap lingkungan dan
kesehatan manusia. Cara pengendalian kedepan akan lebih mengarah dengan
perlakuan fisik dari pada kimia yang dapat memberikan perlindungan terhadap
konsumen terhadap bahaya residu kimia. Contoh fumigant yang sering digunakan
untuk pengendalian hama pascapanen adalah methyl bromide, phosphine dan
hydrogen cyanide.
b. Perlakuan Suhu Tinggi atau Rendah
Perlakuan dengan suhu baik tinggi maupun rendah merupakan alternative
yang banyak diteliti karena kelebihan-kelebihan seperti non-chemical, tidak
meninggalkan residu dan aman bagi pekerja. Namun demikian, beberapa
kekurangan dari cara ini adalah berpotensi merusak produk bila tidak dilakukan
secara hati-hati, biaya energi tinggi, waktu perlakuan relative lama dibandingkan
dengan fumigasi serta suhu dan waktu yang tepat harus dieksplorasi untuk mampu
efektif dalam mengendalikan serangga dimana tidak menyebabkan kerusakan
pada produk.
c. Perlakuan Kombinasi
Perlakuan kombinasi paling umum dilakukan dengan methyl bromide dan
perlakuan dingin. Perlakuan dingin dapat diberikan sebelum atau sesudan
fumigasi. Dengan kombinasi ini memungkinkan penggunaan dosis methyl
bromide yang rendah dan perlakuan lebih singkat bila dikombinasikan dengan
pendinginan.
DAFTAR PUSTAKA

Utama MS. 2006. Pengendalian Organisme Pengganggu Pascapanen Produk


Hortikultura dalam Mendukung GAP . Universitas Udayana: Pusat
Pengkajian Buah-Buahan Tropika (PPBT).

Siagian A. 2002. Mikroba Patogen Pada Makanan Dan Sumber Pencemarannya.


Universitas Sumatera Utara: Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai