TPP Blok 21
TPP Blok 21
PENDAHULUAN
1
sedangkan yang hidup dalam lingkungan institusi 30-40% mengalami
depresi dan cemas (Hendry, I. 2013).
Pada umumnya lansia mengalami depresi ditandai oleh mood depresi
menetap yang tidak naik, gangguan nyata fungsi atau aktivitas sehari-hari,
dan dapat berpikiran atau melakukan percobaan bunuh diri.5-7,9,11,13 Pada
lansia gejala depresi lebih banyak terjadi pada orang dengan penyakit
kronik, gangguan kognitif, dan disabilitas (Alexopoulos. G S. 2005 dalam
Hendry, I. 2013).
Kesulitan konsentrasi dan fungsi eksekutif lansia depresi akan membaik
setelah depresi teratasi. Gangguan depresi lansia dapat menyerupai
gangguan kognitif seperti demensia (Alexopoulos. G S. 2005 dalam Hendry,
I. 2013). Pada masa lanjut usia, seseorang akan mengalami perubahan dalam
segi fisik, kognitif, maupun dalam kehidupan psikososialnya (Papalia, et al,
2001; Ariyanti, 2009 dalam Hendry, I. 2013). Darnton-Hill (1995; Oye
Gureje, 2008 dalam Hendry, I. 2013) juga menekankan pentingnya harapan
hidup dan kualitas hidup bagi lanjut usia. Keempat domain dalam kualitas
hidup adalah kesehatan fisik, kesehatan psikologi, hubungan sosial, dan
aspek lingkungan (WHOQOL Group; Jackie Brown, 2004 dalam Hendry, I.
2013). Empat domain kualitas hidup diidentifikasi sebagai suatu perilaku,
status keberadaan, kapasitas potensial, dan persepsi atau pengalaman
subjektif (WHOQOL Group, 1994 dalam Hendry, I. 2013) juga
menambahkan jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, akan
timbul masalah-masalah dalam kehidupan lanjut usia yang akan
menurunkan kualitas hidupnya. Atas dasar latar belakang diatas maka kami
akan melakukan Tugas Pengenalan Profesi yang berjudul Identifikasi
Masalah- Masalah Geriatri di Panti Jompo (Penurunan Fungsi Pendengaran
& Penglihatan, Fungsi Digestif dan Risiko Jatuh).
2
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi masalah- masalah (penurunan fungsi pendengaran &
penglihatan, fungsi digestif dan risiko jatuh) geriatri di panti jompo.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.3 Masalah Kesehatan Lansia
Menurut Depkes (2016) beberapa karakteristik lansia yang perlu diketahui
untuk mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia adalah:
a. Jenis kelamin: lansia lebih banyak pada perempuan
b. Status perkawinan
Status masih pasangan lengkap atau sudah hidup janda atau duda
akan mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun
psikologis. Pada gambar di bawah memperlihatkan persentase
penduduk lansia menurut status perkawinan. Sebagian besar lansia
berstatus kawin (60%) dan cerai mati (37%).
5
Gambar 6. Penduduk Lanjut Usia Menurut Status PerkawinanTahun 2015
Sumber : Badan Pusat Statistik RI, SUPAS 2015
c. Living arrangement
Misalnya keadaan pasangan, tinggal sendiri atau bersama istri, anak
atau keluarga lainnya. Angka Beban Tanggungan adalah angka yang
menyatakan perbandingan antara banyaknya orang yang tidak produktif
(umur <15 tahun dan > 65 tahun) dan banyaknya orang yang termasuk
umur produktif (umur 1564 tahun). Angka ini mencerminkan besarnya
beban ekonomi yang harus ditanggung penduduk usia produktif untuk
membiayai penduduk usia non produktif. Angka Beban Tanggungan
Indonesia sebesar 48,63% artinya setiap 100 orang penduduk yang
masih produktif akan menanggung 48 orang yang tidak produktif di
6
Indonesia. Angka Beban Tanggungan menurut provinsi,tertinggi ada di
Nusa Tenggara Timur (66,74%) dan terendah ada di DI Yogyakarta
(45,05%).
d. Kondisi kesehatan
Angka kesakitan merupakan salah satu indikator yang digunakan
untuk mengukur derajat kesehatan penduduk. Angka kesakitan
tergolong sebagai indikator kesehatan negatif. Semakin rendah angka
kesakitan menunjukkan derajat kesehatan penduduk yang semakin baik.
Angka kesakitan penduduk lansia tahun 2014 sebesar 25,05% artinya
bahwa dari setiap 100 orang lansia terdapat 25 orang di antaranya
mengalami sakit. Bila dilihat perkembangannya dari tahun 2005-2014,
derajat kesehatan penduduk lansia mengalami peningkatan yang ditandai
dengan menurunnya angka kesakitan pada lansia.
Keluhan kesehatan tidak selalu mengakibatkan terganggunya
aktivitas sehari-hari, namun terjadinya keluhan kesehatan dan jenis
keluhan yang dialami oleh penduduk dapat menggambarkan
tingkat/derajat kesehatan secara kasar. Lansia mengalami peningkatan
yang ditandai dengan menurunnya angka kesakitan pada lansia.
Dengan bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami
penurunan akibat proses penuaan sehingga penyakit tidak menular
banyak muncul pada lanjut usia. Selain itu masalah degeneratif
menurunkan daya tahan tubuh sehingga rentan terkena infeksi penyakit
menular. Hasil Riskesdas 2013, penyakit terbanyak pada lanjut usia
adalah Penyakit Tidak Menular (PTM) antara lain hipertensi, artritis,
stroke, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan Diabetes Mellitus
(DM).
7
berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup sebagai
anggota masyarakat.
8
pendengaran.
A. Perubahan-Perubahan Pada Jaringan Dalam Bola Mata
Yang Menyertai Usia Lanjut
1. Perubahan Refraksi
Presbiopia Merupakan gangguan akomodasi pada usia
lanjut yang dapat terjadi akibat :
Kelemahan otot akomodasi
Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya
akibat sklerosis lensa.
Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia
lebih dari 40 tahun, akan memberikan keluhan berupa :
mata lelah, berair dan sering terasa pedas setelah
membaca
membaca selalu dijauhkan agar lebih jelas
sukar melihat dekat terutama pada malam hari atau
pada ruangan yang kurang terang (Wilardjo & Martono,
2015).
2. Perubahan Struktur Kelopak Mata
Entropion
Entropion merupakan suatu keadaan melipatnya
kelopak mata bagian tepi atau margo palpebra ke arah
dalam. Hal ini menyebabkan bulu mata tumbuh ke arah
dalam sehingga menggeser jaringan konjungtiva dan
kornea. Keadaan ini disebut trikiasis. Pada lanjut usia,
entropion diakibatkan oleh degenerasi jaringan kelopak
mata, disebut ENTROPION SENILIS.
Gejala dan tanda :
Mata merah
Berair
Rasa gatal
9
Hal ini disebabkan oleh karena iritasi dan abrasi
kornea. Bila berlanjut dapat menyebabkan ulcus
kornea.
Ektropion
Ektropion merupakan keadaan dimana tepi kelopak
mata membeber atau mengarah keluar sehingga bagian
dalam kelopak atau konjungtiva tarsal berhubungan
langsung dengan dunia luar. Hal ini menyebabkan mata
selalu berair karena air mata tidak dapat disalurkan ke
punctum lakrimalis inferior. Pada lanjut usia ektropion
disebabkan oleh relaksasi atau kelumpuhan otot
orbicularis okuli, disebut Ektropion Senilis.
Gajala dan tanda :
epifora
konjungtiva palpebra hiperemi dan hipertrofi
konjungtiva bulbi hiperemi
Blefaroptosis Akuisita
Kelainan ini terjadi karena aponeurosis m. levator
palpebra mengalami disinsersi dan terjadi penipisan
akibat bertambahnya usia. Meskipun terjadi perubahan
pada aponeurosis m. levator palpebra namun m.
levatornya sendiri relatif stabil sepanjang usia. Bila
blefaroptosis ini mengganggu penglihatan atau secara
kosmetik menjadi keluhan dapat diatasi dengan
tindakan operasi.
Dermatokalasis
Pada lanjut usia kulit palpebra mengalami atrofi dan
kehilangan elastisitasnya sehingga menimbulkan
kerutan dan lipatan-lipatan kulit yang berlebihan.
Keadaan ini biasanya diperberat dengan terjadinya
peregangan septum orbita dan migrasi lemak
preaponeurotik ke anterior. Keadaan ini bisa terjadi
10
pada palpebra superior maupun inferior dan disebut
sebagai dermatokalasis.
Merupakan suatu keadaan di mana kulit kelopak atas
maupun bawah menjadi longgar karena proses penuaan,
sehingga kelopak mata tampak menggantung.
Gejala dan tanda :
Kesulitan mengangkat palpebra superior
Rasa tidak enak di daerah preorbita akibat
penggunaan otot ocipitofrontalis dan otot
orbicularis occuli dalam mengatasi kesulitan
mengangkat palpebra.
Terbatasnya lapangan pandang superior
Keluhan kosmetik.
11
keluhan mata kering yaitu adanya rasa tidak enak seperti
terdapat benda asing atau seperti ada pasir, mata terasa
lelah dan keringbahkan kabur. Sedangkan gejala obyektif
yang didapatkan diantaranya konjungtiva bulbi kusam dan
menebal, kadang hiperemi, pada kornea terdapat erosi dan
filamen. Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah
Schirmer, Rose Bengal, Tear film break up time
(Wilardjo & Martono, 2015).
4. Perubahan Kornea
Arcus Senilis
Merupakan manifestasi proses penuaan pada kornea
yang sering dijumpai. Keberadaan arcus senilis ini
tidak memberikan keluhan, hanya secara kosmetik
sering menjadi masalah. Kelainan ini berupa infiltrasi
bahan lemak yang berwarna keputihan, berbentuk
cincin di bagian tepi kornea. Mula-mula timbulnya di
bagian inferior kemudian diikuti bagian superior,
berlangsung meluas dan akhirnya membentuk cincin.
12
dibandingkan bagian lainnya. Pengukuran CTT (Corneal
Touch Threshold ) pada orang sehat yang berbeda usianya
yaitu dengan merangsang kornea menggunakan benang
nylon microfilamen dengan berbagai ukuran panjang,
menunjukkan bahwa CTT masih tetap sama antara usia 7
10 tahun. Mulai awal dekade kelima CTT menjadi lebih
tinggi, secara bermakna dan semakin bertambah dengan
bertambahnya usia. Pada usia 80 tahun, hampir 2 kalinya
CTT usia 10 tahun. Penyebab dari penurunan sensitivitas
kornea kemungkinan disebabkan penebalan jaringan
fibrous kornea, penurunan kandungan air atau atrofi
serabut-serabut saraf.
Fragilitas kornea diukur dengan menentukan seberapa
besar tekanan yang diperlukan untuk mencapai ambang
kerusakan secara mekanis. Sampai usia 40 tahun fragilitas
kornea masih tetap sama. Berdasarkan pengalaman klinis
hal ini sejalan dengan peningkatan fragilitas kulit pada
usia yang makin lanjut.
13
6. Perubahan Iris
Pada usia lanjut iris akan mengalami proses
degenerasi, menjadi kurang cemerlang dan mengalami
depigmentasi tampak ada bercak berwarna muda sampai
putih.
7. Perubahan Pupil
Pupil mengalami konstriksi, mula-mula berdiameter 3
mm, pada usia lanjut terjadi penurunan 1 mm dan refleks
cahaya langsung melemah.
8. Perubahan Lensa
Pada usia muda lensa tidak bernukleus, pada usia 20
tahun nukleus mulai terbentuk. Semakin bertambah umur
nukleus semakin membesar dan padat, sedangkan volume
lensa tetap, sehingga bagian korteks semakin menipis,
elastisitas jadi berkurang (membias sinar jadi lemah).
Lensa yang mula-mula bening transparan, menjadi tampak
keruh (Sklerosis).
9. Perubahan Badan Kaca ( Vitreous Humor )
Terjadi degenerasi, konsistensi lebih encer
(Synchisis), dapat menimbulkan keluhan Photopsia
(melihat kilatan cahaya saat ada perubahan posisi bola
mata).
10. Perubahan Retina
Terjadi degenerasi (Senile Degeneration).
Gambaran fundus mata mula-mula merah jingga
cemerlang, menjadi suram dan ada jalur-jalur berpigment
(Tygroid Appearance ) terkesan seperti kulit harimau.
Jumlah sel fotoreseptor berkurang sehingga adaptasi gelap
dan terang memanjang dan terjadi penyempitan lapangan
pandang (Wilardjo & Martono, 2015).
14
2.4.1.3 Perabaan
Menurunnya fungsi peraba menyebabkan lanjut usia tidak
sensitive terhadap sentuhan.
2.4.1.4 Pengecapan
Penurunan fungsi pengecap pada lidah menyebabkan
kepekaan terhadap rasa menurun dengan akibat berkurangnya nafsu
makan dan bertambahnya kecenderungan lanjut usia untuk
menambah bumbu seperti garam, gula, dan lain-lain pada
makananya.
2.4.1.5 Penciuman
Penurunan fungsi penciuman mengurangi pula nafsu dan
selera makan para lanjut usia.
15
C. Lambung
Menurun fungsinya, berakibat menurunnya proses pencernaan
makanan. Hal ini terasa sebagai rasa penuh, bahkan kemudian
menjadi rasa kembung akibat pembentukan dan penumpukan
gas yang berlebihan yangberasal dari hasil proses pembusukan
oleh kuman yang ada di saluran pencernaan. Sering kali lanjut
usia mempergunakan obat-obatan penghilang rasa nyeri atau
obat anti reumatik tidak jarang berakibat samping gangguan
fungsi lambung. Kebiasaan merokok juga dapat mengganggu
fungsi lambung di samping pembuluh darah dan jantung.
D. Usus
Peristaltik atau gerakan usus yang semakin menurun dengan
menyebabkan semakin lambatnya makanan bergerak melalui
system pencernaan. Keluhan yang sering ditemui selain sebah,
penuh, juga sembelit (sukar buang air).
E. Hati (liver)
Menurunnya fungsi hati berakibat menurunnya toleransi
terhadap obat, jamu, makanan (berlemak, kolestorol tinggi,
berpengawet, penyedap makanan, zat warna, dan lain-lain), serta
minuman beralkohol. Menurunan fungsi hati ini dapat dirasakan
dengan gejala mudah lelah, intoleransi terhadap lemak, perut
bengkak, kulit dan mata kuning. Pada tahap akhir dapat timbul
muntah darah dan gangguan kesadaran. (Stanley, 2006).
16
kurang terang dan sebagainya (Martono, 2015).
Risiko jatuh (risk for fall) merupakan diagnosa keperawatan
berdasarkan North American Nursing Diagnosis Association
(NANDA), yang didefinisikan sebagai peningkatan kemungkinan
terjadinya jatuh yang dapat menyebabkan cedera fisik (Wilkinson,
2005). Jatuh merupakan suatu kondisi dimana seseorang tidak
sengaja tergeletak di lantai, tanah atau tempat yang lebih rendah,
hal tersebut tidak termasuk orang yang sengaja berpindah posisi
ketika tidur (WHO, 2007).
17
1) Kolagen sebagai protein pendukung utama pada
kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan
pengikat mengalami perubahan dan penurunan
hubungan tarikan linear sehingga terjadi
penurunan mobilitas pada jaringan tubuh karena
penuaan. Penuaan menyebabkan perubahan
kualitatif dan kuantitatif pada kolagen sehingga
terjadi penurunan daya mekanik, daya elastik dan
timbul kekakuan (Timiras & Navazio, 2008).
Perubahan pada kolagen itu merupakan penyebab
turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga
menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan
kekuatan otot dan penurunan kemampuan
bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan
berjalan, serta terjadi hambatan dalam melakukan
aktivitas setiap hari (Lewis & Bernstein, 1996).
Dimana hambatan tersebut dapat mempengaruhi
aktivitas sehari hari pada lansia.
2) Kartilago
Karena penuaan jaringan kartilago pada
persendian menjadi lunak dan akhirnya menjadi
rata, sehingga kemampuan kartilago untuk
regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi
cenderung ke arah progesif. Proteoglikan yang
merupakan komponen dasar matriks kartilago
berkurang atau hilang secara bertahap. Kartilago
di persendian mengalami kalsifikasi, sehingga
fungsinya sebagai peredam kejut dan permukaan
sendi yang berpelumas menurun, sehingga
kartilago pada persendian rentan terhadap
gesekan. Perubahan tersebut sering terjadi pada
sendi besar penumpu berat badan. Akibat
18
perubahan tersebut sendi mudah mengalami
peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak
dan terganggunya aktivitas setiap hari (Sri Surini
& Utomo, 2002).
3) Tulang
Secara fisiologis penuaan berdampak pada
menurunnya kepadatan tulang. Trabecula
longitudinal menjadi tipis dan trabekula
transversal terabsorbsi kembali, sehingga jumlah
spongiosa berkurang dan tulang kompakta
menjadi tipis. Perubahan yang lain berupa
penurunan estrogen sehingga produksi osteoklast
tidak terkendali, penurunan penyerapan kalsium
di usus, peningkatan kanal Haversi sehingga
tulang keropos. Berkurangnya jaringan dan
ukuran tulang secara keseluruhannya
menyebabkan kekakuan dan penurunan kekuatan
tulang sehingga berdampak munculnya
osteoporosis yang selanjutnya dapat
mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur
(Timiras & Navazio, 2008). Kondisi tersebut
dapat membatasi kemampuan dari lansia dan
menyebabkan lansia mengalami gangguan dalam
aktivitas fisiknya sehari hari.
4) Otot
Perubahan struktur otot karena penuaan
bervariasi pada masing masing orang.
Perubahan tersebut meliputi penurunan jumlah
dan ukuran serabut otot, atropi pada beberapa
serabut otot dan hipertropi pada beberapa serabut
otot yang lain, peningkatan jaringan lemak dan
jaringan penghubung dan lain-lain
19
mengakibatkan efek negatif. Efek tersebut adalah
penurunankekuatan, otot penurunan fleksibilitas
otot, perlambatan waktu reaksi dan penurunan
kemampuan fungsional (Bonder & Wagner,
1994).
5) Sendi
Jaringan ikat disekitar sendi seperti tendon,
ligamen dan fasia pada lansia mengalami
penurunan elastisitas. Ligamen, kartilago dan
jaringan partikular mengalami penurunan daya
lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi
dan kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi
sehingga sendi kehilangan fleksibilitasnya yang
berdampak pada penurunan luas gerak sendi dan
menimbulkan kekakuan sendi.
2. Sistem Saraf
Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensorik
dan respons motorik pada susunan saraf pusat dan
penurunan reseptor proprioseptif, hal ini menyebabkan
terjadinya gangguan koordinasi dan kemampuan dalam
beraktivitas pada lansia. Hal ini terjadi karena susunan
saraf pusat pada lansia mengalami perubahan
morfologis dan biokimia. Akson, dendrit dan badan sel
saraf banyak yang mengalami kematian, sedangkan
yang hidup mengalami perubahan. Dendrit yang
berfungsi untuk komunikasi antar sel saraf mengalami
perubahan menjadi lebih tipis dan kehilangan hubungan
dengan sel saraf lain. Daya hantar saraf mengalami
penurunan 10 % sehingga gerakan menjadi lamban.
Akson dalam medula spinalis menurun 37 % (Timiras
& Maletta, 2008). Kondisi tersebut mengakibatkan
20
penurunan fungsi kognitif, koordinasi, keseimbangan,
kekuatan otot, refleksi, proprioseptif, perubahan postur
dan peningkatan waktu reaksi. Hal ini dapat dicegah
dengan pemberian latihan koordinasi dan
keseimbangan serta latihan untuk menjaga mobilitas
dan postur (Sri Surini & Utomo, 2002). Latihan untuk
menjaga dan mengoptimalkan kebugaran lansia juga
harus diberikan untuk memaksimalkan kondisi sistem
saraf lansia.
3. Sistem kardiovakuler
Massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami
hipertrofi dan kemampuan peregangan jantung
berkurang karena perubahan pada jaringan ikat katup
jantung mengalami fibrosis. Sinoatrial node (SA node)
dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
Kemampuan arteri dalam menjalankan fungsinya
berkurang sampai 50%. Pembuluh darah kapiler
mengalami penurunan elastisitas dan permeabilitas.
Terjadi perubahan fungsional berupa kenaikan tahanan
vaskular sehingga menyebabkan peningkatan takanan
sistole dan penurunan perfusi jaringan (Timiras &
Navazio, 2008). Curah jantung (cardiac output)
menurun akibat penurunan denyut jantung maksimal
dan volume sekuncup. Respon vasokontriksi untuk
mencegah terjadinya penumpukan darah (poling of
bload) menurun, sehingga respon terhadap hipoksia
menjadi lambat. Konsumsi oksigen pada tingkat
maksimal (VO2 maksimum) berkurang, sehingga
kapasitas vital paru menurun. Latihan berguna untuk
meningkatkan VO2 maksimum, mengurangi tekanan
darah dan berat badan (Timiras & Navazio, 2008 ).
21
4. Sistem Indera
Semua sistem indera yang berhubungan dengan
keseimbangan statik dan dinamik akan menurun
bersamaan dengan menurunnya usia, seperti
penglihatan (visual) dan vestibular. Perubahan pada
sistem penglihatan (visual) menyebabkan cahaya yang
dihantar ke retina berkurang sehingga ambang visual
meningkat dan daya adaptasi terang-gelap menurun,
ketajaman penglihatan serta jarak pandang menurun.
Penurunan tajam penglihatan pada lansia disebabkan
oleh katarak, degenerasi makuler dan penglihatan
perifer yang menghilang. Pada sistem vestibular terjadi
degenerasi sel-sel rambut dalam makula dan sel saraf.
Karena kondisi tersebut lansia akan kesulitan
memperkirakan jarak dan memposisikan kepala pada
garis keseimbangan sehingga sering terjadi gangguan
keseimbangan fungsional pada lansia (Sri Surini &
Utomo, 2002 ).
b. Kekuatan Otot
Kekuatan otot adalah kekuatan suatu otot atau group otot
yang dihasilkan untuk dapat melawan tahanan dengan usaha
yang maksimum. Kekuatan otot diperlukan saat melakukan
aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil
dari adanya suatu peningkatan tegangan otot sebagai respon
motorik. Kekuatan otot dapat dijabarkan sebagai
kemampuan otot menahan beban baik berupa beban internal
(internal force) maupun beban eksternal (external force).
Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem
neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem
saraf mengaktivasi otot untuk melakukan kontraksi,
sehingga semakin banyak serabut otot yang teraktivasi,
22
maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot
tersebut (Irfan, 2012).
Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat
agar bisa menggerakan anggota gerak bawah untuk
melakukan gerakan fungsionalnya (Nugroho, 2011).
Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung dengan
kemampuan otot untuk melawan gaya gravitasi serta beban
eksternal lainnya yang secara berkelanjutan mempengaruhi
posisi tubuh. Kemampuan otot untuk mempertahankan
posisi tegak dan stabil merupakan bentuk dari aktivitas otot
untuk menjaga keseimbangan baik saat statis maupun
dinamis saat melakukan suatu gerakan. Hal tersebut dapat
dilakukan apabila otot memiliki kekuatan dengan besaran
tertentu.
Perubahan morfologis pada otot menyebabkan perubahan
fungsional otot, yaitu terjadinya penurunan kekuatan otot,
elastisitas dan fleksibilitas otot, kecepatan waktu reaksi dan
rileksasi, dan kinerja fungsional. Setelah melewati usia 30
tahun, manusia akan kehilangan kira-kira 3 5 % jaringan
otot total per dekade. Penurunan fungsi dan kekuatan otot
akan mengakibatkan yaitu (1) penurunan kemampuan
mempertahankan keseimbangan tubuh, (2) hambatan dalam
gerak duduk ke berdiri, (3) peningkatan risiko jatuh, (4)
perubahan postur. Masalah pada kemampuan gerak dan
fungsi lansia berhubungan erat dengan kekuatan otot yang
bersifat individual. Lansia dengan kekuatan otot quadrisep
yang baik dapat melakukan aktivitas berdiri dari posisi
duduk dan berjalan 6 meter dengan lebih cepat (Bonder &
Wagner, 1994). Penelitian lain menunjukkan bahwa
kelemahan otot abduktor sendi panggul dapat mengurangi
kemampuan lansia mempertahankan keseimbangan berdiri
pada satu tungkai dan timbulnya gangguan postural.
23
Penurunan serabut otot reaksi cepat (tipe II) dapat
meningkatkan risiko jatuh karena penurunan respons
terhadap keseimbangan (Bonder & Wagner, 1994).
Penurunan terhadap respon keseimbangan meyebabkan
timbulnya ganngguan dalam mengontrol keseimbangan.
c. Keseimbangan
Keseimbangan merupakan kemampuan tubuh untuk
mengontrol pusat gravitasi (center of gravity) atau pusat
massa tubuh (center of mass) terhadap bidang tumpu (base
of support). Pusat gravitasi (center of gravity) adalah suatu
titik dimana massa dari suatu obyek terkonsentrasi
berdasarkan tarikan gravitasinya. Pada manusia normal,
pusat gravitasi terletak di perut bagian bawah dan sedikit di
depan sendi lutut. Agar dapat menjaga keseimbangan, pusat
gravitasi tersebut berpindah untuk memberikan kompensasi
agar tidak terjadi gangguan yang dapat menyebabkan orang
kehilangan keseimbangannya (Barnedh et al, 2006).
Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap
bagian tubuh dan didukung oleh sistem muskuloskeletal
serta bidang tumpu. Tujuan tubuh mempertahankan
keseimbangan, yaitu untuk menyangga tubuh melawan gaya
gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan
pusat massa tubuh agar sejajar dan seimbang dengan bidang
tumpu, serta menstabilkan bagian tubuh yang lain saat
melakukan suatu gerakan (Irfan, 2012). Kemampuan untuk
menjaga keseimbangan antara massa tubuh dengan bidang
tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas
secara efektif dan efesien (Yuliana, 2014).
24
d. Indeks Massa Tubuh ( IMT )
Dengan bertambahnya usia akan meningkatkan berat badan
karena penumpukan lemak di dalam otot sementara sel otot
sendiri berkurang jumlah dan volumenya, sehingga ada
kecenderungan untuk mengurangi aktifitas fisik karena
obesitas. Hal ini menyebabkan kelemahan fisik yang dapat
membatasi mobilitas yang berpengaruh terhadap
keseimbangan karena menjadi lamban di dalam bergerak
dan kurangnya reaksi antisipasi terhadap perubahan Centre
Of Gravity (COG) serta secara umum akan menurunkan
kualitas hidup lansia.
25
jatuh adalah fraktur collum femur. Jenis fraktur lain yang sering
terjadi akibat jatuh adalah fraktur pergelangan tangan, lengan atas
dan pelvis serta kerusakan jaringan lunak. Dampak psikologis
yang terjadi antara lain syok setelah jatuh dan rasa takut akan
jatuh lagi dapat memiliki banyak konsekuensi termasuk ansietas,
hilangnya rasa percaya diri, pembatasan dalam aktivitas sehari-
hari, falafobia atau fobia jatuh meskipun kejadian jatuh yang
dialami tidak menimbulkan cedera fisik (Stanley & Beare, 2006).
Selain dampak diatas, kejadian jatuh pada lansia juga bisa
mennyebabkan komplikasi antara lain:
a) Perlukaan (injury)
Perlukaan (injury) mengakibatkan rusaknya jaringan lunak
yang terasa sangat sakit berupa robek atau tertariknya
jaringan otot, robeknya arteri/vena, patah tulang atau fraktur
misalnya fraktur pelvis, femur, humerus, lengan bawah,
tungkai atas.
b) Disabilitas
Disabilitas mengakibatkan penurunan mobilitas yang
berhubungan dengan perlukaan fisik dan penurunan mobilitas
akibat jatuh yaitu kehilangan kepercayaan diri dan
pembatasan gerak.
c) Kematian
26
jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tetapi
tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari
benda-benda kecil yang susah dilihat, peralatan rumah tangga
yang sudah tidak aman (lapuk, dapat bergerser sendiri)
sebaiknya diganti, peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan
sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan/tempat
aktivitas lanjut usia. Kamar mandi dibuat tidak licin sebaiknya
diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka.
WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi pegangan di
dinding.
27
lanjut usia secara periodik. Faktor situasional bahaya
lingkungan dapat dicegah dengan mengusahakan perbaikan
lingkungan , faktor situasional yang berupa aktifitas fisik dapat
dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan lanjut usia. Aktifitas
tersebut tidak boleh melampaui batasan yang diperbolehkan
baginya sesuai hasil pemeriksaan kondisi fisik. Maka di
anjurkan lanjut usia tidak melakukan aktifitas fisik yang sangat
melelahkan atau berisiko tinggi untuk terjadinya jatuh.
28
BAB III
METODE PELAKSANAAN
29
3.6 Langkah Kerja
Langkah-langkah kerja yang dilakukan dalam melaksanakan TPP Identifikasi
Masalah-masalah Geriatri di Panti Jompo (Penurunan Fungsi Pendengaran &
Penglihatan, Fungsi Digestif dan Risiko Jatuh) adalah :
1. Pembuatan proposal TPP
2. Konsultasi kepada Pembimbing TPP
3. Meminta Surat Melaksanakan TPP
4. Pelaksanaan TPP
5. Pembuatan Laporan Pelaksanaan TPP
30
BAB IV
4.1 Hasil
A. Pasien 1
31
pada Tn. J, faktor instrinsik yaitu beliau mengaku memiliki keluhan nyari
pada tulang dan sendi terutama pada bagian ekstremitas inferior dan
daerah punggung, serta adanya penurunan kemampunan bergerak dari
duduk ke berdiri, penurunan kemampuan jongkok, penurunan kemampuan
berjalan, penurunan kekuatan dan fleksibilitas otot. Faktor ekstrinsik yang
diketahui yaitu beliau juga mengaku jika pencahayaan dikamar beliau
cukup baik, namun lantai kamar terasa licin bagi Tn. J dan terdapat tempat
untuk berpegangan. Beliau juga mengaku bahwa beliau memiliki riwayat
jatuh dalam 3 bulan terakhir serta memiliki riwayat hipertensi yaitu
160/100 mmHg.
B. Pasien 2
Pada Ny. W berusia 70 tahun, setelah dilakukan identifikasi masalah
geriatri yang dialami Ny. W yaitu gangguan penglihatan, penurunan fungsi
digestif, dan risiko jatuh. Namun fungsi pendengaran Ny. W masih
berfungsi dengan baik. Gangguan penglihatan yang dialami Ny. W yaitu
keluhan mudah silau, keluhan seperti melihat asap, kesulitan dalam
membaca huruf-huruf kecil, melipatnya kelopak mata bagian tepi atau
margo palpebra ke arah dalam, bulu mata tumbuh ke arah dalam, adanya
keluhan mata sering berair, mata sering gatal karena merasa tertusuk oleh
bulu mata. Pada sistem digestifnya Ny. W yaitu tidak memiliki gigi yang
lengkap lagi. Pada gigi atasnya tersisa 1 gigi, sedangkan gigi bawahnya
tersisa 4 gigi. Ny, W mengeluh mulutnya kering, namun tidak terdapat
kesulitan menelan. Ny. W BAB setiap 2 hari sekali dan tidak ada keluhan
konstipasi ataupun diare. Faktor intrinsik yang menjadi risiko jatuh pada
Ny. W yaitu memiliki keluhan nyeri pada tulang dan sendi terutama sendi
sendi kecil, mengalami penurunan kemampuan bergerak dari duduk ke
berdiri, terdapat penurunan kekuatan dan fleksibilitas otot. Namun Ny. W
jarang mengalami jatuh. Faktor ekstrinsik yang diketahui yaitu menurut
Ny. W penerangan kamarnya cukup baik, keadaan lantai kering, dan
terdapat tempat untuk berpegangan.
32
C. Pasien 3
Pada Ny. S 80 tahun, mengalami gangguan penglihatan, pendengaran
dan resiko jatuh. Gangguan penglihatan yang dialami Ny. Si yaitu
kesukaran dalam membaca huruf kecil (penurunan visus), melipatnya
kelopak mata bagian tepi atau margo palpebra ke arah dalam, bulu mata
tumbuh ke arah dalam. Gangguan pendengaran yang dialami Ny. Si yaitu
terdapat kesulitan dalam membedakan arah suara dan meminta orang lain
untuk mengulang perkataannya. Pada sistem digestifnya Ny. Si yaitu
masih memiliki gigi pada bagian atas dan bawahnya. Ny. Si tidak
mengeluh mulutnya kering, sulit menelan, kembung dan keluhan sembelit
serta BAB sekali sehari. Resiko jatuh pada Ny. Si memiliki faktor intrinsik
yaitu mengalami keluhan nyeri tulang dan sendi, kaku sendi, penurunan
kemampuan bergerak dari duduk ke beridiri, berjongkok, berjalan,
penurunan kekuatan dan fleksibilitas otot serta penurunan keseimbangan
ditandai dengan sering terjatuh.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan pada pelaksanaan Tugas
Pengenalan Profesi (TPP), didapatkan 3 orang lanjut usia. Pada Tn. J
ditemukan kesulitan pada saat mengangkat palpebra superior, keluhan seperti
melihat asap, mata berair dan sering gatal. Selanjutnya dilakukan identifikasi
mengenai gangguan pendengaran pada Tn. J, beliau mengaku bahwa sering
mendengar suara bising yang berdenging dan terdapat perasaan yang terasa
seperti bergoyang atau berputar. Tn. J juga mengeluh gatal pada kulit.
Keluhan yang dialami oleh Tn. J merupakan keluhan yang dialami pada
sistem panca-indra. Keluhan tersebut muncul karena perubahan yang bersifat
degeneratif. Menurut Wilardjo & Martono (2015).dengan bertambahnya usia
akan menyebabkan kekendoran seluruh jaringan kelopak mata (involusional).
Pada usia lanjut kulit palpebra mengalami atropi dan kehilangan elastisitas
sehingga menimbulkan kerutan dan lipatan yang berlebihan. Keadaan ini
disebut sebagai dermatokalasis, dengan gejala dan tanda:
33
a. Kesulitan mengangkat palpebra superior
b. Rasa tidak enak di daerah periorbita
c. Terbatasnya lapang pandang superior
d. Keluhan kosmetik
Gangguan pendengaran merupakan suatu keadaan yang menyertai
lanjutnya usia. Dengan semakin lanjutnya usia terjadi degerasi primer diorgan
corti berupa hilangnya sel epitel syaraf, serabut saraf eferen dan aferen di sel
sensorik dari koklea. Keluhan suara berdenging yang dialami oleh Tn. J
merupakan suspect tinitus. Sedangkan keluhan perasaan seperti bergoyang
merupakan masalah gangguan keseimbangan yang akhirnya menyebabkan
jatuh. Berbagai masalah yang mengganggu keseimbangan antara lain adalah
dizziness, light headedness dan vertigo. Kedua hal tersebut merupakan
perubahan fungsi pendengaran yang biasa terjadi pada lansia (Wilardjo &
Martono, 2015).
Sedangkan masalah gatal-gatal merupakan masalah pada sistem
dermatologi. Pada lansia telah terjadi penurunan fisiologis yang akan
menyebabkan penurunan fungsi kulit. Kelainan yang biasanya ditemukan
pada lansia dengan keluhan seperti Tn. J adalah kulit kering (xerosis cutis),
kasar dan bersisik. Keluhan ini biasanya disertai gejala gatal dan dengan
garukan, gosokan, kontak dengan bahan iritan akan menyebabkan mudah
meradang menjadi eczema craquele atau winter eczema (Wilardjo &
Martono, 2015).
Kemudian pada sistem digestif dijumpai keluhan penurunan jumlah
saliva dan mulut kering, jumlah gigi yang tersisa ada 4 buah, perut sering
terasa kembung, disertai keluhan sembelit. Hal ini sesuai dengan yang
disampaikan oleh Stanley (2006) pada lansia dijumpai penurunan fungsi
digestif yang ditandai dengan gigi yang rusak, tanggal atau lepas akan
mempengaruhi proses pelumatan makanan diakibatkan oleh terganggunya
fungsi pengunyah. Selain itu pada lansia ditemukan keluhan mulut kering
karena berkurang jumlah saliva yang akan berdampak pada kesulitan menelan
makanan. Menurun fungsi lambung akan berakibat pada penurunan proses
pencernaan makanan yang akan bermanifestasi sebagai perut kembung. Hal
34
tersebut juga banyak dikeluhkan oleh lansia. Menurut Holson (2002)
konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut.
Terjadi peningkatan dengan bertambahnya usia dan 30-40% orang diatas usia
65 tahun mengeluh konstipasi. Suatu batasan dari konstipasi paling sedikit
dijumpai dua dari keluhan dibawah ini:
a. Konsistensi feses yang keras
b. Mengejan keras saat BAB
c. Rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB
d. Frekuensi BAB 2x seminggu atau kurang
Selanjutnya dilakukan identifikasi mengenai risiko jatuh pada Tn. J,
beliau mengaku memiliki keluhan nyeri pada tulang dan sendi terutama pada
bagian ekstremitas inferior dan daerah punggung, serta adanya penurunan
kemampunan bergerak dari duduk ke berdiri, penurunan kemampuan
jongkok, penurunan kemampuan berjalan, penurunan kekuatan dan
fleksibilitas otot. Risiko jatuh pada lansia dipengaruhi faktor internal dan
eskternal. Faktor intrinsik diantaranya adalah usia, kekuatan otot,
keseimbangan, dan Indeks Massa Tubuh (IMT). Pada faktor usia dijumpai
penurunan fungsi muskuloskeletal yang tandai dengan perubahan pada sistem
muskuloskeletal yang meliputi perubahan pada jaringan penghubung,
kartilago, tulang, otot dan sendi. Perubahan pada kolagen itu merupakan
penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak
berupa nyeri, penurunan kekuatan otot dan penurunan kemampuan bergerak
dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan, serta terjadi hambatan dalam
melakukan aktivitas setiap hari. Selain itu, pada lansia juga terjadi
pengurangan jumlah jaringan dan ukuran tulang secara keseluruhannya
menyebabkan kekakuan dan penurunan kekuatan tulang sehingga berdampak
munculnya osteoporosis yang selanjutnya dapat mengakibatkan nyeri,
deformitas dan fraktur. Selain itu, jaringan ikat disekitar sendi seperti tendon,
ligamen dan fasia pada lansia mengalami juga penurunan elastisitas.
Ligamen, kartilago dan jaringan partikular mengalami penurunan daya lentur
dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi dan kalsifikasi pada kartilago dan
kapsul sendi sehingga sendi kehilangan fleksibilitasnya yang berdampak pada
35
penurunan luas gerak sendi dan menimbulkan kekakuan sendi (Timiras &
Navazio, 2008). Kondisi tersebut dapat membatasi kemampuan dari lansia
dan menyebabkan lansia mengalami gangguan dalam aktivitas fisiknya sehari
hari.
Faktor ekstrinsik yang dapat menyebabkan risiko jatuh adalah
lingkungan dan aktifitas fisik. Faktor lingkungan yang mempengaruhi risiko
jatuh adalah penerangan yang tidak baik, lantai yang licin dan basah, tempat
berpegangan yang tidak kuat/tidak mudah dipegang, dan alat alat atau
perlengkapan rumah yang tidak stabil. Hal ini sesuai dengan keluhan yang
dijumpai pada Tn. J lantai kamar terasa licin. Selain itu Tn. J juga mengaku
bahwa beliau memiliki riwayat jatuh dalam 3 bulan terakhir yang akan
mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik dan psikologis.
Sehingga untuk menghidari risiko jatuh pada lansia perlu dilakukan
identifikasi faktor risiko jatuh, penilaian keseimbangan dan gaya berjalan
(gait), dan mengatasi faktor situasional (Tinetti, 1992; Darmojo, 2004)
Adapun riwayat hipertensi dengan tekanan darah 160/100 mmHg yang
dialami oleh Tn. J merupakan keluhan yang muncul pada sistem
kardiovaskuler. Hal ini sesuai dengan keluhan yang biasa terjadi pada lansia
akan terjadi penambahan massa jantung, ventrikel kiri mengalami hipertrofi
dan kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan pada
jaringan ikat katup jantung mengalami fibrosis. Sinoatrial node (SA node)
dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat. Kemampuan arteri
dalam menjalankan fungsinya berkurang sampai 50%. Pembuluh darah
kapiler mengalami penurunan elastisitas dan permeabilitas. Terjadi perubahan
fungsional berupa kenaikan tahanan vaskular sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan sistole dan penurunan perfusi jaringan (Timiras dan
Navazio, 2008).
Pada pasien yang kedua yaitu Ny. W. Gangguan penglihatan yang
dialami Ny. W yaitu keluhan mudah silau, keluhan seperti melihat asap,
kesulitan dalam membaca huruf-huruf kecil dan terlihat bahwa kelopak mata
bagian tepi atau margo palpebra Ny. W melipat ke arah dalam, bulu mata
tumbuh ke arah dalam, adanya keluhan mata sering berair, mata sering gatal
36
karena merasa tertusuk oleh bulu mata. Berdasarkan teori, Gangguan
penglihatan pada lansia dapat berupa perubahan struktur kelopak mata,
perubahan sistem lakrimal, perubahan sensitivitas dan fragilitas pada kornea,
perubahan muskulus siliaris, produksi humor aquous, dan perubahan refraksi
berupa penurunan daya akomodasi, serta adanya perubahan struktur jaringan
dalam bola mata seperti perubahan pada lensa, iris, pupil, dan retina
(Wilardjo & Martono, 2015). Pada Ny. W mengalami keluhan mudah silau
dan keluhan seperti asap yang mana disebabkan karena adanya perubahan
pada struktur jaringan pada lensa. Hal tersebut sesuai dengan teori keluhan
silau (fotofobi) timbul karena kekeruhan lensa pada usia tua (Katarak) akibat
proses penuaan pada kornea dan lensa. Semakin bertambah umur nukleus
makin membesar dan padat, sedangkan volume lensa tetap, sehingga bagian
korteks makin menipis, elastisitas lensa jadi berkurang, indeks bias berubah
(membias sinar jadi lemah). Lensa yang mula-mula bening transparan
menjadi tampak keruh (Sklerosis) (Wilardjo & Martono, 2015). Kesulitan
dalam membaca huruf-huruf kecil dikarenakan adanya perubahan refraksi
pada lansia. Sesuai dengan teori bahwa penurunan daya akomodasi dengan
manifestasi presbiopia dimana seseorang akan kesulitan untuk melihat dekat
dipengaruhi oleh berkurangnya elastisitas lensa dan perubahan pada muskulus
siliaris oleh karena proses penuaan (Wilardjo & Martono, 2015).
Hasil observasi terlihat bahwa kelopak mata bagian tepi atau margo
palpebra Ny. W melipat ke arah dalam, bulu mata tumbuh ke arah dalam,
adanya keluhan mata sering berair, mata sering gatal karena merasa tertusuk
oleh bulu mata. Keluhan-keluhan tersebut disebabkan karena perubahan pada
struktur kelopak mata, yang mana menurut Wilardjo & Martono (2015)
dengan bertambahnya usia akan menyebabkan kekendoran seluruh jaringan
kelopak mata. Perubahan ini yang juga disebut dengan perubahan
involusional terjadi pada m.orbicularis, refraktor palpebra inferion, tarsus,
tendo kantus medial/lateral, aponeurosis muskulus levator palpebra, dan kulit.
Pada sistem digestifnya Ny. W yaitu tidak memiliki gigi yang lengkap
lagi. Pada gigi atasnya tersisa 1 gigi, sedangkan gigi bawahnya tersisa 4 gigi.
Gigi yang rusak, tanggal atau lepas sangat mempengaruhi proses pelumatan
37
makanan diakibatkan oleh terganggunya fungsi pengunyah (Martono, 2015).
Faktor risiko jatuh pada Ny. W yaitu terdapat pada faktor intrinsik. Ny. W
yaitu memiliki keluhan nyeri pada tulang dan sendi terutama sendi sendi
kecil, penurunan kemampuan bergerak dari duduk ke berdiri. Ny. W juga
terdapat penurunan kekuatan dan fleksibilitas otot seperti Ny. W tidak
sanggup lagi untuk mencuci bajunya sendiri. Berdasarkan teori, faktor risiko
jatuh pada lansia dibagi dalam dua golongan besar yaitu faktor intrinsik dan
ekstrinsik. Faktor intrinsiknya yaitu kondisi fisik dan neuropsikiatrik,
penurunan visus dan pendengaran, perubahan neuromuskuler, gaya berjalan,
dan reflek postural karena proses menua (Wilardjo & Martono, 2015). Risiko
jatuh yang dialami Ny. W yaitu adanya penurunan visus yang telah dijelaskan
sebelumnya, dan perubahan neuromuskuler. Keluhan nyeri pada tulang dan
sendi pada Ny. W terutama pada sendi sendi kecil menyebabkan penurunan
pergerakan antar sendi dan menjadi lebih mudah terjatuh. Hal tersebut sesuai
dengan teori, jaringan ikat disekitar sendi seperti tendon, ligamen dan fasia
pada lansia mengalami penurunan elastisitas. Ligamen, kartilago dan jaringan
partikular mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi
degenerasi, erosi dan kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi sehingga
sendi kehilangan fleksibilitasnya yang berdampak pada penurunan luas gerak
sendi dan menimbulkan kekakuan sendi (Bonder & Wagner, 1994). Selain itu
juga mengalami penurunan kemampuan bergerak dari duduk ke berdiri. Ny.
W juga terdapat penurunan kekuatan dan fleksibilitas otot seperti Ny. W tidak
sanggup lagi untuk mencuci bajunya sendiri. Perubahan morfologis pada otot
menyebabkan perubahan fungsional otot, yaitu terjadinya penurunan
kekuatan otot, elastisitas dan fleksibilitas otot, kecepatan waktu reaksi dan
rileksasi, dan kinerja fungsional. Setelah melewati usia 30 tahun, manusia
akan kehilangan kira-kira 3-5% jaringan otot total per dekade. Penurunan
fungsi dan kekuatan otot akan mengakibatkan yaitu penurunan kemampuan
mempertahankan keseimbangan tubuh, hambatan dalam gerak duduk ke
berdiri, peningkatan risiko jatuh, perubahan postur (Bonder & Wagner,
1994).
38
Pada pasien yang ketiga yaitu Ny. S 80 tahun, mengalami gangguan
penglihatan, pendengaran dan resiko jatuh. Gangguan penglihatan yang
dialami Ny. S yaitu presbiopia dan ektropion. Ny. S mengeluh kesukaran
dalam membaca huruf kecil (penurunan visus), keluhan tersebut merupakan
gejala dan tanda presbiopia. Penurunan daya akomodasi dengan manifestasi
presbiopia dimana seseorang akan kesulitan untuk melihat dekat dipengaruhi
oleh berkurangnya elastisitas lensa dan perubahan pada muskulus siliaris oleh
karena proses penuaan (Wilardjo & Martono, 2015). Selain itu, terdapat
kelopak mata bagian tepi atau margo palpebra melipat ke arah dalam, bulu
mata tumbuh ke arah dalam. Hal tersebut merupakan gejala dan tanda dari
entropion.
Gangguan pendengaran yang dialami Ny. S yaitu terdapat kesulitan
dalam membedakan arah suara dan meminta orang lain untuk mengulang
perkataannya. Hal tersebut disebabkan pada fungsi pendengarannya
mengalami gangguan terhadap lokalisasi suara, dan persepsi pendengaran
abnormal. Sesuai dengan teori bahwa pada lansia seringkali sudah terdapat
gangguan dalam membedakan arah suara terutama dalam lingkungan yang
agak bising (Wilardjo & Martono, 2015).
Pada sistem digestifnya Ny. S mengeluh adanya sembelit. Hal tersebut
disebabkan adanya penurunan pada peristaltik usus sehingga menyebabkan
keluhan sembelit. Menurut Stanley (2006), Peristaltik atau gerakan usus yang
semakin menurun dengan menyebabkan semakin lambatnya makanan
bergerak melalui system pencernaan. Keluhan yang sering ditemui selain
sebah, penuh, juga sembelit (sukar buang air).
Faktor resiko jatuh pada Ny. S yaitu adanya faktor intrinsik yaitu
mengalami keluhan nyeri tulang dan sendi, kaku sendi, penurunan
kemampuan bergerak dari duduk ke beridiri, berjongkok, berjalan, penurunan
kekuatan dan fleksibilitas otot serta penurunan keseimbangan ditandai dengan
sering terjatuh.
39
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari hasil TPP ini yaitu:
1. Penurunan fungsi pendengaran yang dialami pada lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha yaitu gangguan pada lokalisasi suara, persepsi
pendengaran abnormal, dan tinnitus.
2. Penurunan fungsi penglihatan yang dialami pada lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha yaitu kesulitan pada saat mengangkat palpebral superior,
penurunan daya akomodasi, perubahan struktur lensa dan perubahan
struktur pada kelopak mata
3. Penurunan fungsi digestif yang dialami pada lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha yaitu berkurangnya jumlah gigi, menurunnya jumlah saliva dan
mulut kering.
4. Risiko jatuh yang yang dialami pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
yaitu sebagian besar disebabkan oleh faktor intrinsik dibandingkan faktor
ekstrinsik. Faktor instrinsiknya yaitu adanya keluhan nyeri pada tulang,
kekauan sendi, penurunan kekuatan dan fleksibilitas otot, serta adanya
gangguan keseimbangan sehingga beresiko untuk mudah jatuh. Faktor
ekstrinsiknya yaitu lantai kamar yang licin.
5.2 Saran
Adapun saran yang diberikan dari hasil tpp yang telah penulis lakukan yaitu:
1. Mahasiswa diharapkan mempersiapkan dengan baik segala keperluan
yang dibutuhkan sebelum melakukan kegiatan TPP, agar pelaksanaan
TPP dapat berjalan dengan lancar.
2. Mahasiswa meningkatkan kemampuan berkomunikasi agar kegiatan
TPP dapat berjalan dengan baik untuk mecapai tujuan yang diinginkan.
40
LAMPIRAN 1
Nama :
Usia :
Gangguan penglihatan
No Gangguan Ya Tidak
8 Mata berair
10 Mata merah
41
dunia luar
Gangguan Pendengaran
No Gangguan Ya Tidak
Gangguan Digestif
No Gangguan Ya Tidak
1 Apakah masih memiliki gigi yang lengkap?
Berapa jumlah gigi?
42
2 Apakah mengalami penurunan jumlah saliva?
Risiko Jatuh
No Gangguan Ya Tidak
Faktor Intrinsik
1 Apakah lansia memiliki keluhan nyeri pada
tulang dan sendi?
43
5 Apakah lansia mengalami penurunan kekuatan
dan fleksibilitas otot?
Faktor Ekstrinsik
1 Apakah penerangan pada kamar pasien baik?
2 Bagaimana keadaan lantai? Apakah basah atau
licin?
44
LAMPIRAN 2
Dokumentasi Kegiatan
45